a. Hylemorfisme
Kata Hylemorfisme berasal dari bahasa Yunani Hyle yang berarti materi dan Morphe
yang berarti bentuk. Aristoteles melihat materi dan forma sebagai satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan satu sama lain. Namun, di lain pihak dapat dibedakan. Keduanya senantiasa
melekat erat pada setiap barang karena itu menjadi unsur substansial realitas. Keduanya
merupakan prinsip metafisik. Jadi keberadaan mereka tidak dapat ditunjuk dengan jari, tetapi
harus diandaikan begitu saja supaya kita dapat mengerti adanya benda-benda jasmani.
2
c. Etika
Di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi
dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang
mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan
Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat)
yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan
pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Etika menurut Aristoteles pada dasarnya sama dengan etik Sokrates dan Plato.
Tujuannya mencapai eudaemonia, kebahagiaan sebagai “barang yang tertinggi” dalam
kehidupan.akan tetapi, ia memahaminya secara realistik dan sederhana, ia tidak bertanya
tentang budi dan berlakunya seperti yang dikemukakan oleh Sokrates. Ia tidak pula menuju
pengetahuan tentang idea yang kekal dan tidak berubah-ubah, tentang ide kebaikan, seperti
yang ditegaskan oleh Plato. Ia menuju kepada kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai
dengan gendernya, derajatnya, kedudukannya, atau pekerjaannya. Terdapat tiga karyanya
yang menjelaskan tentang etika, yaitu Ethica Nicomanchea, Ethica Eudoimonia, dan Magna
Moralia.
Dalam bukunya tentang Etika Nikomacheia, etika dibagi menjadi dua, yaitu
Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari
masalah perbuatan atau tindakan manusia. Yang kedua adalah Manner dan Custom yang
artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat
dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan
buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Karya terakhir ini umumnya tidak di
anggap otentik. Otentisitas Ethica eudemia pada awalnya sering kali dipersoalkan, tetapi
sekarang sudah tercapai konsensus antara para ahli mengenai otentisitasnya.
Berawal dari konsep pemikiran etika Aristoteles merupakan dasar tentang tujuan. Dari
konsep inilah Aristoteles mulai adanya dinamika pemikirannya tentang etika. Terdapat dua
perspektif tentang tujuan menurut Aristoteles, yakni pertama adalah ada yang dicari demi
tujuan yang lebih jauh dan kedua adalah ada yang dicari demi dirinya sendiri.
3
d. Logika
Aristoteles terkenal sebagai 'bapak' logika. Logika adalah berpikir secara teratur
menurut hukum logika yang tepat, atau berdasarkan hubungan sebab akibat. Aristoteles
menyebut metode berpikirnya ialah analytica, tetapi lebih populer disebut logika.
Inti dari logika adalah silogistik. Silogistis(me) berasal dari bahasa Yunani kuno:
συλλογισμός syllogismós "[yang] menambahkan ", "kesimpulan logis"). Silogistis
bersinonim dengan argumen deduktif. Silogistik adalah uraian berkunci, yaitu: menarik
kesimpulan logis dari pernyataan umum (universal) ke pernyataan khusus (individual).
Aristoteles mendasarkan logika pada empat prinsip sebagai berikut:
4
ada sesuatu yang mendahuluinya, yang cukup untuk menyebabkan perubahan
tersebut.