Anda di halaman 1dari 1

Zeva Bagas Permana

3331200096

Situs Cagar Budaya Keraton Kaibon merupakan keraton kedua setelah Keraton Surosowan. Keraton Kaibon merupakan peninggalan dari masa Kesultanan Banten
(periode Islam) yang dibangun pada tahun 1815. Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibunda Sultan. Keraton Kaibon
merupakan bekas kediaman Sultan Syafiuddin, seorang sultan Banten yang memerintah sekitar tahun 1809 – 1815. Saat Sultan wafat, kedudukannya digantikan
oleh putranya yang baru berusia lima Tahun. Untuk sementara waktu, pemerintahan dipegang oleh ibunya, yaitu Ratu Aisyah. Keraton ini masih digunakan
sampai dengan masa pemerintahan Bupati Banten yang pertama yang mendapat dukungan Belanda, yaitu Aria Adi Santika, sebagai pengganti pemerintahan
Kesultanan Banten yang dihapuskan mulai tahun 1816. Pada tahun 1832, Situs Cagar Budaya Keraton Kaibon dibongkar oleh Pemerintan Hindia Belanda, yang
tersisa berupa pondasi, tembok-tembok bangunan dan gapura-gapura keraton

Riwayat Penanganan (Penelitian dan Pelestarian)

Situs Cagar Budaya Keraton Kaibon dipugar oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peniggalan Sejarah dan Purbakala pada tahun 1991/1992 hingga 1993/1994,
kegiatannya berupa perbaikan gapura pintu gerbang.

Situs Cagar Budaya Keraton Kaibon merupakan keraton yang dibangun menghadap ke arah barat. Di bagian depan keratin terdapat sebuah kanal yang berfungsi
sebagai sarana transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara. Keraton Kaibon mempunyai bentuk pekarangan yang unik
apabila dibandingakan dengan bentuk pekarangan bangunan lainnya, yang didominasi dengan bentuk kotak atau persegi panjang. Pertimbangan keraton sebagai
benteng yang dikelilingi dengan kolam juga masih terlihat. Keraton Kaibon berorientasi kepada sungai yang terletak di sebelah utara. Hal tersebut ditandai dengan
akses perahu sampai ke tempat ini. Ruang-ruang yang ada di dalam pagar Keraton Kaibon lebih berorientasi ke ruang terbuka di belakang atau berada di sebelah
selatan. Hal tersebut ditandai dengan menempatkan satu bangunan tepat di tengah dari ruang terbuka tersebut. Sangat dimungkinkan bangunan di tengah ruang
terbuka tersebut adalah tempat istirahat penghuninya, ruangan yang ada relatif berbentang pendek dibandingkan dengan ruang pada bangunan lainnya.

Jika dibandingkan dengan Keraton Surosowan, bangunan Keraton Kaibon nampak lebih arkais. Hal tersebut dapat terlihat dari bentuk arsitektur pintu-pintu
gerbang yang berbentuk candi bentar. Pintu gerbang utama yang merupakan jalan masuk menuju bagian dalam keraton juga berbentuk candi bentar. Dalam
konsepsi kuno tentang bangunan-bangunan sakral dan sekuler pada arsitektur Jawa, terdapat fungsi-fungsi arsitektur tertentu yang memberikan indikasi ciri-ciri
sebuah bangunan keagamaan atau bangunan sekuler. Di lihat dari bentuk pintu gerbangnya, maka Keraton Kaibon menunjukkan ciri-ciri sebuah keraton dengan
gaya tradisional.

Pintu gerbang pertama yang merupakan jalan masuk berbentuk candi bentar. Hal tersebut menunjukkan bahwa halaman yang akan dilalui masih bersifat profan
atau tidak bersifat keagamaan. Pada halaman kedua, jalan masuk ditandai dengan pintu gerbang berbentuk paduraksa atau bangunan berbentuk gapura. Bentuk
paduraksa dalam tradisi bangunan kuno, menunjukkan bahwa halaman yang akan dilalui telah mempunyai nilai sakral. Pada umumnya, letak sitinggil pada
keraton tradisional di Jawa seperti keraton Kasepuhan, Kanoman, Demak, Panjang, Mataram, terletak di halaman pertama bagian timur. Pada Keraton Kaibon,
tata letak yang seharusnya untuk sitinggil, justru dibangun sebuah Masjid. Dengan demikian bangunan masjid pada Keraton Kaibon diletakkan pada bagian utama
keletakan keraton.

Masjid pada Keraton Kaibon ini berbentuk persegi panjang dengan sebuah mihrab yang terletak pada dinding barat masjid. Mihrab berbentuk persegi panjang.
Di halaman kedua ini pun terdapat beberapa bangunan yang telah hancur dan sebagian lagi hanya tersisa pondasinya saja.
Di beberapa bangunan, terlihat lubang bekas penempatan balok-balok kayu. Hal tersebut kemungkinan merupakan sisa lantai bangunan yang terbuat dari papan
kayu dari struktur bangunan yang lebih mutakhir. Pada pintu gerbang yang terletak di sebelah barat keraton terdapat sebuah tembok besar dengan ukuran panjang
80 meter dan tingginya 2 meter. Tembok tersebut terdapat lima pintu yang bergaya bangunan Jawa dan Bali. Arti angka lima ini mengikuti jumlah salat dalam
satu hari yang dilakukan umat Muslim.

Anda mungkin juga menyukai