Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERBANDINGAN HUKUM PERDATA

Dosen Pengampu : Nurrokhim, S.H., M.H.


“DUA PERBEDAAN MAZHAB HUKUM ANTARA EROPA KONTINENTAL DAN
ANGLO SAXON”

Nama : Irvandy Ahmad Wakano

Nim :183103300016

Kelas : reguler pagi/vii

Mata kuliah : Hukum Arbitrase


KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga
Penulis dapat mwenyelesaikan makalah ini dengan judul “DUA PERBEDAAN MAZHAB
HUKUM ANTARA EROPA KONTINENTAL DAN ANGLO SAXON”. Makalah ini disusun
untuk melengakapi tugas yang diberikan oleh Nurrokhim, S.H., M.H. sebagai Dosen . Dengan
adanya makalah ini diharapkan kita dapat mengerti sekilas tentang Perbandingan Hukum Perdata.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi Penulis dan para pembaca, mohon maaf apabila terdapat
kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, 03 Oktober 2021

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dan sistem hukum Anglo Saxon
(Common Law)....................................................................................................................5
1. Sejarah sistem hukum Eropa Kontinental.................................................5
2. Sejarah sistem hukum Anglo Saxon (Common
Law)..............................................................................................................................7
B. Karakteristik berpikir sistem hukum Eropa Kontinental(Civil Law) dan Karakteristik berpikir
sistem Anglo Saxon (Common Law)
1. Karakteristik berpikir sistem hukum Eropa Kontinental (Civil
Law)..............................................................................................................................9
2. Karakteristik berpikir sistem hukum Anglo Saxon (Common
Law)............................................................................................................................10
C. Perbedaan Mazhab Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dengan hukum Anglo Saxon
(Common Law)...................................................................................................................12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perbandingan sistem hukum minimal harus mengakomodasi tiga sistem hukum yang
banyak digunakan oleh negara-negara di dunia saat ini. Ketiga sistem hukum ini adalah sistem
hukum Eropa Kontinental, Anglo Amerika, dan Hukum Islam. Dari hasil studi perbandingan
terhadap ketiga jenis sistem hukum tersebut menemukan bahwa sejarah sistem hukum Eropa
Kontinental berbagi menjadi 6 fase, sedangkan sejarah hukum Anglo Amerika dimulai di era
feodalistik Inggris hingga berkembang ke Amerika dan terus dipelajari hingga sekarang.
Sementara itu sejarah hukum Islam terbagi menjadi 5 fase, mulai dari Fase Rasulullah
Muhammad SAW hingga Fase Kebangkitan (abad ke-19 sampai sekarang).

Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam


pembentukannya.Secara umum sistem hukum dibagi menjadi dua yaitu Eropa Kontinental
(civil law system) dan Angglo Saxon (comman law system). Civil law system adalah bentuk-
bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan
perundang- undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. Negara- negara penganut civil
law menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-
undangan. Semua negara penganut civil law mempunyai konstitusi tertulis.

Comman law systema atau Sistem hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukum
yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang
kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon
cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan
dengan dinamika masyarakat. Sedangkan di Indonesia jika dilihat dari pengertian civil law
system dan comman law system Indonesia menganut kedua-duanya senderung ke civil law
system tapi juga pada pelaksanaannya masih menggunakan comman law system.

Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan antara bagian-
bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-
bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam
pembentukannya. Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas- asas yang
mendukungnya. Dapat disimpulkan bahwa sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-
tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling
berhubungan dan berkaitan secara erat.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon ?
2. Bagaimana perbedaan mazhab hukum antara eropa kontinental dan anglo saxon ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL (CIVIL LAW) DAN


SEJARAH SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW)

1. SEJARAH SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL (CIVIL LAW)

Sistem-sistem hukum di negara-negara yang termasuk dalam keluarga hukum ini dan ilmu
pengetahuan yang mempelajari sistem-sistem hukum tersebut, pokok pikiran, pengertian-
pengertian, dan prinsip-prinsip hukumnya pada dasarnya berlandaskan hukum Romawi.
Sistem yang dianut oleh negara-negara Eropa kontinental yang didasarkan atas hukum
Romawi disebut sebagai sistem civil law.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, disebut sistem hukum civil, karena hukum Romawi pada
mulanya bersumber kepada karya agung Kaisar Iustinianus yaitu Corpus Iuris Civilis, yang
naskahnya terdiri dari empat bagian, yaitu Caudex, Novellae, Instituti, dan Digesta. Karena
banyak pencipta kaidah dalam sistem hukum anglo saxon sudah terlebih dahulu mempelajari
sistem hukum Romawi atau sistem hukum Eropa Kontinental. Dari sana, akhirnya sistem
hukum Eropa Kontinental biasa disebut sebagai sistem hukum Romano-Germania, atau juga
sering disebut civil law system.

Sistem hukum Eropa Kontinental berkembang di Negara-negara Eropa, seperti Perancis,


Jerman, Italia, Swiss, Austria, Negara-negara Amerika Latin, Turki, beberapa Negara Arab,
Afrika Utara, dan Madagaskar. Sistem hukum ini juga meneybar ke Asia karena dibawa oleh
para penjajah, seperti Belanda yang akhirnya membuat Indonesia juga memakai sistem hukum
ini.

Sistem hukum Eropa Kontinental menggunakan kitab undang-undang atau undang-undang


sebagai sumber hukum utamanya.Sekalipun bersumber pada hukum yang tertulis dalam
undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif, dalam beberapa Negara penganut sistem
hukum ini, putusan-putusan kadang juga dijadikan sebagai rujukan sumber hukum meskipun
hanya sebagai pelengkap dari apa yang telah ada dalam undangundang. Perubahan dan
perkembangan hukum dalam sistem hukum Eropa Kontinental pada prinsipnya sangat
bergantung pada parlemen.

Hal ini yang kemudian menjadikan hukum yang ada pada Negara-negara penganut sistem
hukum Eropa Kontinental tidak lepas dari unsur politis yang kuat meskipun juga menjadi
lebih teoritis, koheren, dan terstruktur. Perkembangan sistem Hukum Eropa Kontinental
terjadi dalam beberapa fase yaitu :

5
1. Fase Formasi Hukum Romawi
Fase formasi hukum Romawi dimulai sejak berlakunya The Twelve Tables
(UndangUndang Dua Belas Pasal) di tahun 450 SM. The Twelve Tables ini diyakini
sebagai tonggak pertama hukum Romawi yang merupakan kumpulan peraturan dasar yang
terdiri dari adat istiadat Latin dan juga kombinasi beberapa hukum Yunani.

2. Fase Kematangan Hukum Romawi


Fase kematangan hukum Romawi terjadi sejak berlakunya Corpus Juris Civilis di abad
VI Masehi. Corpus Juris Civilis merupakan kompilasi aturan hukum yang dibuat atas
arahan Raja Justinian berupa kodifikasi hukum yang bersumber dari keputusan dan
maklumat raja-raja sebelumnya dengan tambahan modifikasi yang disesuaikan dengan
kondisi sosial dan ekonomi pada saat itu.

3. Fase Kebangkitan Kembali Hukum Romawi


Fase kebangkitan kembali hukum Romawi terjadi sekitar abad XI Masehi. Fase ini
memulai diberlakukannya lagi Corpus Juris Civilis setelah sempat vakum sejak runtuhnya
kekaisaran Romawi.

4. Fase Resepsi Hukum Romawi


Fase resepsi hukum Romawi dimulai sekitar abad XVI Masehi sejak hukum Romawi
khususnya Jus Commune diberlakukan di seluruh penjuru Eropa. Pusat pendidikan hukum
pada abad XVI dan XVII berpindah dari Prancis ke Belanda. Di Belanda ini muncul
kelompok The Humanist yang mengembangkan kajian aliran hukum alam modern. The
Humanist menggunakan teknik kajian sejarah dan filosofi sehingga Corpus Juris Civilis
hanya dipandang sebagai bahan sejarah saja. Akan tetapi hasil kajian para ahli hukum di
Belanda ini mampu mengembangkan sistem hukum yang sistematis sebagai suatu hukum
alam yang berlaku universal.

5. Fase Kodifikasi Hukum


Fase kodifikasi hukum terjadi ketika dibuatnya beberapa kodifikasi di berbagai Negara.
Salah satu kodifikasi yang terkenal adalah Code Napoleon di Perancis. Fase kodifikasi ini
merupakan imbas dari aliran hukum alam yang membangkitkan semangat kodifikasi
sebagai upaya untuk mempertahankan sejumlah peraturan dan
prinsip yang konsisten secara logis.

6. Fase Resepsi Kodifikasi


Fase resepsi kodifikasi terjadi tidak lama setelah berlakunya Code Napoleon di Perancis.
Beberapa Negara di Eropa bahkan di benua lain mulai memberlakukan Code Napoleon

6
dengan beberapa perubahan dan penyesuaian. Di Belanda misalnya, pada tahun 1838 mulai
diberlakukan Burgerlijke Wetboek yang merupakan kodifikasi hukum perdata.

Fase Kematangan Hukum Romawi terjadi pada saat mulai berlakunya kumpulan undang-
undang yang sangat spektakuler di Romawi, yakni saat dimulainya Civil Law sebagai sebuah
sistem hukum yang otonom, lahir dan berkembang di Eropa Kontinental serta pengaruh
kolonialisasi. Sistem hukum ini senantiasa mengalami perkembangan, perubahan, atau
menjalani suatu evolusi. Selama evolusi ini, ia mengalami penyempurnaan yaitu
menyesuaikan kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang berubah.Sistem hukum Eropa
Kontinental cenderung aksiomatik kepada hukum yang dibuat secara sadar oleh manusia atau
hukum perundang-undangan. Sistem hukum ini mula-mula berlaku di daratan eropa barat
yaitu di Jerman kemudian ke Prancis dan selanjutnya ke Belanda kemudian di negara-negara
sekitarnya. Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia membawa sistem hukum ini dan
memberlakukannya di seluruh wilayah jajahannya (asas konkordasi).

2. SEJARAH SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW)

Sistem hukum Anglo Amerika atau common law system diterapkan dan mulai berkembang
sejak abad ke-16 di negara Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik
dan sosial yang terus menerus, sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar
wilayah Inggris, seperti di Kanada, Amerika, dan negaranegara bekas koloni Inggris (negara
persemakmuran/ commonwealth).
Dalam sistem ini tidak dikenal sumber hukum baku seperti halnya di Civil law. Sumber
hukum tertinggi hanyalah kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan / telah
menjadi keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan inilah yang
kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut common law system atau unwritten law
(hukum tidak tertulis). Sejarah hukum common law dimulai dari tahun 1066 ketika sistem
pemerintahan di Inggris bersifat feodalistis, dengan melakukan pembagian wilayah yang
dikuasakan ke tangan Lord dan rakyat harus menyewanya kepada Lord tersebut.
Kekuasaan Lord yang semakin besar menyebabkan ia dapat membentuk pengadilan sendiri
yang dinamakan dengan minoral court. Pengadilan ini menjalankan tugasnya berdasarkan
hukum kebiasaan setempat dan hukum yang ditetapkan oleh Lord sendiri. Akibatnya muncul
kesewenangan dan berbagai penyelewengan yang juga melahirkan pemberontakan
pemberontakan hingga akhirnya tercium oleh Raja Henry II (1154-1180).
Akibat banyaknya perkara dan keterbatasan Royal Court dan sistem writ dalam mengadili,
maka penduduk Inggris kemudian mencari keadilan kepada pimpinan gereja atau Lord of
chancellor. Pengadilan yang dilakukan oleh pimpinan gereja menurut sistem hukum Inggris
tidaklah bertentangan, karena pada saat itu pengadilan Royal Courtdidasarkan pada common
law dan hakim-hakimnya bertindak atas nama raja (fons iustitiaeatau raja selaku sumber
keadilan dan kelayakan). Dengan semakin banyaknya minat dari masyarakat untuk mencari

7
keadilan kepada Lord of Chancellor menyebabkan terbentuknya pengadilan tersendiri yaitu
Court of Chancerry di samping Royal Court yang telah ada.
Keunikan atau kekhasan tatanan hukum Inggris adalah peranan penting yang dimainkan
oleh Juri di dalam institusi peradilan. Asal mulanya sistem ini dapat ditelusuri kembali sampai
periode kedua abad XII, dengan kata lain sampai periode yang sama dengan terbentuknya
common law.
Pada perkembangan modern, hukum Inggris juga menciptakan ketentuan pengadilan
tertulis prerogatif (certiorari, mandamus dan Prohibition) yang memungkinkan diajukannya
keberatan terhadap keputusan administratif dari organ dan pejabat negara, yang dengan
demikian tidak perlu menciptakan suatu pengadilan administratif tersendiri. Di Amerika,
orang-orang Inggris yang pertama kali membawa hukum common law dikarenakan mereka
menggunakan hukum yang paling akrab dengan mereka. Pada saat itu, banding dari
pengadilan koloni masih tetap ditujukan ke London, tetapi pengadilan gereja tidak pernah
didirikan di koloni orang Inggris di Amerika. Sampai dengan tahun 1776, sistem common law
Inggris masih menjadi dasar dari sistem hukum di 13 koloni di Amerika. Namun, prinsip
common law Inggris hanya diaplikasikan hanya apabila tidak bertentangan dengan kondisi
konstitusional, politik atau geografis dari negara bagian yang baru.
Meskipun Amerika Serikat dan kebanyakan negara persemakmuran mewarisi tradisi
common law dari sistem hukum Inggris, hukum Amerika cenderung unik dalam banyak hal.
Ini disebabkan karena sistem hukum Amerika terputus dari sistem hukum Britania akibat
revolusi kemerdekaan dan setelah itu ia berkembang secara mandiri dari sistem hukum
Persemakmuran Britania. Oleh karena itu, apabila kita mencoba menelusuri perkembangan
prinsip-prinsip common law yang tradisional dibuat oleh para hakim, artinya, sejumlah kecil
hukum yang belum dibatalkan oleh hukum-hukum yang lebih baru, maka peradilan peradilan
Amerika akan melihat kepada kasus-kasus di Britania hanya sampai ke awal abad ke-19.
Pengadilan-pengadilan dari berbagai negara Persemakmuran seringkali saling
mempengaruhi sesamanya melalui keputusan-keputusan yang diambilnya. Bahkan,
pengadilan-pengadilan Amerika jarang sekali mengikuti keputusan-keputusan
Persemakmuran pasca-revolusi kecuali apabila tidak ada keputusan yang diambil di Amerika
mengenai masalah terkait, fakta-fakta dan hukum yang dimaksud hampir identik, dan
alasannya dianggap sangat meyakinkan.
Sama seperti sistem hukum Civil Law, sistem hukum Common Law ini dalam
perkembangannya juga banyak mempengaruhi sistem-sistem hukum dibanyak negara, baik
karena penjajahan maupun kerena diresepsi oleh bangsa-bangsa lain. Meskipun banyak
mendapat pengaruh dari sistem Common Law, namun karena keadaan dan kebutuhan
masyarakat, kebudayaan, dan hukum asli berpengaruh pada perkembangan sistem Common
Law dinegara-negara tersebut. Oleh karena itu resepsi hukum Common Law ini sering kali
terjadi tidak bersifat menyeluruh, sehingga perkembangan sistem Common Law di luar
Inggris tidak selalu mengikuti hukum Inggris, dan pengaruhnya tidak selalu sama.

8
B. KARAKTERISTIK BERPIKIR SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL (CIVIL
LAW) DAN KARAKTERISTIK BERPIKIR SISTEM HUKUM ANGLO SAXON
(COMMON LAW)

1. KARAKTERISTIK BERPIKIR SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL


(CIVIL LAW)
Beberapa pakar hukum menjelaskan karakteristik keluarga hukum Civil Law/Romawi
Jerman/Eropa Kontinental atas dasar: konsep kaedah/norma hukum; perumusan
kaedah/norma hukum; fungsi kaedah/norma hukum; struktur kaedah/norma hukum, dan
sumber hukum.
Berikut pandangan dari beberapa pakar hukum :
▪ Satjipto Rahardjo, konsep tentang kaedah merupakan hal yang penting karena
menentukan penyelenggaraan kehidupan hukum dalam suatu negara. Bahkan
menurutnya, perbedaan konsep tentang kaedah hukum ini yang membedakan sistem
civil law dengan commonlaw.
▪ Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa: “Kaedah
merupakan rumusan suatu pandangan mengenai perikelakuan atau sikap tindak,
sehingga kaedah berfungsi sebagai patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk
berperikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup.

Dalam sistem Civil Law, tata kaedah hukum merupakan sistem kaedah-kaedah hukum
yang secara hirarkhis dengan susunan yang sangat disederhanakan dari tingkat teratas
ketingkat bawah sebagai berikut:

a. kaedah-kaedah dari konstitusi;


b. kaedah-kaedah umum di dalam undang-undang atau hukum kebiasaan;
c. kaedah-kaedah individual dari badan-badan pelaksana hukum, terutama pengadilan.

Civil law merupakan sistem hukum yang menggunakan kitab undang-undang atau undang-
undang sebagai sumber hukum utama. Hal ini tentu saja mempengaruhi karakteristik berpikir
dalam sistem hukum Eropa Kontinental. Adanya peraturan yang telah dibuat terlebih dahulu
sebelum adanya kasus menjadikan pola pemikiran yang abstrak, konseptual dan simetris.
Sistem hukum Eropa Kontinental cenderung merencanakan, mensistematiskan, dan mengatur
persoalan sehari-hari dengan sekomprehensif mungkin dengan cara membentuk aturan-aturan
hukum sebagai produk legislasi. Sistem hukum Eropa Kontinental bertolak pada satu prinsip
umum ke prinsip umum lainnya. Dalam menangani suatu perkara, hakim akan mencari
rujukan aturanaturan yang sesuai dengan perkara yang sedang ditanganinya.

Hakim pada sistem hukum Eropa Kontinental harus bersifat aktif dalam menemukan fakta
dan cermat dalam menilai alat bukti sehingga dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari

9
perkara tersebut. Setelah itu, hakim dapat memilih aturan apa yang tepat diterapkan atas
perkara yang ditanganinya.
Jadi dalam sistem Civil Law, kaedah hukum ditekankan lebih kepada fungsi memberi arah
dan patokan tingkah laku dalam masyarakat dalam hubungannya satu samalain sehingga
masyarakat menjadi tertib dan kepentingan individu serta kepentingan bersama terlindungi.
Dengan demikian pada sistem Civil Law, norma atau kaedah hukum sengaja dibuat yang
merupakan hasil pemikiran dan pengolahan secara rasional, logis, dan sistematis oleh lembaga
yang berwenang membuatnya.
Dalam sistem hukum ini Pembentukan Hukum (Rechtsvorming) dilaksanakan oleh badan
legislatif yang bertugas membuat norma atau kaedah hukum sebagai pedoman atau kerangka
untuk mengambil keputusan oleh hakim dalam perkara atau sengketa yang dibawa kepadanya.
Jika Pembentukan Hukum (Rechtsvorming) dilakukan oleh badan legislatif, maka Penemuan
Hukum (Rechtsvinding) terutama dilakukan oleh hakim.
Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa ada tiga karakteristik sistem Civil Law
yang membedakannya dengan sistem Common Law, yaitu: pertama, adanya kodifikasi;
kedua, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum
yang terutama, dan ketiga, sistem peradilan bersifat inkuisitorial.
Karakteristik pertama sistem Civil Law yaitu adanya kodifikasi dijelaskan oleh Peter
Mahmud Marzuki dengan pendekatan sejarah kebutuhan terhadap kodifikasi di duanegara
yaitu Perancis dan Jerman, yang menjadi rujukan negara-negara Eropa lainnya yang juga
melakukan kodifikasi.
Karakteristik yang kedua dalam sistem Civil Law ini adalah hakim tidak terikat pada
preseden, sehingga undang-undang menjadi sumber hukum utama.
Karakteristik ketiga dalam sistem Civil Law ini adalah sistem peradilan yang bersifat
inkuisitorial. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan karakteristik ketiga sistem Civil Law ini
dengan merujuk pendapat Lawrence Friedman. Menurut Friedman, “hakim di dalam sistem
civil law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya
sejak awal.”

2. KARAKTERISTIK BERPIKIR SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON


LAW)
Dalam sistem Civil Law kaedah hukum ditekankan kepada fungsi prevensi yaitu fungsi
memberi arah dan patokan tingkah laku dengan membuat kaedah-kaedah hukum yang
dituangkan dalam peraturan perundangundangan yang bersifat umum dan abstrak, maka
dalam sistem Common Law kaedah hukum ditekankan kepada fungsi represif yaitu
menyelesaikan perbenturan kepentingan.
Sistem hukum Anglo Amerika atau common law Inggris model pemikirannya dengan
pendekatan yang konkret dan berdasarkan pada pengadilan, berusaha mengembangkan
jawaban-jawaban pragmatis untuk diketengahkan di depan pengadilan. Dalam hal ini,
pengadilan common law tidaklah dipimpin oleh sekumpulan majelis hakim sebagaimana

10
dalam sistem hukum civil, akan tetapi hanya dipimpin oleh satu hakim sebagai wasit untuk
menemukan jawaban pragmatis tersebut.
Perkara menjadi sumber utama dalam common law, oleh karena itu pendekatannya dari
perkara menuju perkara. Para lawyers dari common law berfikir dalam ruang lingkup
kelompok dan hubungan hukum tertentu mereka sehingga praktisi common law dituntut untuk
mengerti kasus-kasus terdahulu bukan dituntut untuk menghafal undang-undang seperti
halnya dalam hukum Civil. Konsekuensi dari perkembangan historis yang dicerminkan di
dalam model common law cenderung berimprovisasi, mengkaji perkara untuk preseden yang
memungkinkan, yang mungkin mengikat terhadap pemeriksaan di pengadilan saat itu, dan
hanya untuk memutuskan untuk melakukan legislasi dalam cara yang terorganisir dan
komprehensif apabila wilayah hukum tertentu dinilai membingungkan, tidak jelas atau
menciptakan gap dalam hukum.
Ajaran tentang precedent didasarkan pada prinsip umum bahwa sekali pengadilan
menyatakan kedudukan hukum dari suatu keadaan yang dikemukakan, maka putusan yang
sama akan diberikan pada suatu perkara yang akan datang, yang berdasarkan kejadian-
kejadian materil yang sama. Di samping sumber hukum utama yaitu putusan hakim terdahulu
(jurisprudensi), sistem Common Law juga mengenal peraturan perundang-undangan
(legislation/statute law). Peraturan perundang-undangan merupakan sumber hukum yang
bersifat tertulis. Pada prinsipnya peraturan perundang-undangan dibuat oleh parlemen yang
merupakan satu-satunya badan dengan kekuasaan yang melekat padanya membuat undang-
undang.
Sumber hukum yang juga penting dalam sistem Common Law adalah reason. Badan-badan
pengadilan dalam usaha menemukan hukum yang tepat dan adil, bila tidak ditemukan pada
sumber hukum yang lain dapat menemukan norma-norma pada sumber yang berdasarkan
reason. Pada dasarnya sumber hukum yang berdasarkan reason ini ditemukan baik dalam
sistem Civil Law maupun sistem Common Law.
Pandangan Peter Mahmud Marzuki mengemukakan tiga hal yang menjadi dasar
karakteristik sistem Common Law yang membedakannya dengan sistem Civil Law, yaitu :
➢ pertama : Karakteristik pertama adalah yurisprudensi dijelaskan oleh Peter
Mahmud Marzuki dengan membandingkan antara yurisprudensi dalam sistem Civil
Law dan dalam sistemCommon Law. Dalam sistem Civil Law diakui yurisprudensi
juga memegang peranan yang penting.

➢ kedua : adanya doktrin stare decisis (stare decisis et quieta non movere) atau di
Indonesia dikenal dengan doktrin “preseden”, yaitu hakim terikat untuk
menerapkan putusan pengadilan terdahulu baik yang ia buat sendiri atau oleh
pendahulunya untuk kasus serupa. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan bahwa:
“Tidak semua apa yang dikatakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan
menciptakan suatu preseden.Yang berlaku sebagai preseden adalah pertimbangan-
pertimbangan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadapkan kepadanya.”

11
➢ ketiga : adversary system. Peter Mahmud Marzuki menggambarkan adversary
system ini dengan mengibaratkan permainan sepak bola, dimana lawyer para pihak
saling berhadapan bagaikan pemain sepak bola dan hakim bertindak sebagai wasit
yang menegakkan aturan permainan dan sekali sekali memberikan kartu merah atau
kuning. Para lawyer ini masing-masing mengajukan sebanyak-banyaknya alat bukti
dan para saksi dan menggali keterangan para saksi tersebut. Lebih lanjut Peter
Mahmud Marzuki mengemukakan, jika diperlukan Jury, maka hakim tidak
memberikan putusan pihak mana yang menang atau kalah atau tertuduh bersalah
atau tidak bersalah. Hakim memerintahkan Jury untuk mengambil keputusan.
Advesary System yaitu menempatkan tersangka dalam proses pemeriksaan
pendahuluan dan pemeriksaan di muka sidang-sidang pengadilan sebagai subjek
hukum yang memiliki hak (asasi) dan kepentingan yang harus dilindungi.
Sedangkan sistem hukum acara pidana di negara-negara yang menganut Civil Law
pada prinsipnya menganut “sistem Inquisitoir” atau yang disebut “Non Adversary
System”, yaitu tidak menempatkan tersangka secara layak sebagai subjek hukum
yang memiliki hak (asasi) dan kepentingan, tetapi hanya dipandang sebagai objek
pemeriksaan baik ditingkat pemeriksaan pendahuluan maupun pada tahap
pemeriksaaan di sidang pengadilan.
Bahkan ketika undang-undang yang komprehensif telah dikeluarkan, hukum kasus yang
mengawalinya sering kali relevan untuk dijadikan sebuah pedoman interpretasi karena
penegakan undang-undang tersebut biasanya dipandang sebagai konsolidasi (dan mungkin
juga klarifikasi) dari hukum yang ada. Oleh karena itu, undangundang dalam sistem common
law biasanya berusaha untuk membangun atau mengembangkan hukum kasus yang sudah ada.

C. PERBEDAAN MAZHAB HUKUM EROPA KONTINENTAL DENGAN ANGLO


SAXON

Sistem hukum Eropa Kontinental (Civil law system) memiliki beberapa perbedaan dengan
sistem hukum Anglo-Saxon (Common law system) yaitu :
a. Sistem Eropa Kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedangkan
Anglo Saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.
b. Sistem Eropa Kontinental menjadi modern karena perguruan tinggi melakukan
kajian, sedangkan pada Anglo Saxon dikembangkan melalui praktek prosedur
hukum.
c. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau
penyelesaian masalah sehingga bersifat abstrak pada Eropa Kontinental, sedangkan
kaidah pada Anglo Saxon secara kongkrit langsung digunakan untuk
menyelesaikan perkara.
d. Pada sistem Eropa Kontinental dikenal dengan adanya kodifikasi hukum sedangkan
pada sistem Anglo Saxon tidak ada kodifikassi.

12
e. Keputusan hakim yang lalu pada sistem Eropa Kontinental tidak dianggap sebagai
kaidah atau sumber hukum, sedangkan pada sistem Anglo Saxon keputusan hakim
terdahulu terhadap jenis perkara yang sama mutlak harus diikuti.

BAB III

PENUTUP

13
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sejarah sistem hukum adalah
kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang
satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. Untuk mencapai suatu tujuan
kesatuan tersebut perlu kerja sma antara bagian-bagian atau unsur- unsur tersebut menurut
rencana dan pola tertentu. Sistem hukum anglo saxon ialah suatu sitem hukum yang
didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian
menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung
lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan
dinamika masyarakat, Sumber hukum dalam sistem hukum ini ialah putusan
hakim/pengadilan. Dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim
sangat luas. Sistem hukum eropa kontinental merupakan suatu sistem hukum dengan ciri-
ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis
yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Sistem yang dianut
oleh negara-negara Eropa Kontinental yang didasarkan atas hukum Romawi disebut
sebagai sistem Civil law. Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya
kodifikasi, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang- undang menjadi sumber
hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial. Bentuk-bentuk sumber
hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan perundang-
undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi.

DAFTAR PUSTAKA

http://bisahukum.blogspot.com/2017/11/perbedaan-sistem-hukum-eropa.html
De Cruz, Peter. 1999. Perbandingan Sistem Hukum. Bandung: Nusa Media

14
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/29/200000469/sistem-hukum-anglo-saxon-
perbedaannya-dengan-sistem-eropa-kontinental

15

Anda mungkin juga menyukai