Anda di halaman 1dari 20

Kisi2 ilper

1. Sistem hukum yang saya ketahui, adalah suatu kesatuan yang terdiri dari anasir-anasir yang
mempunyai interelasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut atau juga
dapat diartikan sebagai suatu kesatuan sistem yang tersusun atas integralitas berbagai komponen
sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan
hubungan yang saling terkait, bergantung, memengaruhi, bergerak dalam kesatuan proses, yaitu
proses sistem hukum, untuk mewujudkan tujuan hukum

2. ● Pengertiannya ialah, Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri
dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan
secara erat.
● macam macam sistem hukum:
- Sistem Hukum Eropa Kontinental
- Sistem Hukum Anglo Saxis (Anglo Amerika)
- Sistem hukum adat/kebiasaan
- Sistem Hukum Agama (Islam).

3. Sistem hukum anglo saxon pada hakikatnya bersumber pada :


a. Custom/kebiasaan.
Merupakan sumber hukum tertua, oleh karena ia lahir dari dan berasal dari sebagian hukum
Romawi, custom ini tumbuh dan berkembang dari kebiasaan suku anglo saxon yang hidup pada
abad pertengahan.
b. Legislation/Peraturan.
Berarti undang-undang yang dibentuk melalui parlemen. undang-undang yang demikian
tersebut disebut dengan statutes. Sebelum abad ke 15, legislation bukanlah merupakan salah satu
sumber hukum di Inggris, klarena pada waktu itu undang-undang dikeluarkan oleh raja dan
Grand Council (terdiri dari kaum bangsawan terkemuka dan penguasa kota, dan pada sekitar
abad ke 14 dilakukan perombakan yang kemudian dikenal dengan parlemen.
c. Case-Law/Kasus Hukum.
Sebagai salah satu sumber hukum, khsusnya dinegara Inggris merupakan ciri karakteristik yang
paling utama

4. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”.
Prinsip dasar itu dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
“kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan
hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang
tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak
dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim
hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas
wewenangnya”. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja
5. Beberapa perbedaan antara sistem hukum eropa kontinental dengan sistem anglo saxon
sebagai berikut :
1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang sistem
hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.
2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh
perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon dikembangkan melalui praktek
prosedur hukum.
3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang
menurut sistem hukum anglo saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh
masyarakat.
4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian
sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem hukum eropa kontinental
sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung digunakan untuk penyelesaian perkara
menurut sistem hukum anglo saxon.
5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi kaidah
sedang pada sistem hukum anglo saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk mengoreksi,
yaitu lembaga equaty. Lembaga ibi memberi kemungkinan untuk melakukan elaborasi
terhadap kaidah-kaidah yang ada guna mengurangi ketegaran.

6. Sistem hukum Islam bersumber kepada:


1. Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi
Rasul Allah Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril.
2. Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadis)
mengenai Nabi Muhammad.
3. Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara kerja
(berorganisasi)
4. Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan diantara dua
kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode ilmu hukum berdasarkan deduksi
dengan menciptakan atau menarik suatu garis hukum baru dari garis hukum lama
dengan maksud memberlakukan yang baru itu kepada suatu keadaan karena
persamaan yang ada.

7. Bila diperhatikan berbagai definisi yang dikemukakan oleh berbagai ulama tentang kriteria
penetapan sesuatu sebagai hukum syar’i, maka dapat dikatakan:
1. Menurut ulama ushul fiqh, bahwa nash/teks dari pembuat syara’ (Allah dan RasulNya)
itulah yang dikatakan hukum syar’i. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 10, ‫واقيم>>وا الص>>الة‬
(Dirikanlah sholat). Jadi perkataa aqiimussholah itulah yang menjadu hukum syar’i.
2. Sedangkan menurut ulama Fiqh, bukan nash itu yang dimaksud dengan hukum syar’i,
malainkan efek dari kandungan perkataan aqiimusshlolah itulah yang mengakibatkan
terjadinya hukum syar’i.
3. Jadi ulama ushul fiqh mengatakan bahwa firman (perintah wajib sholat) itulah yang
dikatakan hukum syar’i, berbeda dengan ahli fiqh yang mengatakan bahwa wajib
sholatlah yang yang dikatakan hukum syar’i.
4. Hukum syar’i/syara’ yang di Indonesia lebih sering dipakai istilah hukum Islam adalah
kata yang tidak dikenal dalam ajaran Islam sendiri, tetapi istilah yang dipakai adalah
hukum syar’i, hukum syara’, hukum syari’at, hukum syari’ah, syari’at Islam, atau fiqh
(Islam).

8. Ilmu perundang-undangan terbagi atas:


a. Proses perundang-undangan (gezetsgebungsverfahren) : meliputi beberapa tahapan
dalam pemnbentukan perundang-undangan seperti tahap persiapan, penetapan,
pelaksanaan, penilaian dan pemaduan kembali produk yang sudah jadi.
b. Metode prundang-undangan (gezetsgebungsmethode) : ilmu tentang pembentukan jenis
norma hukum yang teratur untuk dapat mencapai sasarnannya. Pengacuannya kepada hal-
hal yang berhubungan dengan perumusan unsur dan struktur suatu ketentuan dalam norma
seperti objek norma, subjek norma, operator norma dan kondisi norma.
c. Teknik perundang-undangan (gezetsgebungstechnic) : Teknik perundang-undangan
mengkaji hal-hal yg berkaitan dengan teks suatu perundang-undangan meliputi bentuk luar,
bentuk dalam, dan ragam bahasa dari peraturan perundang-undangan.

9. kegunaan lain ilmu perundang-undangan yaitu :


1. Memudahkan praktik hukum, terutama bagi kalangan akademisi, praktisi hukum
maupun pemerintah.
2. Memudahkan klasifikasi dan dokumentasi peraturan perundang-undangan
3. Memberikan kepastian hukum dalam pembentukan hukum nasional
4. Mendorong munculnya suatu produk peraturan perundang-undangan yang
baik.

10. “. Ilmu tersebut merupakan ilmu yang interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik
dan sosiologi yang secara garis besar menjadi dua bagian,yaitu :
1. Teori perundang-undangan yang disebut “Gesetzgebungs”, yaitu teori yang berorientasi
untuk mencari kejelasan dan kejernihan pengertian-pengertian yang bersifat kognitif.
2. Ilmu perundang-undangan yang disebut “Gesetzgebungslehre”, yaitu teori yang
berorientasi untuk melakukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang
bersifat normatif.
Ilmu perundang-undangan dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Gesetzgebungs verfahren (proses perundang-undangan);
b. Gesetzgebungs methode (metode perundang-undangan);
Gesetzgebungs technik (teknik perundang-undangan).
11. istilah dan pengertian peraturan peruuan menurut beberapa ahli antara lain:

 Menurut Burrkardt Krems, Ilmu Pengetahuan perundang-undangan (Gezetzgebungswissen-


schaft), merupakan ilmu interdisipliner yang berhubgan dengan ilmu politik dan sosiologi.
 A. Hamid S. Attamimi dapat mengacu kepada dua pengertian. Pertama, perbuatan membentuk
peraturan negara, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Kedua, keseluruhan hasil atau
produk dari perbuatan membentuk peraturan negara.
 Bagir Manan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah keputusan tertulis negara atau
pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara
umum.

12. ilmu pengetahuan perundang undangan dapat dikembangkan melalui Pendidikan karena ada 2
alasan, yaitu alasan teoritis dan alasan praktis.

 Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pendidikan hukum pada fakultas hukum seluruh
Indonesia, terutama untuk latihan keterampilan bagi mahasiswa di bidang ilmu perundang-
undangan, pendidikan klinis hukum, legal drafting.
 Mengetahui dan memenuhi kebutuhan tata cara perancangan dan pemebntukan peraturan
perundang-undangan ditingkat pusat ataupun tingkat daerah.

13. dalam pembutukan undang2, ada 3 prinsip yg perlu di perhatikan, yaitu:

 Kesetian kepada cita-cita sumpah pemuda,proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945


dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pancasila serta nilai-nilai konstitusional dalam
Undang-Undang Dasar RI tahun 1945.
 Terselenggaranya negara hukum Indonesia yang demokratis, adil, sejahtera, dan damai.
 Dikembangkannya norma hukum dan pranata hukum baru dalam rangka mendukung dan
melandasi masyarakat secara berkelanjutan, tertib, lancer,dan damai, serta mengayomi seluruh
tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia.

14. adapun visi Pembangunan hukum nasional?

terwujudnya negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional
dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran
yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa,serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan,perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

15. untuk mencapai visi tersebut, prolegnas disusun dengan misi sebagai berikut:

 Mewujudkan materi hukum segala bidang dalam rangka penggantian terhadap peraturan
perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang masih tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan, dan kebenaran dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
 Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum.
 Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral, dan berintegritas tinggi.
 Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi, dan berwibawa.

16. kebijakan program legislasi nasional diarahkan untuk sbg berikut:


1.Membentuk peraturan perundang-undangan di bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, pembagunan daerah, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup, pertahanan dan keamanan

2.Mengganti peraturan peundang-undangan peninggalan kolonial dan menyempurnakan peraturan


perundang-undangan yang ada yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

3.Mempercepat proses penyelesaian rancangan undang-undang yang sedang dalam proses pembahasan
dan membentuk undang-undang yang diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar.

4.Membentuk peraturan perundang-undangan yang baru untuk mempercepat informasi, mendukung


pemulihan ekonomi, perlindungan hak asasi manusia, dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme dan kejahatan transnasional.

5.Meratifikasi secara selektif kondisi internasional

6.Membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan
zaman.

7.Memberikan landasan yuridis bagi penegakan hukum secara tegas, professional, dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender.

8.Menjadikan hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan di segala bidang

17.bagir manan yg menguntip pendapat P.J.P. tak tentang wet in materiele zin,melukiskan pengertian
perundang undangan dalam arti material yg esensinya sbg berikut:

 Peraturan perundang-undangan yang berbentuk tertulis. Karena merupakan keputusan tertulis,


maka peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum lazim disebut sebagai hukum
tertulis (geschrevenrecht, written law).
 Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan,
organ) yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku mengikat umum
(aglemeen).
 Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan harus selalu
mengikat semua orang.

18.beberapa pengertian norma atau kaidah, menurut para ahli antara lain sbg berikut:

 Jimly Asshidiqie mengemukakan bahwa “norma atau kaidah merupakan pelembagaan nilai-nilai
baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran, atau perintah”.
 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyatakan bahwa pada umumnya norma hukum
berisikan : suruhan, larangan,kebolehan.
 Maria Farida Indrati Soeprapto, mengatakan bahwa : “norma adalah suatu ukuran yang harus
dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan
lingkungannya”.
 Sudukno Mertokusumo, mengatakan bahwa : “kaidah pada hakikatnya merupakan perumusan
suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak
dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan”.
 I Gde Pantja Astawa dan Surin Na’a, mengemukakan : “norma atau kaidah dapat diartikan
sebagai patokan atau standar yang dibutuhkan dan harus dipatuhi oleh manusia sebagai individu
dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan nilai-nilai tertentu yang berisikan perintah atau
larangan”.

19.dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat bermacam- macam norma yg diakui keberadaannya dlm
mengatur perilaku kehidupan Bersama, yaitu:

Norma agama, norma kesusilaan,norma kesopanan, norma hukum.

20. fungsi dan norma hukum mencakup 3 hal, perbedaan norma hukum dan norma lainnya?

 adanya paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi pelanggarnya (biasanya berupa
sanksi fisik yang dapat dipaksakan oleh alat negara);
 bersifat umum,yaitu berlaku bagi siapa saja.

FUNGSINYA MANA YA KOK GA NEMU

Disebutkan pula perbedaan norma hukum dengan norma-norma lainnya sebagaimana

21. norma atau kaidah hukum dapat dibedakan atas beberapa kelompok norma atau kaidah, yaitu :

 Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual


Norma hukum umum adalah norma hukum yang ditujukan kepada semua orang, dan
biasanya dirumuskan dengan kalimat : “barang siapa . . .dan seterusnya”, “setiap orang . .
.dan seterusnya”, atau “setiap warga negara . . .dan seterusnya”.
Sedangkan norma hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan kepada
seseorang, beberapa orang, atau kelompok orang tertentu.
 Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit
Norma hukum abstarak adalah norma hukum yang dalam perumusannya masih bersifat
abstrak, seperti : “. . . mencuri . . .dan seterusnya”, “. . . menebang . . . dan seterusnya”.
Sedangkan norma hukum konkrit adalah norma hukum dimana perbuatan yang
dirumuskan bersifat konkrit atau riil, misalnya : “. . .mencuri sepeda motor dengan merk
Honda Supra X berwarna biru dirumah . . . dan seterusnya”, “. . . membunuh Dodot
dengan pisau . . . dan seterusnya”.
 Norma Hukum Einmahlig dan Norma Hukum Duerhaftig
Norma hukum einmahlig adalah norma hukum yang berlaku sekali selesai. Contohnya,
norma hukum yang tercantum dalam SIM, surat keputusan pengangkatan pegawai atau
pejabat, dan lain-lain.
Sedangkan norma hukum duerhaftig adalah norma hukum yang berlaku terus menerus
dan tidak dibatasi oleh waktu, kecuali karena dicabut dan/atau diganti dengan norma
hukum/peraturan lain.
 Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan
Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri atau suatu norma hukum
yang tidak diikuti oleh norma hukum lain. Isinya hanya merupakan dan bersifat suruhan
untuk bertindak atau bertingkah laku. Contoh : Kepala Daerah memegang jabatan selama
lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk
satu kali masa jabatan”.
Sedangkan norma hukum berpasangan adalah norma hukum yang terdiri dari beberapa
norma hukum, yaitu norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum
sekunder merupakan norma penanggulangan atau penegakan jika norma hukum primer
tidak dilaksanakan atau tidak ditaati. Contoh norma hukum berpasangan : “Siapa saja
dilarang berjualan . . . . . . . . . dihukum dengan kurungan tiga bulan atau denda lima
puluh juta rupiah”. Dalam rumusan tersebut, kata dilarang berjualan merupakan norma
hukum primer, sedangkan kata kurungan tiga bulan merupakan norma hukum sekunder
atau norma pelaksana.

22. GAK KEFOTO SOAL NYA

23. di bawah ini kami kemukakan 6 (enam) macam – macam norma menurut daya pengikat

. Norma cara atau usage, Norma cara atau usage adalah satu dari 6 norma yang memiliki daya
pengikat yang sangat lemah dikarenakan bersifat individualis dan sanksi yang diberikan bagi
anggota masyarakat yang melanggar norma cara terbilang cukup ringan yaitu hanya cemohan
dan celaan atau ejekan. Contoh dari norma cara adalah cara seorang dalam masyarakat dalam
menulis, umumnya ada yang menggunakan tangan kanan dan ada juga yang menggunakan
tangan kiri.
b. Norma Adat Istiadat (Custom), Pengertian norma adat istiadat atau custom adalah tata
kelakukan yang kekal dan terintegrasi kuat dengan pola pola perilaku masyarakat. Sanksi
yang diberikan bagi pelanggaran terhadap norma adat istiadat bervariasi mulai dari
pengucilan, membayar denda, dan banyak sanksi lain yang ditentukan oleh aturan aturan adat
istiadat yang dimiliki suatu masyarakat.
c. Norma Kebiasaan (Folkways), Pengertian norma kebiasaan adalah pedoman tentang cara
cara berbuat yang diperoleh dari perbuatan yang diulang ulang dalam bentuk sama oleh
banyak orang dan menyukai perbuatan tersebut. Sanksi yang ada bagi pelanggar norma
kebiasaan adalah celaan dan hukuman ringan.
d. Norma Hukum (Laws), Pengertian norma hukum adalah pedoman atau ketentuan hukum
yang mengatur individu dalam masyarakat yang tertulis ataupun tidak tertulis yang dicirikan
oleh adanya penegak hukum dan adanya sanksi yang bersifat menertibkan dan menyadarkan
pelaku pelanggar norma hukum. Contoh norma hukum seperti Undang Undang tentang Pers
(baca pengertian pers).
e. Norma tata kelakukan atau norma moresPengertian norma tata kelakuan adalah pedoman
untuk anggota masyarakat yang ada karena adanya ajaran ajaran agama, akhlak, filsafat
ataupun kebudayaan yang mengatur. Sanksi tata kelakuan juga terbilang ringan yaitu dengan
membayar denda ataupun hanya bersanksi perasaan berdosa.
f. Norma mode atau norma fashion, Pengertian norma fashion adalah norma yang ada karena
hadirnya cara dan gaya anggota dalam masyarakat yang cenderung berubah, bersifat baru dan
cenderung diikuti masyarakat. Norma fashion ini berhubungan erat dengan sandang pangan
yang berlaku saat itu seperti pakaian, potongan rambut, mobil dan lainnya yang menghias
anggota masyarakat.

24. norma yang mengatur masyarakat secara garis besar ada dua macam yaitu norma formal dan norma
nonformal.
a. Norma Formal
adalah aturan dan ketentuan dalam kehidupan bermasyarakat yang ada ataupun dibuat oleh
lembaga lembaga dan institusi yang bersifat formal atau resmi. Dengan kata lain, norma
formal memiliki kepercayaan lebih tinggi tentang kemampuannya dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat karena dibuat oleh lembaga lembaga formal. Norma formal contohnya
konstitusi, surat keputusan, peraturan pemerintah, perintah presiden.
b. Norma Non formal
adalah aturan dan ketentuan ketentuan dalam hidup bermasyarakat yang tidak diketahui
bagaimana dan siapa yang menerangkan norma tersebut. Ciri norma non formal tersebut
adalah tidak tertulis atau bilapun tertulis hanya sebagai karya sastra, bukan dalam bentuk
aturan baku yang disertakan dengan pembuat aturan tersebut. Selain itu, norma non-formal
memiliki jumlah yang lebih banyak dikarenakan banyaknya variabel yang ada dalam norma
non-formal.

25. teori nawinsky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtstordnung. Susunan norma
menurut teori tersebut adalah

 Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);


 Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);
 Undang-undang formal (formell gesetz); dan
 Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).
26. A. Hamid S. Attamimi kemudian membandingkan teori dengan Hans Nawiasky itu dengan teori hans
kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia dan mengemukakan suatu struktur
tata hukum Indonesia sbg berikut

1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).


2. Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan.
3. Formell gesetz: Undang-Undang.
4. Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan
Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

27. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-
Undang. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI
yaitu :
1) UUD1945;
2) TapMPR;
3) UU;
4) PeraturanpemerintahpenggantiUU;
5) PP;
6) Keppres;
7) PeraturanDaerah;
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan. Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) UU/Perppu;
3) PeraturanPemerintah;
4) PeraturanPresiden;
5) PeraturanDaerah.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Ketetapan MPR;
3) UU/Perppu;
4) Peraturan Presiden;
5) Peraturan Daerah Provinsi;
6) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

28. Jenis peraturan perundang-undangan selain tersebut di atas mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh:
 Majelis Permusyawaratan Rakyat;
 DPR;
 DPD;
 Mahkamah Agung;
 Mahkamah Konstitusi;
 Badan Pemeriksa Keuangan;
 Komisi Yudisial;
 Bank Indonesia;
 Menteri;
 Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau
pemerintah atas perintah undang-undang;
 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi;
 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota;
 Gubernur;
 Bupati/Walikota;
 Kepala Desa atau yang setingkat.
 Peraturan Perundang-undangan sebagaimana di atas diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

29. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan.


- Materi Muatan Konstitusi/UUD. Materi muatan konstitusi biasanya dapat dikelompokkan
menjadi tiga yakni;
i). adanya pengaturan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia dan Warga Negara,
ii). adanya pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar, dan
iii). adanya pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang mendasar.
Menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar berpendapat bahwa lazimnya suatu Undang-
Undang Dasar hanya berisi:
a. Dasar-dasar mengenai jaminan terhadap hak-hak dan kewajiban penduduk atau warga
negara.
b. Dasar-dasar susunan atau organisasi negara.
c. Dasar-dasar pembagian dan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara.
d. Hal-hal yang menyangkut identitas negara, seperti bendera dan bahasa nasional.
- Materi muatan Ketetapan MPR, Ketetapan MPR atau disingkat TAP MPR
merupakan bentuk putusan MPR yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan
(beschikking). Dahulu sebelum perubahan atau amandemen UUD 1945, Ketetapan MPR
merupakan Peraturan Perundangan yang secara hirarki berada di bawah UUD 1945 dan
di atas Undang-Undang.
- Materi muatan yang harus diatur dengan UndangUndang berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (Tindak lanjut atas putusan Mahkamah
Konstitusi dilakukan oleh DPR atau Presiden); dan/atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
- Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang sama dengan materi
muatan Undang-Undang.
- Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
- Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang,
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
- Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundangundangan yang lebih tinggi.

30. Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
d. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
e. Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman
pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada huruf d sesuai dengan
yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
31. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Rancangan
undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. Rancangan
undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diajukan oleh Anggota, komisi, atau gabungan komisi.

32. Asas-asas Peraturan Perundang-Undangan


Prof.Purnadi Purbacaraka dan Prof.Soerjono Soekanto, meperkenalkan enam asas sebagai
berikut :
a. Undang-undang tidak berlaku surut;
b. UU yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi pula;
c. UU yang bersifat khusus mengenyampingkan UU yang bersifat umum (lex
specialis derogat legi generalis);
d. UU yang berlaku belakangan mengenyampingkan UU yang berlaku terdahulu
(lex posterior derogat legi priori);
e. UU tidak dapat diganggu gugat;
f. UU sebagai saran untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu,melalui pembaharuan
atau pelestarian (asas welvaarstaat).

33. teori tata urutan (hirarki) peraturan perundang-undangan sebagaimana ditentukan oleh Hans
Kelsen, terdapat asas-asas atau prinsip-prinsip tata urutan, yaitu bahwa :
a. Perundang-undangan yang rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau
mengenyampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih
tinggi,tetapi yang sebaliknya dapat.
b. Perundang-undangan hanya dapat dicabut,diubah,atau ditambah oleh atau dengan
perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi tingkatannya.
c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak
mempunyai tingkatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tetap berlaku dan mempunyai
kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah, ditambah, diganti, atau dicabut
oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
d. Materi yang seharusnya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih rendah. Tetapi
hal yang sebaliknya dapat.
34. menurut I.C. van der Vlies dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving dibagi dalam
dua kelompok yaitu:
Asas-asas formil:
1) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling), yakni setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk apa
dibuat;
2) Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan), yakni setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan
perundagundagan yang berwenang; peraturan perundangundangan tersebut dapat
dibatalkan (vernietegbaar) atau batal demi hukum(vanrechtswege nieteg), bila dibuat oleh
lembaga atau organ yang tidak berwenang;
3) Asas kedesakan pembuatan pengaturan (het noodzakelijkheidsbeginsel);
4) Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het beginsel van uitvoerbaarheid), yakni setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada perhitungan bahwa
peraturan perundang-undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara efektif di
masyarakat karena telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis
sejak tahap penyusunannya;
5) Asas konsensus (het beginsel van de consensus).
Asas-asas materiil:
1) Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologie en
duidelijke systematiek);
2) Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);
3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel);
4) Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);
5) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuele
rechtsbedeling).

35. A. Hamid S Attamimi menurutnya asas material terdiri:


1. asas sesuai dengan cita hukum dan norma fundmental negara.
2. asas sesuai dengan hukum dasar negara.
3. asas sesuai dengan prinsip negara hukum.
4. asas sesuai dengan prinsip negara berdasar konstitusi.
5. asas keadilan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
6. asas ketertiban, perdamaian, pengayoman dan perikemanusiaan
36. asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
1) “asas kejelasan tujuan” , bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;
2) “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” , bahwa setiap jenis Peraturan
Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang,
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang;
3) “asas kesesuaian antara jenis,hierarki, dan materi muatan” , bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi
muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan;
4) “asas dapat dilaksanakan”, bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis;
5) “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan”, bahwa setiap Peraturan perundang-undangan
dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
6) “asas kejelasan rumusan”, bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya;
7) “asas keterbukaan”, bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai
dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

37. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:


1) “asas pengayoman”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat;
2) “asas kemanusiaan”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;
3) “asas kebangsaan”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4) “asas kekeluargaan”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
5) “asas kenusantaraan”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan
senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi muatan
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
6)asas bhinneka tunggal ika”, bahwa Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah
serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
7) “asas keadilan” , bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara;
8) “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” , bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial;
9) “asas ketertiban dan kepastian hukum”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian;
10) “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan”, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,
antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara;
11) “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan”, antara lain:
1. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas
pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
2. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

38. Pengertian Kewenangan.


Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang
diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan
melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan lain.

39. Sumber-Sumber Kewenangan.


Hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan hukum.
Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasar atas kekuasaan yang sah pada dasarnya bukanlah
hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah. Sebaliknya hukum itu sendiri pada
hakikatnya adalah kekuasaan. Kalau dikatakan hukum itu adalah kekuasaan tidak berarti
kekuasaan itu adalah hukum. ) Sehingga pelaksanaan suatu kekuasaan harus bersumber dari
hukum.

40. Secara teori terdapat tiga cara untuk memperoleh kewenangan yakni atribusi (atributie), delegasi
(delegatie) dan mandat (mandaat). Atribusi (atributie) adalah wewenang pemerintahan yang diperoleh
dari peraturan perundang-undangan, artinya wewenang pemerintah dimaksud telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, wewenang ini kemudian disebut sebagai asas legalitas
(legalitiebeginsel), wewenang ini dapat didelegasikan. Delegasi (delegatie) adalah wewenang yang
diperoleh atas dasar pelimpahan wewenang dari badan/organ pemerintahan yang lain. Sifat wewenang
delegasi adalah pelimpahan yang bersumber dari wewenang atribusi (atributie) akibat hukum ketika
wewenang dijalankan menjadi tanggung jawab penerima delegasi (delegataris). Mandat (mandaat)
adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan rutin antara atasan dengan
bawahan, kecuali dilarang secara tegas oleh peraturan perundang-undangan. Ditinjau dari segi tanggung
jawabnya maka pada wewenang mandat (mandaat) tanggung jawab dan tanggunggugat tetap berada
pada pemberi mandat (mandans), penerima mandat (mandataris) tidak dibebani tanggung jawab dan
tanggunggugat atas wewenang yang dijalankan.

41. 3 Prinsip dalam pembentukan UU yaitu:


1. Kesetian kepada cita-cita sumpah pemuda,proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945 dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pancasila serta nilai-nilai
konstitusional dalam Undang-Undang Dasar RI tahun 1945.
2. Terselenggaranya negara hukum Indonesia yang demokratis, adil, sejahtera, dan damai.
3. Dikembangkannya norma hukum dan pranata hukum baru dalam rangka mendukung
dan melandasi masyarakat secara berkelanjutan, tertib, lancer,dan damai, serta
mengayomi seluruh tumpah darah dan segenap bangsa Indonesia.
Adapun visi pembangunan hukum nasional, yaitu terwujudnya negara hukum yang adil
dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional dengan membentuk
peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran yang
mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa,serta tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi, dan
keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

42. Untuk mencapai visi :


1. Mewujudkan materi hukum segala bidang dalam rangka penggantian terhadap peraturan
perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang masih tidak sesuai
dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan, dan
kebenaran dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
2. Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum.
3. Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, profesional, bermoral, dan berintegritas
tinggi.
4. Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi, dan berwibawa.
43. Kebijakan program Legislasi:

1. Membentuk peraturan perundang-undangan di bidang hukum, ekonomi, politik, agama,


pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, pembagunan daerah,
sumber daya alam, dan lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan sebagai
pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Mengganti peraturan peundang-undangan peninggalan kolonial dan menyempurnakan
peraturan perundang-undangan yang ada yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman.
3. Mempercepat proses penyelesaian rancangan undang-undang yang sedang dalam proses
pembahasan dan membentuk undang-undang yang diperintahkan oleh Undang-Undang
Dasar.
4. Membentuk peraturan perundang-undangan yang baru untuk mempercepat informasi,
mendukung pemulihan ekonomi, perlindungan hak asasi manusia, dan pemberantasan
korupsi, kolusi, dan nepotisme dan kejahatan transnasional.
5. Meratifikasi secara selektif kondisi internasional yang diperlukan untuk mendukung
pembangunan ekonomi, demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia serta
pelestarian lingkungan hidup.
6. Membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
kemajuan zaman.
7. Memberikan landasan yuridis bagi penegakan hukum secara tegas, professional, dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan
gender.
8. Menjadikan hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan di segala bidang
yang mengabdi kepada kepentingan rakyat, bangsa, dan negara yang mewujudkan
prinsip keseimbangan antara ketertiban, legitimasi, dan keadilan.

44. Tujuan legislasi:

1. mempercepat proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bagian


dari pembentukan sistem hukum nasional;
2. membentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan perekat bidang
pembangunan lainnya serta mengaktualisasikan fungsi hukum sebagai sarana
rekayasa sosial pembangunan,instrumen pencegah/penyelesaian
sengketa,pengatur perilaku anggota masyarakat dan sarana pengintegrasian
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. mendukung upaya dalam rangka mewujudkan supremasi hukum,terutama
penggantian terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum
nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat;
4. menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah ada,yang tidak
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat;
5. membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat.

45. Sifat n ciri UU

 Peraturan perundang-undangan dalam wujud peraturan tertulis


 Peraturan perundang-undangan dibentuk, ditetapkan, dan di keluarkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang baik di tingkat pusat maupun didaerah
 Peraturan perundang-undangan berisi aturan pola tingkah laku atau norma hukum.
 Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum dan menyeluruh

46. Landasan hukum peraturan UU

a. Landasan Filosofis, adalah peraturan perundang-undangan dapat dikatakan memiliki


landasan filosofis, apabila rumusannya atau normanya mendapatkan pembenaran dikaji
secara filosofis. Jadi, alasan sesuai dengan cita-cita pandangan hidup manusia dalam
pergaulan hidup bermasyarakat dan sesuai cita-cita kebenaran, keadilan, jalan kehidupan
(way of life), filsafat hidup bangsa, serta kesusilaan.

b. Landasan Sosiologis, adalah Suatu peraturan perundang-undangan dapat dikatakan


memiliki landasan sosiologis jika sesuai dengan keyakinan umum, kesadaran hukum
masyarakat, tata nilai, dan hukum yang hidup dimasyarakat agar peraturan yang dibuat dapat
dijalankan.

c. Landasan Yudiris, adalah Peraturan perundang-undangan dapat dikatakan memiliki


landasan yudiris jika terdapat dasar hukum, legalitas atau landasan yang terdapat dalam
ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya.

d.Landasan Politis, Landasan politis ialah garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar
selanjutnya bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan pegarahan ketatalaksanaan pemerintahan
negara. Hal ini dapat diungkapkan pada garis politik seperti pada masa Orde Baru yang
tertuang dalam GBHN atau pada masa Reformasi tertuang dalam Prolegnas dan Prolegda.
Ini memberikan pengarahan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan
dibuat oleh badan yang berwenang. Atau dapat juga tertuang dalam kebijakan nasional
sebagai arah kebijakan pemerintah yang akan ditempuh selama pemerintahannya ke depan.
Kebijakan ini tertuang dalam kebujakan Perencanaan Pembangunan Nasional (Propenas).
Semua itu dapat dikatakan sebagai pijakan atau landasan politik yang akan ditempuh oleh
negara.

47. Proses pembentukan UU

Proses perundang-undangan (gezetsgebungsverfahren) : meliputi beberapa tahapan


dalam pemnbentukan perundang-undangan seperti tahap persiapan, penetapan,
pelaksanaan, penilaian dan pemaduan kembali produk yang sudah jadi.

48. kerangka peraturan UU: (smg kita gadpt soal ini karna jwbnnnya AAAAnjing PANJANG BGT!FAKK!!)

A. Judul
1. Judul Peraturan Perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor
tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang-undangan.
2. Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi
Peraturan Perundang-undangan.
3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan ditengah margin tanpa
diakhiri tanda baca. Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
4. Pada judul Peraturan Perundang-undangan perubahan ditambahkan frase perubahan
atas depan nama Peraturan Perundang-undangan yang diubah. Contoh : UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
5. Jika Peraturan Perundang-undangan telah diubah lebih dari satu kali, diantara kata
perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali
perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa memerinci perubahan sebelumnya.
Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR . . . TAHUN . . .
TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR . . .
TAHUN . . . TENTANG . . .
6. Jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, Peraturan
Perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat Peraturan
Perundang-undangan yang diubah.Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR . . . TAHUN . . . TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984
7. Pada judul Peraturan Perundang-undangan pencabutan disisipkan kata pencabutan
didepan nama Peraturan Perundang-undangan yang dicabut.
Contoh :UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1985
TENTANG PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1970
TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PERDAGANGAN BEBAS DAN
PELABUHAN BEBAS SABANG
8. Pada judul Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) yang
ditetapkan menjadi Undang-undang, ditambahkan kata penetapan didepan nama
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan dan diakhiri dengan frase menjadi
Undang-undang. Contoh :UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI
UNDANG-UNDANG
9. Pada judul Peraturan Perundang-undangan pengesahan perjanjian Internasional,
ditambahkan kata pengesahan didepan nama perjanjian atau persetujuan
Internasional yang disahkan.
10. Jika dalam perjanjian atau persetujuan Internasional Bahasa Indonesia digunakan
sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam bahasa Indonesia,
yang diikuti oleh teks resmi bahasa asing yang ditulis dengan huruf cetak miring dan
diletakkan diantara tanda baca kurung. Contoh :UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN
ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN
TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE
REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIAON MUTUAL LEGAL ASSISTENCE
IN CRIMINAL MATTERS)
11. Jika dalam perjanjian atau persetujuan Internasional, Bahasa Indonesia tidak
digunakan sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam Bahasa
Inggris dengan huruf cetak miring, dan diikuti oleh terjemahannya dalam Bahasa
Indonesia yang diletakkan diantara tanda baca kurung. Contoh :UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINTS ILLICIT TRIFFIC IN
NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBTANCE 1998 (KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN
PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1998)

49. Pembukaan peraturan UU:

B. Pembukaan Peraturan Perundang-undangan


Pembukaan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
1. Frase dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa;
Pada pembukaan tiap-tiap jenis Peraturan Perundang-undangan sebelum nama jabatan
pembentuk Peraturan Perundang-undangan dicantumkan frase DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengah margin.
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undang;
Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital yang diletakkan ditengah margin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
3. Konsiderans;
a. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.
b. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi
latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
c. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Undang-undang atau peraturan daerah
memuat unsur filosofis, yuridis, dan/atau sosiologis yang menjadi latar belakang
pembuatannya.
d. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Perundang-
undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak
mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya Peraturan
Perundang-undangan tersebut.
e. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
f. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu
kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik
koma.
Contoh :
Menimbang : a. bahwa . . . ;
b. bahwa . . . ;
c. bahwa . . . ;
g. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir
pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut :
Contoh :
Menimbang : a. bahwa . . .;
b. bahwa . . .;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b perlu membentuk Undang-Undang (Peraturan
Daerah) tentang . . . ;
Contoh untuk Peraturan Perundang-undangan dibawah Undaang-Undang atau
Peraturan Daerah :
Menimbang : a. bahwa . . . ;
b. bahwa . . . ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah (Peraturan
Presiden)
h. Konsiderans Peraturan Pemerintah pada dasarnya cukup memuat satu
pertimbangan yang berupa uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan
ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang yang memerintahkan
pembuatan Peraturan Pemerintah.
i. Konsiderans Peraturan Pemerintah pada dasarnya cukup memuat satu pokok
pikiran yang isinya menunjukkan pasal (-pasal) dari Undang-Undang yang
memrintahkan pembuatannya.
Contoh :
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang tata cara Perlindungan terhadap
Korban dan Saksi dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat;

Anda mungkin juga menyukai