Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE

PRAKTIK ICG PADA CONTINENTAL SYSTEM


Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Islamic Corporate Governance
Dosen Pengampu : Alifatur Rohmah, MM

Disusun Oleh :
Kurniawan Bhaskoro Djati (63040210127)
Alfani Mandala Putra (63040210159)
Dody yahya (63040210084)

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan nikmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Islamic Corporate Governance yang diberikan
oleh Dosen Pengampu, Ibu Alifatur Rohmah, MM dengan tepat waktu. Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk menyelesaikan tugas akademik dari dosen yang bersangkutan dan juga untuk
bahan pemahaman bagi mahasiswa yang dapat dipelajari dalam mata kuliah islamic corporate
governance.

Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitupula dengan kami
dalam pembuatan makalah ini. Maka dengan itu penulis memyampaikan permohonan maaf dan
menerima bentuk kritik saran yang membangun. Penulis berharap terbentuknya malakalah ini
dapat memberikan pegetahuan yang bermanfaat bagi kami dan juga pembaca.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
Latar Belakang......................................................................................................................................4
Rumusan Masalah.................................................................................................................................4
Tujuan....................................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Continental System..........................................................................................................................6
1. Pengertian Continental System / Hukum Eropa...........................................................................6
2. Karakteristik hukum Eropa Kontinental :....................................................................................7
3. Sumber Hukum Continental Sistem / Sistem Eropa.....................................................................8
4. Kelebihan dan Kekurangan Continental Sistem / Sistem Eropa...................................................9
5. Kekurangan................................................................................................................................10
B. Sistem Dua Tingkat / Two Tier Sistem..........................................................................................10
C. Stuktur Board Of Director Pada Two Tier Sistem.........................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................14
PENUTUP.................................................................................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Eropa Kontinental atau Civil Law adalah bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti
formal. Sistem hukum ini berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan, dan
yurisprudensi. Negara-negara penganut Hukum Eropa Kontinental menempatkan
konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Sistem
hukum Eropa Kontinental berupa adanya berbagai macam ketentuan hukum yang sudah
dihimpun secara sistematis. Lalu, ketentuan hukum ini akan ditafsirkan oleh para hakim
dalam penerapannya.
Ciri sistem hukum ini lebih mengutamakan rechtsstaat, yaitu membatasi
kekuasaan pemerintah dengan hukum. Sistem hukum tersebut adalah sistem hukum eropa
kontinental dan sistem hukum anglo saxon. Sejak awal abad pertengahan sampai
pertengahan abad XII, hukum Eropa Kontinental dan hukum Inggris masuk ke dalam
bilangan sistem hukum yang sama yaitu hukum Jerman. Hukum tersebut bersifat feodal
baik substansinya maupun prosedurnya. Satu abad kemudian terjadi perubahan situasi.
Hukum Romawi yang merupakan hukum materil dan hukum Kanonik yang merupakan
hukum acara telah mengubah kehidupan di Eropa Kontinental. Sistem yang dianut oleh
negara-negara Eropa Kontinental yang didasarkan atas hukum Romawi disebut sebagai
sistem Civil law.
Sistem yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang didasarkan atas
hukum Romawi disebut sebagai sistem Civil law. Disebut demikian karena hukum
Romawi pada mulanya bersumber kepada karya agung Kaisar lustinianus Corpus Iuris
Civilis. Sistem Civil Law dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental sehingga kerap
disebut juga sistem kontinental. Hukum romawi yang merupakan sumber dari sistem
Civil law telah menempuh sejarah yang panjang untuk sampai kepada tingkat
perkembangan yang tinggi.

4
Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan continental system/ sistem eropa?


2. Apa yang dimaksud dengan sistem dua tingkat/ two tier system?
3. Apa yang dimaksud dengan struktur of director pada two tier system?

Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian continental sistem / sistem eropa.


2. Untuk mengetahui bagaimana sistem dua tingkat / two tier system.
3. Untuk mengetahui bagaimana struktur board of director pada two tier system.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Continental System
1. Pengertian Continental System / Hukum Eropa
Hukum Sipil (civil law) atau yang biasa dikenal dengan Romano-Germanic Legal
System adalah sistem hukum yang berkembang di dataran Eropa. Titik tekan pada sistem
hukum ini adalah, penggunaan aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis. Sistem hukum
ini berkembang di daratan Eropa sehingga dikenal juga dengan sistem Eropa Kontinental.
Kemudian disebarkan negara-negara Eropa Daratan kepada daerah-daerah jajahannya.

Sistem hukum eropa kontinental biasa disebut dengan istilah "Civil Law" atau
yang disebut juga sebagai "Hukum Romawi". Sistem hukum ini disebut sebagai hukum
romawi karena sistem hukum eropa kontinental memang bersumber dari kodifikasi
hukum yang digunakan pada masa kekaisaran romawi tepatnya pada masa pemerintahan
Kaisar Justinianus yang memerintah romawi pada sekitar abad ke-5 antara 527 sampai
dengan 565 M.

Eropa Kontinental atau Civil Law adalah bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti
formal. Sistem hukum ini berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan, dan
yurisprudensi. Negara-negara penganut Hukum Eropa Kontinental menempatkan
konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Sistem
hukum Eropa Kontinental berupa adanya berbagai macam ketentuan hukum yang sudah
dihimpun secara sistematis. Lalu, ketentuan hukum ini akan ditafsirkan oleh para hakim
dalam penerapannya. Ciri sistem hukum ini lebih mengutamakan rechtsstaat, yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah dengan hukum.
Sistem hukum eropa kontinental banyak dianut dan dikembangkan di negara-
negara eropa. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada
Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-
negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Amerika Latin, dan Asia
termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda. Dalam sistem hukum
eropa kontinental, hukum memliki kekuasaan yang mengikat karena hukum yang terdiri

6
dari kaidah atau peraturan-peraturan tersebut telah disusun secara sistematis dan
dikodifikasi (dibukukan).
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah "hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan- peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau
kompilasi tertentu". Prinsip ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan
tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum dapat diwujudkan jika
tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis.
Dalam sistem hukum eropa kontinental tidak dikenal adanya yurisprudensi yang
menjadi ciri sistem hukum anglo saxon. Putusan hakim hanya berlaku dan mengikat
pihak-pihak yang bersengketa saja atau pada satu kasus tertentu dan tidak dapat mengikat
umum atau dijadikan sebagai dasar untuk memutus perkara lainnya yang serupa. Dalam
hal ini hakim hanya berperan sebagai pembuat keputusan sesuai dengan kewenangan
yang dimiliki dan penafsirannya terhadap peraturan-peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sistem hukum yang di
dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi
oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan
undang-undang atau mengabaikannya.

2. Karakteristik hukum Eropa Kontinental :


a. Adanya kodifikasi. hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena
diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang
dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi
b. Hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi
sumber hukum yang terutama. Penganut sistem Civil Law memberi 6
keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu
meneladani putusan-putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan
hakim adalah aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang.
c. Sistem peradilan bersifat inkuisitorial. Di dalam sistem itu, hakim
mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutuskan

7
perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai
alat bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam sistem hukum
Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa
yang dihadapinya sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme
dan kejujuran hakim.

3. Sumber Hukum Continental Sistem / Sistem Eropa


1. Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga legislatif atau Statutes.
2. Peraturan-peraturan hukum (Regulation) yang dibuat pemegang kekuasaan eksekutif
berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-
peraturan hukum administrasi negara.
3. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang telah hidup dalam masyarakat dan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan dapat diterima sebagai
hukum oleh masyarakat.
Dalam rangka menemukan keadilan, para yuris (para ahli hukum) dan lembaga-
lembaga yudisial maupun quasi-judisial merujuk kepada sumber- sumber tersebut. Dari
sumber-sumber itu, yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law
adalah peraturan perundang-undangan. Negara- negara penganut civil law menempatkan
konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Semua
negara penganut civil law mempunyai konstitusi tertulis.
Peraturan perundang-undangan mempunyai dua karakteristik, yaitu berlaku umum
dan isinya mengikat keluar. Sifat yang berlaku umum itulah yang membedakan antara
perundang-undangan dan penetapan. Penetapan berlaku secara individual tetapi harus
dihormati oleh orang lain. Sebagai contoh penetapan, misalnya, pemberian grasi oleh
Presiden Republik Indonesia melalui suatu keputusan presiden ( Keppres) kepada seorang
terpidana yang putusan pemidanaannya telah memiliki kekuatan yang tetap.
Sumber hukum yang kedua yang dirujuk oleh para yuris di negara-negara
penganut Civil Law dalam memecahkan masalah adalah kebiasaan-kebiasaan. Pada
kenyataannya, undang-undang tidak pernah lengkap. Kehidupan masyarakat begitu
kompleks sehingga undang-undang tidak mungkin dapat menjangkau semua aspek
kehidupan tersebut. Sedangkan dilain pihak, dibutuhkan aturan-aturan yang dijadikan

8
pedoman manusia dalam bertingkahlaku untuk hidup bermasyarakat. Dalam hal inilah
dibutuhkan hukum kebiasaan.
Sumber hukum yang ketiga yang dirujuk dalam sistem hukum Civil Law adalah
yurisprudensi. Ketika mengemukakan bahwa suatu hukum kebiasaan berlaku bagi semua
anggota masyarakat secara tidak langsung, melainkan melalui yurisprudensi, Spruit
sebenarnya mengakui bahwa yurisprudensi merupakan sumber hukum dalam arti formal.
Akan tetapi posisi yurisprudensi sebagai sumber hukum di dalam sistem hukum Civil
Law belum lama diterima. Hal itu disebabkan oleh pandangan bahwa aturan-aturan
tingkah laku, terutama aturan perundang-undangan, ditujuka untuk mengatur situasi yang
ada dan menghindari konflik. Dengan demikian, aturan-aturan itu dibuat untuk hal-hal
setelah undang-undang itu diundangkan. Undang-undang dalam hal demikian merupakan
suatu pedoman mengenal apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
4. Kelebihan dan Kekurangan Continental Sistem / Sistem Eropa
1. Kelebihan
a. Sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi, sehingga ketentuan yang berlaku
dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi
peristiwa hukum (kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum
pidana yang sudah dikodifikasikan (KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap
hukum pidana maka dapat dilihat dalam KUHP yang sudah dikodifikasikan
tersebut.
b. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Komtinental itu adalah
"hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-
peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistemik di dalam
kodifikasi atau kompilasi tertentu." Prinsip dasar ini dianut karena ingin mencapai
tujuan hukum yaitu "kepastian hukum." Sehingga kepastiam hukum di sistem
hukum Eropa Kontinental ini sangat diperhatikan dan dijamin.
c. Sumber hukum yang digunakan adalah undang-undang. Undang-undang ini
dibentuk oleh kekuasaan legislatif yang disahkan eksekutif. Sehingga. ada kerja
sama yang baik antar pemegang kekuasaan dalam pembentukan undang-undang.
d. Adanya penggolongan sistem hukum Eropa Kontinental dalam 2 bidang. yaitu
hukum privat dan hukum publik Sehingga lebih mudah untuk menyelesaikan

9
sebuah perkara. Jika perkara antara masyarakat dan negara maka termasuk hukum
publik. Dan jika pertentangan antar individu di masyarakat, maka termasuk dalam
bidang hukum privat.
e. Adanya pembuatan undang-undang baru yang menyesuaikan perkembangan
masyarakat. Suatu contoh adalh undang-undang tipikor (tindak pidana korupsi) di
Indonesia. Dengan adanya undang-undang yang baru akan lebih memudahkan
penyelesaian perkara yang bersangkutan. 6) Penyelesaian sebuah perkara akan
selalu berpegang teguh pada undang-undang. Sehingga putusan-putusan
diharapkan bersifat obyektif.

5. Kekurangan
a. Sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena hakim
harus tunduk terhadap perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif).
Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat hukum harus dinamis,
menyesuaikan perkembangan masyarakat.
b. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam
batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja. Sehingga dalam penyelesaian perkara
yang sama di lain waktu, seorang hakim harus menetapkan dan menafsirkan
perundang-undangan kembali.

B. Sistem Dua Tingkat / Two Tier Sistem


Two Tier System disebut juga Sistem Dua Tingkat yang berasal dari Sistem
Hukum Kontinental Eropa. Dalam sistem ini peran dewan komisaris dan dewan direksi
dipisah secara jelas. Dewan Direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di
bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Sedangkan dewan komisaris
bertugas mengawasi tugas-tugas dewan direksi. Sistem inilah yang diterapkan di
Indonesia dan negara-negara Eropa daratan, seperti Belanda dan Jerman.
Di Indonesia, kita mengenal dewan pengawas sebagai Dewan Komisaris, dan
dewan manajemen sebagai Dewan Direksi. Dewan Komisaris terletak satu level lebih
tinggi dari Dewan Direksi karena tugas Dewan Komisaris adalah mengawasi Dewan
Direksi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Ukuran Dewan Komisaris dan Dewan Direksi sangat beragam, namun Dewan

10
Komisaris dapat berukuran lebih kecil (memiliki anggota yang lebih sedikit) karena
Dewan Direksi dapat memiliki banyak posisi, tergantung kebutuhan perusahaan.
Gabungan antara Dewan Direksi dan Dewan Komisaris di Indonesia dapat berkisar antara
5 sampai 14 orang.
Indonesia dalam hal ini menganut Two Tier system, hal ini terjadi karena adanya
pengaruh Belanda yang juga menganut sistem tersebut. Akan tetapi di Indonesia yang
menganut sistem two-tier system ala Eropa tidak menempatkan wakil dari karyawan
(employe) pada level dewan direksi. Hal ini yang tidak diterapkan di Indonesia, jika
diterapkan hal ini dapat memberikan efek yang baik bagi nasib karyawan di suatu
perusahaan.
Dalam pandangan dari Bacon dan Brown ( dalam Daniri, 2014 ) terdapat 3 hal
yang menjadi karakteristik yang utama dari konsep two board system, yaitu :
1. Adanya pemisahan dari fungsi tugas dan wewenang dari pihak yang melakukan
pengelolaan perusahaan dengan pihak yang melakukan pengawasan perusahaan. Hal
ini berbeda dengan negara-negara yang menganut konsep single board system dimana
meskipun fungsi dari satu dewan tersebut dibagi dua, akan tetapi tetap bertugas dalam
pengelolaan dan juga pengawasan akan perusahaan yang sama.
2. Adanya pemisahan secara fisik akan tugas dan wewenang sehingga dapat dihindatri
adanya campur tangan serta tugas yang berganda.
3. Dalam mekanisme two boards tier system ini pihak pengawas tidak memiliki
kewenanggan untuk turut campur dalam pengelolaan kegiatan yang ada di dalam
perusahaan.

11
C. Stuktur Board Of Director Pada Two Tier Sistem
Sistem two-tier membagi struktur pemerintahan korporasi (board) menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah dewan komisaris (Board Of Commissioners) yang
dipimpin oleh seorang presiden komisaris atau komisaris utama. Kelompok kedua disebut
Board Of Management yang dipimpin oleh seorang direktur utama. Dewan komisaris
bertugas mengawasi dan memberi nasihat strategis, mereka ditunjuk oleh pemegang
saham baik mayoritas maupun minoritas, dan manajemen.
Model Continental Europe, struktur governance terdiri dari RUPS, Dewan
Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajer Eksekutif (manajemen). Struktur semacam ini
disebut Two tier board system, yaitu struktur CG yang dengan tegas memisahkan
keanggotaan dewan, yakni antara keanggotaan dewan komisaris sebagai pengawas dan
dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan.
Dalam model two-board system, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris
yang mewakili para pemegang saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen.
Dewan komisaris membawahi langsung dewan direksi dan mempunyai kewenangan
untuk mengangkat dan memberhentikan dewan direksi serta melakukan tugas
pengawasan terhadap kegiatan direksi dalam menjalankan perusahaan. Posisi dewan
komisaris dalam model ini relatif kuat terhadap direksi sehingga fungsi
pengendalian/kontrol terhadap kegiatan manajemen dapat berjalan dengan efektif.
Negara di Eropa yang dikenal menerapkan sistem two-tier adalah Jerman,
Denmark, dan Belanda (Astuti, 2013). Pada kawasan Asia, negara penganut sistem two-
tier salah satunya adalah Indonesia dan Jepang. Penggunaan sistem two-tier pada
pengelolaan perseroan terbatas di Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU tersebut menjelaskan bahwa terdapat
pemisahan fungsi antara dewan komisaris dan dewan direksi, dimana menjalankan urusan
perusahaan merupakan wewenang dari dewan direksi, sedangkan mengawasi perusahaan
merupakan wewenang dari dewan komisaris. Hal ini tentu saja berbeda dengan banyak
negara lain yang menggunakan sistem one-tier.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia pada umumnya berbasis two-tier board
system seperti kebanyakan perusahaan di Eropa (model Continental Europe). Hanya ada

12
perbedaan dalam kedudukan dewan komisaris yang tidak langsung membawahi dewan
direksi. Hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas
tahun 1995 yang menyatakan bahwa anggota dewan direksi diangkat dan diberhentikan
oleh RUPS (pasal 80 ayat 1 dan pasal 91 ayat 1), demikian juga anggota dewan komisaris
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 dan pasal 101 ayat 1). Dengan
adanya struktur yang demikian, maka baik dewan komisaris maupun dewan direksi
bertanggungjawab terhadap RUPS (kedudukannya sejajar).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem hukum eropa kontinental biasa disebut dengan istilah "Civil Law" atau
yang disebut juga sebagai "Hukum Romawi". Eropa Kontinental atau Civil Law adalah
bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal. Sistem hukum ini berupa peraturan
perundang-undangan, kebiasaan, dan yurisprudensi. Negara-negara penganut Hukum
Eropa Kontinental menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan
perundang-undangan. Sistem hukum Eropa Kontinental berupa adanya berbagai macam
ketentuan hukum yang sudah dihimpun secara sistematis. Lalu, ketentuan hukum ini akan
ditafsirkan oleh para hakim dalam penerapannya.
Dalam rangka menemukan keadilan, para yuris (para ahli hukum) dan lembaga-
lembaga yudisial maupun quasi-judisial merujuk kepada sumber- sumber tersebut. Dari
sumber-sumber itu, yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law
adalah peraturan perundang-undangan. Sumber hukum yang kedua yang dirujuk oleh
para yuris di negara-negara penganut Civil Law dalam memecahkan masalah adalah
kebiasaan-kebiasaan. Sumber hukum yang ketiga yang dirujuk dalam sistem hukum Civil
Law adalah yurisprudensi.
Two Tier System disebut juga Sistem Dua Tingkat yang berasal dari Sistem
Hukum Kontinental Eropa. Dalam sistem ini peran dewan komisaris dan dewan direksi
dipisah secara jelas. Dewan Direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di
bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Sedangkan dewan komisaris
bertugas mengawasi tugas-tugas dewan direksi. Sistem inilah yang diterapkan di
Indonesia dan negara-negara Eropa daratan, seperti Belanda dan Jerman.
Sistem two-tier membagi struktur pemerintahan korporasi (board) menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah dewan komisaris (Board Of Commissioners) yang
dipimpin oleh seorang presiden komisaris atau komisaris utama. Kelompok kedua disebut
Board Of Management yang dipimpin oleh seorang direktur utama. Dewan komisaris

14
bertugas mengawasi dan memberi nasihat strategis, mereka ditunjuk oleh pemegang
saham baik mayoritas maupun minoritas, dan manajemen.

DAFTAR PUSTAKA

Badriyah Rifa'i, Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance
di Perusahaan Pubkik, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 16 Juli 2009: 396 – 412.

Djamali, R. A. (1984). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.muksalmina. (2011,


212). Muksalmina.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum - Sistem_hukum_Eropa_Kontinental

http://muksalmina.wordpress.com/2011/01/11/sistem-hukum-civil-law-eropa-kontinental/
saveandsound

http://saveandsound.wordpress.com/2012/02/13/sistem-hukum-eropa-kontinental/Tresna

15

Anda mungkin juga menyukai