Anda di halaman 1dari 15

Laporan

Kunjungan Situs Sejarah Banten Lama


dalam rangka melengkapi Tugas Observasi

Disusun oleh

Nama Lengkap : Muchammad Gibran Farreezsky


NIS : 181910045
Kelas : Vlll Al-aziz

SMP Isam Pariskian


Jl. Tb.Suwandi No. 1A Lingkar Selatan simpang Lima Ciracas Kota Serang
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat nya dan
karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Kunjungan Situs Sejarah Banten Lama”.

Pada kesempatan ini kita mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada guru-guru yang telah memberikan tugas kepada saya. Saya juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu saya dalam
pembuatan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya berharap
makalah ini mendapatkan saran dan kritik yang baik. Akhirnya saya selaku penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………………

Daftar Isi……………………………………………………………………………….

Isi Makalah…………………………………………………………………………….

Penutup………………………………………………………………………………...
Isi makalah

1. Museum Banten Lama

Museum negeri propinsi Banten


berada di kota Serang, Banten yang
letaknya tidak jauh dari ibukota Jakarta.
Letak Serang cukup ditempuh selama 2-3
jam dari Jakarta saja. Museum terletak di
tengah kota dan berdekatan dengan alun –
alun kota Serang, tepatnya di Jalan Brigjen
KH. Samun yang memiliki gaya arsitektur
Dutch Colonial Villa. Bangunan yang
memang merupakan peninggalan zaman
Belanda ini akan membuat pengunjung merasakan suasana zaman kolonial. Dulunya
bangunan ini digunakan sebagai Kantor Karesidenan Banten, lalu markas
pemerintahan Jepang. Gedung ini menjadi Residen Banten setelah kemerdekaan
Indonesia dan juga kantor Inspektur Wilayah Banten di Jawa Barat. Gedung
difungsikan menjadi Pendopo Gubernur Banten setelah Banten berubah menjadi
propinsi mandiri pada 4 Oktober 2000. Gedung ini dipilih untuk menggantikan lokasi
museum lama.
Museum negeri Banten didirikan pada tahun 2013 di Kawasan Pusat
Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) namun akses menuju kesana agak sulit dicapai
dengan kendaraan umum sehingga berdampak pada jumlah pengunjung yang tidak
mengalami kenaikan signifikan. Karena itu museum kemudian dipindahkan ke
pendopo Gubernur.
Museum diresmikan pada 29 Oktober 2015 oleh Gubernur Rano Karno dan
dipilih karena letaknya yang strategis di pusat kota dan bangunan yang memiliki nilai
sejarah, juga merupakan salah satu cagar budaya bertipe A di Banten yang dibangun
pada 1821-1828. Sejarah museum Banten berada di bawah lembaga Balai Budaya
Banten yang merupakan bagian dari Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Banten yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Gubernur Banten nomor 12 tahun 2012. UPTD Banten adalah pelaksana teknis yang
ditunjuk untuk mengelola Taman Budaya dan juga Museum Negeri Banten.
Sejarah museum Banten ini dibuat untuk menjadi museum identitas yang
didalamnya akan diisi koleksi dari dua periode, yaitu Banten Masa Kini dan Banten
Masa Lalu. Untuk tahap pertama akan dikembangkan penataan ruang pamer yang
akan menyampaikan identitas propinsi Banten pada masa sekarang, yaitu budaya
Banten.
Penggaggasan museum sebagai museum yang menyadari kebutuhan masyarakat
untuk dapat memahami perbedaan dan bertujuan untuk memperkenalkan kembali
pandangan lama tentang siapa sebenarnya orang Banten. Tujuan selanjutnya untuk
memperluas fokus pada penataan ruang pamer museum yang menampilkan ‘Orang
Banten’ yang tidak dianggap masuk dalam kategori ‘Orang Banten’, lalu untuk
memperluas akses museum secara fisik dan informasi bagi masyarakat di propinsi
Banten yang berbeda – beda, juga untuk membentuk dan memperkuat identitas
budaya dari masyarakat Banten.
2. Masjid Banten Lama

Masjid Agung Banten adalah salah


satu masjid tertua di Indonesia yang penuh
dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid
ini ramai dikunjungi para peziarah yang
datang tidak hanya dari Banten dan Jawa
Barat, tetapi juga dari berbagai daerah
di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari
bentuk menaranya yang sangat mirip dengan
bentuk sebuah bangunan mercusuar.

Masjid ini dibangun pertama kali pada 1556 oleh Sultan Maulana
Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra
pertama dari Sunan Gunung Jati.

Lokasi

Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di desa Banten,
sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Akses ke lokasi dapat dituju dengan
kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Dari terminal Terminal Pakupatan, Serang
menggunakan bis jurusan Banten Lama atau mencarter mobil angkutan kota menuju
lokasi selama lebih kurang setengah jam.

Arsitektur

Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama
yang bertumpuk lima, mirip pagoda Tiongkok yang juga merupakan karya arsitek
Tionghoa yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian
menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman sultan-sultan Banten serta
keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng
Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi
selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan
lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi
selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah.
Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno, bangunan ini
dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel.
Menara

Menara yang menjadi ciri khas Masjid Banten terletak di sebelah timur masjid.
Menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter
bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Semua berita Belanda tentang Banten
hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik
perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.
Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki
dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Pemandangan di
sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat terlihat di atas menara, karena jarak
antara menara dengan laut yang hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, menara
yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat
menyimpan senjata.

3. Keraton Surosowan

Keraton Surosowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun


sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, yang
kemudian dikenal sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.
Selanjutnya pada masa penguasa Banten berikutnya bangunan keraton ini
ditingkatkan bahkan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda,
yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk
Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna.[2] Dinding pembatas setinggi 2 meter
mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Surowowan mirip sebuah
benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di
empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten juga disebut dengan
Kota Intan.
Saat ini bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya
menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat
yang jumlahnya puluhan.

4. Kerato Kaibon

Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu
Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengingat pada waktu itu, sebagai sultan ke 21 dari
kerajaan Banten, Sultan Syafiudin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk
memegang tampuk pemerintahan.
Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah belanda pada tahun 1832,
bersamaan dengan keraton Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton, adalah
ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada Sultan Syafiudin
untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga
pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan). Namun, Syafiuddin dengan
tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali
kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Berbeda dengan kondisi keraton Surosowan yang boleh dibilang "rata" dengan
tanah. Pada keraton Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada
dalam kompleks istana. Pada keraton Kaibon, setidaknya pengunjung masih bisa
melihat sebagian dari struktur bangunan yang masih tegak berdiri. Sebuah pintu
berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa (khas bugis) dengan
bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh. Deretan
candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap.
Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya yang
lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar dari Ratu
Aisyah. Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan
dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas baru diberi balok kayu
sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih terlihat jelas pada
dinding ruangan ini.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton
sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun
seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata
memang benar-benar harus melalui jalan air. Dan meskipun keraton ini memang
didesain sebagai tempat tinggal ibu raja, tampak bahwa ciri-ciri bangunan
keislamannya tetap ada; karena ternyata bangunan inti keraton ini adalah sebuah
masjid dengan pilar-pilar tinggi yang sangat megah dan anggun. Dan kalau mau
ditarik dan ditelusuri jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat
dibayangkan betapa indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu.

5. Nisan

Nisan merupakan batu tanda kubur


yang biasanya disertai dengan inskripsi
yang umumnya memuat informasi waktu.
Nisan umum dijumpai pada setiap
makam,baik pada makan orang yang
beragama isam, Kristen, ataupun pada
makam-makam orang yang beragama
lainnya. Sebagai suatu benda peninggalan
arkeologi, tanda baru kubur tersebut masuk
dalam gelongan fitur. Nisan sebagai suatu
fitur dapat dimasukkan dalam kelompok
constructed features karena dimaksud sebagai tanda atau peringatan kepada orang
yang meninggal dan sengaja dibuat.

6. Sumur Kuno

Sumur-sumur kuno di Banten


bedasarkan bentuknya ada 2 macam
yakni, sumur yang bentuknya persegi
empat dan sumur yang bentuknya
lingkaran. Serubung sumur ini adalah
serubung yang berbentuk lingkaran
yang berfungsi sebagai cetakan untuk
pembuatan sumur zaman dulu.
7. Memolo

Memolo adalah hiasan atapbangunan. Memolo merupakan benda seni yang


digunakan baik untuk kepentingan profane maupun magis.

8. Pandai Emas

Pandai Emas merupakan aksesoris dari logam emas dengan mempergunakan


cara tradisional, telah berlangsung di Banten pada masa kesultanan Banten. Para
pengrajin dipusatkan di kampong kemasan Kecamatan Kramatwatu.
9. Peluru Meriam

Koleksi peluru ini terdiri dari peluru batu, besi, dan timah dengan ukuran
berkisar antara 1,4cm -12,1cm. peuru ini dipergunakan untuk senjata jenis meriam
(meriam besar, meriam kapal dan senapan).

10. Gentong

Gentong yang ditemukan di Banten Lama ada yangmemiliki pola hias, ada juga
yang polos. Pada umumnya difungsikan sebagai pempat untuk menyimpan air dan
penadah air hujan.
11. Keramik Cina

Cina merupakan Negara penghasil keramik yang pecahannya paling banyak


ditemukan si situs-situs arkeologi di Indonesia. Pecahan keramik Cina yang
ditemukan di situs-situs kawasan Banten Lama sebagian besar berasal dari zaman
yang lebih muda, yakni akhir Dinasti Ming sampai Dinasti Qing Keramik-keramik
Cina dating ke wilyah Kesultanan Banten sebagai besar barang dagang. Selain itu,
keramik cina sering juga dipakai sebagai cinderamata antara para penguasa.
12. Alat Mata Pencaharian

Kerajaan Banten bercorak Maritim. Oleh karena itu mayoritas mata pencaharian
penduduknya adalah nelayan. Selain itu, Kerajaan Banten juga telah mengembangkan
system pertanian sejak masa pemerintahan Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul
Kadir (tahun 1596-1640). Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa pembangunan Waduk
Tasikardi juga digunakan untuk kepentingan irigasi pertanian.
13. Fragmen Kapal

Jalur perdagangan rempah-rempah melalui laut menjadikan laut dan pantai


banten ramai lalulalang kappa dagang berbagai bentuk dan ukuran dari berbagai
Negara. Tinggalan dari keramaian perdagangan laut itu diantaranya adalah Fragmen
bahan kapal yang terbuat dari kayu.

14. Keramik Eropa

Pecahan Keramik Eropa yang banyak ditemukan di situs kawasan Banten Lama
biasanya berasal dari Belanda. Keramik Eropa sering kali mencontoh keramik Cina
dalam hal bentuk, warna, dan motif hias. Akan tetapi, keramik Eropa berbeda bahan
dasarnya dengan keramik Cina. Hal tersebutmempengaruhi pada proses pewarnaan,
sehingga dapat lebih pekat. Perbedaan lainnya beberapa keramik Eropa, terdapat
tanda cap pabrik pada bagian dasar.
15. Meriam Kiamuk

Meriam besar memiliki


panjang 3,45m, caliber 31cm dan
beratnya kira-kira 6 ton. Meriam ini
oleh beberapa ahli meyakini bahwa
sebenarnya adalah Meriam Ki
Jimat, meriam yang disebut dalam
bangunan mendapa Keraton
Surosowan yang moncongnya
terarah ke utara. Kiamuk memiliki
ciri khas adanya tiga inskripsi
tulisan Arab pada punggungnya,
hiasan matahari yang dikenal
dengan surya Majapahit, dan
sepuluh gelang pada tubuhnya.

16. Alat Pemeras Tebu

Gula merupakan salah satu


hasil produksi dari tanaman tebu
di masa Kesultanan Banten pada
abad ke-17 sampai dengan abad
ke-18. Produksi gula masa itu
dikekola oleh orang-orang Cina
di daerah pecinan, kelapadua,
hasilnya dijual ke Batavia untuk
selanjutnya diekspor ke Cina dan
Jepang. Alat Produksi gula
menggunakan batu pemeras
dinamakan Kilang yang
degerakan oleh hewan sapi.

17. Batu Karang Berelief

Pecahan batu karang


berelief ini ditemukan di bekas
reruntuhan gerbang istana
Surosowan. Motif-motif relief
yang teridentifikasi antara lain
bentuk manusia (berupa lengan)
motif hewan (berupa sayap dan
kaki unggas), dan motif
tumbuhan (berupa daun dan
bunga). Pecahan batu karang
berelief ini diperkirakan hiasan
gerbang istana.
18. Senjata Tradisional

Senjata tradisional yang berkembang di wilayah Banten terdiri dari golok,


klewang (golok panjang), keris, dan tombak. Masing-masing jenis senjata tersebut
mampunyai variasi, seperti golok, misalnya memiliki variasi diantaranya.”Candung”,
yakni golok yang pada bagian ujungnya miring ke bawah ; ”Kembang Kacang “yakni
golok yang bagian ujungnya memiliki bagian ketajaman yang menghadap ke atas;
“Golok Bedog”,yaitu golok yang bentuknya pendek dan gemuk; dan sebagainya.

19. Gerabah Banten Lama


Di Museum situs kepurbakalaan
Banten Lama disimpan bermacam-
macam alat yang terbuar dari tanah
liat, alat-alat tersebut biasa kita kenal
dengan nama gerabah.
Pada umumnya, gerabah-gerabah
yang tersimpan di Museum situs
kepurbakalaan Banten Lama diperoleh
dari hasil penggalian (akskavasi) di
situs Banten Lama, yang dahulu
merupakan bekas wilayah Kesultanan
Banten. Koleksi gerabah tersimpan di
museum ini dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu gerabah yang
berbentuk wadh dan gerabah yang bukan wadah. Gerabah yang berbentuk wadah
antara lain kendi, tempayan, gentong, pedupaan, dan jambangan (pot bungan).
Sedangkan gerabah yang bukan wadah antara lain, pipa saluran air, memolo, bandul
jala dan celengan. Gerabah Banten Lama tersebut ada yang polos ada yang berhias.
Bentuk dan hiasan gerabah-gerabah itu beraneka ragam, tercatat motis hias gerabah
yang sudah teridentifikasi sebanyak 75 motif (Mundardjito, 1978: 35). Hiasan-hiasan
tersebut dihasilkan melalui teknik gores, tekniktekan, teknik pukul, teknik cubit dan
teknik temple (Mundardjito, 1980: 32).
20. Miniatur Kotak Gali

Miniatur Kotak Gali merupakan bentuk kecil dari kotak gali yang
sesungguhnya. Kotak gali biasanya dilakukan pada suatu lahan atau tempat yang
diindikasikan adanya temuan di dalam tanah. Tehnik yang dilakukan biasanya
bernama ekskavasi (penggalian). Eksakavasi adalah kegiatan pengupasan tanah untuk
mencari temuan peninggalan masa lau di dalam tanah. Ukuran kotak gali sebenarnya
2 kali 2 meter bahkan bisa lebih tergantung dengan kebutuhan di lapangan. 2 kali 2
meter bahkan bisa lebih tergantung dengan kebutuhan di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai