Anda di halaman 1dari 5

1

TANGGUNG JAWAB MUTLAK ( STRICT LIABILITY )


DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA LINGKUNGAN
DI INDONESIA
Oleh
Ade Risha Riswanti
Pembimbing : 1. Nyoman A. Martana.
2. I Nym. Satyayudha Dananjaya.
Program Kekhususan Hukum Acara

Abstrak
Asas Tanggung Jawab Mutlak dalam penegakan hukum perdata lingkungan di
Indonesia telah diatur dalam ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun permasalahannya
adalah penerapan asas Tanggung Jawab Mutlak ini dirasakan belum efektif dalam
menjamin pemberian ganti kerugian terhadap korban pencemaran dan perusakan
lingkungan. Masalah ini akan diteliti dengan metode penelitian deskriptif untuk
menghasilkan argumentasi berdasarkan teori sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Menurut penulis, penegakan hukum perdata lingkungan
berdasarkan asas tanggung jawab mutlak semestinya dilakukan secara menyeluruh
tanpa ada batasan tertentu dapat diterapkannya asas ini, serta harus ada keberanian
penegak hukum khususnya Hakim dalam melakukan penegakan hukum untuk
menerapkan asas tanggung jawab mutlak meskipun berseberangan dengan ketentuan
Hukum Acara Perdata.
Kata kunci : Hukum Lingkungan, Ganti Rugi, Hukum Perdata.

Abstract
The principle of Strict Liability in law enforcement of environmental civil law was
formulated in Article 88 Act No. 32 in 2009 of Environmental Protection and
Management. But the problem is legal application of principle of Strict Liability have
not been effective in ensuring compensation for victims of pollution and environmental
destruction. This problem will be researched with the descriptive legal research method
to produce an argumentation based on the theory as prescript in finishing the problem
faced. Acording to the author,law enforcement on civil law system based on Strict
Liability should be through without any specific restriction applicability these principle,
and there should be a law enforcement particular courage especially the Judge to
applying principle of Strict Liability though contrary to the provisions of civil law.
Keywords : Environmental Law, Liability, Civil Law.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asas tanggung jawab mutlak ( strict liability ) merupakan prinsip
pertanggungjawaban hukum ( liability ) yang telah berkembang sejak lama, yakni
2

berasal dari sebuah kasus di Inggris ( Rylands v. Fletcher ) pada tahun 1868. 1 Kemudian
asas ini diadopsi dalam berbagai peraturan perundangan nasional dan konvensi –
konvensi internasional. Indonesia menundukkan diri untuk menerapkan asas ini sebagai
pihak atau peratifikasi dan konvensi internasional, yang kemudian secara tegas
mengaturnya dalam peraturan perundang – undangan nasional. Bermula dari UU No. 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur mengenai pertanggungjawaban
secara mutlak (Strict Liability) atas perbuatan pencemaran dan perusakan lingkungan,
akan tetapi asas Strict Liability tersebut belum dapat diterapkan secara maksimal guna
mendapatkan ganti kerugian terhadap kerugian yang diderita oleh korban pencemaran
serta biaya pemulihan lingkungan hidup yang tercemar itu sendiri.
B. Tujuan Penelitian
Makalah ini mencoba mengkaji penegakan hukum lingkungan khususnya dalam
konteks hukum perdata terkait dengan pengaturan Tanggung Jawab Mutlak (Strict
Liability) yang dikandung dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
apakah sudah memadai dan efektif dalam rangka penegakan Hukum Lingkungan
keperdataan.

II. ISI MAKALAH


A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu menggambarkan permasalahan
mengenai pemberian ganti rugi dalam penegakan hukum lingkungan sesuai dengan
pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang kemudian dikaitkan dengan pasal 1365 BW.
B. Hasil Dan Pembahasan
Bahwa penegakan hukum lingkungan yang disertai dengan hak untuk menuntut
ganti kerugian atas pencemaran dan perusakan lingkungan didasarkan pada ketentuan
Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek. Akan tetapi dalam penerapannya ditemukan kendala
1
Harjasoemantri, Koesnadi. 1998. Strict Liability (Tanggung Jawab Mutlak). Paper presented at the
Lokakarya Legal Standing & Class Action, Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Hal 1.
3

khususnya mengenai masalah beban pembuktian. Kesulitan utama yang dihadapi korban
pencemaran sebagai penggugat adalah membuktikan unsur-unsur yang terdapat dalam
Pasal 1365 BW, terutama unsur kesalahan (“schuld”) dan unsur hubungan kausal yang
mengandung asas tanggungjawab berdasarkan kesalahan (“schuld aansprakelijkheid”).
Serta masalah beban pembuktian (“bewijslast” atau “burden of proof”) yang menurut
Pasal 1865 BW/Pasal 163 HIR Pasal 283 R.Bg. merupakan kewajiban penggugat.
Prinsip tanggung jawab mutlak mutlak (Strict Liability) merupakan gagasan yang
disampaikan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaaan
Lingkungan Hidup Pasal 88 “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau
yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”. Didalam
penjelasan Pasal 88 “Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict
liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai
dasar pembayaran ganti rugi”. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam
gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.
Dalam lapangan Hukum Perdata, asas tanggung jawab mutlak (Strict Liability)
merupakan salah satu jenis pertanggungjawaban Perdata (Civil Liability). 2
Pertanggungjawaban perdata dalam konteks penegakan hukum lingkungan merupakan
instrumen hukum perdata untuk mendapatkan ganti kerugian dan biaya pemulihan
lingkungan akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Pertanggungjawaban
perdata tersebut mengenal 2 (dua) jenis pertanggungjawaban yaitu pertanggungjawaban
yang mensyaratkan adanya pembuktian terhadap unsur kesalahan yang menimbulkan
kerugian (fault based liability); dan pertanggungjawaban mutlak/ketat (Strict Liability),
suatu pertanggungjawaban tanpa harus dibuktikan adanya unsur kesalahan, dimana
pertanggungjawaban dan ganti kerugian seketika muncul setelah perbuatan dilakukan.
Konsep pertama tersebut dikenal sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal
1365 KUH Perdata, yaitu perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum
berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan penggugat membuktikan adanya

2
Salim HS, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta. Hal. 45.
4

unsur kesalahan. 3 Mengandalkan unsur kesalahan dalam konteks pesatnya


perkembangan keilmuan dan teknologi seringkali menimbulkan kesulitan dalam
memprediksi risiko yang timbul dari suatu kegiatan industri.
Dengan mengandalkan doktrin pertanggungjawaban liability based on fault, maka
penegakan hukum lingkungan melalui pengadilan akan menghadapi berbagai kendala.
Hal ini disebabkan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam unsur negligence
atau fault (kesalahan). Sehingga apabila tergugat (pencemar) berhasil menunjukkan
kehati-hatiannya walaupun ia telah mengakibatkan kerugian, maka ia dapat terbebas
dari tanggung jawab. 4 Guna mengatasi masalah tersebut maka dikembangkanlah asas
tanggung jawab mutlak dalam Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009. Di dalam strict
liability, dimana seseorang harus bertanggung jawab kapanpun kerugian timbul. Hal ini
berarti bahwa pertama, para korban dilepaskan dari beban untuk membuktikan adanya
hubungan kausal antara kerugiannya dengan tindakan individual tergugat. Kedua, para
pihak pencemar akan memperhatikan baik tingkat kehati-hatiannya, maupun tingkat
kegiatannya.
Namun keberadaan asas tanggung jawab mutlak tersebut dalam Pasal 88 UU No. 32
tahun 2009 ternyata belum dapat dilaksanakan secara maksimal, karena berseverangan
dengan sistem dalam pembuktian dalam proses hukum acara perdata yang telah
ditentukan dalam Pasal 1865 BW jo 163 HIR/263 RBg bahwa barangsiapa yang
mendalilkan atas suatu hak, maka ia wajib membuktikan dalilnya tersebut, yang berarti
bahwa penggugatlah yang diwajibkan untuk membuktikan telah terjadi pencemaran
lingkungan yang mengakibatkan kerugian, serta harus membuktikan adanya unsur
kesalahan si pelaku dalam pencemaran dan perusakan lingkungan tersebut. Dan apabila
unsur kesalahan tersebut tidak dapat dibuktikan maka tidak ada ganti kerugian.
Selain dari persoalan beban pembuktian tersebut di atas, penerapan asas strict
liability juga belum dapat dimaksimalkan dikarenakan ketentuan dalam Pasal 88 UU
No. 32 tahun 2009 sendiri juga telah membatasi dalam hal tertentu dapat digunakannnya
pertanggungjawaban secara mutlak (strict liability), yaitu hanya terhadap pencemaran
lingkungan yang mengandung limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Padahal

3
Rachmat Setiawan, 1982. Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung. Hal
38.
4
Richard A. Posner. 1990. Teori Kesalahan. Boston. Brown and Company. Hal. 14.
5

pencemaran dan perusakan lingkungan sekecil apapun pasti akan berdampak pada
berkurangnya kualitas lingkungan sebagai penunjang kehidupan manusia yang akhirnya
pasti juga akan berdampak pada keberlangsungan hidup manusia sendiri. Misalnya
penebangan beberapa batang pohon di hutan tanpa ijin, kegiatan penebangan pohon
tersebut tidak menghasilkan limbah B3, akan tetapi apabila dibiarkan terus menerus
maka akan terjadi banjir, tanah longsor yang akan berdampak langsung pada manusia
hingga bahkan dapat menyebabkan kematian banyak orang.

III. KESIMPULAN
Dari yang telah diuraikan dalam pembahasan di atas, maka dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa pengaturan Tanggung Jawab Mutlak ( strict liability ) dalam Pasal
88 Undang – Undang PPLH No. 32 Tahun 2009 belum cukup memadai, karena asas
Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) dalam Pasal 88 Undang – Undang PPLH No.
32 Tahun 2009 ini hanya dapat diberlakukan terhadap pencemaran dan perusakan
lingkungan yang mengandung limbah B3 dan berpotensi mengakibatkan kerusakan
yang besar. Serta penerapan Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) dalam penegakan
hukum lingkungan belum juga belum efektif. Dikarenakan Hukum Acara Perdata
sebagai Hukum Formil dalam mengajukan gugatan ganti kerugian atas Perbuatan
Melawan Hukum dalam pencemaran dan perusakan lingkungan masih menganut sistem
pembuktian berdasarkan ajaran kesalahan. Sedangkan untuk membuktikan unsur
kesalahan tersebut diterapkan sistem pembuktian berdasarkan ketentuan Pasal 1865 BW
dimana pihak Penggugat diwajibkan untuk membuktikan dalilnya yang tidak mungkin
untuk dilakukan oleh Korban/Penggugat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Harjasoemantri, Koesnadi. 1998. Strict Liability (Tanggung Jawab Mutlak). Paper
presented at the Lokakarya Legal Standing & Class Action, Hotel
Kartika Chandra, Jakarta.
Salim HS, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta.
Rachmat Setiawan, 1982. Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni,
Bandung.
Richard A. Posner. 1990. Teori Kesalahan, Brown and Company, Boston.
Peraturan Perundangan :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai