Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MANDIRI

MAKALAH
PENGANTAR ILMU HUKUM
SISTEM HUKUM ANGLO SAXON
(COMMON LAW)

Nama : Giovanny Syalshabila

NPM : 220710018

DOSEN PENGAMPU : LENNY HUSNA,S.H.,M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
HUMANIORA UNIVERSITAS PUTERA
BATAM
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat
dan hidayahnya, sehingga Saya dapat menyelesaikan Penulisan Tugas Mandiri ini
dapat diselesaikan dengan baik walaupun masih terdapat kekurangan namun
diharapkan dapat diperbaiki kedepannya.

Tugas Mandiri (TM) disusun menurut kaidah keilmuan dan ditulis


berdasarkan kaidah Bahasa Indonesia di bawah pengawasan atau pengarahan
dosen pengampu untuk memenuhi kriteria-kriteria kualitas yang telah ditetapkan
sesuai keilmuannya masing-masing. Tugas Mandiri dibuat sebagai salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan suatu mata kuliah di Universitas Putera
Batam (UPB). Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam
penyusunan Tugas Mandiri ini. Oleh karena itu Saya meminta kepada pembaca
agar dapat memaklumi serta memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak yang membaca maupun yang menggunakannya,
demi kesempurnaan penulisan.

Dalam penulisan Tugas Mandiri ini, Saya menyadari bahwa masih ada
banyak kekurangan atau kesalahan yang harus diperbaiki dan masih jauh dari
kesempurnaan. Saya berharap agar pembaca dapat memaklumi.

Batam, 23 November 2022

Giovanny Syalshabila

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................

BAB I................................................................................................................................................

PENDAHULUAN.............................................................................................................................

1.1. Latar belakang.........................................................................................................................

1.2 Rumusan masalah....................................................................................................................

1.3 Tujuan......................................................................................................................................

BAB II...............................................................................................................................................

PEMBAHASAN................................................................................................................................

2.1. Sejarah Common Law............................................................................................................

2.2. Sumber Hukum Common Law...............................................................................................

2.3. Ciri-Ciri Sistem Hukum Common Law..................................................................................

2.4. Perkembangan dan Penyebaran Sistem Hukum Common Law...............................................

2.5. Perbedaan Anglo Amerika dengan Common Law System lnggris..........................................

2.6. Karakteristik Common Law....................................................................................................

2.7. Kawanisasi Negara Penganut Sistem Hukum Common Law................................................10

2.8. Kelebihan dan kekurangan system hukum common law.......................................................11

2.8.1. Kelebihan system hukum common law..............................................................................11

2.8.2 Kelemahan system hukum common law.............................................................................12

2.9. SISTEM HUKUM ANGLO SAXON DI INDONESIA......................................................12

2.10. Asas Legalitas Common Law............................................................................................14

BAB III............................................................................................................................................16

PENUTUP.......................................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................16

3.2 Saran......................................................................................................................................16

DAFTAR PUSAKA........................................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Ada banyak sekali macam-macam sistem hukum yang dianut oleh negara-negara, tetapi
system hukum yang paling banyak diterapkan di sebagian besar negara-negara yang ada
di dunia saat ini adalah Civil Law dan Common Law. Sistem hukum Common Law
muncul pertama kali di Inggris pada masa Abad Pertengahan dan telah digunakan
maupun diterapkan oleh “bekas” jajahannya di seluruh dunia, seperti Amerika, Kanada,
Australia, New Zealand, India, Hong Kong, Malaysia, Singapura dan lain-lain.

Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi,
yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum Anglo Saxon disebut sebagai Sistem “ Common
Law” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis). Walaupun disebut sebagai unwritten
law tetap tidak sepenuhnya benar, karena di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya
sumber-sumber hukum yang tertulis (statutes). Sumber hukum dalam sistem hukum
Anglo Saxon ialah “putusan-putusan hakim/pengadilan” (judicial decisions). Sistem
hokum Anglo Saxon berasal dari Inggris yang kemudian menyebar ke Amerika Serikat
dan negara-negara bekas jajahannya. Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa yaitu
bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang kemudian
ditaklukan oleh Hertog Normandia, William. Selain itu dalam sistem Anglo Saxon ada
“peranan” yang diberikan kepada hakim yaitu hakim mempunyai wewenang yang sangat
luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip
hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan
perkara yang sejenis. Sistem Anglo Saxon menganut suatu doktrin yaitu “the doctrine of
precedent/stare decisis” yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan
suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang
sudah di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden). Dalam
hal tidak ada putusan hakim yang terdahulu atau ada tetapi tidak sesuai dengan
perkembangan, maka hakim dapat memutuskan perkara berdasarkan nilai-nilai keadilan,
kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimiliki.
Sedangkan, Civil Law muncul dan dikembangkan pertama kali di Eropa pada waktu

1
yang bersamaan (Abad Pertengahan) dan telah digunakan maupun diterapkan oleh
“bekas” jajahannya pula, yaitu Indonesia, Spanyol, Portugal, Belanda, Norwegia,
Denmark.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan ini akan membahas
penjelasan lebih dalam mengenai sistem hukum Anglo Saxon (common law) yaitu:
1. Apa pengertian dari Common Law?
2. Bagaimana sejarah dan proses perkembangan sistem hukum Common Law?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari sistem hukum Common Law?
4. Apa saja negara negara yang menganut sistem hukum Common Law?

1.3 Tujuan
Rumusan masalah yang telah disusun diatas memiliki tujuan untuk dapat mengetahui
bagaimana sistem hukum Anglo Saxon (common law).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Common Law (Anglo Saxon)


Sistem Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada
yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar
putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris,
Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika
Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan
dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut,
beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya
Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon,
namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada
masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam
memutus perkara.

2.2. Sejarah Common Law


Sebelum terjadinya resepsio hukum Romawi pada abad ke 13 oleh Eropa Kontinental,
di lnggris telah dikembangkan suatu sistem peradilan nasional yang sentralisitik dan
bekerja secara efektif menerapkan hukum-hukum kebiasaan di Inggeris. Dalam tradisi
feodal di kala itu, lnggeris merupakan suatu Fief Yakni negeri yang dapat diwarisi dari
seorang tuan tanah sebagai imbalan atau kompensasi atas pengabdian kepada tuan tanah.
Pada keadaan demikian, harus ada suatu kekuasaan yang kuat, dapat bekerja efektif dan
terpusat yang dapat diterima oleh warga masyarakat di bagian-bagian wilayah negeri
secara keseluruhan.
Atas dasar pijakan berpikir demikian itu, maka Raja-Raja lnggeris memandang perlu
dalam rangka mempertahankan kewenangan dan kepentingannya dalam memerintah
untuk membentuk badan-badan yang dapat melanggengkan kekuasaaanya. Salah satu
badan yang paling penting untuk mempertahankan dan memperkuat kelanggengan
kekuasaan pusat pemerintahan yang dikendalikan oleh Raja adalah Pengadilan Kerajaan.
Hal ini dilakukan oleh Raja Wiiliem dan para penggantinya kemudian. Raja Henry I pada
3
abad XII, telah mengirim utusannya ke wilayah-wilayah negeri kekuasaannya untuk
mengadili perkara di Pengadilan-Pengadilan local. Sebelum berakhirnya abad XII,
Pengadilan Kerajaan bersama dengan Pengadilan-Pengadilan local merupakan institusi
politik yang paling kuat dan disegani di lnggeris. Pengadilan Kerajaan dikelola oleh
pejabat-pejabat yang diangkat oleh kerajaan yang sudah terlatih, dimana secara teratur
mendatangi setiap bagian dari wilayah-wilayah negeri kerajaan.
Masa kekuasaan Pemerintahan Raja Henry 11, lnggeris melakukan reformasi dan
strukturisasi peradilan dan hokum proseduralnya. Reformasi tersebut, melahirkan
perubahan yang berarti di bidang peradilan, yakni diaturnya dasar-dasar bagi hakim
kerajaan dan kompetensinya dalam mengadili perkara-perkara. Reformasi hukum yang
dilakukan lnggeris dibawah RajaHenry II, dikatakan sangat pesat, oleh karena Raja Henry
melihat bahwa sarana terbaik untuk mempertahankan kekuasaan politik agar tetap eksis
di kala itu adalah dengan pengadilan yang professional, dengan hakim-hakim kerajaan
yang mampu bekerja dibawah kendali feodal. Berhubung dengan tradisi sejarah
pemberdayaan hakim dan Pengadilan Kerajaan di kala itu di lnggeris, maka Pengadilan
Kerajaan ramai menangni perkara-perkara yang diajukan kepadanya, sehingga dengan
penetapan-penetapan dan putusan-putusan pengadilan dijadikan sebagai hokum yang
harus ditaati dan dijalankan. Maka atas dasar itu pulalah dikatakan bahwa pada system
Common Law, kegiatan hukumnya sangat terpusat di Pengadilan-Pengadilan, lain halnya
dengan Civil Law yang pusat kegiatan hukumnya berada di Parlemen. Penyebaran
Common law system sampai pada Negara-negara jajahan lnggeris. Salah satu bekas
negara jajahan lnggeris adalah Amerika Serikat. Namun demikian dalam perjalanan
sejarahnya Arnerika Serikat yang perkembangannya sangat pesat telah mengembangkan
pula sistemnya dengan model dan variasinya sendiri namun tetap saja dalam bingkai
Common Law System.

Common law system diterapkan dan mulai berkembang sejak abad XVI di Negara
Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus
menerus, sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar wilayah Inggris,
seperti di Kanada, Amerika, dan negara-negara bekas koloni Inggris (negara
persemakmuran/commonwealth). Namun amerika merupaka Negara yang cepat
mengalami perubahan dalam segala bidang kehidupan, dan sumber daya manusia sehiga
amerika membangun system hokum sendiri namun tetaptidak terlebas dari sebagian sisem
hukum anglo saxon dalam melihat kehidupan sehari-hari. Sebagai sistem hukum yang
4
lebih mengutamakan pada hukum kebiasaan dan hukum adat masyarakat, maka dalam
common law kedudukan kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan daripada undang-
undang dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju.
Sumber-sumber hukum dalam sistem Anglo-Saxon pun memiliki perbedaan fundamental
dengan tidak tersusun secara sistematik dalam hierarki tertentu seperti di dalam sistem
Eropa Kontinental.

2.3. Perkembangan dan Penyebaran Sistem Hukum Common Law

Terjadi invasi oleh bangsa Normandia Pada 1006, invasi ini dilakukan dengan
membawa sekelompok administrator yang cakap dalam menjalankan tugas yang diberikan
kepadanya oleh mereka yang berkuasa (memiliki kekuasaan politik) berdasarkan dengan
hak penaklukan12 Dalam tradisi Feodal yang demikian, Inggris disebut dengan Fief
maksudnya adalah negeri yang dapat diwarisi dari seorang tuan tanah sebagai imbalan atau
kompensasi atas pengabdian kepada tuan tanah. Dengan keadaan tersebut Paera Raja
berfikir untuk membentuk suatu badan yang dapat mempertahankan kekuasaan- kekuasaan
mereka dalam hal pemerintahan

Salah satu badan yang paling penting untuk mempertahankan dan memperkuat
kelanggengan kekuasaan pusat pemerintahan yang dikendalikan oleh Raja adalah
Pengadilan Kerajaan. Hal ini dilakukan oleh Raja Wiiliem dan para penggantinya.
Sebelum akhir aad xii , Penagadilan Kerajaan bersama dengan Pengadilan-Pengadilan local
merupakan institusi politik yang paling kuat dan disegani di lnggris.
Pada masa Kekuasaan Raja Masa kekuasaan Pemerintahan Raja Henry II lnggris
melakukan reformasi dan strukturisasi peradilan dan hukum proseduralnya. Reformasi
tersebut, melahirkan perubahan yang berarti di bidang peradilan, yakni diaturnya dasar-
dasar bagi hakim kerajaan dan kompetensinya dalam mengadili perkara-perkara. Hakim
kerajaan diberi kewenanangan (kompetensi) untuk mengadili pada tingkat pertama di
seluruh kerajaan pada sengketa-sengketa tanah tertentu dalam lingkup kerajaan, dan
dintrodusirnya jury untuk perkara-perkara pidana dan perdata sebagai modus pembuktian.
Yang standar pada sesuatu Pengadilan Pada masa itu hampir seluruh warga inggris yang
memiliki sengketa menggunakan pengadilan tersebut untuk menyelesaikan perkara sesuai
hukum proseduralnya. Hakim dan Pengadilan membangun suatu hukum kerajaan (feodal)
yang berlaku umum (common). Disamping semula adanya pembatasan jenis perkara-

5
perkara tertentu, semakin diperluas yang memungkinkan Pengadilan Kerajaan menangani
perkara yang lebih meluas yang diajukan
Reformasi Hukum yang dilakukan dibawah kepemimpinan Raja Henry ii ini
dinilai sangat pesat karena menerapkan sistem peradilan professional dengan hakim
kerajaan yang mampu bekerja dibawah feodal. Meski sebenarnya hukum yang
diterapkan bukanlah Hukum Original Inggris melainkan dipengaruhi oleh tradisi Hukum
Normandia, namun demi kepentingan feodal maka Hukum Norman tersebut pada
akhirnya diakomodir sebagai hukum Inggris pada akhirnya, meskipun terinfiltrasi
dengan Hukum Roman. Oleh karenanya apabila ditimbang dari sudut pandang sejarah
Hukum Inggris biasa disebut Anglo Norman.
Pengadilan-Pengadilan local yang sebelumnya bekerja tidak professional dengan penuh
keberpihakan, telah diganti dengan Pengadilan-Pengadilan Kerajaan yang bekerja lebih
professional, sehingga menarik perhatian pihak yang berperkara, bahwa Pengadilan dan
hakim kerajaan yang dibentuk oleh Raja adalah jawaban yang dinantikan oleh warga
lnggeris untuk memecahkan masalah hukumnya. Kaitannya dengan tradisi sejarah
pemberdayaan hakim dan Pengadilan Kerajaan di kala itu di lnggeris, maka Pengadilan
Kerajaan ramai menangani perkara yang diajukan kepadanya, sehingga dengan penetapan
dan putusan pengadilan dijadikan sebagai hukum yang harus ditaati dan dijalankan Oleh
karena itu pada Common Law, kegiatan hukum sangat terpusat di Pengadilan, berbeda
dengan Civil Law yang basis kegiatannya adalah berada di Parlemen.

Common Law berkembang hingga negara jajahan Inggris, yakni Amerika Serikat.
Hukum yang pertama kali dibawa oleh bangsa lnggeris ke Amerika, bukan hukum yang
diterapkan di Pengadilan-Pengadilan Kerajaan lnggeris, melainkan adalah hukum local
yaitu berupa kebiasaan-kebiasaan masyrakat lnggeris. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat
lnggeris itu disebutnya sebagai Remembered folk-law. Hukum local lnggeris.
Sistem Hukum Amerika pada zaman Kolonial, terbentuk dari tiga unsur :

a. Remembered folk law

b. Hukum baru yang ditetapkan karena kebutuhan

c. Hukum yang dibuat atas dasar ideology para migrant/ pendatang


Apabila diinventarisir, maka dapat dikemukakan bahwa hukum yang dikembangkan oleh
Kolonial lnggeris di Amerika terdiri dari :
a. Hukum yang diciptakan karena kebutuhan mereka di wilayah baru
6
b. Hukum yang didasarkan dari agama atau ideology yang dianut.

2.3. Sumber Hukum Common Law


Adapun sumber-sumber hukum dalam sistem common law, meliputi:
1. Yurisprudensi (judicial decisions), yakni hakim mempunyai wewenang yang luas
untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip prinsip
hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim–hakim lain dalam
memutuskan perkara sejenis (hukum hakim, rechterrecht, judge made law). Dalam
hal ini hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada
dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Yurisprudensi merupakan
sumber hukum yang utama dan terpenting dalam sistem common law. Hakim harus
berpedoman pada putusan-putusan pengadilan terdahulu apabila dihadapkan pada
suatu kasus. Oleh karenanya di sini hakim berpikir secara induktif. Asas keterikatan
hakim pada precedent disebut stare decisis et quieta non movere (pengadilan yang
tingkatannya lebih rendah harus mengikuti keputusan yang lebih tinggi), yang
lazimnya disingkat stare decisis atau disebut juga the binding force of precedent
(perkara yang sama harus diproses dengan cara yang mirip atau sama). Hakim hanya
terikat pada isi putusan pengadilan yang esensial atau disebut ratio decidendi, yakni
berhubungan langsung dengan pokok perkara. Sedangkan dalam hal yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan pokok perkara, yakni sebatas merupakan
tambahan dan ilustrasi atau disebut obiter dicto, maka hakim dapat menilai sebagai
suasana yang meliputi pokok perkara menurut pandangan hakim itu sendiri. Putusan
yang bersifat “binding precedent” berarti putusan tersebut memiliki kekuatan yang
meyakinkan.

2. Statute Law, yakni peraturan yang dibuat oleh parlemen Inggris seperti layaknya
undang-undang dalam sistem kontinental. Statute Law merupakan sumber hukum
skedua setelah yurisprudensi. Untuk melaksanakan Statute Law dibuat perangkat
peraturan pelaksanaan oleh instansi-instansi pemerintah yang bersangkutan.Fungsi
Statute Law sebatas pelengkap common law yang terkadang memiliki celah celah, dan
tidak ditujukan untuk mengatur suatu permasalahan secara menyeluruh. II akibat
desakan perubahan peraturan-peraturan secara cepat, dibandingkan dengan
7
yurisprudensi yang dirasakan lamban. Pembentukan statute law oleh Parlemen
sebenarnya merupakan bentuk penyimpangan sistem common law, yakni bentuknya
yang berupa undang-undang (written law),dan dapat merubah putusan pengadilan
(yurisprudensi) dengan suatu undang-undang baru. Namun tindakan parlemen untuk
mengubah yurisprudensi ini dibatasi oleh pendapat umum serta pendapat para sarjana
hukum. Sehingga meski memiliki hukum tertulis, masih dibatasi pendapat-pendapat
umum maupun para sarjana hukum secara obyektif yang didasarkan pada pengetahuan
atas kebiasaan atau common law yang telah ada.
3. Custom, yakni kebiasaan yang sudah berlaku selama berabad-abad di Inggris sehingga
menjadi sumber nilai-nilai. Dari nilai-nilai ini hakim menggali serta membentuk
norma-norma hukum. Custom ini kemudian dituangkan dalam putusan pengadilan. Di
Inggris dikenal dua macam custom, yaitu local custom (kebiasaan setempat) dan
commercial custom (kebiasaan yang menyangkut perdagangan).

4. Reason (akal sehat). Reason atau common senses berfungsi sebagai sumber hukum
jika sumber hukum yang lain tidak memberikan penyelesaian terhadap perkara yang
sedang ditangani oleh hakim, artinya tidak didapatkan norma hukum yang mampu
memberikan penyelesaian mengenai perkara yang sedang diperiksa. Reason
merupakan cara penemuan hukum dalam sistem common law ketika menghadapi
masalah-masalah hukum yang tidak ditemukan norma-norma hukumnya dari sumber-
sumber hukum yang lain. Dengan reason, para hakim dibantu untuk menemukan
norma-norma hukum untuk memberikan keputusan.

2.4. Ciri-Ciri Sistem Hukum Common Law


Adapun cir-ciri dari system hukum anglo saxon atau common law system,yaitu
diantaranya:
 Tidak ada perbedaan secara tajam antara hukum public/umum dan perdata/antara
orang-perorang atau individu.
 Tidak ada perbedaan antara hak kebendaan dan perorangan.
 Tidak ada kodifkasi.

 Keputusan hakim terdahulu mengikat hakim yang kemudian (asas precedent atau
stare decisis).

8
2.5. Perbedaan Anglo Amerika dengan Common Law System lnggris
dapat diinventarisir sebagai berikut :
1. Amerika Serikat mengenal Konstitusi yang bersifat tertulis, sehingga hukum
tertinggi di Amerika adalah Konstitusi. Sementara di lnggeris tidak mengenal
Konstitusi yang sifatnya tertulis. Praktek ketatanegaraan lnggeris didasarkan atas
Convention.
2. Konstitusi Amerika Serikat menjadi rujukan atas undangundang, sehingga
bilamana terdapat undang-undang bertentangan dengan Konstitusi, maka undang-
undang itu harus dikesampingkan dan dianggap tidak berlaku.
3. Pengadilan-Pengadilan di Amerika Serikat memiliki kewenangan judicial review.
Pengadilan dapat menyatakan bahwa suatu ketentuan undang-undang tidak sah
apabila dipandang bahwa undang-undang itu bertentangan dengan Konstitusi.
Sementara di lnggeris kewenangan seperti itu tidak ditemukan. Yang ada yaitu
supremasi Parlemen. Apa yang telah ditetapkan oleh Parlemen sebagai wakil
rakyat merupakan produk hukum tertinggi.

4. Amerika Serikat tidak sepenuhnya tunduk pada Doktrin Stare decisis, meskipun
Amerika dan lnggeris dua-duanya menganut doktrin tersebut, akan tetapi
hakim·hakim Amerika lebih berani menyimpangi doktrin itu yang biasa disebut
Distinguish. Yaitu dengan alasan terjadinya perubahan filosofis atas reasoning
yang melandasi putusan itu. Sementara di lnggeris tidak demikian halnya.

5. Amerika Serikat telah mengembangkan sistem kodifikasi hukum untuk


pemenuhan kebutuhannya baik terhadap pusat maupun negara-negara bagian,
sementara di lnggeris tidak demikian.

2.6. Karakteristik Common Law


Common Law System juga ditemukan mempunyai tiga karakteristik, diantaranya
adalah sebagai , berikut :

 Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama

Pada karakteristik pertama, yakni yurisprudensi sebagai sumber hukum utama


dalam Sistem Common Law ini merupakan produk hukum perkembangan hukum Inggris
yang luput dari pengaruh Hukum Roman. Philip S.Jamet mengemukakan dua alasan
9
mengapa yurisprudense dianut dalam Common Law System yaitu:
a. Alasan Psikologis, karena setiap orang yang ditugasi untuk menyelesaikan perkara, ia
cenderung sedapat-dapatnya mencari alasan pembenar atas putusannya dengan
merujuk kepada putusan yang telah ada sebelumnya daripada memikul tanggungjawab
atas putusan yang dibuatnya sendiri.
b. Alasan praktis, diharapkan mengapa hadir putusan seragam karena hukum harus
sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa. Hakim Pengadilan lnggeris, dengan
menerapkan doktrin ini otoritas Pengadilan bersifat hirarki, yaitu pengadilan yang lebih rendah
harus mengikuti putusan pengadilan yang lebih tinggi untuk kasus yang serupa.
memiliki kepastian daripada menonjolkan keadilan pada setiap kasus yang terjadi.
Common Law berpenadapat bahwasannya menempatkan suatu undang-undang sebagai
acuan utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-
undang itu merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda
dengan kenyataan dan tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan
berjalannya waktu, undang-undang itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang
ada, sehingga memerlukan interpretasi pengadilan (Iqtironia, 2021).
 Dianutnya Doktrin Stare Decisis/Precedent
Doktrin tersebut, secara substansial mengandung makna bahwa hakim terikat untuk
mengikuti dan atau menerapkan suatu putusan pengadilan terdahulu baik yang ia buat
sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa. Hakim Pengadilan lnggeris, dengan
menerapkan doktrin ini otoritas Pengadilan bersifat hirarki, yaitu pengadilan yang lebih
rendah harus mengikuti putusan pengadilan yang lebih tinggi untuk kasus yang serupa.
 Adversary System dalam Proses Peradilan

Karakteristik yang ketiga pada Common Law, adalah adanya adversary system.
Dalam sistem ini kedua belah pihak yang bersengketa masing-masing menggunakan
lawyernya berhadapan di depan hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi
sedemikian rupa dan mengemukakan dalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknya di
Pengadilan. Jadi yang berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang
dipanglimai oleh lawyersnya masing-masing.

2.8. Kelebihan dan kekurangan system hukum common law


2.8.1. Kelebihan system hukum common law

1. Sistem hukum Anglo Saxon, penerapannya lebih mudah terutama pada

10
masyarakat di negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan
zaman. Pendapat para.ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh
hakim, dalam memutus perkara.
2. Sumber-sumber hukum terdiri dari putusan-putusan hakim, kebiasaan-
kebiasaan,serta peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan
administrasi negara, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan dalam pengadilan. Sehingga,
sumber hukum yang ada telah teruji dalam menyelesaikan suatu perkara
sebelumnya.
3. Kepastian hukum lebih dihargai lagi bila dilihat dari sistem pelaksanaan
peradilan di negara-negara Anglo Saxon yaitu sistem Juri. Menurut sistem ini
dalam suatu persidangan perkara pidana para Juri-lah yang menentukan apakah
terdakwa atau tertuduh itu bersalah (guilty) atau tidak bersalah (not guilty) setelah
pemeriksaan selesai. Jika Juri menentukan bersalah barulah Hakim (biasanya
tunggal) berperan menentukan berat ringannya pidana atau jenis pidananya. Bila
Juri menentukan tidak bersalah maka Hakim membebaskan terdakwa (tertuduh).
4. Juri yang digunakan dalam sistem hukum ini adalah orang-orang sipil yang
mendapatkan tugas dari Negara untuk berperan sebagai juri dalam sidang perkara.
Juri ditunjuk oleh Negara secara acak dan seharusnya adalah orang-orang yang
kedudukannya sangat netral dengan asumsi juri adalah orang awam yang tidak
mengetahui sama sekali latar belakang perkara yang disidangkan. Kedua pihak
dalam perkara kemudian diberi kesempatan untuk mewawancara dan menentukan
juri pilihannya. Sehingga kenetralan dan keadilan dapat lebih terlihat nyata.

5. Hakim memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan
masyarakat. Karena hakim memiliki wewenang yang sangat luas untuk
menafsirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, menciptakan prinsip-prinsip
hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk
memutuskan perkara yang sejenis.

6. Jika ada suatu putusan yang sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-
nilai keadilan, kebenaran, dan akal sehat (common sense). Sehingga putusan-
putusan yang ada benar-benar sesuai kenyataan dan menyesuaikan perkembangan

11
masyarakat.

2.8.2 Kelemahan system hukum common law


1. Tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk
melakukan penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali
hakim tersebut sudah dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi.
Untuk negara- negara berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem
hukum anglo saxon kurang tepat dianut.
2. Hakim terlalu diberi kekuasaan yang amat besar dalam menentukan hukuman.
Sehingga terkadang faktor subyek dapat terjadi. Karena hakim juga manusia yang
terkadang ada rasa sungkan dan juga ada gejolak untuk melakukan tindakan-
tindakan curang. Suatu contoh, akhir-akhir ini ada berita yang mencuat mengenai
hakim yang salah membei putusan hukum mati pada terdakwa pada tahun 1991.
Setelah diselidiki lebih lanjut, kini terbukti terdakwa yang dihukum mati tersebut
tidak bersalah sama sekali.
3.
2. Negara Yang Menganut Sistem Hukum Common Law

Negara yang menganut sistem hukum Common Law diantaranya adalah Australia,
Kanada, Amerika Serikat, Bangladesh, Bahamas, Barbados, Belize, Bhutan, Siprus,
Dominika, Wales, Inggris, Fiji, Ghana, Grenada, Hongkong(Tiongkok), India,
Irlandia, Israel, Jamaika, Kiribati, Liberia, Myanmar, Nauru, Nepal, Selandia Baru,
Palau, Pakistan, Papua Nugini, Singapura, Tonga, Uganda, dan lainnya.

2.9. SISTEM HUKUM ANGLO SAXON DI INDONESIA

Bicara istilah hukum merupakan sesuatu hal yang tidak asing di telinga kita.
Apabila kita mulai membicarakan hukum sebagai sarana, maka sebenarnya kita telah
memasuki pembicaraan mengenai hukum sebagai konsepsi yang modern. Hal ini
dikarenakan hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat. sehingga ia bekerja
dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi
kebutuhannya. Ia merupakan pencerminan kehendak manusia tentang bagaimana
seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan.
12
Ide negara hukum di zaman modern lebih menempatkan konsep ”rechtsstaat” dan
”the rule of law”. Dimana konsep negara hukum telah dikembangkan di Eropa
Kontinental antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius stahl, Fichte,
menggunakan istilah Jerman Yaitu “rechsstaat”, sedangkan konsep negara hukum yang
dikembangkan dalam tradisi Anglo Amerika yang berasal dari anglo saxon Inggris
dipelopori A.V. Dicey disebut dengan “The Rule of Law”.
Tumbuh dan berkembangnya konsep Rule of Law pertama kali diterapkan di Negara-
negara yang menganut common law system seperti Inggris dan Amerika Serikat, dimana
kedua negara tersebut mengejawantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak
dan kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut
berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia, bahwasanya setiap warga negara
dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin hak asasi manusianya melalui
sistem hukum dalam Negara tersebut. Pokok ajaran dari rule of law adalah terciptanya
tatanan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana rakyat bisa
memperoleh kepastian hukum, rasa keadilan, rasa aman, dan dijamin hak-hak asasinya.
Hal ini mengandung makna, rasa keadilan yang kembali kepada rakyat, bukan kepada
kekuasaan dan para penguasa yang menciptakan hukum. Sistem hukum di Indonesia saat
ini merupakan sistem hukum yang didasarkan pada asas konkordasi, yakni menerima
secara sukarela untuk memperlakukan sistem hukum yang berasal dari daratan Eropa
Kontinental. Namun sebagai negara kepulauan yang memiliki beragam tradisi dalam
masyarakatnya, di Indonesia juga berlaku hukum adat sebagai hukum asli. Belum lagi
penetrasi ajaran-ajaran hukum Islam dalam kehidupan bangsa Indonesia sebagai
konsekuensi penduduknya yang mayoritas muslim. Sehingga di beberapa daerah hukum
adat turut pula dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran Islam.
Sebagai negara yang menganut civil law sistem, Indonesia mengedepankan hukum
positif sebagai patokan dalam menjalankan tugas-tugas negara dan juga dalamm sistem
peradilannya. Apabila Sebagai negara yang menganut civil law sistem, Indonesia
mengedepankan hukum positif sebagai patokan dalam menjalankan tugas-tugas negara
dan juga dalam sistem peradilannya. Apabila konsep negara hukum Indonesia dengan
civil law sistemnya diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip idealnya maka rule of law
sudah pasti akan dapat terwujud. Dan civil law sistem yang dianut merupakan sistem
yang telah menjadi dasar tata hukum di sini. Rule of law yang menjadi konsep hukum
dan keadilan dari negara-negara common law merupakan suatu tatanan yang sifatnya

13
baru bagi sistem hukum kita saat ini.
Tampak dari gambaran di atas, Indonesia adalah penganut pluralisme hukum,
meliputi; Hukum Adat, Hukum Islam, Civil Law, dan Common Law yang kesemuanya
hidup berdampingan. Keanekaragaman sistem hukum yang ada menjadikan
pembangunan hukum di Indonesia sulit untuk diciptakannya suatu unifikasi hukum
yang berlaku menyeluruh. Unifikasi hanya terbatas pada bidang-bidang hukum yang
netral, seperti ekonomi, perdagangan, perburuhan, dan pidana.
Setelah Indonesia merdeka dan mulai masuknya investasi asing, lambat laun
pengaruh common law menginfiltrasi perkembangan hukum di Indonesia. Akibatnya di
Indonesia terdapat pluralisme hukum, meliputi; Hukum Adat, Hukum Islam, Civil Law
dan Common Law yang kesemuanya hidup berdampingan. Sehingga perkembangan
hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman agama, adat, masyarakat
dan sistem hukum yang hidup di Indonesia itu sendiri, civil law, common law, maupun
hukum-hukum adat yang ada
Sistem hukum di Indonesia saat ini merupakan sistem hukum yang didasarkan pada
asas konkordasi, yakni menerima secara sukarela untuk memperlakukan sistem hukum
yang berasal dari daratan Eropa Kontinental. Namun Indonesia juga memiliki beragam
tradisi dalam masyarakatnya, yang di dalamnya berlaku hukum adat sebagai hukum
asli. Belum lagi penetrasi ajaran-ajaran hukum Islam yang di beberapa daerah turut
mempengaruhi hukum adat.
Setelah Indonesia merdeka dan mulai masuknya investasi asing, lambat laun
pengaruh common law menginfiltrasi perkembangan hukum di Indonesia. Akibatnya di
Indonesia terdapat pluralisme hukum, meliputi; Hukum Adat, Hukum Islam, Civil Law
dan Common Law yang kesemuanya hidup berdampingan. Sehingga perkembangan
hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman agama, adat, masyarakat
dan sistem hukum yang hidup di Indonesia itu sendiri, civil law, common law, maupun
hukum-hukum adat yang ada.

2.10. Asas Legalitas Common Law


Penerapan asas legalitas memiliki variasi yang beragam antar satu negara dengan
negara lainnya, tergantung apakah sistem pemerintahan yang berlaku di negara
bersangkutan bersifat demokratis atau tiranis. Variasi juga tergantung pada keluarga
hukum yang dianutnya. Sistem Eropa Kontinental cenderung menerapkan asas

14
legalitas lebih kaku daripada penerapannya di negara-negara yang menganut sistem
Common law, karena di negara-negara Eropa Kontinental asas legalitas menjadi alat
untuk membatasi kekuasaan negara.34 Di negara- negara yang menggunakan sistem
Common Lawasas legalitas tidak begitu menonjol, karena prinsip-prinsip rule of law
telah tercapai dengan berkembangnya konsep due proses of law yang didukung oleh
hukum acara yang baik. Dalam hal ini analogi tidak dijinkan tetapi bahkan menjadi
basis pembaharuan Common Law. Amerika Serikat lebih ketat dalam membatasi
analogi dan berlakunya asas retroaktif hanya dalam hukum acara, khususnya hukum
pembuktian.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Common Law memiliki karakteristik yakni:

1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama

2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/SistemPrecedent

3. Adversary System Dalam Proses Peradilan

pada Common Law System, pemisahan secara tegas antara hukum publik dan Hukum
Privat tidak dinyatakan secara tegas. Namun demikian sumber-sumber hukum itu
15
(putusan hakim, kebiasaaan, dan peraturan tertulis) tidak tersusun sistematis dalam
hierarki tertentu sebagaimana yang berlaku pada sistem hukum Eropa Kontinental.
Dalam Sistem Hukum ini “peranan” yang diberikan kepada seorang hakim “tidak
hanya” sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan
hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata
kehidupan dan menciptakan prinsip hukum yang baru atau disebut dengan
yurisprudensi.

3.2 Saran

Menurut saya kita sebagai mahasiswa ilmu hukum kita harus mengetahui lebih dalam
tentang Sistem Hukum Common Law dan Sistem Hukum lainnya juga
memahaminya lebih dalam lagi.

DAFTAR PUSAKA

http://scholar.unand.ac.id/34666/2/BAB%20I.pdf
https://lifeiskindofblessing.blogspot.com/2017/10/civil-law-pengertian-
karakteristik.html
https://indraprastabagus.wordpress.com/2016/10/12/makalah- sistem-hukum-
common-law/ https://annisawally0208.blogspot.com/2015/09/sistem- hukum-
common-law.html

Buku
Dr. Nurul Qamal.2010. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradaban Civil law Syistem dan
16
common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi.

Sripuji Ningsih. 2012. Konsep Hukum Indonesia di Masa Sekarang. Pekalongan:FHU.


Peter de Cruz. 2010. Perbandingan Sistem Hukum. Bandung: Nusamedia.

Makalah
Kelompok V. 2012. Makalah Sejarah Civil law dan Common Law System,hubungannya
dan Perkembangan Hukum di Indonesia.

Internet
Fariza Eupho. Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Eropa Kontinental, diakses
melalui http://eupholaw.blogspot.co.id/2014/10/sistem-hukum-anglo-saxon-dan-
sistem.html, pada tanggal 18 Nofember 2017. Pukul 17.23 Wita

HaniBlush. 2010.Hukum Tanah Inggrs Anglo Saxon, diakses dari


http://hanyblush.blogspot.co.id/2010/09/hukum-tanah-inggris-anglo-saxon.html,
pada tanggal 20 Nofember 2017. Pukul 12.32 Wita

Rahma. 2012. Sistem hokum Anglo Saxon, diakses dari


http://rahmalways.blogspot.co.id/2012/05/sistem-hukum-anglo-saxon_22.htm, pada
tanggal 19 Nofember 2017. Pukul 06.15 Wita
ELSAM. 2005. Asas Legalitas KUHP Dalam Rancangan 2005. Posistion Paper Advokasi RUU
KUHP Seri 1. Jakarta.

17
1
ii

Anda mungkin juga menyukai