Anda di halaman 1dari 12

Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan

Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

TINGGALAN ARKEOLOGI ISLAM SEBAGAI BAGIAN PERKEMBANGAN


SEJARAH BUDAYA DI KALIMANTAN

Bambang Sakti Wiku Atmojo*

Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan;
Telepon (0511) 4781716; Facsimile (0511) 4781716

Artikel masuk pada 20 Maret 2012 Artikel selesai disunting pada 23 September 2012

Abstrak. Tulisan ini mendeskripsikan beragam penelitian arkeologi dari masa pengaruh kebudayaan Islam yang
telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin di empat provinsi di Pulau Kalimantan sejak 1993. Penelitian-
penelitian tersebut dilakukan dengan teknik survei berdasarkan tema kajian seperti arsitektur kuna, tata kota kuna,
dan sejarah kebudayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peninggalan arkeologi masa Islam bervariasi, yaitu
peninggalan bendawi dan non-bendawi. Peninggalan arkeologi bendawi terdiri atas peninggalan bersifat bangunan,
struktur, situs, kawasan, dan artefaktual. Rentang periodisasi peninggalan arkeologi tersebut berasal dari abad ke-
15 sampai dengan ke-19 Masehi; peninggalan tertua berupa makam-makam abad ke-15 yang berada di Kabupaten
Ketapang. Berdasarkan lokasi geografisnya, peninggalan-peninggalan monumental ataupun situs ditemukan pada
kawasan pantai, daerah aliran sungai, dan perbukitan.

Kata kunci: tema penelitian, arsitektur, tata kota, sejarah kebudayaan, peninggalan arkeologi, bangunan, struktur,
situs, kawasan, artefak

Abstract. ISLAMIC ARCHAEOLOGICAL REMAINS AS THE PART OF CULTURAL HISTORIC


DEVELOPMENT IN KALIMANTAN. This paper describes various archaeological studies dated from the influence
of Islamic culture that have been conducted by the Centre for Archaeology, Banjarmasin, in the four provinces of
Kalimantan since 1993. These studies were carried out by survey based on research themes such as ancient
architecture, ancient city planning, and cultural history. The results showed that Islamic archaeological heritage
varies between tangible and intangible culture. The tangible archaeological heritage consist of buildings, structures,
sites, regions and artefacts. The time range of the Islamic archaeological heritage is between the 15th until the
19th century; the oldest heritage is the 15th century graves located in Ketapang District. Based on the geographical
location, monumental heritages or sites were found in coastal, basins and hilly regions.

Keywords: research theme, architecture, urban planning, cultural history, archaeological remains, buildings,
structures, sites, regions, artifacts

* Penulis adalah Peneliti Madya pada Balai Arkeologi Banjarmasin, email: bambang.wiku@yahoo.com

94 Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

A. Pendahuluan dua buah sungai. Namun demikian, tidak


Peninggalan arkeologi di Kalimantan sedikit peninggalan yang berada di daerah
yang berasal dari masa perkembangan perbukitan atau daerah yang jauh dari pantai.
agama Islam antara abad ke-15 – 19 Masehi Meskipun banyak peninggalan bangunan
tersebar di berbagai wilayah. Jenis yang masih utuh, namun tidak sedikit pula
peninggalan juga bervariasi, antara lain yang sudah tidak utuh lagi. Sebagian di
berupa artefak, struktur, bangunan, kompleks antaranya bahkan sampai dengan saat ini
bangunan, dan kompleks kota lama. masih dimanfaatkan untuk berbagai
Peninggalan yang berupa artefak banyak yang keperluan, misalnya tempat tinggal.
berada di tangan masyarakat, museum Hasil penelitian yang dilaksanakan Balai
provinsi atau kabupaten dan bekas istana. Arkeologi Banjarmasin menunjukkan bahwa
Rata-rata peninggalan artefak ini berupa alat peninggalan tertua yang berasal dari masa
kehidupan sehari-hari, senjata tajam perkembangan agama Islam di Kalimantan
tradisional, senjata api, dan kitab atau buku. adalah makam-makam di Kabupaten
Struktur dapat berupa sruktur bangunan Ketapang, Kalimantan Barat, yang
tempat tinggal, struktur saluran air atau parit menunjukkan berasal dari pertengahan abad
kota, fondasi bangunan baik bata atau batu, ke-15 Masehi. Keberadaan makam-makam
maupun struktur bangunan kayu. Bangunan tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu
utuh yang ada biasanya berupa masjid, istana, sudah terdapat pemukiman masyarakat
rumah pembesar kerajaan, dan cungkup muslim meskipun mungkin belum ada
makam. Kompleks bangunan biasanya kerajaan yang bercorak Islam. Kerajaan tertua
merupakan bagian dari kompleks kota lama, tampaknya adalah Kerajaan Banjar yang
yang terdiri atas kompleks pusat berdiri pada awal abad ke-16 Masehi,
pemerintahan, pemukiman penduduk, dan sedangkan yang termuda adalah Kerajaan
unsur-unsur perkotaan yang lain. Pontianak yang baru muncul pada abad ke-
Pada umumnya peninggalan tersebut 18 Masehi. Kerajaan-kerajaaan yang lain
merupakan bagian dari kerajaan-kerajaan berada di antara kurun waktu tersebut.
Islam yang pernah ada di Kalimantan pada Tulisan ini mencoba untuk memaparkan
waktu itu. Dari empat provinsi yang ada di hasil penelitian Balai Arkeologi Banjarmasin
Kalimantan, sejauh ini hanya Kalimantan yang terkait dengan peninggalan arkeologi
Tengah yang memiliki peninggalan arkeologi Islam di Kalimantan. Hampir semua penelitian
Islam paling sedikit. Peninggalan- menggunakan metode survei eskplorasi,
peninggalan tersebut sebagian besar tersebar kecuali ekskavasi yang dilakukan tahun 2006
mulai dari daerah pantai timur Kalimantan di Martapura, Kalimantan Selatan. Penelitian
Timur sampai dengan pantai barat yang dilaksanakan di empat provinsi wilayah
Kalimantan Barat. Hal itu tidak terlepas dari kerja ini menghasilkan bermacam-macam
posisi geografis kota-kota kerajaan-kerajaan data, baik yang bersifat tangible maupun
tersebut yang rata-rata berada di tepi pantai, intangible.
di muara sungai, atau di antara pertemuan

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 95


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

B. Kepurbakalaan Islam di Kalimantan tidak berfungsi sebagai pusat pemerintahan.


1. Istana Bangunan istana paling muda adalah Istana
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Landak dan Mempawah yang diresmikan
setiap kabupaten di Kalimantan Barat terdapat pada tahun 1922 sebagai pengganti istana
satu atau lebih kerajaan, yang peninggalannya lama yang musnah terbakar. Kesamaan
sampai saat ini masih dapat disaksikan. umum yang dimiliki oleh istana-istana tersebut
Nama-nama kerajaan yang masih dapat adalah semuanya berada di tepian sungai
ditelusuri adalah Sambas di Kabupaten besar yang merupakan urat nadi lalu lintas
Sambas, Mempawah di Kabupaten yang menghubungkan daerah pedalaman
Pontianak, Landak di Kabupaten Landak, atau hulu sungai dengan kawasan hilir dan
Sanggau dan Tayan di Kabupaten Sanggau, muara.
Sintang di Kabupaten Sintang, Tanjung Pura Di Istana Kodriyah Pontianak, Istana al
dan Matan di Kabupaten Ketapang, Kubu di Watzikubillah Sambas, dan Istana
Kabupaten Kubu Raya, dan Pontianak di Kota Amantubillah Mempawah terdapat pagar bata
Pontianak. Jenis peninggalan yang ada antara keliling. Pada pagar keliling istana Kodriyah
lain meliputi istana, makam, masjid, benteng, bahkan dilengkapi dengan meriam yang
bangunan tempat tinggal pembesar kerajaan, berukuran cukup besar.
toponim kawasan pemukiman, dan parit Di Kalimantan Timur peninggalan istana
keliling kota lama. Peninggalan yang sifatnya masih dapat dilihat di Berau, Tenggarong, dan
artefaktual antara lain alat kehidupan sehari- Paser Balengkong. Istana di Berau ada dua,
hari, meriam, perlengkapan perang yang lain, masing-masing merupakan peninggalan
dan peralatan rumah tangga. Kerajaan Gunung Tabur (Foto 1) dan
Semua kerajaan yang disebutkan di atas Sambaliung. Istana Tenggarong merupakan
sampai dengan saat ini masih memiliki istana, peninggalan kerajaan Kutai Kertanegara,
kecuali Tanjung Pura. Istana-istana tersebut namun merupakan bangunan yang didirikan
rata-rata masih dalam kondisi utuh, meskipun Belanda sekitar tahun 1930an. Berbeda
sebagian di antaranya dalam kondisi dengan istana-istana yang lain di Kalimantan
memprihatinkan atau tidak terawat. Hampir yang menggunakan bahan bangunan kayu,
semua bahan yang digunakan untuk Istana Tenggarong dibuat dari bahan beton.
membuat istana adalah kayu ulin sehingga Sementara itu, istana raja di Bulungan sudah
mampu bertahan sampai ratusan tahun. Di hilang namun dari sisa yang ada menunjukkan
antara istana-istana tersebut sebagian di bahwa terdapat juga pagar keliling yang
antaranya masih digunakan sebagai tempat berupa tembok, dan terdapat meriam sebagai
tinggal raja atau keluarganya, misalnya di pelengkap.
Sambas, Landak, Pontianak, dan Sintang. Masjid yang merupakan pusat lokasi
Istana terbesar adalah Istana Kodriyah di Kota peribadatan rata-rata berada di dekat istana
Pontianak yang dibangun sekitar tahun 1771 yang merupakan pusat pemerintahan.
dan memiliki dua lantai. Pada saat ini Keduanya berada di tempat yang sama-sama
sebagian dari istana-istana tersebut tidak jauh dari aliran sungai besar. Di Sambas
difungsikan menjadi museum karena sudah dan Landak, masjid kerajaan bahkan berada

96 Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

pada satu kompleks dengan halaman istana. 2. Makam


Sebagian besar masjid kerajaan memiliki Ada empat unsur yang menjadi aspek
bentuk atap tumpang tiga, ditopang dengan pengamatan dalam penelitian makam, yaitu
tiang-tiang kayu yang besar, sedangkan bahan, bentuk atau tipologi, ragam hias, dan
istananya, menggunakan konstruksi rumah tata letak. Makam-makam yang dijadikan
panggung. Pada kasus di Kabupaten lokasi penelitian merupakan makam raja-raja
Ketapang masjid kerajaan sudah tidak dapat atau anggota keluarga kerajaan, ulama, dan
dilacak lagi keberadaannya. sedikit masyarakat kebanyakan. Lokasi
Di kawasan sekitar istana dan masjid makam berada di wilayah kerajaan yang
biasanya dikelilingi parit kuna yang berada di pantai timur Kalimantan, meliputi
merupakan batas kota raja, sekaligus bekas Kerajaan Bulungan, Berau, Kutai
merupakan benteng alam dari gangguan Kartanegara, Paser, Batulicin, serta Pagatan,
musuh. Parit keliling ini rata-rata lebar 3 – 4 dan Koesan.
meter, dan berfungsi juga sebagai prasarana Makam-makam yang masih dapat
lalulintas perahu-perahu kecil. Sumber air ditelusuri kebanyakan berasal dari abad ke-
biasanya diambilkan dari sungai yang 18 – 20 Masehi, yang merupakan masa jaya
mengalir di dekat tempat itu, dan dimuarakan berbagai kerajaan di Kalimantan Barat,
kembali di sebelah hilir sungai tersebut. Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Sebagian di antara kanal-kanal tersebut saat Sebagai pengecualian adalah makam-
ini sudah tertutup kawasan pemukiman, makam di Kabupaten Ketapang Kalimantan
seperti yang terjadi di sekitar istana Sintang Barat, yang berasal dari abad ke-14 Masehi.
dan Sanggau. Di Landak, kanal keliling selain Bahan yang digunakan untuk pembuatan
sudah tertutup oleh pemukiman, dan sebagian nisan dan jirat makam ada empat jenis, yaitu
di antaranya juga tertutup oleh persawahan. 1) kayu, yang terdiri atas kayu ulin dan kayu
Peninggalan arkeologi Islam yang paling biasa; 2) batu, baik marmer, granit maupun
utama di Kalimantan Tengah terdapat di batu alam yang tidak diolah; 3) bata; dan 4)
Kabupaten Kotawaringin Barat, terutama di logam. Kayu merupakan barang asli dari
Kecamatan Kotawaringin Lama dan Arut Kalimantan, karena kayu ulin banyak tumbuh
Selatan. Bangunan-bangunan yang masih di hutan-hutan Kalimantan. Sampai saat ini
ada di Kotawaringin Lama meliputi Astana al- ulin masih tumbuh di hutan pedalaman
Nursari, Masjid Kyai Gede, dan makam raja- Kalimantan. Batuan marmer dan granit
raja di Kute Tanah. Bangunan-bangunan di merupakan barang impor karena tidak ada
Arut Selatan meliputi Istana Kuning, Istana tambang untuk kedua jenis batu tersebut di
Mangkubumi, kediaman Pangeran, serta Kalimantan. Marmer merupakan barang
makam raja-raja di Kute Batu, Pangkalan Bun dagangan yang masih diperdagangkan
(Hartatik, dalam Rangkuti 2009, 93-99). secara internasional sampai dengan saat ini.

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 97


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

Dilihat dari segi bentuk, terdapat empat dengan cara dicungkup, ditinggikan, dipagari,
langgam nisan, yaitu langgam Aceh, Demak- dan ditempatkan pada makam khusus.
Troloyo, Bugis-Makassar, dan tipe lokal. Tipe Makam-makam pada umumnya berada
lokal kebanyakan digunakan oleh masyarakat di dekat kawasan istana, atau di pinggiran kota
umum. Pada makam tokoh perempuan hanya kerajaan. Namun demikian ada juga
ada satu langgam saja, yaitu pipih kompleks makam yang berada jauh di luar
memanjang. Bentuk-bentuk jirat meliputi satu kota, misalnya seperti kasus yang ada di Bukit
undak terbuka, kotak biasa bagian atas Rama untuk Kerajaan Mempawah,
tertutup, undak dua, berundak lebih dari tiga, Mengkiyang untuk Kerajaan Sanggau, dan
perahu sederhana, serta kotak bertingkat Mungguk untuk Kerajaan Landak. Tempat-
bagian atas terbuka. Adanya berbagai bentuk tempat tersebut merupakan sebuah bukit yang
tersebut menunjukkan bahwa sejak ratusan dipercaya merupakan tempat sakral atau
tahun yang lalu telah terdapat pertemuan dipercaya sebagai asal-usul nenek moyang
berbagai budaya Indonesia di Kalimantan. para pendiri kerajaan. Namun demikian ada
Meskipun demikian, tidak menutup sejumlah kesamaan dari kompleks-kompleks
kemungkinan bahwa nisan-nisan tersebut makam tersebut, yaitu tidak berada di tengah
merupakan barang dagangan ataupun juga pemukiman. Bahan yang digunakan rata-rata
barang hadiah. kayu ulin, meskipun sebagian di antaranya
Ragam hias yang terdapat pada makam menggunakan batu granit atau marmer.
terdiri atas bentuk garis lurus, lingkaran, Ragam hias yang dipahatkan pada umumnya
segitiga, dan jajaran genjang. Ragam hias hiasan sulur-suluran dan kaligrafi Arab.
flora meliputi bunga, daun, tangkai, dan Di Kabupaten Ketapang terdapat dua
stiliran bentuk kepala binatang. Ragam hias kompleks makam yang oleh masyarakat
terawangan berupa ragam hias yang dinamakan Keramat Tujuh dan Keramat
dipahatkan pada nisan atau jirat pada satu Sembilan. Penamaan tersebut didasarkan
sisi sampai menembus sisi yang lain, pada jumlah makam kuna yang terdapat di
biasanya berupa gambar daun-daunan atau tempat tersebut, yaitu tujuh dan sembilan.
garis lurus. Kaligrafi dapat berupa kaligrafi Siapa sebenarnya tokoh-tokoh yang
huruf Arab berbahasa Arab, huruf Arab dimakamkan di tempat tersebut tidak ada yang
berbahasa Melayu, huruf Bugis berbahasa tahu secara pasti. Namun demikian, salah satu
Melayu, maupun huruf Bugis berbahasa cerita lisan yang menyatakan bahwa tokoh-
Bugis. tokoh yang dimakamkan di tempat tersebut
Dilihat dari segi keletakan terdapat merupakan ulama penyebar agama Islam dari
makam yang berada di dataran, di perbukitan, Majapahit. Menilik pada bentuk nisan yang
di perkotaan, di pedesaan, di daerah mirip dengan bentuk nisan Troloyo (Foto 2)
pemukiman, dan di luar daerah pemukiman. serta angka tahun Saka yang terpahat yaitu
Kadang-kadang dalam satu kompleks makam 1350, 1359 dan 1345, mungkin saja cerita
dipisahkan antara makam tokoh raja dengan lisan tersebut ada benarnya. Sampai sejauh
makam masyarakat. Pemisahan dilakukan ini angka-angka yang tertera di makam

98 Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

Foto 1. Istana Gunung Tabur di Berau,


Kalimantan Timur (dok. Balai Arkeologi
Banjarmasin)

Foto 2. Salah satu makam di Kompleks Makam


Keramat Sembilan, Kabupaten Ketapang (dok.
Balai Arkeologi Banjarmasin)

Kecamatan Paser Balengkong. Tenggarong


terletak di pertemuan Sungai Tenggarong dan
Sungai Mahakam, sedangkan Paser
Balengkong terletak di tepian Sungai Kendilo.
Sungai-sungai tersebut pada masa lalu
Foto 3. Masjid Assuada Waringin, Kalimantan
Selatang (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin) merupakan sungai yang ramai dilayari,
namun pada saat ini hanya Sungai Mahakam
yang masih tetap ramai dilayari dari hulu ke
tersebut merupakan angka paling tua pada
hilir maupun sebaliknya.
peninggalan arkeologi Islam di Kalimantan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Barat.
kota lama Tenggarong berukuran sekitar 1000
3. Tata Kota m X 750 m, dikelilingi parit dan memiliki
Terdapat dua kota lama bekas ibukota sejumlah bangunan kuna. Bangunan-
kerajaan di Kalimantan Timur yang masih bangunan utama yang ada di Tenggarong
dapat ditelusuri bentuk-bentuk aslinya, yaitu adalah istana yang merupakan pusat
Tenggarong dan Paser Balengkong. pemerintahan, masjid Jami’, bangunan
Tenggarong merupakan bekas ibukota penampungan, pasar, gedung bioskop,
Kerajaan Kutai, sekarang menjadi ibukota pelabuhan, penjara, parit kota, dan makam.
Kabupaten Kutai Kartanegara. Paser Toponim yang masih ada antara lain
Balengkong merupakan bekas ibukota Kampung Melayu, Kampung Panji, dan Bukit
Kerajaan Paser, sekarang menjadi ibukota Pedidi. Kampung Melayu pada masa lalu

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 99


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

dihuni oleh masyarakat Banjar, Kampung Panji ini adalah Masjid Pusaka Banua
merupakan kawasan pemukiman Lawas, Kecamatan Kelua, Masjid
bangsawan, sedangkan Bukit Pedidi sebagian Assuada Waringin (Foto 3), Masjid
besar penghuninya masyarakat Bugis. Kota Pandulangan, dan Masjid
tersebut terbelah oleh Sungai Tenggarong Pakacangan Lama.
menjadi dua bagian. Sampai saat ini b. Periode 1900 – 1945. Masjid dari
Tenggarong tetap bertahan sebagai sebuah periode ini memiliki ciri bentuk atap
kota yang terus berkembang, terutama karena tumpang tiga landai, kemuncak
menjadi pusat pemerintahan kabupaten. kubah gaya India (Kubah Bawang),
Agak berbeda dengan Tenggarong, Paser mihrab segi lima memiliki kubah,
Balengkong hanya berada pada satu garis kadang memiliki jembatan antara
lurus di tepian sungai. Ukuran kotanya juga kubah ruang utama dengan kubah
lebih kecil, yaitu sekitar 900 m X 650 m, yang teras depan. Terdapat hiasan
juga dibatasi oleh parit keliling. Bangunan- pesawat atau pataka di atas kubah.
bangunan yang masih ada di Paser Contoh masjid dari periode ini yaitu
Balengkong di antaranya istana, masjid jami’, Masjid Jami’ di Desa Pamatang dan
kediaman raja muda, pasar, pelabuhan, parit Masjid Kamayahan
keliling kota, dan makam. c. Periode 1945-1955 yang merupakan
perpaduan antara gaya modern
4. Arsitektur Masjid di Kalimantan
dengan gaya lama, misalnya atap
Selatan
tumpang tiga atau lebih dengan
Hasil penelitian di Kabupaten Tabalong,
kemuncak kubah. Contoh masjid
Hulu Sungai Utara, dan Balangan. pada periode ini adalah pada Masjid
menunjukkan bahwa perkembangan
Jami’ Gelagah Hulu.
arsitektur masjid yang masih dapat dilacak Bentuk mihrab di Kalimantan Selatan
terbagi menjadi tiga periode. Adapun agak berbeda dengan daerah-daerah lain.
perkembangan bentuk-bentuk arsitekturalnya Apabila dilihat di bagian dalam, atap mihrab
yaitu: berbentuk segi delapan, namun di bagian luar
a. Periode sebelum 1800 – 1900 berbentuk segi lima. Selain itu seringkali juga
Masehi. Masjid pada periode ini mihrab masjid memiliki atap berbentuk kubah
memiliki ciri atap meruncing tiga yang terpisah dengan kubah ruang utama.
tingkat dan kemuncak berbentuk
pataka dengan hiasan rumbai-
rumbai berbentuk daun. Atap C. Perkembangan Peradaban Islam di
diperkirakan menggunakan daun Kalimantan Berdasarkan
rumbia. Lantai pasir, tiang kayu, Peninggalan Arkeologis
memiliki tangga naik ke atap untuk Mengacu pada berbagai peningalan
adzan. Bentuk mihrab segi lima atau yang ada, diperkirakan agama dan budaya
lebih dan memiliki kemuncak bentuk Islam masuk ke Kalimantan pada abad ke-15
kubah. Contoh masjid dari periode Masehi, yang dibuktikan dengan angka-angka

100 Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

tahun yang tertera pada makam Keramat Kerajaan Banjar yang mendirikan kerajaan
Tujuh dan Keramat Sembilan di Kabupaten vassal di Kotawaringin. Namun demikian,
Ketapang. Mungkin saja pada masa itu belum tidak menutup kemungkinan bahwa agama
ada kerajaan yang bercorak Islam, dan baru Islam di Kalimantan Tengah juga disiarkan
ada pemukiman masyarakat Islam saja. oleh ulama dari luar Kalimantan. Ada juga
Meskipun belum diketahui siapa tokoh-tokoh ulama-ulama dari luar Indonesia yang
yang merupakan orang-orang Islam tersebut, menyebarkan agama Islam di wilayah
namun menilik pada bentuk nisan yang mirip Kalimantan, yang dibuktikan dengan
dengan makam Troloyo dan penulisan angka keberadaan makam ulama dari kawasan
tahun diperkirakan mereka berasal dari Jawa Timur Tengah.
Timur. Kerajaan-kerajaan Islam baru muncul
Perkembangan agama dan budaya Islam setelah memasuki abad ke-16 Masehi, yaitu
di wilayah Kalimantan yang lain terjadi setelah dengan berdirinya Kerajaan Banjar pada tahun
abad ke-15 Masehi. Pada buku-buku kronik 1526, yang kemudian diikuti dengan
lokal, misalnya Hikayat Banjar dan Salasilah munculnya kerajaan-kerajaan Islam lainnya
Kutai tidak ada penyebutan angka tahun kapan di Kalimantan. Kerajaan yang berdiri paling
masuknya agama dan budaya Islam di akhir adalah Pontianak, yang berlokasi di
Banjarmasin maupun ke Kutai. Namun pertemuan Sungai Landak dengan Kapuas,
demikian, secara tersirat apabila yaitu tahun 1771 (Hasanuddin, dalam Jauhari
dihubungkan dengan daerah lain tampaknya 2000, 41) Pada awalnya, kota-kota tersebut
agama Islam masuk ke wilayah Kalimantan tentunya merupakan sebuah pemukiman
Selatan pada awal abad ke-16 Masehi, yaitu biasa yang kemudian berkembang menjadi
ketika Pangeran Samudera meminta bantuan sebuah desa dan memunculkan sebuah kota.
Kerajaan Demak untuk membantu Pada akhirnya kota tersebut menjadi
memerangi Pangeran Temenggung dalam kompleks, lengkap dengan berbagai sarana
mempertahankan hegemoni kekuasaan di dan prasarana serta sebuah sistem
wilayah Banjar. Pangeran Samudera setelah pemerintahan. Meskipun demikian tidak
masuk Islam kemudian bergelar Sultan semua tempat di tepi sungai dapat dijadikan
Suriansyah (Ideham dkk. 2005, 20; kawasan pemukiman, hanya tempat-tempat
Sjamsuddin 2000, 20). tertentu saja yang memungkinkan.
Di wilayah Kalimantan Timur tampaknya Di antara kerajaan-kerajaan Islam yang
agama Islam disiarkan pada awalnya oleh ada di Kalimantan, dapat dikatakan bahwa
ulama dari Sulawesi Selatan, yaitu Datuk Kerajaan Banjar yang memiliki wilayah
Tunggang Parangan dan Datuk ri Bandang pengaruh paling luas, yaitu di Kalimantan
(Adham 1981, 224-236). Makam mereka Selatan, Kalimantan Tengah, bahkan sampai
berdua ada di daerah Kutai Lama, yang Kalimantan Timur bagian selatan. Meskipun
sekarang merupakan wilayah administratif demikian pengaruh ini bukan berarti pada
Kabupaten Kutai Kertanegara. Di wilayah penguasaan wilayah atau pengakuan sebagai
Kalimantan Tengah, agama dan budaya Islam yang dipertuan, namun lebih banyak kepada
berdasarkan tradisi dibawa oleh keluarga pengaruh budaya. Salah satu pengaruh ini

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 101


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

yang tersisa sampai sekarang adalah diapit dua sungai pada kedua sisi kota. Adanya
penggunaan bahasa Banjar yang digunakan tembok keliling kompleks istana yang kadang
sebagai bahasa pergaulan di wilayah tersebut. dilengkapi dengan meriam, juga merupakan
Nama-nama yang digunakan masyarakat di suatu upaya untuk melindungi diri dari
kawasan tersebut sebagian di antaranya juga serangan musuh. Kelayakan huni
masih terpengaruh nama-nama masyarakat dilaksanakan dengan didirikannya sebuah
Banjar. Salah satu contoh adalah penggunaan kota di sebuah kawasan yang dapat digunakan
awalan Noor... dan akhiran ..syah pada nama untuk mendirikan bangunan secara
seorang laki-laki. permanen, serta jauh dari kawasan bencana.
Perkembangan tata kota kerajaan- Jaringan jalan yang rapi juga terdapat di
kerajaan tersebut tetap dapat dilihat sampai kawasan kota, yang berfungsi untuk
dengan saat ini, meskipun kota-kota lama menghubungkan dengan daerah sekitar kota
sudah berada di luar kota baru. Posisi kota- dan membagi kawasan kota menjadi
kota kerajaan di Kalimantan hampir seragam, perkampungan. Sebagai contoh, di Pontianak
yaitu berada di tepian sungai besar atau di dan Mempawah terdapat empat
pertemuan dua sungai. Di depan istana perkampungan yang dibatasi oleh jalan yang
terdapat halaman luas, dan kadang-kadang saling menyilang, sehingga memiliki sebuah
terdapat juga sejumlah bangunan yang perempatan besar di tengah kota. Selain jalan
digunakan untuk tempat tinggal raja dan darat, di tengah kota dan pinggirannya juga
keluarganya. Di Pontianak dan Landak, terdapat jalan air atau kanal, yang memiliki
bahkan rumah para pembesar terdapat di berbagai fungsi. Di antara berbagai fungsi
kawasan istana yang dikelilingi pagar. Masjid tersebut yang paling terlihat adalah untuk
sebagai pusat kegiatan keagamaan bisanya prasarana transportasi, sedangkan fungsi
berada di kawasan istana juga, kecuali di yang lain adalah untuk batas kota, batas antara
Tenggarong dan Sanggau yang berada agak kampung di dalam kota, sarana pertahanan,
jauh dari istana. dan untuk pengairan.
Secara umum, terdapat berbagai Keberadaan kanal dalam struktur kota
pertimbangan mengenai keberadaan atau kerajaan Islam apabila ditelusuri ke belakang,
keletakan sebuah kota. Di antara berbagai memiliki kaitan dengan kota-kota pada zaman
pertimbangan tersebut adalah adanya kerajaan Hindu-Buddha. Dalam mitos doktrin
pertahanan alam maupun buatan yang dapat Hindu-Buddha, parit yang mengelilingi kota
melindungi dari serangan musuh, adanya dianggap sebagai representasi samudera
kemudahan untuk mencapai kota, layak huni, yang mengelilingi Jambudwipa. Mitos tersebut
serta konsep kosmologi dan simbolisasi sangat kuat sehingga sungai seringkali juga
(Paeni 2009, 276). Pada kota-kota kerajaan dikeramatkan. Selain dibangun di dalam kota,
di Kalimantan, konsep pertahanan alam kanal-kanal tersebut juga dibangun
sekaligus kemudahan untuk mencapai kota mengelilingi kota kerajaan. Selain di Indone-
diwujudkan dalam bentuk diletakkannya kota- sia, kanal juga dibangun di kota-kota kuna
kota tersebut di persimpangan dua sungai daratan Asia Tenggara. Fungsi kanal yang lain
atau lebih, sehingga terkesan sebuah kota adalah sebagai pelengkap keindahan suatu

102 Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

kota karena biasanya dipakai sebagai sumber hilang dari percaturan karena ditinggalkan
air untuk taman kota (Dwiyanto 2002, 17; Reid penduduknya sama sekali. Kota Landak
1999, 103). Salah satu kota yang dikenal misalnya, pernah mengalami tiga kali
karena kanal-kanalnya pada masa lalu adalah perpindahan karena adanya bencana alam
Banjarmasin, yang sampai dengan saat ini dan wabah penyakit (Yuliza, dalam
sebagian kanal-kanal tersebut masih ada. Nurcahyani 2005, 1-5). Pada tahun 1768
Sebagian kanal memang sudah tertutup oleh penguasa kerajaan memindahkan pusat
pemukiman, namun bekas-bekasnya masih pemerintahan ke tempat yang berada di hilir
dapat ditelusuri kembali. sungai, yang bertahan sampai saat ini. Kota
Sungai-sungai tersebut pada masa lalu kerajaan lain yang juga sempat mengalami
merupakan jalan raya yang ramai dilayari perpindahan adalah ibukota Kerajaan Banjar
sebagai prasarana perhubungan. Kapal-kapal dan ibukota Kerajaan Kutai. Keduanya karena
ramai melayari sungai-sungai, alasan yang hampir sama yaitu faktor
menghubungkan daerah pedalaman dengan keamanan yang mulai terganggu. Ibukota
daerah hilir. Rata-rata kapal tersebut Kerajaan Banjar dipindah karena adanya
membawa hasil daerah pedalaman untuk perang dengan Belanda, sedangkan ibukota
dijual di daerah hilir, dan kembali dengan Kerajaan Kutai dipindah karena adanya
membawa berbagai barang keperluan serangan perompak. Pertikaian Banjarmasin
sehari-hari yang tidak dapat dibuat di daerah dengan Belanda bahkan berlarut-larut sampai
pedalaman. Demikian pula sebaliknya, dengan meletusnya Perang Banjar tahun 1859
sebuah kapal datang dari hilir membawa (Ideham, dkk. 2005, 20-22; Sjamsuddin dan
berbagai keperluan untuk masyarakat hulu, Helius 2001, 99; Adham 1981).
dan kembali ke hilir membawa berbagai hasil
daerah pedalaman. D. Penutup
Posisi kota kerajaan yang berada di tepian Mengacu kepada hasil penelitian maka
sungai besar atau di pertemuan dua buah dapat dikatakan bahwa konsentrasi
sungai, merupakan posisi favorit karena dapat pemukiman di Kalimantan mencakup tiga
mengawasi kapal-kapal yang berlayar. Di lokasi utama, yaitu pantai, daerah aliran
depan kota terdapat pelabuhan tempat kapal sungai, dan perbukitan. Pada kawasan pantai
berlabuh, yang tentunya harus membayar terdapat peninggalan yang berupa makam-
berbagai pajak kepada syahbandar. Pajak- makam, kawasan daerah aliran sungai
pajak tersebut disetor ke kas kerajaan untuk terdapat perkotaan beserta isinya, dan
digunakan membiayai berbagai kegiatan yang kawasan perbukitan terdapat peninggalan
dilaksanakan kerajaan. berupa makam serta bekas-bekas sejumlah
Kota-kota kerajaan kadang-kadang kota lama sebelum kota tersebut dipindah ke
mengalami perpindahan karena beberapa tempat lain. Berdasarkan hasil penelitian yang
sebab, misalnya adanya wabah penyakit, dilaksanakan Balai Arkeologi Banjarmasin,
bencana alam, ataupun gangguan berbagai peninggalan fisik yang merupakan
keamanan. Kota lama yang ditinggalkan bukti eksistensi sejumlah kerajaan Islam pada
kemudian berubah menjadi desa atau bahkan masa lalu tersebar secara merata di empat

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 103


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

provinsi di Pulau Kalimantan. Khusus untuk Secara non fisik, peninggalan dari masa
istana kerajaan, hanya Kalimantan Selatan pra-Islam ada dalam bentuk berbagai macam
yang tidak memiliki, sedangkan masjid dan adat yang dibalut dengan ajaran Islam,
makam tersebar di keempat provinsi. misalnya tradisi haul (peringatan kematian
Peninggalan yang berupa pasar yang seseorang yang dibarengi dengan
merupakan pusat kegiatan ekonomi masa lalu pembacaan wirid dan sejumlah Surat dalam
sudah tidak ada lagi, namun bekas tempatnya Al Qur’an), berdoa menggunakan ayat-ayat Al
masih ada. Kadang-kadang tempat bekas Qur’an sambil membakar dupa, serta acara
pasar lama tersebut masih digunakan juga baayun maulud pada bulan kelahiran Nabi
sebagai pasar tradisional masa kini. Muhammad. Sejumlah kalangan masyarakat
Sejumlah bangunan fisik dari masa Dayak bahkan juga terpengaruh ajaran Islam
kerajaan Islam masih terpengaruh budaya meskipun mereka tidak beragama Islam,
bangunan pra-Islam, atau bahkan misalnya dalam membaca mamang
menggunakan tempat atau bahan dari tempat (mantera) diawali dengan membaca
keramat masa pra-Islam. Sebagai contoh, bismillah. Di Masjid Pusaka Banua Lawas,
misalnya batur yang menyerupai kaki candi Kalimantan Selatan bahkan juga dijadikan
pada kompleks makam Sultan Suriansyah di tempat ziarah masyarakat Dayak yang
Banjarmasin, nisan makam di beberapa menganggap tempat tersebut pada masa lalu
tempat di Kalimantan Timur yang merupakan tempat berdirinya bangunan suci
menggunakan bentuk lingga semu, serta jirat mereka.
sejumlah tokoh Islam di Kabupaten Ketapang Dapat dikatakan bahwa perkembangan
dan Kayong Utara yang berbentuk batur candi. budaya Islam di Kalimantan pada saat ini tetap
Atap masjid yang berbentuk tumpang terdapat pengaruh dari berbagai anasir
merupakan peninggalan masa Islam yang budaya. Hal tersebut dapat dipahami
tetap bertahan sampai saat ini. mengingat ketika agama Islam sampai di
Perkembangan atap yang menggunakan Kalimantan, berjalan melewati berbagai
kubah oleh masyarakat lebih dipandang wilayah baik di Asia maupun Indonesia,
sebagai suatu upaya praktis saja. Atap kubah bahkan pada perkembangannya yang
lebih mudah dibuat daripada atap berbentuk kemudian juga terdapat pengaruh budaya
susun atau tumpang. Meskipun demikian tidak Eropa. Kondisi tersebut memperkaya
dapat dipungkiri bahwa kubah merupakan perbendaharaan kebudayan Islam yang ada
budaya yang berasal dari luar Indonesia. di Kalimantan, yang tetap dapat bertahan
sampai dengan saat ini.

104 Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin


Tinggalan Arkeologi Islam sebagai Bagian Perkembangan
Sejarah Budaya di Kalimantan 94-105

Referensi

Adham, D. 1981. Salasilah Kutai. Jakarta: Ideham, M. Suriansyah. 2005. Urang Banjar
Proyek Penerbitan Buku Sastra dan kebudayaannya.
Indonesia dan Daerah Banjarmasin: Pemerintah
Departemen pendidikan dan Provinsi Kalimantan Selatan.
Kebudayaan. Paeni, Mukhlis. 2009. Sejarah kebudayaan
Dwiyanto, Djoko. 2002. Selokan Mataram: Indonesia. Jakarta: PT Raja
tinjauan historis dan arkeologis. Grafindo Perkasa.
Majalah Artefak edisi Oktober Reid, Anthony. 1999. Dari ekspansi hingga
2002. Yogyakarta: Fakultas krisis II, jaringan perdagangan
Sastra Universitas Gadjah global Asia Tenggara 1450 –
Mada. 1680. Jakarta: Yayasan Obor
Hasanuddin. 2000. Kampung Dalam Bugis: Indonesia.
dalam lintasan sejarah Sjamsuddin, Halius. 2001. Pegustian dan
perkembangan Kerajaan temenggung: akar sosial, politik,
Pontianak dan Kota Pontinak. enis, dan dinasti. Jakarta: Balai
Laporan Penelitian Balai Kajian Pustaka.
Jarahnitra Pontianak. Jakarta: Yulizas. 2005. Gelar bangsawan di Kerajaan
Direktorat Sejarah dan Nilai Landak dan penggunaannya.
Tradisional Depdiknas. Lisyawati Nurcahyani (editor)
Hartatik. 2009. Kontinuitas budaya di Jurnal Sejarah dan Budaya
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan. Pontianak: Balai
Kalimantan Tengah. Dalam Kajian Sejarah dan Nilai
Rangkuti (ed.) Berita Penelitian Tradisional Pontianak.
Arkeologi 3 (1).

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 105

Anda mungkin juga menyukai