Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW)


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perbandingan Sistem
Hukum

Disusun oleh :
Akmalludin Ramdani 1193040007
Dhika Nur Fitriana 1193040017
Farhan Ibadurrahman 1183040025
Husni Sirojul Milah 1193040028
Mochamad Taufik Ilyas 1193040043

PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan jalan, kekuatan, serta petujuk-
Nya sehingga makalah tentang “ Mengetahui dan Memahami Asas-Asas Kewarisan dalam Islam
“ ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam selalu tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, semoga kita mendapat syafa’at beliau di hari kiamat nanti, Amin.
Terwujudnya makalah ini yang berjudul “ Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)” tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan teman semua. Disadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.
Akhir kata, semoga Allah SWT. Selalu melimpahkan rahmat, karuniah, dan hidayah-Nya
kepada kita serta semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 10 Oktober 2022

Penyusun
lOMoARcPSD|17748584

DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................................
PENDAHULUAN............................................................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................
BAB II...............................................................................................................................................
PEMBAHASAN...............................................................................................................................
A. Sistem Hukum Eropa Kontinental......................................................................................
1. Pengertian Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)..................................................
2. Karakteristik hukum Anglo Saxon (Common Law)...........................................................
3. Sumber hukum sistem hukum Anglo Saxon (Common Law) :..........................................
4. Negara-negara Penganut Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)............................
5. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law).......................
BAB III.............................................................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................................
lOMoARcPSD|17748584

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan beragam kebudayaan, sesungguhnya tidak


bisa dilepaskan dari kenyataan pengakuan hukum-hukum yang hidup di masyarakat selain
hukum negara. Lantas dengan penerapan hukum-hukum adat di beberapa wilayah Indonesia,
atau beberapa konsep hukum ekonomi yang mengadopsi konsep-konsep sistem hukum Anglo
Saxon, seperti penjatuhan sanksi bangkrut dengan semua konsekuensi ekonominya sebagai
hukuman bagi debitur nakal, atau mengedepankan penyelesaian sengketa melalui proses
perdamaian di luar sidang berupa mediasi dan arbitrase, yang semuanya tidak dikenal dalam
common law system, apakah lantas membuat Indonesia dianggap menganut common law
system? Tentu juga tidak!
Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang unik. Beberapa sarjana hukum
mengatakan bahwa sistem hukum di Indonesia adalah sistem hukum Indonesia itu sendiri.
Sebuah sistem yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan
kompromi dari beberapa sistem yang telah ada. Hingga kemudian lahirlah Teori Hukum
Pembangunan yang dipelopori Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja.
Menurut Mochtar, hukum adalah sarana pembaruan masyarakat. Pandangannya
tentang konsep hukum tersebut sebenarnya merupakan modifikasi dari konsep hukum Roscoe
Pound yang merupakan pelopor aliran sociological jurisprudence, yakni hukum ideal adalah
hukum yang dibuat dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (law as a tool
of social engineering).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)?
2. Negara apah sajakah yang menganut Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)?
3. Apa saja Karakteristi sistem hukum Anglo Saxon (Common Law)?
4. Apa saja yang menjadi sumber hukum Anglo Saxon (Common Law)
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem hukum Eropa Kontinental baik itu asal
definisi, sumber hukumnya, karakteristik, ataupun negara-negara penganut sistem hukum ini.
lOMoARcPSD|17748584

BAB III
PEMBAHASAN

A. Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)


1. Sejarah Common Law System
Sejarah hukum common law dimulai dari tahun 1066 ketika sistem pemerintahan
di Inggris bersifat feodalistis, dengan melakukan pembagian wilayah- wilayah yang
dikuasakan ke tangan Lord dan rakyat harus menyewanya kepada Lord tersebut.
Kekuasaan Lord yang semakin besar menyebabkan ia dapat membentuk pengadilan
sendiri yang dinamakan dengan minoral court. Pengadilan ini menjalankan tugasnya
berdasarkan hukum kebiasaan setempat dan hukum yang ditetapkan oleh Lord sendiri.
Akibatnya muncul kesewenangan dan berbagai penyelewengan yang juga melahirkan
pemberontakan-pemberontakan hingga akhirnya tercium oleh Raja Henry II (1154-1180).
Kerajaan Inggris lantas berinisiatif mengambil beberapa kebijaksanaan yaitu:
a. Disusunnya suatu kitab yang memuat hukum Inggris pada waktu itu. Agar
mendapatkan kepastian hukum kitab tersebut ditulis dalam bahasa latin oleh Glanvild
chief justitior dari Henry II dengan judul Legibus Angliae;
b. Diberlakukannya writ system, yakni surat perintah dari raja kepada tergugat agar
membuktikan bahwa hak-hak dari penggugat itu tidak benar. Dengan demikian
tergugat mendapat kesempatan untuk membela diri;
c. Diadakannya sentralisasi pengadilan (Royal Court) yang tidak lagi mendasarkan pada
hukum kebiasaan setempat melainkan pada Common Law, yang merupakan suatu
unifikasi hukum kebiasaan yang sudah diputus oleh hakim (yurisprudensi). Hal ini
menjadi langkah besar bagi kemajuan hukum di Inggris pada masa itu.
Akibat banyaknya perkara dan keterbatasan Royal Court dan sistem Writ dalam
mengadili, maka penduduk Inggris kemudian mencari keadilan kepada pimpinan gereja
atau Lord of Chancellor. Untuk keselarasan, maka pengadilan Inggris melakukan
reorganisasi (judicature act) pada tahun 1873-1875, yaitu meletakkan satu atap
pengadilan Royal Court dan Court of Chancerry. Penyelesaian-penyelesaian perkara
tidak lagi berbeda, yakni perkara-perkara Common Law (cases at Common Law) maupun
lOMoARcPSD|17748584

perkara-perkara Equity (cases at Equity) sama-sama diajukan ke salah satu pengadilan


tersebut.
Dalam arti sempit, hakekat common law sebagaimana dipraktekkan negara
Inggris ketika itu adalah sebuah judge made law, yaitu hukum yang dibentuk oleh
peradilan hakim-hakim kerajaan dan dipertahankan oleh kekuasaan yang diberikan
kepada preseden-preseden (putusan terdahulu) para hakim. Undang-undang nyaris tidak
memiliki pengaruh terhadap evolusi common law ini. Akan tetapi common law dalam
artian ini tidak mencakup seluruh tatanan hukum Inggris, karena di samping peradilan
oleh pengadilan-pengadilan kerajaan telah berkembang pula statute law, yakni hukum
undang-undang yang dikeluarkan oleh pembuat undang-undang (legislatif).
Meski dalam common law dikenal adanya statute law, tetapi secara fundamental
berbeda dalam perkembangannya dengan tatanan-tatanan hukum Eropa Kontinental.
Berkembang di daratan Inggris yang sejak abad X dikenal dengan sebutan Anglo-Saxon
(karena penduduknya yang berasal dari suku Angle, Saxon, dan Jute), sistem common
law dikenal pula dengan istilah sistem hukum Anglo-Saxon.
Pengadilan yang dilakukan oleh pimpinan gereja menurut sistem hukum Inggris
tidaklah bertentangan, karena pada saat itu pengadilan Royal Court didasarkan pada
common law dan hakim-hakimnya bertindak atas nama raja (fons iustitiae atau raja selaku
sumber keadilan dan kelayakan). Sedangkan pengadilan Court of Chancery didasarkan
pada hukum gereja atau hukum kanonik dan hakimnya adalah seorang rohaniawan.
Sistem penyelesaian perkara di pengadilan ini dikenal sebagai sistem equity, yakni sistem
penyelesaian perkara yang didasarkan pada hukum alam (ketuhanan) atau keadilan.
Dengan semakin banyaknya minat dari masyarakat untuk mencari keadilan kepada Lord
of Chancellor menyebabkan terbentuknya pengadilan tersendiri yaitu Court of Chancerry
di samping Royal Court yang telah ada.

2. Karakteristik Common Law System


Jika pada Common law System mempunyai tiga karakteristik, maka pada
Common Law System juga ditemukan mempunyai tiga karakteristik, sebagai berikut :
1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama
2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/SistemPrecedent
lOMoARcPSD|17748584

3. Adversary System Dalam Proses Peradilan


1. Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum
Dianutnya yurisprudensi sebagai sumber hukum utama dalam Common Law
merupakan produk dari perkembangan hukum lnggeris yang luput dari pengaruh Hukum
Roman. Menurut Philip S. James (1985:16), ada dua alasan mengapa yurisprudensi
dianut dalam sistem Common Law, yaitu:
a. Alasan Psikologisnya, adalah karena setiap orang yang ditugasi untuk
menyelesaikan perkara, ia cenderung sedapat-dapatnya mencari alasan pembenar
atas putusannya dengan merujuk kepada putusan yang telah ada sebelumnya
daripada memikul tanggungjawab atas putusan yang dibuatnya sendiri.
b. Alasan Praktisnya, adalah diharapkan adanya putusan yang seragam karena sering
diungkapkan bahwa hokum harus mempunyai kepastian daripada menonjolkan
keadilan pada setiap kasus konkrit.
Roscoe Pound (1959:34), mengemukakan bahwa pada awal-awal hukum lnggeris,
para Lawyers membuat catatancatatan di Pengadilan dan memberikan catatan-catatan itu
kepada Lawyer lainnya, kemudian mengumpulkan catatancatatan atas kasus-kasus yang
telah diputus dari para Lawyers lainnya. Selanjutnya catatan-catatan itu disusun secara
sistematik dan diterbitkan menjadi laporan putusan pengadilan. Kemudian diterbitkan
anotasi dan komentarkomentar atas kasus-kasus yang telah diputuskan.
Laporan putusan-putusan pengadilan yang telah disusun secara sistematis, disertai
dengan anotasi dan komentarkomentar, dijadikan rujukan bagi para hakim dan Lawyers
dalam menangani kasus yang mereka hadapi.
Menurut alam pikiran Common Law, menempatkan undangundang sebagai acuan
utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang itu
merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan
kenyataan dan tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan berjalannya waktu,
undang-undang itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang ada, sehingga
memerlukan interpretasi pengadilan.
2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/Precedent
Karakteristik kedua Common Law System, adalah adanya doktrin Stare Decisis.
Yang juga biasa disebut Precedent. Di Indonesia dikenal dengan istilah preseden.
lOMoARcPSD|17748584

Doktrin tersebut, secara substansial mengandung makna bahwa hakim terikat untuk
mengikuti dan atau menerapkan putusan pengadilan terdahulu baik yang ia buat sendiri
atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa.
Hakim Pengadilan lnggeris, dengan menerapkan doktrin ini otoritas Pengadilan
bersifat hirarki, yaitu pengadilan yang lebih rendah harus mengikuti putusan pengadilan
yang lebih tinggi untuk kasus yang serupa.
Meskipun dalam Common Law System, dikatakan berlaku doktrin Stare Decisis,
akan tetapi bukan berarti tidak dimungkinkan adanya penyimpangan oleh pengadilan,
dengan melakukan distinguishing, asalkan saja pengadilan dapat membuktikan bahwa
fakta yang dihadapi berlainan dengan fakta yang telah diputus oleh pengadilan terdahulu.
Artinya fakta yang baru itu dinyatakan tidak serupa dengan fakta yang telah mempunyai
precedent.
3. Adversary System dalam Proses Peradilan
Karakteristik yang ketiga pada Common Law, adalah adanya adversary system.
Dalam sistem ini kedua belah pihak yang bersengketa masing-masing menggunakan
lawyernya berhadapan di depan hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi
sedemikian rupa dan mengemukakan dalildalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknya di
Pengadilan. Jadi yang berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang
dipanglimai oleh lawyersnya masing-masing.

3. Sumber Hukum Sistem Common Law


Adapun sumber-sumber hukum dalam sistem common law, meliputi:
1. Yurisprudensi (judicial decisions), yakni hakim mempunyai wewenang yang luas
untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip- prinsip
hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim–hakim lain dalam
memutuskan perkara sejenis (hukum hakim, rechterrecht, judge made law).
Dalam hal ini hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang
sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Yurisprudensi
merupakan sumber hukum yang utama dan terpenting dalam sistem common law.
Hakim harus berpedoman pada putusan-putusan pengadilan terdahulu apabila
dihadapkan pada suatu kasus. Oleh karenanya di sini hakim berpikir secara induktif.
lOMoARcPSD|17748584

Asas keterikatan hakim pada precedent disebut stare decisis et quieta non movere
(pengadilan yang tingkatannya lebih rendah harus mengikuti keputusan yang lebih
tinggi), yang lazimnya disingkat stare decisis atau disebut juga the binding force of
precedent (perkara yang sama harus diproses dengan cara yang mirip atau sama).
Hakim hanya terikat pada isi putusan pengadilan yang esensial atau
disebut ratio decidendi, yakni berhubungan langsung dengan pokok
perkara. Sedangkan dalam hal yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
pokok perkara, yakni sebatas merupakan tambahan dan ilustrasi atau disebut obiter
dicto, maka hakim dapat menilai sebagai suasana yang meliputi pokok perkara
menurut pandangan hakim itu sendiri. Putusan yang bersifat “binding precedent”
berarti putusan tersebut memiliki kekuatan yang meyakinkan.
2. Statute Law, yakni peraturan yang dibuat oleh parlemen Inggris seperti layaknya
undang-undang dalam sistem kontinental. Statute Law merupakan sumber hukum
kedua setelah yurisprudensi. Untuk melaksanakan Statute Law dibuat perangkat
peraturan pelaksanaan oleh instansi-instansi pemerintah yang bersangkutan.
Fungsi Statute Law sebatas pelengkap common law yang terkadang memiliki
celah-celah, dan tidak ditujukan untuk mengatur suatu permasalahan secara
menyeluruh.
Pembentukan hukum melalui statuta law menjadi penting setelah Perang Dunia
II akibat desakan perubahan peraturan-peraturan secara cepat, dibandingkan dengan
yurisprudensi yang dirasakan lamban. Pembentukan statute law oleh Parlemen
sebenarnya merupakan bentuk penyimpangan sistem common law, yakni bentuknya
yang berupa undang-undang (written law),dan dapat merubah putusan pengadilan
(yurisprudensi) dengan suatu undang-undang baru. Namun tindakan parlemen untuk
mengubah yurisprudensi ini dibatasi oleh pendapat umum serta pendapat para sarjana
hukum. Sehingga meski memiliki hukum tertulis, masih dibatasi pendapat-pendapat
umum maupun para sarjana hukum secara obyektif yang didasarkan pada
pengetahuan atas kebiasaan atau common law yang telah ada
3. Custom, yakni kebiasaan yang sudah berlaku selama berabad-abad di Inggris
sehingga menjadi sumber nilai-nilai. Dari nilai-nilai ini hakim menggali serta
membentuk norma-norma hukum. Custom ini kemudian dituangkan dalam putusan
lOMoARcPSD|17748584

pengadilan. Di Inggris dikenal dua macam custom, yaitu local custom (kebiasaan
setempat) dan commercial custom (kebiasaan yang menyangkut perdagangan).
4. Reason (akal sehat). Reason atau common senses berfungsi sebagai sumber hukum
jika sumber hukum yang lain tidak memberikan penyelesaian terhadap perkara yang
sedang ditangani oleh hakim, artinya tidak didapatkan norma hukum yang mampu
memberikan penyelesaian mengenai perkara yang sedang diperiksa. Reason
merupakan cara penemuan hukum dalam sistem common law ketika menghadapi
masalah-masalah hukum yang tidak ditemukan norma-norma hukumnya dari sumber-
sumber hukum yang lain. Dengan reason, para hakim dibantu untuk menemukan
norma-norma hukum untuk memberikan keputusan.

4. Negara-negara Penganut Sistem Hukum Common Law


Beberapa negara yang sistem hukumnya banyak dipengaruhi oleh common law
system, diantaranya: Amerika Serikat, Australia, Inggris (Britania), Hongkong, India,
Republik Irlandia, Kanada, Pakistan, dan Selandia Baru. Khusus di India dan Pakistan
beberapa aspek hukum privat banyak dipengaruhi oleh Hukum Agama, seperti Islam, dan
Hindu.
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo-Saxon di Amerika mengenal
juga pembagian Hukum Publik dan Hukum Privat. Pengertian yang diberikan kepada
hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum

5. Kelebihan dan Kelemahan Hukum Common Law


Kelebihan:
1. Sistem hukum Anglo Saxon, penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat di
negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat para
ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus
perkara.
2. Sumber-sumber hukum terdiri dari putusan-putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan,serta
peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara,
walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu
lOMoARcPSD|17748584

berasal dari putusan-putusan dalam pengadilan. Sehingga, sumber hukum yang ada
telah teruji dalam menyelesaikan suatu perkara sebelumnya.
3. Kepastian hukum lebih dihargai lagi bila dilihat dari sistem pelaksanaan peradilan di
negara-negara Anglo Saxon yaitu sistem Juri. Menurut sistem ini dalam suatu
persidangan perkara pidana para Juri-lah yang menentukan apakah terdakwa atau
tertuduh itu bersalah (guilty) atau tidak bersalah (not guilty) setelah pemeriksaan
selesai. Jika Juri menentukan bersalah barulah Hakim (biasanya tunggal) berperan
menentukan berat ringannya pidana atau jenis pidananya. Bila Juri menentukan tidak
bersalah maka Hakim membebaskan terdakwa (tertuduh).
4. Juri yang digunakan dalam sistem hukum ini adalah orang-orang sipil yang
mendapatkan tugas dari Negara untuk berperan sebagai juri dalam sidang perkara. Juri
ditunjuk oleh Negara secara acak dan seharusnya adalah orang-orang yang
kedudukannya sangat netral dengan asumsi juri adalah orang awam yang tidak
mengetahui sama sekali latar belakang perkara yang disidangkan. Kedua pihak dalam
perkara kemudian diberi kesempatan untuk mewawancara dan menentukan juri
pilihannya. Sehingga kenetralan dan keadilan dapat lebih terlihat nyata.
5. Hakim memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan
masyarakat. Karena hekim memiliki wewnang yang sangat luas untuk menafsirkan
peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, menciptakan prinsip-prinsip hukum baru
yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang
sejenis.
6. Jika ada suatu putusan yang sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan,
kebenaran, dan akal sehat (common sense). Sehingga putusan-putusan yang ada benar-
benar sesuai kenyataan dan menyesuaikan perkembangan masyarakat.
Kelemahan:
1. Tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan
penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah
dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara
berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon
kurang tepat dianut.
lOMoARcPSD|17748584

2. Hakim terlalu diberi kekuasaan yang amat besar dalam menentukan hukuman.
Sehingga terkadang faktor subyek dapat terjadi. Karena hakim juga manusia yang
terkadang ada rasa sungkan dan juga ada gejolak untuk melakukan tindakan-tindakan
curang. Suatu contoh, akhir-akhir ini ada berita yang mencuat mengenai hakim yang
salah membei putusan hukum mati pada terdakwa pada tahun 1991. Setelah diselidiki
lebih lanjut, kini terbukti terdakwa yang dihukum mati tersebut tidak bersalah sama
sekali.

BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bertolak belakang dengan sistem civil law yang diajarkan melalui universitas-
universitas, sistem common law hidup dan berkembang secara turun temurun dalam
kebiasaan-kebiasaan di masyarakat. Sumber hukum tertinggi hanyalah kebiasaan
masyarakat yang dikembangkan di pengadilan dan telah menjadi keputusan pengadilan.
Hakekat common law sebagaimana dipraktekkan negara Inggris ketika itu adalah sebuah
judge made law, yaitu hukum yang dibentuk oleh peradilan hakim-hakim kerajaan dan
dipertahankan oleh kekuasaan yang diberikan kepada preseden-preseden (putusan
terdahulu) para hakim.
lOMoARcPSD|17748584

Sumber-sumber hukum dalam sistem common law, meliputi: yurisprudensi yakni


hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan- peraturan hukum
dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi
hakim–hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis, statute law yakni peraturan yang
dibuat oleh parlemen Inggris seperti layaknya undang-undang dalam sistem kontinental,
custom yakni kebiasaan yang sudah berlaku selama berabad-abad di Inggris sehingga
menjadi sumber nilai-nilai, dan Reason (akal sehat) yakni berfungsi sebagai sumber
hukum jika sumber hukum yang lain tidak memberikan penyelesaian terhadap perkara
yang sedang ditangani oleh hakim
Sistem hukum di Indonesia saat ini merupakan sistem hukum yang didasarkan
pada asas konkordasi, yakni menerima secara sukarela untuk memperlakukan sistem
hukum yang berasal dari daratan Eropa Kontinental. Namun Indonesia juga memiliki
beragam tradisi dalam masyarakatnya, yang di dalamnya berlaku hukum adat sebagai
hukum asli. Belum lagi penetrasi ajaran-ajaran hukum Islam yang di beberapa daerah
turut mempengaruhi hukum adat.
Setelah Indonesia merdeka dan mulai masuknya investasi asing, lambat laun
pengaruh common law menginfiltrasi perkembangan hukum di Indonesia. Akibatnya di
Indonesia terdapat pluralisme hukum, meliputi; Hukum Adat, Hukum Islam, Common
law dan Common Law yang kesemuanya hidup berdampingan. Sehingga perkembangan
hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman agama, adat, masyarakat
dan sistem hukum yang hidup di Indonesia itu sendiri, common law, common law,
maupun hukum-hukum adat yang ada.

Anda mungkin juga menyukai