Anda di halaman 1dari 55

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang (paragraf 01 – 03) 2

Maksud dan Tujuan (paragraf 04 – 05) 2

Ruang Lingkup (paragraf 06) 3

Standar Audit (paragraf 07) 3

Pengertian Audit Kinerja (paragraf 08 – 10) 3

Karakteristik Audit Kinerja (paragraf 11) 4

Aspek-aspek Audit Kinerja (paragraf 12 - 31) 5

Prinsip Audit Kinerja (paragraf 32) 10

Tujuan, Ruang Lingkup dan Manfaat Audit Kinerja (paragraf 33 – 36) 11

Pendekatan Audit Kinerja (paragraf 37) 11

Objek Audit Kinerja (paragraf 38 – 42) 12

BAB II PERENCANAAN AUDIT KINERJA

Tujuan Perencanaan Audit Kinerja (paragraf 43) 13

Kebijakan Pengawasan (paragraf 44 - 47) 13

Perencanaan Audit Kinerja (paragraf 48 – 75) 15

Survei Pendahuluan (paragraf 76 – 79) 28

Penyusunan Program Kerja Audit Kinerja (paragraf 80 – 83) 29

BAB III PELAKSANAAN AUDIT KINERJA

Tujuan Pelaksanaan Audit Kinerja (paragraf 84) 32

Pendekatan Pelaksanaan Audit Kinerja (paragraf 85 – 89) 32

Tahapan Pelaksanaan Audit Kinerja (paragraf 90 – 122) 33

Dokumentasi Audit (paragraf 123 – 124) 44

BAB IV KOMUNIKASI HASIL AUDIT KINERJA

Tujuan Komunikasi Hasil Audit Kinerja (paragraf 125) 46

Komunikasi Hasil Audit Kinerja (paragraf 126 – 127) 46

Penyusunan Laporan Hasil Audit (paragraf 128 – 146) 48

BAB V PENUTUP (paragraf 147 – 148) 55

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 1


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

01. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia mendefinisikan audit intern sebagai
kegiatan yang independen dan obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan (assurance
activities) dan konsultansi (consulting activities), yang dirancang untuk memberi nilai
tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi. Kegiatan ini membantu
organisasi mencapai tujuannya dengan cara menggunakan pendekatan yang
sistematis dan teratur untuk menilai dan meningkatkan efektivitas dari proses
manajemen risiko, kontrol, dan tata kelola.

02. Dilandasi dengan definisi tersebut di atas, maka AAIPI telah menetapkan tujuan
penyelenggaraan audit intern untuk memberikan nilai tambah bagi pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi yang salah satunya adalah meningkatnya ketaatan,
kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran penyelenggaraan
tugas dan fungsi K/L dan Pemerintah Daerah. Untuk dapat mencapai tujuan dan fungsi
audit intern tersebut di atas, maka lingkup audit intern APIP di antaranya meliputi audit
kinerja atas penyelenggaraan tugas dan fungsi K/L dan Pemerintah Daerah.

03. Dalam rangka membangun tata kelola Pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis,
dan terpercaya, perlu dilakukan banyak pembenahan terutama dalam hal perbaikan
kinerja pemerintah, khususnya pengelolaan keuangan dan kekayaan negara/daerah
yang diselenggarakan oleh K/L dan Pemerintah Daerah. Audit kinerja merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan kinerja organisasi terutama dalam memperbaiki kualitas
pelayanan publik yang menjadi tuntutan masyarakat.

Maksud dan Tujuan

04. Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi jajaran pimpinan dan auditor APIP agar

terdapat kesamaan langkah dan persepsi dalam melaksanakan audit kinerja.

05. Tujuan pedoman ini adalah:


a) memberikan prinsip-prinsip dasar yang diperlukan dalam merancang,

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 2


mengembangkan, dan melaksanakan audit kinerja;
b) menyajikan kerangka kerja proses audit kinerja yang memiliki nilai tambah;
c) menilai, mengarahkan, dan mendorong auditor APIP untuk mencapai tujuan audit
kinerja; dan
d) mempercepat peningkatan kapabilitas APIP dalam melaksanakan kegiatan audit
intern.

Ruang Lingkup

06. Pedoman ini memuat kerangka kerja proses audit kinerja di lingkungan APIP, yang
menyajikan best practice dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan audit
kinerja. Pedoman ini mencakup pengertian, prinsip, tujuan, pendekatan, metodologi,
teknik dan prosedur dalam melaksanakan audit kinerja.

Standar Audit

07. Standar audit yang digunakan dalam melaksanakan audit kinerja adalah Standar Audit
Intern Pemerintah Indonesia, yang terdiri dari: (1) Prinsip-prinsip Dasar; (2) Standar
Umum; (3) Standar Pelaksanaan Audit Intern; dan (4) Standar Komunikasi Audit Intern.

Pengertian Audit Kinerja

08. Audit kinerja menurut pedoman ini mengacu pada definisi audit kinerja menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, yaitu audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas.

09. Audit Kinerja berbeda dari Pengukuran Kinerja (Performance Measurement).


Pengukuran kinerja adalah proses pemantauan dan pelaporan yang sedang berjalan
mengenai penyelesaian suatu kebijakan/program/kegiatan/entitas, khususnya progres
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ukuran-ukuran kinerja dapat menetapkan
jenis-jenis atau level kegiatan program yang dilaksanakan (proses), produk atau jasa
yang dihasilkan program (outputs), dan atau hasil dari output tersebut (outcomes).

Fokus pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui apakah suatu

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 3


kebijakan/program/kegiatan/entitas telah mencapai tujuan atau target yang dinyatakan
dalam bentuk standar-standar kinerja yang dapat diukur. Pengukuran kinerja
merupakan permasalahan manajemen dan pengendalian internal karena merupakan
proses berjalan, pengukuran kinerja merupakan sistem peringatan dini (early warning
system) bagi manajemen. Indikator kinerja kadang-kadang digunakan sebagai indikator
atau referensi dalam merencanakan audit kinerja. Satu topik dari audit kinerja adalah
apakah sistem pengukuran kinerja dalam program pemerintah sudah efisien dan
efektif. Misalnya pertanyaan apakah indikator kinerja mengukur hal-hal yang benar
atau apakah sistem pengukuran kinerja mampu menyediakan hasil pengukuran yang
andal/kredibel.

10. Audit kinerja dapat menggunakan Evaluasi Program (Program Evaluation) sebagai
salah satu pendekatan. Evaluasi program merupakan studi sistematis untuk menilai
seberapa baik capaian suatu program yang sedang berjalan dengan menguji kinerja
dan konteks suatu program berdasarkan informasi yang komprehensif. Dengan
melakukan penilaian yang menyeluruh, dari evaluasi program juga dapat diketahui apa
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hasilnya. Evaluasi program merupakan suatu
jenis studi yang dapat dilaksanakan dalam audit kinerja karena mempunyai tujuan yang
identik dengan audit kinerja dalam hal menganalisis hubungan antara tujuan, sumber
daya, dan hasil dari suatu program.

Karakteristik Audit Kinerja

11. Audit kinerja memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) melakukan pengujian atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dari


program/kegiatan/entitas pemerintah;

b) merupakan audit yang fokus pada kinerja, bukan pada pengeluaran dan akuntansi;

c) muncul karena kebutuhan untuk melaksanakan analisis yang independen atas


aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas program/kegiatan/entitas;

d) bukan bentuk audit berdasarkan suatu check-list;

e) dalam rangka akuntabilitas publik, audit kinerja adalah suatu cara bagi wajib pajak,
pengelola keuangan, legislatif, pemerintah, masyarakat umum, dan media untuk
melaksanakan kontrol dan mendapatkan pengetahuan tentang proses dan hasil dari
kegiatan pemerintah, seperti untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan “Apakah
kita mendapatkan manfaat dari uang (value for money) atau apakah mungkin untuk
membelanjakan uang dengan cara yang lebih baik atau lebih bijak?”; dan

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 4


f) bersifat independen, yakni tidak menunjukkan kepentingan apapun, tidak memiliki
kaitan secara keuangan atau lainnya dengan auditi sehingga dapat berfungsi
sebagai dasar pengambilan keputusan atas investasi atau kegiatan di masa
mendatang.

Aspek-aspek Audit Kinerja

12. Audit Kinerja mencakup 3 (tiga) aspek yaitu aspek ekonomi, aspek efisiensi, dan aspek
efektivitas.

Ekonomi

13. Ekonomi merupakan upaya untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan dalam
menjalankan proses bisnis organisasi dengan biaya, waktu, tempat, kualitas, dan
kuantitas yang tepat. Konsep ekonomi adalah meminimalkan biaya perolehan sumber
daya yang akan digunakan dalam proses bisnis namun tetap menjaga kualitas agar
sejalan dengan prinsip, kebijakan manajemen, dan praktik administrasi yang sehat.
Suatu program/kegiatan/entitas dapat dikatakan ekonomis apabila mampu memperoleh
input pada kualitas dan kuantitas yang tepat, serta dengan harga yang tepat.

14. Asesmen dilakukan terhadap berbagai jenis kebutuhan seperti kebutuhan waktu,
tempat, dan biaya. Pada asesmen kebutuhan, sebaiknya dapat mengarah pada
identifikasi alternatif-alternatif kebutuhan organisasi untuk dapat menentukan alternatif
dengan biaya yang terendah.

15. Waktu yang tepat (right time) dalam mendapatkan sumber daya penting karena akan
mempengaruhi apakah sumber daya tersebut pada akhirnya dapat memenuhi
kebutuhan organisasi atau tidak. Sumber daya seharusnya tersedia untuk memenuhi
suatu kebutuhan pada saat diperlukan. Dengan demikian, auditor perlu melakukan
reviu terhadap prosedur untuk memperkirakan permintaan, pengadaan, dan
ketersediaan sumber daya.

16. Tempat yang tepat (right place) yaitu sumber daya tersedia di tempat atau lokasi
dimana sumber daya tersebut dibutuhkan. Suatu sumber daya mungkin saja dapat
tersedia namun bukan di tempat yang tepat dimana sumber daya tersebut dibutuhkan.
Sebagai contoh, di suatu tempat bisa jadi ada pekerjaan namun tenaga kerja tidak
tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sebaliknya, di suatu tempat mungkin
ada sumber daya manusia yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan suatu

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 5


pekerjaan namun tidak dipekerjakan atau di tempat tersebut tidak ada pekerjaan.
Dengan demikian, auditor perlu melakukan reviu terhadap sistem analisa gap sumber
daya.

17. Biaya yang tepat (right cost) mengarah pada biaya terendah untuk pengadaan sumber
daya. Biaya terendah ditentukan dengan cara menjumlahkan biaya modal, biaya
operasional, biaya perawatan, biaya downtime, dan mengurangkannya dengan nilai
sisa suatu aset.

18. Audit atas aspek ekonomi dari suatu program/kegiatan/entitas pada umumnya
dilakukan untuk menilai apakah auditi:

a) telah mengikuti praktik-praktik pengadaan yang baik;

b) telah mendapatkan jenis, kualitas, kuantitas, sumber daya yang tepat pada harga
yang tepat; dan

c) telah menjaga/memelihara sumber daya dengan sebaik-baiknya.

19. Untuk menilai aspek ekonomi terkait perolehan sumber daya, auditor perlu
mempertimbangkan apakah: (1) barang atau jasa telah diperoleh dengan harga lebih
murah dibandingkan dengan barang atau jasa yang sama; dan (2) barang atau jasa
telah diperoleh dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan jenis
barang/jasa serupa dengan harga yang sama.

20. Contoh: Bagian Umum mendapatkan informasi bahwa mobil merek X Tipe Y dapat
dibeli di toko PULAN seharga Rp200.000.000,00. Dengan menggunakan cara
pembayaran, kualitas, dan layanan purnajual yang sama, mobil merek X Tipe Y dapat
dibeli di toko PULEN seharga Rp185.000.000,00. Jika Bagian Umum membeli mobil
merek X Tipe Y di toko PULAN, dapat dikatakan telah terjadi ketidakekonomisan dalam
kegiatan pembelian mobil sebesar Rp15.000.000,00.

21. Contoh lainnya yang merupakan praktik-praktik ketidakekonomisan antara lain adalah:

a) metode yang berulang dalam melaksanakan suatu pekerjaan;

b) kegiatan yang duplikasi;

c) pekerjaan yang tidak jelas tujuannya;

d) menggunakan peralatan yang sudah tua yang mengakibatkan kerusakan atau

perbaikan berlebihan; dan

e) kurangnya pengendalian pelaksanaan pekerjaan yang menghasilkan layanan yang

tidak memuaskan.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 6


Efisiensi

22. Efisiensi merupakan upaya untuk mendayagunakan input dan mencapai output secara
optimal. Suatu program/kegiatan/entitas dapat dikatakan efisien apabila mampu
menghasilkan output maksimal dengan kuantitas input tertentu atau mampu
menghasilkan output tertentu dengan memanfaatkan input minimal.

23. Audit atas aspek efisiensi dari program/kegiatan/entitas pada umumnya dilakukan
untuk menilai apakah auditi:

a) telah menggunakan jumlah sumber daya secara optimal (staf, peralatan, dan
fasilitas) dalam menghasilkan barang atau memberikan jasa dengan jumlah dan
kualitas serta pada waktu yang tepat; dan

b) telah mematuhi persyaratan dari ketentuan yang mengatur tentang perolehan,


pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya organisasi.

24. Untuk menilai aspek efisiensi terkait dengan penggunaan sumber daya, auditor perlu
mempertimbangkan apakah (1) input yang tersedia telah dipakai secara optimal; (2)
output yang sama dapat diperoleh dengan lebih sedikit input; (3) output yang terbaik
dalam ukuran kuantitas dan kualitas dapat diperoleh dari input yang digunakan.

25. Contoh: Untuk menghasilkan suatu pedoman tertentu dalam suatu organisasi terdapat
dua cara:

a) cara A adalah memanfaatkan sumber daya dalam organisasi untuk membuat


pedoman dengan total biaya kerja sebesar Rp200.000.000,00;

b) cara B adalah menggunakan jasa konsultan untuk membuat pedoman dengan total
biaya kontrak kerja sebesar Rp350.000.000,00

Berdasarkan data tersebut, dengan kualitas pedoman yang sama cara a lebih efisien
daripada cara b karena rasio input dan output (i/o) pada cara a lebih kecil dibandingkan
dengan rasio input dan output (i/o) pada cara b.

26. Contoh lainnya yang merupakan praktik-praktik ketidakefisienan antara lain adalah:

a) kegagalan menetapkan tujuan;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 7


b) kurangnya perhatian untuk mendesain, mereviu, serta menilai sistem operasi dan
sistem administrasi;

c) standar pekerjaan yang tidak memiliki spesifikasi, mengarah pada kelebihan staf;

d) akumulasi kelebihan alat tulis kantor atau aset tetap karena pengendalian yang
tidak jelas dan tidak efektif; dan

e) penggunaan peralatan yang tidak sepenuhnya diperlukan.

Efektivitas

27. Efektivitas merupakan kemampuan entitas dalam mencapai tujuan. Efektivitas


berkaitan dengan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang dicapai
(outcome). Suatu program/kegiatan/entitas dapat dikatakan efektif apabila output yang
dihasilkan dapat memenuhi tujuan program/kegiatan/entitas.

28. Audit atas aspek efektivitas dari program/kegiatan/entitas pada umumnya dilakukan
untuk:

a) menilai apakah program/kegiatan/entitas direncanakan secara jelas dan konsisten;

b) menilai apakah tujuan-tujuan dan perangkat yang tersedia (hukum, keuangan, dan
lain-lain) untuk suatu program/kegiatan/entitas yang baru atau yang sedang berjalan
sudah benar (proper), sesuai (suitable), dan relevan;

c) menilai efektivitas struktur organisasi, proses pengambilan keputusan, sistem


manajemen untuk penerapan program organisasi;

d) menilai apakah program/kegiatan/entitas menambah, menduplikasi, atau tumpang


tindih atau bertentangan dengan program/kegiatan lain yang terkait;

e) menilai apakah kualitas layanan publik memenuhi harapan masyarakat atau tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan;

f) menilai kecukupan sistem pengukuran, pemantauan, dan pelaporan suatu


program;

g) menilai keberhasilan tujuan investasi;

h) menilai apakah dampak lingkungan sosial, ekonomi, langsung atau tidak langsung
dari suatu kebijakan merupakan akibat dari kebijakan atau sebab lainnya;

i) mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat pencapaian kinerja atau


pemenuhan tujuan;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 8


j) menganalisis sebab-sebab dari temuan dan permasalahan dalam menemukan
cara bagaimana suatu program/kegiatan dapat berjalan lebih efektif; dan

k) mengidentifikasi manfaat kinerja atau menghilangkan faktor-faktor yang


menghambat efektivitas suatu program/kegiatan/entitas.

29. Untuk menilai aspek efektivitas terkait dengan hubungan antara tujuan, output dan
outcome suatu program/kegiatan/entitas, auditor perlu mempertimbangkan apakah (1)
output yang dihasilkan telah dimanfaatkan sebagaimana diharapkan; (2) output yang
dihasilkan konsisten dengan tujuan; dan (3) dampak yang dinyatakan berasal dari
output yang dihasilkan dan bukan dari pengaruh lingkungan luar.

30. Contoh Efektivitas:

Salah satu BUMD mengalami penurunan penjualan. Akhirnya untuk menyelamatkan


perusahaan ini dari kebangkrutan, pemerintah daerah menyelamatkan perusahaan
daerah ini dengan memberikan suntikan dana.

Hal ini dapat dibilang efektif namun tidak efisien, timbul pertanyaan mengapa dibilang
efektif? Karena meskipun tujuan tercapai dengan target beberapa tahun ke depan, tapi
pemerintah tetap mengeluarkan dana atau input yang sangat besar untuk BUMD
tersebut. Berbeda dengan prinsip efisien yang lebih mementingkan proses yang benar
dengan cara meminimalisir input dan memaksimalkan output. Pemerintah daerah lebih
mementingkan tujuan akhir agar perusahaan daerah tersebut dapat bangkit kembali
dan menghasilkan laba untuk pemerintah daerah. Sehingga dapat dikatakan dari
contoh kasus tersebut, pemerintah daerah memikirkan tentang cara agar perusahaan
negara ini dapat efektif menghasilkan laba untuk pemerintah.

31. Audit kinerja setidaknya mencakup salah satu dari aspek ekonomis, aspek efisiensi,
dan aspek efektivitas.

Prinsip Audit Kinerja

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 9


32. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam audit kinerja adalah:

a) Value-For-Money

Audit kinerja membantu menghasilkan informasi yang tepat atas akuntabilitas


manajemen yaitu menyediakan mekanisme penilaian manfaat uang (Value-For-
Money) kepada pemangku kepentingan.

b) Bukti-bukti Eksternal

Dalam melaksanakan audit kinerja, pengujian tidak hanya terbatas pada penelitian
terhadap dokumen. Auditor perlu menggali informasi dari berbagai pihak baik
melalui wawancara dengan pejabat/pegawai atau pimpinan auditi, observasi
lapangan, maupun konfirmasi kepada pengguna layanan yang diberikan oleh auditi
terkait dengan kualitas layanan.

c) Normatif

Pendekatan normatif dilakukan auditor dengan mengidentifikasi adanya


ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektivan suatu program/
kegiatan/entitas, sistem, dan prosedur. Kemudian auditor menganalisis penyebab
dan menyusun rekomendasi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Namun demikian,
rekomendasi yang disusun oleh auditor sebaiknya tidak menguraikan tindakan
perbaikan yang harus dilakukan secara rinci. Sebagai contoh, apabila auditor
menemukan adanya kelemahan kontrol pada suatu proses, rekomendasi yang
diberikan sebaiknya menunjuk pada area mana yang perlu perbaikan kontrol tanpa
menjelaskan detail kontrol yang seharusnya menjadi tanggung jawab manajemen
auditi.

d) Implementasi Kebijakan

Auditor tidak secara langsung memberikan pendapat tentang sesuai atau tidaknya
suatu kebijakan melainkan menunjukkan dampak dari kebijakan tersebut terhadap
ketidakekonomisan dan inefisiensi program/kegiatan/entitas. Dengan demikian,
auditor lebih memberikan pendapat terkait dengan implementasi kebijakan.

e) Keseimbangan

Auditor harus memiliki pandangan yang seimbang untuk menilai keberhasilan


ataupun kekurangan manajemen. Laporan audit kinerja dimulai dengan
menunjukkan keberhasilan kinerja manajemen, kemudian dilanjutkan dengan
menunjukkan kelemahan yang ditemukan.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 10


Tujuan, Ruang Lingkup, dan Manfaat Audit Kinerja

33. Tujuan audit kinerja adalah untuk menilai dan melakukan perbaikan terhadap
berfungsinya program/kegiatan/entitas pemerintah terkait aspek ekonomi, efisiensi dan
efektivitas.

34. Ruang lingkup audit kinerja dapat meliputi:

a) penilaian independen terkait dengan keekonomisan, efisiensi dan efektivitas dari


pelaksanaan suatu program/kegiatan/entitas;

b) analisis independen terkait dengan validitas dan keandalan dari sistem pengelolaan
kinerja, baik sistem pengelolaan kinerja organisasi maupun pengelolaan kinerja
pegawai;

c) analisis independen terhadap permasalahan suatu program/kegiatan/entitas terkait


dengan keekonomisan, efisiensi dan efektivitas dalam rangka memberikan
rekomendasi perbaikan; atau

d) penilaian independen atas dampak suatu program/kegiatan/entitas yang dijalankan,


baik yang bersifat langsung ataupun tidak langsung dan apakah tujuan telah atau
tidak tercapai.

35. Audit kinerja menghasilkan analisis yang objektif untuk membantu manajemen dan
semua yang terkait dengan tata kelola dan pengendalian untuk memperbaiki kinerja
dan pelaksanaan program/kegiatan/entitas, mengurangi biaya, dan memfasilitasi
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab mengawasi dan
memprakarsai tindakan perbaikan dan berkontribusi pada akuntabilitas publik.

36. Pelaksanaan audit kinerja diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi, meliputi
program/kegiatan/entitas atau organisasi secara keseluruhan. Peningkatan kinerja
organisasi diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik yang menjadi
tuntutan masyarakat.

Pendekatan Audit Kinerja

37. Terdapat dua pendekatan dalam audit kinerja, yaitu:

a) Pendekatan Berorientasi Hasil (the results-oriented approach)

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 11


Dengan pendekatan ini, auditor menilai kinerja (ekonomis, efisiensi, dan efektivitas)
dan menghubungkan hasil observasinya dengan tujuan, target, dan peraturan yang
berlaku atau kriteria audit yang telah ditetapkan sebelum penilaian.
Pendekatan berorientasi hasil terutama berkaitan dengan pertanyaan: a) apakah
hasil telah didapatkan; b) apakah kebutuhan telah terpenuhi; dan c) apakah tujuan-
tujuan telah tercapai.

b) Pendekatan Berorientasi Masalah (the problem-oriented approach)

Dengan pendekatan ini, auditor memverifikasi dan menganalisis permasalahan.


Kelemahan dan permasalahan yang ada atau indikasi permasalahan merupakan titik
awal untuk melaksanakan audit, bukan sebagai simpulan. Pendekatan berorientasi
masalah terutama berkaitan dengan pertanyaan: a) apakah permasalahan yang ada
benar-benar terjadi; dan b) apakah penyebab dari permasalahan tersebut.

Objek Audit Kinerja

38. Objek audit kinerja adalah program/kegiatan/entitas atau organisasi secara


keseluruhan, yang dapat meliputi kebijakan, operasi, organisasi, dan manajemen.

39. Kebijakan adalah sebuah usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan sumber daya
tertentu dan dalam periode waktu tertentu.

40. Operasi adalah strategi, proses dan aktivitas yang digunakan oleh manajemen untuk
menghasilkan output dari input.

41. Organisasi/Entitas adalah keseluruhan orang, struktur, dan proses yang dimaksudkan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

42. Manajemen adalah semua pengambilan keputusan, tindakan/kegiatan, dan ketentuan


untuk mengarahkan, membukukan, dan memanfaatkan sumber daya manusia,
keuangan, dan material. Manajemen terdiri dari fungsi-fungsi, yang saling terkait,
penetapan kebijakan organisasi dan pengorganisasian, perencanaan, pengendalian,
dan pengarahan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan dari kebijakan
tersebut. Dengan demikian, manajemen sebagai objek audit dapat berupa kegiatan
utama atau fungsi-fungsi manajemen.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 12


BAB II
PERENCANAAN AUDIT KINERJA

Tujuan Perencanaan Audit Kinerja

43. Audit kinerja diharapkan dapat langsung mengarah kepada area dimana internal audit
dapat memberikan nilai tambah dengan meningkatkan ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi. Untuk itu, perencanaan audit kinerja yang baik sangat diperlukan dalam
rangka:

a) menentukan tujuan, ruang lingkup, dan metodologi audit kinerja;

b) mengurangi risiko audit dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai atas
kecukupan dan ketepatan bukti audit;

c) memastikan bahwa audit kinerja dilaksanakan dengan kualitas yang baik dan
memenuhi prinsip ekonomis, efisien dan efektif; serta

d) mengestimasi sumber daya manusia, biaya, dan waktu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan audit kinerja.

Kebijakan Pengawasan

44. Kebijakan pengawasan merupakan dasar untuk pemilihan tema audit kinerja. Kebijakan
pengawasan juga berfungsi sebagai sebuah mekanisme untuk memilih tema audit di
masa yang akan datang dan dasar untuk perencanaan yang rinci.

45. Tujuan Kebijakan pengawasan adalah:

a) menyediakan dasar yang kuat bagi APIP untuk memberikan arah cakupan audit di
masa depan;

b) mengidentifikasi dan menyeleksi audit yang potensial untuk meningkatkan


akuntabilitas dan administrasi instansi;

c) menyediakan bentuk komunikasi dengan pimpinan APIP;

d) menghasilkan program kerja yang dapat dicapai dengan sumber daya yang
tersedia;

e) memahami risiko APIP dan mempertimbangkannya dalam pemilihan audit; dan

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 13


f) menyediakan dasar bagi akuntabilitas auditor internal.

46. Tema audit kinerja harus dipilih atas dasar masalah dan/atau penilaian risiko serta
materialitas atau signifikansi, tidak hanya terkait keuangan, namun terkait
permasalahan sosial dan/atau politik, serta fokus pada hasil yang diperoleh melalui
penerapan kebijakan publik.

47. Beberapa pertimbangan dalam memilih tema audit kinerja adalah:

a) Signifikansi

Signifikansi aspek seperti nilai uang, perhatian publik, dan sensitivitas pada
kehidupan politik, ekonomi, sosial atau budaya dan signifikansi suatu
program/kegiatan dalam penilaian keberhasilan kinerja suatu entitas.

b) Risiko yang potensial

Memiliki potensi risiko fraud, penyalahgunaan sumber daya dan kesalahan


pengelolaan keuangan. Tingkat risiko ini biasanya tergantung pada kompleksitas
operasi atau desentralisasi atau sebaran lokasi.

c) Masalah operasional

Adanya masalah operasional yang diketahui pada pelaksanaan ataupun setelah


selesainya program/kegiatan.

d) Pilot project

Adanya pilot project yang akan direplikasi di kemudian hari. Auditnya dapat
menunjukkan hasil terbaik terkait keekonomisan/efisiensi/efektivitas pada
program/kegiatan yang serupa.

e) Perubahan besar

Adanya suatu program yang akan menyebabkan perubahan besar dalam kegiatan
operasional, kualitas layanan atau biaya layanan.

f) Auditabilitas

Sumber daya yang tersedia pada APIP yang mencakup metodologi, SDM, dan
alokasi anggaran, serta faktor lain yang menghambat program/kegiatan/entitas
untuk diaudit seperti tidak tersedia kriteria yang tepat dan adanya perubahan
struktur organisasi secara besar-besaran pada entitas yang akan diaudit.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 14


Perencanaan Audit Kinerja

48. Audit kinerja harus didahului dengan perencanaan yang rinci agar pekerjaan bisa lebih
terarah dan konsisten. Hal ini dapat membantu untuk mengendalikan biaya dan
memenuhi deadline yang sudah disusun diawal. Dalam melaksanakan perencanaan
audit kinerja, Tim Audit harus meyakinkan bahwa audit berkualitas tinggi juga dilakukan
dengan cara ekonomis, efisien dan tepat waktu.

49. Perencanaan audit kinerja meliputi:

a) pemahaman entitas;

b) penentuan tujuan dan ruang lingkup audit;

c) penentuan kriteria audit; dan

d) estimasi anggaran dan jadwal audit.

Pemahaman entitas

50. Pemahaman entitas dilakukan untuk dapat memahami dalam kegiatan pokok, proses
bisnis, isu dan permasalahan yang dihadapi, sistem pengendalian intern, peraturan
yang terkait dengan program/kegiatan/entitas yang diaudit, anggaran yang diperoleh
dan data umum lainnya. Pemahaman entitas dapat membantu auditor dalam hal:

a) penentuan tujuan dan ruang lingkup audit kinerja;

b) penaksiran risiko dan pengendaliannya serta identifikasi masalah audit yang


signifikan; dan

c) perencanaan audit yang matang sehingga pelaksanaan audit dapat dilakukan


secara efisien dan efektif.

51. Pemahaman entitas yang akan diaudit dilakukan dengan cara:

a) mempelajari dokumen dasar seperti tugas dan fungsi, program/kegiatan, tujuan,


organisasi, dampak yang diharapkan dari kegiatan operasional, dan anggaran
tahunan auditi;

b) wawancara/diskusi dengan manajemen auditi seperti pimpinan auditi, unit


kepatuhan internal atau yang melakukan evaluasi program internal;

c) mendapatkan informasi yang diperlukan dari laporan hasil audit yang lalu.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 15


Penentuan tujuan dan ruang lingkup audit

52. Tujuan audit adalah apa yang ingin dicapai. Tujuan audit mengidentifikasi hal-hal pokok
audit, aspek-aspek kinerja yang akan dinilai, dan juga permasalahan potensial serta
poin-poin yang akan dilaporkan dan yang akan dikembangkan oleh auditor. Tujuan
audit dapat dianggap sebagai pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang
program/kegiatan/entitas yang berusaha dijawab oleh auditor berdasarkan bukti yang
diperoleh dan dinilai berdasarkan kriteria.

53. Secara umum pertanyaan mendasar audit kinerja adalah:

a) Apakah perangkat yang dipilih mencerminkan penggunaan yang ekonomis atas


dana publik;

b) Apa sebab-sebab dari peningkatan biaya-biaya;

c) Apakah layanan yang diberikan memiliki kualitas yang baik dan berorienatasi
kepada pelanggan;

d) Mengapa layanan tidak diberikan tepat waktu;

e) Apakah program/kegaitan pemerintah dilaksanakan secara efisien;

f) Apakah tujuan –tujuan pemerintah telah terpenuhi;

g) Apa alasan terjadinya dampak yang kurang baik dari program/kegiatan


pemerintah.

54. Penentuan tujuan audit harus didasarkan pada pertimbangan rasional dan objektif, dan
menggunakan perspektif yang holistik dan paling menguntungkan kepentingan publik
dan misi utama dari audit kinerja yang akan dilakukan.

55. Penentuan tujuan audit merupakan tahapan yang sulit dan penting yang memerlukan
pengujian hal-hal pokok secara mendalam melalui penelitian literatur, dokumen-
dokumen dan statistik, interviu dengan pemangku kepentingan utama, para ahli, dan
lainnya serta menganalisis permasalahan potensial dari berbagai sudut pandang.

56. Tujuan audit setidaknya mencakup dua hal, yaitu kegiatan apa yang diaudit dan apa
yang digunakan sebagai kriteria audit. Tujuan audit dapat berupa: untuk
menilai/memastikan/mengungkap/melaporkan apakah suatu kegiatan/program/ entitas
telah dikelola untuk memberikan hasil terbaik terkait keekonomisan/ efisiensi/efektivitas.

57. Tujuan audit berhubungan dengan alasan untuk melakukan audit dan harus ditentukan
pada awal proses audit untuk membantu dalam mengidentifikasi hal-hal yang akan
diaudit dan dilaporkan. Penetapan tujuan audit yang jelas sangat penting dilakukan

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 16


karena setiap simpulan audit yang dilaporkan harus dibuat untuk dapat menjawab
tujuan audit. Sebagai contoh, tujuan audit adalah untuk memastikan apakah pembelian
barang telah dilakukan dengan biaya terendah (ekonomis) dengan memperhatikan
kualitas yang telah sesuai. Pada kasus tersebut, beberapa kemungkinan simpulan audit
atas tujuan audit tersebut adalah:

a) pembelian barang telah dilakukan dengan biaya terendah dengan memperhatikan


kualitas yang telah sesuai; atau

b) pembelian barang tidak dilakukan dengan biaya terendah namun kualitas telah
sesuai; atau

c) pembelian barang telah dilakukan dengan biaya terendah namun tidak


memperhatikan kualitas pada saat keputusan pembelian; atau

d) pembelian barang telah dilakukan dengan biaya terendah dengan memperhatikan


kualitas yang telah sesuai namun volume berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan yang sebenarnya.

Jika tujuan audit adalah untuk menilai atau memastikan aspek ekonomi dari suatu
kegiatan/program/entitas, maka simpulan audit adalah pernyataan mengenai tercapai
tidaknya kondisi aspek ekonomi yang diinginkan. Dengan demikian, apabila tujuan
audit tidak ditentukan, maka penarikan simpulan audit tidak mungkin dilakukan.

58. Ruang lingkup audit mendefinisikan batas-batas kegiatan yang sedang diaudit dan
cenderung untuk mempersempit lingkup audit dari tujuan audit yang luas. Keputusan
lingkup audit dibuat dengan memperhitungkan area kegiatan yang akan memberikan
manfaat audit dan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Yang dimaksudkan
dengan ruang lingkup disini adalah:

a) luas sasaran audit yang akan dilakukan, dalam hal ini auditor harus
mempertimbangkan hal-hal penting yang diinginkan pemberi tugas dan harus
mengacu kepada tujuan audit;

b) permasalahan yang akan diaudit dapat meliputi aspek ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas. Auditor dapat menggunakan satu, dua, atau tiga aspek kinerja
sekaligus, sesuai dengan permasalahan yang ada di lapangan; dan

c) waktu yang diperlukan dalam audit dan besarnya sampel yang akan diambil.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 17


Penelitian Informasi yang Relevan dengan Tujuan Audit

59. Tujuan dari penelitian informasi yang relevan adalah untuk menentukan jenis-jenis
informasi yang dibutuhkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar terkait
dengan tujuan audit.

60. Audit kinerja tidak terdiri dari serangkaian ukuran-ukuran, operasi-operasi atau proses-
proses yang telah didefiniskan secara jelas yang dapat dilaksanakan secara terpisah
dan secara berurutan. Dalam praktik, proses audit kinerja berubah secara bertahap
melalui interaksi dengan pihak lain yang dilaksanakan secara simultan, yang
memungkinkan pengembangan metode-metode secara mendalam dan menjadi lebih
rumit. Audit kinerja dapat menggunakan dan menggabungkan banyak variasi
pendekatan, model, dan metode pengumpulan dan pengolahan data dan mungkin data
dikumpulkan untuk tujuan yang berbeda-beda selama pelaksanaan suatu audit.

61. Pendekatan-pendekatan yang umum digunakan untuk mengetahui informasi yang


relevan dengan tujuan audit adalah:

a) Penelitian Pencapaian Tujuan (Goal-attaintment studies) atau Penelitian berbasis


Outcome (outcome based studies)

Langkah-langkah umum dalam pendekatan ini adalah menentukan output dan


outcome utama yang akan diteliti, menetapkan ukuran-ukuran yang akan dipenuhi
yang menunjukkan bahwa outcome utama telah tercapai, dan mengidentifikasi
informasi pendukung yang diperlukan. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan dasar “Apakah program/kegiatan/entitas telah mencapai
tujuan umumnya?”

b) Penelitian Berbasis Proses (Process-based studies)

Pendekatan ini memungkinkan untuk memahami bagaimana suatu program/


kegiatan/entitas bekerja, yaitu bagaimana memproduksi hasil-hasil yang ada.
Pertanyaan khususnya adalah apa langkah-langkah dan prosedur-prosedur dalam
proses yang berjalan, apakah sumber daya dikelola dan digunakan secara ekonomi
dan efisien, apa proses umum yang melibatkan pelanggan, apa saja
keluhankeluhan yang umum, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan menurut
versi pelanggan, apa yang mendasari kebutuhan layanan. Pendekatan ini
menjawab pertanyaan dasar “Bagaimana program/kegiatan/entitas bekerja?”.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 18


c) Penelitian Dampak (Impact studies)

Dalam pendekatan ini akan dinilai pengaruh sebenarnya dari suatu


program/kegiatan/entitas dengan membandingkan outcome dari suatu program
dengan suatu estimasi seandainya program tersebut tidak ada. Jenis penelitian ini
digunakan ketika faktor-faktor eksternal diketahui mempengaruhi outcome dari
program agar dapat dipisahkan apa kontribusi program terhadap pencapaian
tujuannya. Pendekatan ini menjawab pertanyaan dasar “Apa pengaruh yang
sebenarnya dari suatu program/kegiatan/entitas?

d) Penelitian Biaya-Manfaat (Cost-benefit studies and cost-effectiveness studies)


Penelitian Biaya-Manfaat adalah penelitian terhadap hubungan antara biaya dan
manfaat dari program/kegiatan/entitas yang dinyatakan dalam nilai uang.

Misalnya, penelitian biaya-manfaat ini digunakan untuk mengaudit efisiensi suatu


investasi, dengan tujuan untuk menentukan apakah manfaat dari entitas, program,
atau investasi melebihi biayanya. Pendekatan ini menjawab pertanyaan dasar
“Apakah manfaat program/kegiatan/entitas melebih biaya-biayanya dan apakah
tujuan-tujuannya menggunakan biaya yang serendah mungkin?”.

e) Penelitian Perbandingan Organisasi Sejenis (Benchmarking studies)

Perbandingan organisasi sejenis adalah suatu proses membandingkan suatu


organisasi (program, kegiatan, metode, prosedur, produk, jasa-jasa terhadap
organisasi-organisasi dengan kategori yang sama). Pendekatan ini digunakan untuk
mendorong reviu yang objektif atas proses, praktik, dan sistem, mengembangkan
kriteria dan mengidentifikasi cara-cara operasi yang lebih baik dan membuat
rekomendasi lebih dapat dipercaya. Pendekatan ini menjawab pertanyaan mendasar
“Apakah segala sesuatu dilakukan sesuai dengan praktik terbaik (best practices).

Penentuan Kriteria Audit Intern

62. Kata kriteria berarti aturan, standar atau ukuran tentang sesuatu yang bisa dinilai.
Kriteria audit adalah seperangkat standar yang digunakan oleh auditor dalam
melakukan audit untuk mengungkapkan simpulan audit. Kriteria audit kinerja
merupakan standar kinerja yang wajar dan dapat dicapai terhadap mana aspek
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan/program/entitas dapat dinilai. Kriteria
audit mencerminkan suatu model yang normatif atau ideal tentang permasalahan yang
sedang direviu. Kriteria audit mewakili praktik yang baik atau terbaik, suatu harapan
dari orang yang paham tentang apa yang seharusnya terjadi. Kriteria audit sangat

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 19


penting dalam audit yaitu sebagai dasar pembanding apakah praktik-praktik yang
dilaksanakan telah mencapai standar kinerja yang seharusnya.

63. Tujuan penetapan kriteria audit adalah:

a) sarana komunikasi dalam tim audit dan dengan manajemen auditor mengenai sifat
audit;

b) sarana komunikasi dengan auditi sehingga diharapkan auditi dapat lebih mudah
menerima temuan dan rekomendasi yang akan diberikan;

c) memberikan dasar pada tahap pengumpulan data dan penyusunan prosedur audit;

d) menghubungkan tujuan audit dengan program audit yang dilaksanakan selama


tahap pelaksanaan audit; dan

e) memberikan dasar dalam menyusun temuan audit.

64. Pada audit kinerja belum terdapat standar yang berlaku umum, berbeda dengan audit
keuangan yang telah memiliki standar yang berlaku umum, untuk dapat digunakan
sebagai kriteria audit. Oleh karena itu, tim audit kinerja harus membuat kriteria audit
pada setiap penugasan. Sebelum pelaksanaan audit, kriteria audit yang telah disusun
auditor harus dikomunikasikan dan disepakati dengan auditi. Jika terhadap suatu
kriteria audit tidak dicapai kesepakatan dengan pimpinan auditi, kesepakatan terhadap
kriteria audit tersebut dapat dilakukan dengan pejabat yang lebih tinggi yang
berwenang. Pelaksanaan audit yang menggunakan kriteria audit yang tidak disepakati
dengan auditi akan menyebabkan laporan yang sangat kontroversial dan bahkan tidak
dapat diandalkan.

65. Kriteria audit harus ditetapkan secara objektif. Proses penetapan kriteria audit
memerlukan pertimbangan yang rasional dan penilaian yang baik. Untuk dapat
menetapkan kriteria audit secara objektif, auditor harus:

a) memiliki pemahaman umum tentang area kegiatan yang diaudit dan familiar
dengan dokumen-dokumen, hasil penelitian dan hasil audit terakhir tentang area
kegiatan tersebut;

b) memiliki pengetahuan yang baik mengenai motif dan pertimbangan hukum tentang
program atau kegiatan pemerintah yang akan diaudit serta tujuan dan target yang
ditetapkan;

c) memiliki pemahaman yang memadai tentang harapan-harapan stakeholders


utama;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 20


d) memiliki pengetahuan umum tentang praktik-praktik dan pengalaman-pengalaman
pada program/kegiatan/entitas atau kegiatan lain yang serupa.

66. Dalam audit kinerja terdapat 2 (dua) jenis kriteria audit yaitu kriteria umum dan kriteria
spesifik.

Kriteria Umum

Kriteria umum berasal dari nalar wajar atau rasionalitas umum. Pada dasarnya, kriteria
umum berasal dari praktik-praktik manajemen yang berlaku umum (Generally Accepted
Management Pratices). Beberapa contoh kriteria umum adalah:

a) Tujuan dari manajemen seharusnya dapat dicapai, dapat dikuantifikasikan,


memiliki kualitas, waktu, dan biaya tertentu, sesuai dengan kebijakan organisasi,
dan dapat dimengerti semua pihak;

b) Manajemen seharusnya menyatakan secara jelas rencana untuk mencapai tujuan-


tujuan organisasi dengan menentukan tahapan-tahapan, prosedur-prosedur dan
sumber daya. Rencana tersebut seharusnya menyediakan penilaian untuk
berbagai alternatif;

c) Auditi seharusnya memiliki suatu sistem monitoring dan evaluasi atas proses
pekerjaan;

d) Semua keputusan seharusnya didasarkan pada analisis rasional dan oleh orang
yang memenuhi kualifikasi untuk mengambil keputusan;

e) Analisis seharusnya meliputi seluruh alternatif yang mungkin untuk mencapai suatu
tujuan;

f) Manajemen seharusnya mengetahui secara sadar tentang kebutuhan suatu


program/kegiatan, fungsi atau aktivitas yang memenuhi cara yang paling ekonomis
dan efisien;

g) Seharusnya terdapat sistem pengedalian intern yang dapat diandalkan;

h) Manajemen seharusnya taat pada berbagai peraturan dan prosedur yang ada;

i) Setiap program/kegiatan seharusnya memiliki suatu output tertentu dan


manajemen harus menetapkannya secara jelas;

j) Manajemen seharusnya memiliki sistem yang berlaku untuk mengetahui


penggunaan sumber daya adalah cost – effective; penggunaan sumber daya
direncanakan, dikelola, dan dikendalikan; dan duplikasi pekerjaan telah terhindari;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 21


k) Manajemen seharusnya menerapkan sistem pengelolaan kinerja, meliputi
penentuan target kinerja, mekanisme monitoring dan evaluasi serta tindakan
perbaikan yang diperlukan;

l) Seharusnya ada sistem yang berlaku untuk mereviu berbagai proses, metode,
dan

output organisasi;

m) Seharusnya terdapat bukti atas usaha-usaha yang dilakukan oleh manajemen


untuk memperbaiki efisiensi dan keekonomisan dalam perolehan sumber daya.

Dengan demikian, auditor perlu mengetahui praktik-praktik manajemen yang berlaku


umum dari proses/kegiatan yang berbeda. Praktik ini dapat diadopsi sebagai kriteria
audit umum untuk audit kinerja. Tetapi auditor harus menggunakan kriteria umum
secara hati-hati dan harus menyesuaikan kriteria-kriteria tersebut untuk situasi-situasi
tertentu.

Kriteria spesifik

Kriteria spesifik berasal dari tujuan yang telah ditetapkan untuk suatu
program/kegiatan/entitas. Kriteria spesifik pada umumnya terkait dengan suatu
program/kegiatan dalam lingkup atau area tertentu. Kriteria spesifik harus dalam bentuk
kuantitatif. Apabila tujuan suatu program/kegiatan bukan dalam bentuk kuantitatif, maka
auditor harus berusaha untuk mendapatkan bentuk kuantifikasi dari detail kegiatan
yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Beberapa contoh kriteria
spesifik adalah:

a) Persentase pencapaian ouput belanja;

b) Persentase keberhasilan pelaksanaan kegiatan;

c) Persentase jumlah surat penetapan pajak daerah yang ditindaklanjuti oleh auditi;

d) Persentase piutang pajak daerah yang diselesaikan;

e) Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepatuhan;

f) Target nilai utilisasi kekayaan negara;

g) Target Pendapatan Asli Daerah;

h) Indeks Kepuasan Pengguna Layanan;

i) Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap;

j) Waktu rata-rata proses pengundangan Peraturan Walikota pada Berita Daerah;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 22


k) Persentase penyelesaian tindak lanjut penugasan/instruksi Pimpinan yang tepat
waktu;

l) Persentase kesesuaian diklat dengan Standar Kompetensi Teknis Jabatan;

m) Indeks Kesehatan Organisasi.

Dalam hal tujuan tidak dapat dikuantifikasi dan/atau kriteria tidak bisa ditetapkan, maka
auditor tidak dapat melanjutkan pelaksanaan audit kinerja atas program/kegiatan
tersebut.

67. Kriteria audit kinerja pada dasarnya mengandung salah satu unsur-unsur berikut:
a) Legalitas

Terdapat tahapan program/kegiatan menyangkut pemenuhan terhadap ketentuan


dan peraturan yang berlaku.

b) Ekonomi

Terdapat tahapan program/kegiatan menyangkut perolehan sumber daya.

c) Efisiensi

Terdapat tahapan program/kegiatan menyangkut penggunaan sumber daya.

d) Efektivitas

Tujuan tahapan program/kegiatan dapat dilihat dari pencapaiannya.

e) Waktu

Waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan bagian


dari aspek 3E suatu program/kegiatan.

f) Responsivitas

Bagaimana hasil dari suatu program/kegiatan dapat merespon harapan dari


pemangku kepentingan.

g) Keadilan

Bagaimana suatu program/kegiatan mendistribusikan biaya-biaya dan manfaat


secara proporsional di antara unit-unit dan antara waktu yang berbeda. Unsur-unsur
kriteria audit dapat digunakan oleh auditor untuk mempermudah perumusan dan
penentuan kriteria audit terhadap suatu tahapan program/kegiatan.

68. Kriteria audit dapat berasal dari sumber-sumber dibawah ini:

a) Dokumen dasar perencanaan dari program/kegiatan;

b) Manual operasional atau pedoman;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 23


c) Peraturan dan instruksi yang dikeluarkan oleh manajemen;

d) Kebijakan dan arahan pemerintah;

e) Standar kinerja yang ditetapkan manajemen;

f) Kinerja periode sebelumnya;

g) Lembaga audit lainnya;

h) Entitas audit yang sejenis;

i) Wawancara dengan profesional.

j) Standar yang ditetapkan badan-badan internasional;

k) Pernyataan akademik oleh badan-badan profesional; dan

l) Literatur.

Auditor dapat menggunakan sumber-sumber tersebut untuk merumuskan kriteria audit


yang realistis. Auditor juga harus mempertimbangkan kondisi lokal/setempat unit yang
diaudit, seperti penyesuaian target waktu layanan yang berbeda antara unit di kota
besar dan unit di daerah terpencil atau tertinggal.

69. Kriteria audit yang baik harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:

a) Andal (Reliability): kriteria dapat memberikan simpulan yang sama apabila


digunakan oleh auditor lain untuk masalah yang sama.

b) Objektif (Objectivity): kriteria bebas dari bias, baik dari sisi auditor maupun auditi.

c) Bermanfaat (Usefulness): kriteria dapat menghasilkan temuan dan simpulan audit


yang memenuhi keinginan para pengguna informasi.

d) Dapat dimengerti (Understandability): kriteria ditetapkan secara jelas dan bebas


dari perbedaan interpretasi.

e) Dapat diperbandingkan (Comparability): kriteria bersifat konsisten apabila


digunakan dalam audit kinerja atas program/kegiatan/entitas yang serupa atau
apabila digunakan dalam audit kinerja pada periode sebelumnya atas entitas yang
sama.

f) Lengkap (Completeness): kriteria mengacu pada penggunaan seluruh aspek


kinerja terhadap seluruh kegiatan yang signifikan.

g) Dapat diterima (Acceptability): kriteria dapat diterima oleh auditi, lembaga legislatif,
media, dan masyarakat umum. Semakin tinggi tingkat “dapat diterima” semakin
efektif audit kinerja yang dilaksanakan.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 24


h) Relevan (Relevancy): kriteria dapat memberikan kontribusi dalam proses
pelaksanaan audit terkait dengan pembuatan simpulan yang sesuai dengan tujuan
audit.

70. Dalam menentukan kriteria audit, auditor harus menempuh langkah-langkah sebagai

berikut:

a) Mengidentifikasi apakah entitas telah memiliki kriteria yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja program/kegiatan yang dilaksanakan dan menguji apakah kriteria
yang dimiliki entitas relevan dengan tujuan audit;

b) Mengembangkan kriteria audit sendiri jika entitas tidak memiliki kriteria atau dari
hasil pengujian, kriteria yang ada ternyata tidak relevan dengan tujuan audit dan
belum memenuhi karakteristik kriteria yang baik;

c) Mengomunikasikan kriteria yang akan dipakai kepada auditi sebelum audit


dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan bersama (auditor dan auditi)
mengenai dasar pengukuran kinerja yang digunakan dalam audit atas obyek yang
diaudit sehingga tidak ada penolakan atas hasil audit. Auditor harus berusaha
semaksimal mungkin untuk memperoleh kesepakatan atas kriteria audit antara lain
dengan melakukan analisis dan diskusi lebih lanjut. Jika auditor cenderung merasa
tidak dapat menyetujui sudut pandang auditi, maka auditor dapat tidak melanjutkan
penugasannya ke tahap audit kinerja rinci.

71. Salah satu bentuk kriteria yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan profesional
auditor dan disepakati bersama dengan auditi adalah kriteria penentuan tingkat dampak
potensial dari suatu temuan terhadap pelaksanaan program/kegiatan/entitas dan/atau
pencapaian tujuan program/kegiatan/entitas yang meliputi: Defisiensi yang berdampak
rendah (inconsequential), Defisiensi signifikan (Significant Deficiency), dan Kelemahan
Material (Material Weakness). Kriteria ini digunakan dalam rangka penarikan simpulan
hasil audit kinerja pada Laporan Hasil Audit.

72. Untuk mengembangkan kriteria audit sendiri, auditor dapat menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu:

a) memvisualisasikan tahapan kegiatan dalam suatu program atau proyek. Suatu


program atau proyek biasanya terdiri atas beberapa tahapan kegiatan, seperti studi
kelayakan, perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, operasi, dan evaluasi. Auditor
harus dapat menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan oleh seorang manajer
yang baik untuk melaksanakan dan mengendalikan setiap tahapan kegiatan.
Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria audit;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 25


b) menggunakan kebijakan dan prosedur organisasi, seperti norma waktu yang
ditetapkan dalam SOP;

c) jika tidak ada prosedur yang dapat dijadikan dasar pengembangan kriteria, auditor
dapat mencari dan menggunakan prosedur dari organisasi sejenis untuk dijadikan
sebagai dasar pengembangan kriteria;

d) menggunakan kriteria atas ekspektasi pengguna layanan. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan kuesioner untuk menanyakan kepada responden mengenai
tingkat ekspektasi kinerja auditi;

e) menganalisis data kinerja periode sebelumnya dan mengadopsinya sebagai


kriteria;

f) menggunakan prinsip umum sebagai kriteria umum, yang selanjutnya menyusun


kriteria spesifik dari kinerja detail kegiatan yang diharapkan oleh manajemen.

73. Secara teknis perumusan kriteria audit kinerja mengacu pada standar atau ukuran dari
hal-hal yang termasuk aspek ekonomi, efisien, atau efektivitas.

Kriteria audit kinerja untuk aspek ekonomi

Ekonomi adalah upaya untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan dalam
menjalankan proses bisnis organisasi dengan biaya, waktu, tempat, kualitas, dan
kuantitas yang tepat. Konsep ekonomi adalah meminimalkan biaya perolehan input
yang akan digunakan dalam proses bisnis namun tetap menjaga kualitas input tersebut.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui hal-hal yang termasuk aspek ekonomi yaitu
biaya, waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas sumber daya yang dibutuhkan. Dengan
demikian, kriteria audit untuk aspek ekonomi adalah standar atau ukuran dari biaya,
waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas sumber daya yang dibutuhkan untuk
menjalankan suatu proses bisnis.

Kriteria audit kinerja untuk aspek efisiensi

Efisiensi adalah upaya untuk mendayagunakan input dan mencapai output secara
optimal. Suatu program/kegiatan/entitas dapat dikatakan efisien apabila mampu
menghasilkan output maksimal dengan kuantitas input tertentu atau mampu
menghasilkan output tertentu dengan memanfaatkan input minimal. Output maksimal
dapat menyangkut kuantitas dan kualitas output yang dihasilkan serta waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut. Input minimal dapat menyangkut
kuantitas dan kualitas input termasuk keadaan lingkungan operasional. Dari pengertian
tersebut dapat diketahui hal-hal yang termasuk aspek efisiensi yaitu kuantias, kualitas,
dan waktu dari output dengan input tertentu; kuantitas, kualitas input dan keadaan

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 26


lingkungan operaional dengan output tertentu. Dengan demikian, kriteria audit untuk
aspek efisiensi adalah standar atau ukuran dari kuantias, kualitas, dan/atau waktu dari
output dengan input tertentu; standar atau ukuran dari kuantitas, kualitas input,
dan/atau keadaan lingkungan operaional dengan output tertentu.

Kriteria audit kinerja untuk aspek efektivitas

Efektivitas adalah kemampuan entitas dalam mencapai tujuan. Efektivitas berkaitan


dengan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang dicapai
(outcome). Suatu program/kegiatan/entitas dapat dikatakan efektif apabila output yang
dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang ditetapkan. Untuk menilai aspek efektivitas,
auditor kinerja perlu mempertimbangkan apakah (1) output yang dihasilkan telah
dimanfaatkan sebagaimana diharapkan; (2) output yang dihasilkan konsisten dengan
tujuan; (3) dampak yang dinyatakan berasal dari output yang dihasilkan dan bukan dari
pengaruh lingkungan luar. Dari pengertian tersebut dapat diketahui hal-hal yang
termasuk aspek efektivitas yaitu kesesuaian pemanfaatan output dengan tujuan,
konsistensi output dengan tujuan, dan hubungan antara output dengan dampak yang
terjadi. Dengan demikian, kriteria audit untuk aspek efektivitas adalah standar atau
ukuran dari kesesuaian pemanfaatan output dengan tujuan, konsistensi output dengan
tujuan, dan hubungan antara output dengan dampak yang terjadi.

74. Penentuan tingkatan dampak potensial dari suatu temuan dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan profesional auditor dan disepakati bersama dengan auditi sebagai
kriteria.

Estimasi anggaran dan jadwal audit

75. Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan audit kinerja tergantung dari ukuran,
kompleksitas, ketersediaan data dan pernyataan tentang pengendalian internal atas
suatu program/kegiatan/entitas. Selanjutnya, auditor melakukan penilaian atas audit
sebelumnya (jika ada) atau audit yang sejenis dalam menentukan waktu minimal yang
dibutuhkan. Setelah total waktu ditentukan, auditor menyiapkan rincian anggaran
pelaksanaan audit kinerja.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 27


Survei Pendahuluan

76. Pelaksanaan langkah-langkah perencanaan audit kinerja mulai dari pemahaman entitas
sampai dengan estimasi anggaran dan jadwal pelaksanaan audit dilaksanakan melalui
kegiatan survei pendahuluan. Survei pendahuluan adalah sejenis studi kelayakan audit.
Dari hasil survei pendahuluan, akan diperoleh informasi/simpulan apakah audit atas
tema yang telah dipilih layak untuk dilaksanakan atau tidak. Jika simpulannya adalah
audit layak untuk dilaksanakan, maka tugas selanjutnya untuk auditor adalah menyusun
program kerja audit kinerja.

Laporan Survei Pendahuluan

77. Hasil pelaksanaan survei pendahuluan dilaporkan dalam Laporan Hasil Survei
Pendahuluan. Tujuan penyusunan laporan tersebut adalah:

a) untuk menilai apakah audit kinerja akan dilanjutkan atau tidak dengan pelaksanaan
audit kinerja rinci;

b) untuk menetapkan tujuan audit, kriteria audit, pendekatan audit, dan isu yang
signifikan; dan

c) untuk menentukan waktu dan biaya pelaksanaan audit kinerja.

78. Audit kinerja tidak dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan audit kinerja rinci jika hasil
survei pendahuluan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

a) data tidak tersedia;

b) auditi tidak kooperatif;

c) tidak adanya kesepakatan atas kriteria audit antara auditor dan auditi;

d) biaya pelaksanaan audit lebih besar daripada manfaat audit yang diharapkan;

e) hasil audit keuangan telah menutupi sebagian besar internal kontrol dan
manajemen kinerja yang memuaskan;

f) tujuan dari organisasi auditi telah terpenuhi secara memuaskan; dan

g) audit tidak diharapkan untuk mendapatkan temuan yang signifikan.

79. Secara umum laporan survei pendahuluan minimal akan memuat unsur-unsur berikut:

a) Tujuan survei pendahuluan;

b) Penjelasan program/kegiatan/entitas yang diaudit;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 28


Nama entitas yang diaudit dan gambaran umum dari entitas (misi entitas yang
diaudit, tugas pokok dan fungsi entitas, tujuan entitas, anggaran dan realisasi
keuangan, key performance indicator (KPI) yang digunakan, faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja entitas mencakup faktor internal (lingkungan manajemen)
dan faktor eksternal (politik, instansi vertikal diatasnya, dan sebagainya).

c) Penjelasan mengenai resiko pada program/kegiatan/entitas yang diaudit;

d) Hasil penelaahan sistem pengendalian internal pada program/kegiatan/entitas yang


diaudit;

e) Hasil penelaahan peraturan perundang-undangan;

f) Identifikasi tujuan dan ruang lingkup audit kinerja;

g) Hasil penelaahan kriteria audit dan sumber-sumbernya;

Memuat simpulan mengenai kriteria yang akan digunakan sebagai pembanding


terhadap praktik yang sedang dilakukan oleh entitas yang diaudit.

h) Identifikasi masalah yang perlu ditindaklanjuti dengan audit terinci;

Identifikasi masalah ini diperoleh dari hasil penilaian atas sistem pengendalian
manajemen yang berdampak pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

i) Identifikasi jenis dan sumber bukti yang masih diperlukan untuk menguji hipotesis;

j) Usulan apakah audit dilanjutkan atau dihentikan.

Penyusunan Program Kerja Audit Kinerja

80. Program Kerja Audit (PKA) merupakan rencana tertulis pelaksanaan audit. PKA
disusun setelah hasil survei pendahuluan memutuskan untuk melaksanakan audit
kinerja rinci.

81. Tujuan PKA antara lain:

a) memberikan bukti perencanaan yang tepat dari pekerjaan yang harus dilakukan

oleh auditor;

b) memberikan pedoman/petunjuk bagi anggota tim yang belum berpengalaman;

c) memberikan dasar untuk format KKA auditor dan bukti pekerjaan yang telah

dilakukan tiap auditor;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 29


d) sebagai alat yang efektif untuk melakukan reviu.

82. Prinsip-prinsip Penyusunan PKA

a) Sesuai kebutuhan

PKA umumnya dibuat khusus untuk setiap penugasan karena setiap penugasan
memiliki latar belakang, kriteria audit, dan penyelesaian kasus yang spesifik dan
berbeda-beda. Tidak ada pelaksanaan audit kinerja yang benar-benar sama. Posisi
pengendalian intern yang berbeda-beda di setiap organisasi juga mempengaruhi
lingkup, alur, dan pendekatan audit. Kendati demikian, auditor dapat
mengembangkan PKA sebagai acuan bagi auditor lainnya. Tetapi, PKA tersebut
juga harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan setiap penugasan.

b) Fleksibel

Penyusunan PKA merupakan proses yang berulang. PKA mencerminkan usulan


kegiatan yang fleksibel dan siap untuk ditelaah dan diperbaiki pada setiap tingkatan
ketika auditor menemukan lebih banyak fakta. Auditor terus melihat kembali ke
langkah sebelumnya ketika mereka melaksanakan langkah lebih lanjut. Auditor
sebaiknya tidak kaku dalam melihat PKA, ada kemungkinan auditor perlu merevisi
program kerjanya. Setiap perubahan dalam PKA harus didokumentasikan dan
disetujui oleh pengendali teknis.

c) Jelas

PKA terdiri dari instruksi-instruksi yang jelas untuk auditor dalam melaksanakan
pekerjaan. PKA tersebut sebaiknya menghindari kata-kata yang ambigu seperti
“memadai”, “menyeluruh”, “cukup”, dan sebagainya. Instruksi sebaiknya merinci
lebih jelas ruang lingkup pekerjaan auditor dan prosedur audit yang harus
dilaksanakan.

d) Rinci

Secara umum, PKA berisi rincian semua langkah-langkah yang harus dikerjakan
oleh auditor. PKA yang rinci memungkinkan ketua tim/pengendali teknis untuk
melihat apakah pelaksanaan pekerjaan telah berjalan dengan baik dan
memuaskan, serta memudahkan jika ada pergantian auditor yang bertugas selama
pelaksanaan audit.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 30


e) Komprehensif

PKA berbeda dari checklist atau kuesioner. Suatu checklist berisi hal-hal untuk
diingat dan tidak menyediakan program yang terintegrasi untuk melaksanakan
audit, dan kuesioner membantu pengumpulan data/fakta. PKA lebih komprehensif,
berisi kumpulan fakta, dan memfasilitasi adanya analisis dengan cara yang
sistematis. Dengan demikian, kuesioner seringnya menjadi bagian dari audit,
namun bukan merupakan PKA itu sendiri.

83. Pendekatan Penyusunan PKA

PKA terdiri dari seperangkat unsur-unsur standar untuk setiap risiko utama, yaitu:

a) Tujuan Audit

Setiap penugasan audit memiliki suatu tujuan. Dalam mengembangkan PKA untuk
setiap risiko utama, auditor merinci tujuan audit. Rincian tujuan ini akan
menentukan prosedur audit dan langkah-langkah lanjutannya.

b) Kriteria Audit

PKA menyatakan dengan jelas kriteria audit untuk setiap risiko utama. Adanya
kriteria audit dalam PKA mengingatkan auditor tentang ruang lingkup perkerjaannya
dan memberikan petunjuk mengenai arah prosedur audit rinci yang akan
diterapkan.

c) Prosedur Audit

PKA merinci prosedur audit yang akan diterapkan oleh auditor untuk membuktikan
kebenaran atau kesalahan setiap isu potensial. Auditor membagi pekerjaannya ke
dalam unsur-unsur yang lebih kecil dan mengintegrasikannya dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

• apa tujuan auditnya;

• apa kriteria auditnya;

• kondisi/fakta apa saja yang ada;

• apakah ada penyimpangan dari kriteria audit;

• apa penyebab dari penyimpangan tersebut;

• apa akibat dari penyimpangan tersebut; dan

• apa yang dapat manajemen lakukan untuk memperbaiki situasi tersebut.

BAB III

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 31


PELAKSANAAN AUDIT KINERJA

Tujuan Pelaksanaan Audit Kinerja

84. Tujuan pelaksanaan audit kinerja adalah untuk mendapatkan bukti audit yang relevan,
kompeten, cukup, dan material yang akan digunakan oleh auditor untuk menyimpulkan
tujuan setiap prosedur audit dan mendukung pernyataan-pernyataan pada laporan hasil
audit.

Pendekatan Pelaksanaan Audit Kinerja

85. Pada tahap pelaksanaan audit kinerja, prosedur-prosedur audit yang telah ditetapkan
dijalankan untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Data yang diperoleh (“apa
yang terjadi”) dievaluasi dengan membandingkannya dengan kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya (“apa yang seharusnya”) dalam rangka menyusun temuan audit
yang selanjutnya dilengkapi dengan penyebab dan akibat dari “apa yang terjadi”
tersebut.

86. Temuan-temuan audit disusun ke dalam Daftar Temuan Audit Sementara (DTAS) yang
kemudian disampaikan kepada auditi untuk mendapatkan tanggapan secara tertulis,
baik yang bersifat setuju maupun tidak setuju atas temuan audit berikut alasannya.
DTAS dan analisis atas tanggapan auditi merupakan bahan utama yang akan
digunakan dalam penyusunan laporan hasil audit kinerja.

87. Pelaksanaan audit kinerja mencakup 2 (dua) aspek, yaitu aspek analitis dan aspek
komunikasi. Proses pada aspek analitis terkait dengan pengumpulan, analisis dan
evaluasi data, sedangkan proses pada aspek komunikasi terkait dengan komunikasi
perolehan data, persepsi yang muncul pada saat pelaksanaan audit, dan argumentasi.

88. PKA yang telah ditetapkan harus dilaksanakan, baik terkait dengan pembagian tugas
dalam tim audit maupun jangka waktunya. Namun demikian, perubahan-perubahan
dalam PKA dapat dimungkinkan, terutama apabila auditor menghadapi kesulitan dalam
memperoleh data.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 32


89. Selama pelaksanaan audit kinerja, auditor harus mempertimbangkan adanya persepsi
yang berbeda pada suatu program/kegiatan yang diaudit. Auditor harus senantiasa
menjaga sikap yang tidak memihak atas informasi yang diterima serta selalu terbuka
apabila terdapat cara pandang dan argumentasi yang berbeda. Pertimbangan
profesional (professional judgement) akan dibutuhkan dalam menilai apakah kuantitas
dan kualitas bukti audit telah mencukupi untuk dapat digunakan dalam menyimpulkan
tujuan prosedur audit dan penentuan temuan audit.

Tahapan Pelaksanaan Audit Kinerja

90. Tahapan pelaksanaan audit kinerja adalah tahapan kegiatan audit kinerja yang
dilakukan di tempat kedudukan auditi (fieldwork). Tahapan pelaksanaan audit kinerja ini
mencakup kegiatan-kegiatan entry meeting, pengumpulan dan analisis data, evaluasi
atas kondisi terhadap kriteria, penyusunan temuan audit, pembahasan rencana tindak
lanjut, dan exit meeting.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 33


Tahapan pelaksanaan audit kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 34


Pengumpulan Data

91. Dalam rangka pengumpulan data, auditor dapat menggunakan teknik-teknik seperti (1)
reviu dokumen fisik dan elektronik, (2) wawancara/permintaan keterangan, (3)
kuesioner, (4) observasi fisik, dan (5) penggunaan data elektronik yang tersedia dalam
database.

92. Teknik pengumpulan dan analisis data sangat bergantung pada tujuannya, yaitu
apakah data akan digunakan untuk memahami proses bisnis, menilai dan mengukur
kinerja, atau untuk menggambarkan permasalahan yang telah diidentifikasi
sebelumnya. Walaupun kegiatan pengumpulan data dilakukan lebih dahulu dari
kegiatan analisis data, auditor harus telah menentukan teknik analisis yang akan
digunakan sebelum mendesain strategi dalam mengumpulkan data. Hal ini dilakukan
untuk menghindari data yang terkumpul tidak dapat dilakukan analisis atau tidak
dibutuhkan.

93. Pengumpulan bukti audit pada dasarnya merupakan suatu proses yang berulang,
diawali dengan auditor mendapatkan data, meneliti ketepatan dan kelengkapannya,
menganalisis, kemudian memutuskan apakah diperlukan data tambahan atau tidak.

Hubunga
n antara data, informasi, dan bukti audit dapat digambarkan sebagai berikut:

DATA

Apabilabelum mencukupi, Dikumpulkan


kumpulkan data
tambahan & dianalisis

BUKTI AUDIT INFORMASI

Digunakan untuk
mendukung
simpulan

94. Auditor diharapkan untuk menggunakan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK)
dalam mengumpulkan dan menganalisis bukti audit. Hal ini akan meningkatkan
efisiensi pelaksanaan audit kinerja.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 35


95. Auditor dapat memanfaatkan hasil kerja pihak lain, seperti BPK RI, unit kontrol intern di
lingkungan auditi, dan APIP lainnya sepanjang relevan dengan tujuan prosedur audit.
Hasil kerja pihak lain tersebut harus dinilai apakah telah memenuhi suatu bukti audit
yang relevan, kompeten, cukup, dan material melalui penelaahan pada laporan dan
kertas kerja.

96. Hasil dari pengumpulan data dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif. Data
kuantitatif misalnya hasil pengisian kuesioner dan database dari hasil TABK.
Sedangkan data kualitatif misalnya pengujian dokumen, hasil diskusi/wawancara dan
pengamatan langsung terhadap proses bisnis.

97. Data yang diperoleh dapat berupa data cross sectional, time series, atau panel. Data
cross sectional adalah data yang dikumpulkan dari banyak objek (misal orang, unit atau
wilayah) pada titik waktu yang sama, contohnya data penerimaan pajak seluruh KPP di
Kantor Wilayah tertentu pada tahun 2014. Data time series adalah data suatu objek
yang terdiri dari beberapa periode, contohnya data penerimaan pajak bulanan KPP WP
Besar Satu periode tahun 2011 s.d. 2014. Data panel adalah gabungan data cross
sectional dan time series, contohnya data penerimaan pajak bulanan seluruh KPP di
Indonesia selama dua tahun terakhir.

Analisis Data

98. Data yang telah dikumpulkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis. Analisis dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif. Analisis
kuantitatif dilakukan apabila data yang diperoleh berupa angka, contohnya penerimaan
pajak dalam lima tahun terakhir. Sedangkan analisis kualitatif biasanya dilakukan atas
data yang bukan bersifat angka, contohnya analisis terhadap keabsahan suatu
dokumen atau kualitas suatu laporan.

99. Metode analisis yang dapat digunakan oleh auditor, antara lain:

a) Ratio analysis adalah suatu analisis yang membandingkan angka-angka yang


mempunyai hubungan relevan. Contohnya rasio jumlah penerimaan pajak daerah
dari WP Besar terhadap total penerimaan pajak.

b) Trend analysis adalah suatu analisis melalui pengumpulan informasi dari beberapa
periode waktu dan menggambarkan informasi pada garis horizontal untuk diperiksa
lebih lanjut. Contohnya jumlah jam diklat setiap pegawai dari tahun ke tahun yang
disajikan dalam bentuk grafik.

c) Cost-benefit analysis adalah suatu analisis yang membandingkan ekspektasi biaya


dan manfaat dari beberapa alternatif kebijakan/tindakan, yang semuanya dinyatakan

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 36


dalam nilai moneter. Contohnya membandingkan pengiriman dokumen melalui
caraka dengan jasa kurir.

d) Benchmarking adalah suatu analisis yang membandingkan data yang sama


terhadap organisasi sejenis (memiliki karakteristik yang sama). Contohnya
membandingkan kinerja UPTB Pelayanan Pajak daerah I dengan UPTB Pelayanan
Pajak daerah II.

e) Content analysis adalah suatu analisis yang menginterpretasi isi data teks secara
subjektif melalui proses klasifikasi yang sistematik dari pengkodean dan
mengidentifikasi tema atau pola. Metode ini bisa menggunakan pendekatan
kuantitatif yang produknya berupa angka atau kualitatif yang produknya berupa
deskripsi serta pernyataan subjektif yang mencerminkan apa yang terlihat.
Contohnya auditor ingin mengetahui ketaatan atas pelaksanaan lelang dengan cara
menganalisis beberapa sampel dokumen minuta risalah lelang, surat permohonan
penjual, dan rekening koran.

f) Expert judgement adalah suatu penilaian yang diperoleh dari ahli/peneliti/badan


resmi. Contohnya penentuan nilai bangunan/tanah dapat menggunakan penilaian
dari Kantor Jasa Penilai Publik.

g) Impact Assessment adalah suatu penilaian dampak positif dan negatif atas
beberapa proposal kebijakan untuk menentukan mana yang paling menguntungkan
melalui kuantifikasi dan moneterisasi atas ekspektasi dampak. Metode ini harus
mempertimbangkan proporsionalitas pekerjaan. Selain itu, kedetailan dari Impact
Assessment akan bervariasi sesuai dengan usulan kebijakan yang dinilai, semakin
umum proposal kebijakan maka akan semakin tinggi tingkat ketidakpastian
pengimplementasian kebijakan tersebut, dan semakin rendah ketepatan penilaian
yang dilakukan.

Bukti Audit

100. Bukti audit adalah semua media informasi yang digunakan oleh auditor untuk
mendukung argumentasi, pendapat atau simpulan dan rekomendasinya dalam
meyakinkan tingkat kesesuaian antara kondisi dengan kriterianya.

101. Jenis bukti audit yang dibutuhkan akan sangat beragam tergantung pada
permasalahan dan tujuan prosedur audit. Dalam audit kinerja, bukti audit yang
diperoleh lebih bersifat persuasif (“mengarah pada suatu simpulan”) daripada bersifat
konklusif (“benar/salah”).

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 37


102. Bukti audit harus relevan, kompeten, cukup dan material untuk dapat menjawab tujuan
prosedur audit dan mendukung temuan audit. Sifat kuantitas bukti audit (cukup) dan
kualitas bukti audit (relevan, kompeten, dan material) harus dipahami sebagai suatu
kesatuan yang mempunyai hubungan satu sama lain. Bukti audit dengan kualitas yang
tinggi dapat mengurangi kebutuhan atas jumlah bukti audit yang diperlukan, sedangkan
jumlah bukti audit yang banyak terkadang dapat lebih bersifat persuasif walaupun
secara satuan bukti audit tersebut tidak memiliki kualitas yang tinggi. Bukti yang
relevan, cukup, dan material tidak ada gunanya bila tidak kompeten. Bukti yang
kompeten tidak ada gunanya bila tidak relevan. Bukti yang relevan dan kompeten tidak
ada gunanya bila tidak cukup mewakili. Tidak terdapat ukuran yang pasti atas bukti
audit diperlukan, auditor diharapkan dapat menggunakan pertimbangan profesionalnya.

103. Bukti yang relevan adalah bukti yang secara logis mempunyai hubungan dengan
permasalahannya. Bukti yang tidak ada kaitannya dengan permasalahan (kondisi) tentu
tidak ada gunanya karena tidak dapat dipakai guna mendukung argumentasi, pendapat
atau simpulan dan rekomendasi dari auditor. Relevansi bukti dapat dilihat dari setiap
informasi. Tiap informasi sekecil apapun harus relevan dengan permasalahannya.
Contohnya pada audit pengelolaan penerimaan pajak penghasilan pada kantor
pelayanan pajak, maka bukti yang relevan diantaranya adalah data SPT Pajak
Penghasilan, surat setoran pajak, dan data pada aplikasi Modul Penerimaan Negara
(MPN). Sedangkan bukti yang tidak relevan, misalnya adalah bukti-bukti Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, walaupun bukti-bukti tersebut juga mengandung nilai
uang.

104. Kompeten tidaknya suatu bukti dipengaruhi oleh sumber bukti, cara mendapatkan bukti
dan kelengkapan persyaratan yuridis bukti tersebut. Dilihat dari sumbemya, bukti
tentang kepegawaian yang didapat dari bagian kepegawaian lebih kompeten dibanding
dengan bukti yang didapat dari pihak lain. Bukti yang jelas sumbemya lebih kompeten
dari bukti yang didapat dari sumber yang tidak jelas. Bukti dari pihak luar (bukti ekstem)
pada umumnya lebih kompeten dari bukti dari auditi (bukti intem). Dilihat dari cara
auditor mendapatkan bukti, bukti yang didapat auditor dari pihak luar auditi lebih
kompeten daripada bukti yang didapat dari auditi, bukti yang didapat melalui
pengamatan langsung oleh auditor sendiri lebih kompeten dari bukti yang didapat oleh
atau melalui pihak lain. Dilihat dari persyaratan yuridis, bukti yang ditandatangani,
distempel, ada tanggal, ada tanda persetujuan dan lain-lain lebih kompeten dari bukti
yang tidak memenuhi syarat hukum. Bukti asli lebih meyakinkan daripada fotokopi.
Bukti yang dilegalisasi oleh auditi lebih kompeten daripada fotokopinya. Di samping itu,
sistem pengendalian intern (SPI) juga menentukan keandalan bukti. Bukti yang didapat
dari suatu organisasi yang memiliki SPI yang baik lebih dapat diandalkan daripada

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 38


bukti-bukti yang didapat dari organisasi yang SPI-nya kurang baik. Kompeten atau
tidaknya bukti dilihat dari satu persatu bukti. Ada bukti yang kompetensinya tinggi dan
ada bukti yang kompetensinya rendah. Contohnya bagian keuangan SPI-nya baik,
sedangkan bagian perlengkapan SPI-nya lemah, maka bukti yang bersumber dari
bagian keuangan lebih meyakinkan atau lebih kompeten dibandingkan dengan bukti
dari bagian perlengkapan, khususnya untuk transaksi yang mengaitkan kedua bagian
tersebut.

105. Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah/kuantitas dan/atau nilai keseluruhan bukti.
Bukti yang cukup berarti dapat mewakili/menggambarkan keseluruhan kondisi yang
dipermasalahkan. Contohnya ada dugaan bahwa belanja perjalanan dinas telah
dilakukan secara tidak ekonomis dan atau tidak efektif. Jumlah penugasan perjalanan
dinas 100 kali sedangkan jumlah biaya sebesar Rp 500.000.000. Auditor boleh
menyimpulkan bahwa belanja perjalanan dinas tersebut tidak ekonomis dan atau tidak
efektif, apabila telah menguji dalam jumlah bukti yang cukup, baik dilihat dari sisi jumlah
perjalanan dinas atau dari nilai rupiahnya. Berapa jumlah yang cukup itu, tergantung
dari pertimbangan profesional auditor (40%, atau 50%, atau 85%).

106. Bukti yang material adalah bukti yang mempunyai nilai yang cukup berarti dan penting
bagi pencapaian tujuan organisasi. Mempunyai arti tersebut harus ditinjau baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas. Materialitas atau keberartian tersebut dapat dilihat antara
lain dari :

a) besarnya nilai uang;

b) pengaruhnya terhadap kegiatan (walaupun nilainya tidak seberapa);

c) penting menurut peraturan perundang-undangan (selisih kas tidak boleh terjadi,


karena itu seandainya terdapat selisih kas, berapapun besarnya harus dicari sebab-
sebabnya);

d) keinginan pengguna laporan; dan

e) kegiatan pada saat audit dilakukan sedang menjadi perhatian umum.

Jenis - Jenis Bukti Audit

107. Bukti audit dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu a) bukti fisik, b) bukti dokumen,
c) bukti analisis, dan d) bukti keterangan.

108. Bukti fisik adalah bukti yang diperoleh melalui pengamatan langsung oleh auditor
menyangkut aktiva berwujud. Pengamatan langsung oleh auditor dilakukan dengan
cara inventarisasi fisik (dikenal pula dengan sebutan opname) dan inspeksi ke

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 39


lapangan (on the spot). Hasil pengamatan fisik oleh auditor tersebut dikukuhkan ke
dalam suatu media pengganti fisik yaitu berita acara pemeriksaan fisik, hasil inspeksi
lapangan, foto, surat pernyataan, denah lokasi atau peta lokasi dan lain-lain.
Pengamatan fisik dapat dilakukan untuk meyakinkan mengenai keberadaan (kuantitatif)
dan mutu (kualitatif) dari aktiva berwujud. Namun keandalannya sangat tergantung dari
kemampuan auditor dalam memahami aktiva berwujud yang diaudit. Misalnya, seorang
auditor yang ditugaskan menguji fisik berbagai jenis peralatan teknologi informasi dan
komunikasi tentu saja tidak efektif apabila auditor tersebut sama sekali tidak memahami
teknologi informasi dan komunikasi. Dalam keadaan tertentu, hasil pengamatan fisik
saja belum sepenuhnya dapat dipakai untuk mengambil simpulan audit, karena itu perlu
didukung dengan bukti yang lain.

109. Bukti audit yang paling banyak ditemui oleh auditor adalah bukti dokumen. Bukti
dokumen pada umumnya terbuat dari kertas yang mengandung huruf, angka dan
informasi, simbol-simbol dan lain-lain. Bukti dokumen pada umumnya berbentuk
lembaran-Iembaran kertas, baik berdiri sendiri maupun yang digabungkan. Dalam
menilai atau mengevaluasi bukti dokumen, auditor sebaiknya memperhatikan
pengendalian intern sumber dokumen tersebut dan terpenuhinya persyaratan yuridis.

Kelemahan sistem pengendalian intern memungkinkan dokumen mengandung


kesalahan atau kelalaian yang tidak disengaja, tetapi tidak tertutup pula kemungkinan
terjadinya dokumen palsu yang dibuat oleh karyawan yang tidak jujur. Makin mudah
dokumen dibuat, tanpa prosedur pengendalian intern yang baik, makin besar
kemungkinan dokumen itu mengandung kesalahan dan atau kecurangan. Jika sistem
pengendalian intern lemah, auditor sebaiknya tidak sepenuhnya mempercayai bukti
dokumen dan harus menambah pengujian dengan dokumen lain. Bukti dokumen akan
lebih andal antara lain bila:

a) bukti dibuat oleh pihak luar yang bebas;

b) bukti diterima auditor langsung dari pihak ketiga, tidak melalui auditi; atau

c) dokumen intern telah berada di pihak ketiga.

110. Bukti analisis adalah bukti audit yang diperoleh auditor dengan melakukan analisis atau
mengolah lebih lanjut data-data auditi dan data lain yang berkaitan dengan auditi. Hasil
yang diperoleh dari bukti analisis adalah indikasi atau petunjuk. Bukti analisis tidak
dapat berdiri sendiri sebagai dasar pengambilan keputusan. Bukti analisis hanya
memberikan petunjuk mengenai kecenderungan suatu kejadian, sehingga untuk
membuktikan terjadi atau tidaknya harus didalami dengan perolehan jenis bukti yang
lain.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 40


111. Bukti keterangan adalah bukti yang diperoleh auditor dari pihak lain (baik dari pihak
auditi maupun pihak ketiga) berdasarkan pertanyaan atau informasi tertentu yang
diminta oleh auditor. Yang termasuk bukti keterangan adalah bukti kesaksian, bukti
lisan dan bukti spesialis (ahli). Bukti kesaksian adalah bukti peyakin yang didapat dari
pihak lain karena diminta oleh auditor. Peyakin maksudnya adalah untuk mendukung
bukti-bukti lain yang telah didapatkan oleh auditor. Biasanya bukti pengujian fisik, bukti
dokumen, bukti analisis, atau bukti lisan telah diperoleh, baru kemudian dilengkapi
dengan bukti kesaksian. Bukti lisan adalah bukti yang didapat oleh auditor dari orang
lain melalui pembicaraan secara lisan. Orang lain tersebut mungkin berasal dari luar
auditi maupun dari pihak auditi sendiri. Dalam hal memperoleh bukti lisan, auditor harus
mencatat (menuangkan dalam kertas kerja) dengan seksama termasuk
narasumbernya.

112. Bukti spesialis adalah bukti yang didapat dari tenaga ahli, baik seorang pribadi maupun
instansi atau institusi yang memiliki keahlian yang kompeten dalam bidangnya. Tenaga
spesialis yang dapat digunakan adalah semua profesi seperti ahli komputer, ahli
statistik, ahli hukum, dan ahli perbankan. Untuk memenuhi syarat kompetensi bukti
audit, maka kompetensi tenaga spesialis tersebut harus terjamin. Dalam hal ini, jika
diputuskan untuk menggunakan tenaga ahli, maka auditor harus mengusahakan ahli
yang diakui oleh umum.

Penyusunan Temuan Audit

113. Tujuan dari penyusunan temuan audit adalah:

a) memberikan informasi kepada entitas yang diaudit dan atau pihak lain yang
berkepentingan tentang fakta dan informasi yang akurat dan berhubungan dengan
permasalahan yang diperoleh dari kegiatan audit, temuan audit tersebut belum
dilengkapi dengan rekomendasi;

b) menjawab tujuan audit dengan cara memaparkan hasil audit yang dilakukan auditor
dalam mencapai tujuan audit kinerja; dan

c) menyajikan kelemahan pengendalian intern yang signifikan, kecurangan, dan


penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan yang terjadi pada entitas yang
diaudit.

114. Input yang digunakan dalam penyusunan temuan audit adalah:

a) tujuan audit;

b) kriteria yang telah ditetapkan;

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 41


c) bukti audit; dan

d) simpulan hasil pengujian/analisis bukti.

115. Dalam menyusun suatu temuan audit, hal yang sangat utama untuk diperhatikan
adalah apakah temuan audit yang dibuat oleh auditor merupakan jawaban atas
pertanyaan/dugaan/hipotesis yang telah dituangkan dalam suatu tujuan audit yang
telah ditetapkan. Suatu temuan audit seharusnya merupakan simpulan hasil
pengujian/analisis atas bukti audit yang diperoleh auditor dalam usahanya untuk
mencapai tujuan audit yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila suatu tujuan audit tidak
terpenuhi, disebabkan unsur-unsur temuan audit tidak menggambarkan apa yang
seharusnya hendak dicapai dalam suatu pelaksanaan audit, maka dapat dikatakan
pelaksanaan audit tersebut gagal.

116. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh auditor dalam menyusun suatu temuan
audit, yaitu:

a) temuan audit harus dapat menjawab tujuan audit yang telah ditetapkan;

b) secara umum, unsur temuan audit terbagi atas, kondisi, kriteria, akibat, dan sebab
serta rekomendasi. Namun demikian, di dalam penyusunan temuan audit, unsur
yang dibutuhkan tergantung tujuan yang ingin dicapai sehingga dapat saja unsur
‘sebab’ dapat menjadi suatu unsur yang optional. Contoh: jika tujuan audit yang
ditetapkan adalah menentukan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
atau memperkirakan pengaruh suatu program terhadap perubahan fisik, sosial, atau
ekonomi suatu masyarakat, maka unsur sebab akan menjadi kurang/tidak relevan
untuk disajikan;

c) suatu temuan audit harus didukung oleh bukti audit relevan, kompeten, cukup dan
material;

d) temuan audit sedapat mungkin disajikan dalam suatu urutan yang logis, akurat, dan
lengkap; dan

e) suatu temuan audit merupakan hasil proses analisis di lapangan. Pembahasan atas
temuan audit ini dilakukan pada akhir tahap pelaksanaan audit. Sangat
dimungkinkan pada saat pembahasan ini, entitas yang diperiksa berjanji
memberikan bukti-bukti baru yang belum dapat diberikan pada saat pembahasan
temuan audt dan mungkin bukti baru tersebut dapat mengubah esensi dari temuan
audit. Atas hal itu, maka dimungkinkan juga pada Laporan Hasil Audit (LHA), suatu
temuan audit tidak dijadikan hasil audit karena berdasarkan bukti baru yang

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 42


diberikan oleh entitas dan diyakini oleh auditor ternyata temuan audit itu sudah tidak
layak lagi untuk disajikan.

117. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan menyusun temuan audit adalah
sebagai berikut:

a) Berdasarkan simpulan hasil pengujian/analisis bukti, apabila terdapat perbedaan


(gap) yang signifikan antara kondisi dan kriteria, tentukan apakah perbedaan
tersebut positif atau negatif. Perbedaan positif terjadi apabila kondisi yang
ditemukan sama atau lebih baik daripada kriteria. Perbedaan negatif terjadi apabila
kondisi yang ditemukan tidak mencapai kriteria.

b) Sangat dimungkinkan, auditor menemukan suatu kondisi yang telah memenuhi atau
melebihi kriteria yang disebut temuan positif. Auditor perlu mempertimbangkan
relevansi temuan positif dengan tujuan audit. Apabila temuan tersebut relevan
terhadap tujuan audit, maka auditor perlu mengungkap hal tersebut dalam LHA.

c) Dalam hal auditor menemukan kondisi yang tidak memenuhi kriteria, yang disebut
sebagai temuan negatif, auditor perlu mengidentifikasi unsur-unsur temuan hingga
menjadi suatu temuan audit.

d) Jika ditemukan indikasi yang mengandung unsur kerugian negara/fraud yang


relevan dengan tujuan audit, maka auditor perlu melakukan pendalaman auditnya
sampai menjadi temuan audit. Indikasi yang tidak relevan dengan tujuan audit, perlu
didokumentasikan secara memadai dalam Kertas Kerja Audit (KKA) dan akan
ditindaklanjuti dengan audit investigasi.

Penyampaian DTAS dan Pembuatan BAPHP

118. Berdasarkan program kerja audit dan hasil pengujian yang telah dilakukan, auditor
menyusun DTAS. Setiap temuan audit dalam DTAS tersebut memuat simpulan, fakta,
dan rekomendasi audit terhadap mana auditi akan diminta untuk memberikan
tanggapan.

Permintaan Tanggapan Auditi atas Temuan Audit

119. Auditor harus meminta tanggapan tertulis dan resmi atas simpulan, fakta, dan
rekomendasi audit termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan dari pejabat auditi
yang bertanggung jawab. Tanggapan pejabat yang bertanggung jawab tersebut harus
dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan obyektif, serta disajikan secara
memadai dalam BAPHP. Tanggapan yang diberikan seperti janji atau rencana tindakan

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 43


perbaikan harus dicantumkan dalam BAPHP, tetapi tidak dapat diterima sebagai
pembenaran untuk menghilangkan fakta dan rekomendasi yang berhubungan dengan
fakta tersebut.

120. Apabila tanggapan dari auditi tersebut bertentangan dengan simpulan, fakta, dan
rekomendasi dalam DTAS, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut tidak
benar, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan tersebut
beserta alasannya secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, auditor harus
memperbaiki laporannya apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan tersebut
benar.

Pembahasan Temuan Audit dan Pembuatan BAPHP

121. Pada saat exit meeting, auditor melakukan pembahasan dengan pemimpin auditi atau
yang mewakili atas hasil pelaksanaan penugasan audit lapangan yang telah
dikomunikasikan sebelumnya kepada auditi. Hasil pembahasan dituangkan dalam
BAPHP yang ditandatangani oleh Pengendali Teknis dan/atau Ketua Tim bersama
pemimpin auditi atau pejabat yang mewakili.

122. Jika DTAS dan tanggapan auditi tidak bertentangan dengan hasil pembahasan, auditor
dapat langsung membuat BAPHP. Sebaliknya, apabila DTAS bertentangan dengan
hasil pembahasan, auditor akan memperbaiki DTAS tersebut. Apabila tanggapan auditi
bertentangan dengan hasil pembahasan, auditor meminta agar auditi melakukan
penyesuaian pada tanggapannya. Sedangkan, jika pembahasan dengan auditi tidak
menghasilkan kesepakatan atas hasil audit, maka auditor membuat tanggapan yang
menyatakan ketidaksetujuan atas tanggapan auditi tersebut. Setelah auditor dan/atau
auditi melakukan perbaikan yang diperlukan, kemudian auditor membuat BAPHP.

Dokumentasi Audit

123. Prinsip dasar dalam mendokumentasikan bukti audit adalah bahwa pihak lain yang
tidak terlibat dalam audit tersebut dapat dengan mudah menggunakan dan memahami
bukti-bukti audit yang mendukung pertimbangan dan simpulan auditor. Semua hasil
kerja dari setiap pelaksanaan audit harus didokumentasikan dalam kertas kerja audit.

124. Dokumentasi bukti-bukti audit yang dituangkan dalam bentuk KKA merupakan hal yang
vital dan harus dapat diselesaikan sebelum temuan audit diserahkan untuk dilakukan
reviu guna meyakini bahwa temuan audit diperoleh berdasarkan bukti-bukti audit yang

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 44


memadai. KKA harus memuat informasi terkait pendekatan dan teknik audit yang
dilakukan oleh auditor dalam menyimpulkan tujuan audit, dan secara jelas
mereferensikan bukti-bukti audit yang digunakan. Dokumentasi audit sedapat mungkin
tidak memuat bukti-bukti audit yang tidak perlu dan tidak relevan dengan tujuan audit.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 45


BAB IV
KOMUNIKASI HASIL AUDIT KINERJA

Tujuan Komunikasi Hasil Audit Kinerja

125. Komunikasi hasil audit kinerja diharapkan dapat berguna untuk (1) mengomunikasikan
hasil audit kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku, (2) menghindari kesalahpahaman atas hasil audit;
(3) menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait,
dan (4) memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan
perbaikan yang semestinya telah dilakukan.

Komunikasi Hasil Audit Kinerja

126. Secara umum komunikasi hasil audit kinerja mengacu pada Standar Audit Intern
Pemerintah Indonesia - Standar Komunikasi Audit Intern yang disusun oleh Asosiasi
Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).

127. Sesuai Standar Komunikasi Audit Intern, komunikasi hasil penugasan audit kinerja
harus memenuhi kriteria di bawah ini:

a. Mencakup sasaran, ruang lingkup, simpulan hasil audit, rekomendasi, dan rencana
aksi.

Komunikasi akhir hasil penugasan audit intern harus berisi simpulan hasil audit.
Simpulan hasil audit harus mempertimbangkan harapan auditi dan para pemangku
kepentingan lainnya dan harus didukung dengan informasi yang cukup, kompeten,
relevan, dan berguna. Auditor harus melaporkan kinerja auditi secara berimbang
(balance) dengan mengakui kinerja yang baik/memuaskan dan kemudian
menyajikan kinerja yang kurang baik.

b. Melaporkan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) auditi.

Kelemahan sistem pengendalian intern yang dilaporkan adalah kelemahan yang


mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan SPI yang tidak signifikan
cukup disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat (management letter).

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 46


c. Melaporkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan,
dan ketidapatutan (abuse).

Apabila berdasarkan informasi yang diperoleh, auditor menyimpulkan bahwa telah


terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan, dan
ketidakpatutan (abuse), auditor harus mengomunikasikan hal tersebut.

d. Komunikasi hasil audit harus memenuhi persyaratan kualitas komunikasi yaitu tepat
waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, konstruktif, jelas, serta ringkas dan
singkat.

Tepat waktu artinya informasi tersedia pada saat diperlukan manajemen untuk
melakukan langkah perbaikan. Lengkap berarti tidak kekuarangan apapun hal yang
penting dan mencakup semua informasi penting dan relevan, serta pengamatan
untuk mendukung rekomendasi dan simpulan. Akurat artinya bebas dari kesalahan
dan distorsi dan sesuai dengan fakta-fakta yang mendasari. Objektif berarti adil,
tidak memihak, tidak bias, serta merupakan hasil dari penilaian yang adil dan
seimbang dari semua fakta dan keadaan yang relevan. Meyakinkan artinya harus
dapat menjawab sasaran audit, menyajikan fakta, simpulan, dan rekomendasi yang
logis. Konstruktif berarti dapat membantu auditi dan mengarah pada perbaikan yang
diperlukan. Jelas artinya mudah dipahami dan logis, menghindari bahasa teknis
yang perlu dan menyedakan semua informasi yang signifikan dan relevan. Ringkas
adalah laporan tidak lebih panjang dari pada yang diperlukan untuk menyampaikan
dan mendukung pesan. Singkat berarti langsung ke titik masalah dan menghindari
elaborasi yang tidak perlu, detail berlebihan, redundansi, dan membuang-buang
kata.

e. Dibuat secara tertulis pada kesempatan pertama setelah berakhirnya pelaksanaan


audit.

f. Dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang
terkait.

g. Bentuk laporan dibuat dalam bentuk bab dan surat. Laporan bentuk bab digunakan
apabila dari hasil audit ditemukan banyak fakta dan atau signifikan. Sedangkan
laporan bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak ditemukan banyak fakta
yang signifikan.

h. Melaporkan tanggapan pejabat auditi yang bertanggung jawab mengenai simpulan,


fakta, dan rekomendasi auditor, serta perbaikan yang direncanakan.

Auditor menyatakan bahwa kegiatan audit dilaksanakan sesuai dengan standar.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 47


Penyusunan Laporan Hasil Audit

128. Laporan hasil audit kinerja disusun dalam bentuk bab berupa Laporan Hasil Audit
(LHA) dan dalam bentuk surat berupa Surat Hasil Audit (SHA). LHA disusun
berdasarkan BAPHP dan ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan
pengawasan (Auditor Utama/Inspektur yang berperan sebagai Pengendali Mutu).

129. LHA mempunyai outline sebagai berikut:

a. Cover Judul

b. Daftar Isi

c. Ringkasan Hasil Audit

d. Dasar Hukum

e. Tujuan Audit

f. Ruang Lingkup Audit

g. Metodologi Audit

h. Gambaran Umum

i. Uraian Hasil Audit

j. Rencana Tindak Lanjut

k. Hal-hal Lain yang Perlu Diungkapkan (jika ada)

l. Apresiasi

m. Lampiran

130. Cover Judul, berisi judul utama dan sub judul. Judul utama memuat uraian ringkas
tema audit kinerja dan nama unit/kegiatan yang diaudit, sedangkan sub judul
menjelaskan topik dari simpulan hasil penugasan pengawasan yang paling penting
untuk disampaikan kepada pemimpin dan stakeholder dengan menggunakan bahasa
yang santun. Antara judul utama dan sub judul dipisahkan dengan tanda titik dua (:).
Contoh:

LAPORAN HASIL AUDIT KINERJA ATAS EFEKTIVITAS KEGIATAN PERLUASAN


AREA SAWAH PADA DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA: PERLU UPAYA
PENINGKATAN MEKANISASI PERTANIAN (simpulan hasil audit kinerja yang paling
penting)

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 48


131. Ringkasan Hasil Audit, yaitu berisi hasil audit secara ringkas yang meliputi simpulan
hasil audit dan rekomendasi (jika ada). Simpulan hasil audit yang dituangkan pada
bagian Ringkasan Hasil Audit harus dapat menjawab tujuan audit yang telah ditetapkan
sebelumnya.

132. Simpulan hasil audit disusun dengan terlebih dahulu melakukan evaluasi dan
menentukan tingkat temuan berdasarkan dampak potensialnya.

133. Berdasarkan dampak potensial tersebut, tingkatan temuan ditentukan sebagai berikut:

a. Defisiensi yang berdampak rendah (inconsequential), yaitu suatu temuan yang


dampaknya tidak signifikan terhadap pelaksanaan program/kegiatan/entitas
dan/atau pencapaian tujuan program/kegiatan/entitas.

b. Defisiensi signifikan (significant deficiency), yaitu suatu temuan yang berdampak


signifikan terhadap pelaksanaan program/kegiatan/entitas dan/atau pencapaian
tujuan program/kegiatan/entitas.

c. Kelemahan material (material weakness), yaitu suatu temuan yang berdampak


material terhadap pelaksanaan program/kegiatan/entitas dan/atau pencapaian
tujuan program/kegiatan/entitas.

134. Penentuan tingkatan dampak potensial dari suatu temuan dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan profesional auditor dan disepakati bersama dengan auditi sebagai
kriteria.

135. Berdasarkan tingkatan setiap temuan maka dapat dirumuskan simpulan hasil audit
sebagai berikut:

a. Ekonomis/Efisien/Efektif, apabila tidak ada defisiensi signifikan dan kelemahan


material.

b. Ekonomis/Efisien/Efektif Dengan Pengecualian, apabila terdapat satu atau lebih


defisiensi signifikan yang apabila digabungkan tidak terdapat kelemahan material.

c. Tidak Ekonomis/Efisien/Efektif, apabila terdapat satu atau lebih kelemahan


material atau terdapat gabungan defisiensi signifikan yang mengakibatkan
kelemahan material.

Contoh Simpulan Efektif:

RINGKASAN HASIL AUDIT

Berdasarkan hasil audit, kami berpendapat bahwa pelaksanaan kegiatan perluasan


area sawah pada Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya telah dilaksanakan secara Efektif.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 49


Tidak terdapat temuan yang berdampak signifikan dan material terhadap pencapaian
tujuan, namun demikian masih terdapat area-area yang dapat ditingkatkan, yaitu
sebagai berikut:

a. ...

b. ...

c. ...dst.

Kepada Kepala Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya disarankan agar :

1) ...

2) ...

3) ...dst....(sesuai Rencana Tindak Lanjut).

Contoh Simpulan Efektif Dengan Pengecualian:

RINGKASAN HASIL AUDIT

Berdasarkan hasil audit, kami berpendapat bahwa pelaksanaan kegiatan perluasan


area sawah pada Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya dilaksanakan secara Efektif
kecuali terhadap hal-hal sebagai berikut:

a. ...

b. ...

c. ...dst.

Kepada Kepala Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya disarankan agar :

1) ...

2) ...

3) ...dst....(sesuai Rencana Tindak Lanjut).

Contoh Simpulan Tidak Efektif:

RINGKASAN HASIL AUDIT

Berdasarkan hasil audit, kami berpendapat bahwa pelaksanaan kegiatan perluasan


area sawah pada Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya Tidak Efektif. Terdapat beberapa
kelemahan material yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, yaitu sebagai berikut:

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 50


a. ...

b. ...

c. ...dst.

Kepada Kepala Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya disarankan agar :

1) ...

2) ...

3) ...dst....(sesuai encana Tindak Lanjut).

136. Dasar Hukum, yaitu berisi dasar kewenangan APIP melakukan penugasan dan surat
tugas beserta susunan tim.

137. Tujuan Audit, yaitu berisi pernyataan mengenai apa yang akan dicapai dari audit yang
dilakukan. Tujuan audit harus dipertimbangkan secara hati-hati, dinyatakan secara
jelas, dan sesuai dengan jenis audit yang dilaksanakan.

Contoh :

TUJUAN AUDIT

Audit dilaksanakan untuk melakukan penilaian atas aspek ekonomi, efisensi, dan
efektivitas kegiatan perluasan area sawah pada Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya.

138. Ruang Lingkup Audit, yaitu batasan audit yang memuat program/kegiatan yang
dilakukan audit, lokasi, sampel, dan periode waktu audit. Ruang lingkup pengujian
auditor dapat meliputi suatu kegiatan tunggal dari suatu program, kegiatan atau dapat
meluas ke seluruh entitas atau organisasi. Auditor harus menentukan ruang lingkup
audit kinerja dalam laporan agar pembaca menyadari keterbatasan auditor. Penentuan
ruang lingkup audit kinerja benar-benar akan mempengaruhi laporan audit kinerja. Jika
ruang lingkupnya luas melibatkan semua kegiatan organisasi, tingkat materialitas untuk
pelaporan akan lebih tinggi daripada jika ruang lingkupnya sempit dan fokus pada
beberapa kegiatan atau suatu tahapan dari suatu program.

139. Metodologi Audit, memuat penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penugasan untuk mencapai tujuan audit
yang meliputi materialitas, metode uji petik, metode pengumpulan bukti, dan metode
pengujian bukti, serta teknik dan mekanisme pelaporan.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 51


Contoh:

METODOLOGI AUDIT

1) Audit kinerja dilaksanakan dengan mengacu pada Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia.

2) Metodologi audit yang digunakan dalam penugasan ini adalah sebagai berikut:

• Perencanaan menggunakan risk based audit yaitu berupa pengumpulan


symptoms, arahan pemimpin, hasil audit yang lalu, isu-isu yang berkembang
kemudian dianalisis dan dievaluasi berdasarkan bobot prioritas.

• Pelaksanaan audit lapangan meliputi survei pendahuluan, penyusunan PKA, dan


pelaksanaan audit rinci dengan menggunakan teknik audit di antaranya
penelaahan dokumen, interview, dan observasi.

• Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan survei pendahuluan, tim audit melakukan


kesepakatan dengan auditi atas kriteria audit yang akan digunakan dalam
pelaksanaan audit rinci.

3) Pada akhir pelaksanaan audit lapangan dibuat konsep Berita Acara Pembahasan
Hasil Pengawasan (BAPHP) yang berisi temuan dan rekomendasi audit, dan
diserahkan kepada auditi untuk mendapatkan tanggapan. Setelah mendapat
tanggapan dan melakukan pembahasan dengan auditi, BAPHP ditandatangani oleh
auditor dan Pemimpin Kantor Auditi. Berdasarkan BAPHP kemudian disusun LHA
yang bersifat final.

140. Gambaran Umum, menguraikan tentang latar belakang dan program/kegiatan yang
menjadi tema audit dan isu-isu penting yang terkait di dalamnya dengan tujuan untuk
memahami program/kegiatan yang menjadi sasaran audit, termasuk fakta-fakta,
statistik, serta istilah yang digunakan.

141. Uraian Hasil Audit, menguraikan secara jelas temuan, rekomendasi audit dan
tanggapan auditi. Setiap temuan audit diberi judul dan sedapat mungkin didukung
dengan data kuantitas, gambar dalam bentuk tabel, diagram, matriks, foto, flowchart
dan lain-lain. Penyajian temuan didahului dengan kalimat yang mengungkapkan topik
permasalahan (topical sentense) yang meliputi fakta/kejadian, kriteria yang disepakati
(best practices/standar/rencana/norma yang telah ditetapkan), penyebab, dan dampak
yang ditimbulkan serta rekomendasi, sebagai berikut:

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 52


a. Kondisi atau Fakta Audit

Salah satu bagian pokok dari BAPHP dan LHA adalah kondisi atau fakta audit yang
merupakan ‘potret’ kenyataan yang ditemukan auditor dalam melaksanakan suatu
audit kinerja. Masalah yang diangkat sebagai kondisi audit haruslah signifikan yang
penentuannya dapat dilakukan berdasarkan sifat atau konteks dari suatu
permasalahan yang bahkan lebih penting dari pertimbangan berdasarkan jumlah.
Kondisi tersebut harus memberikan penjelasan tentang lingkungan operasi auditi
dan kendala-kendala yang mempengaruhi kinerja, termasuk yang berada diluar
kendali auditi. Apabila dijumpai temuan positif, maka temuan positif tersebut
disajikan sebelum mengungkapkan temuan negatif. Temuan positif dapat disajikan
pada Ringkasan Hasil Audit dan atau sebagai kalimat pengantar temuan audit pada
Uraian Hasil Audit.

b. Kriteria Audit

Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja meliputi baik kriteria untuk aspek
ekonomi, efisiensi, maupun aspek efektivitas. Kriteria yang digunakan sedapat
mungkin telah disepakati oleh auditor dengan auditi.

c. Sebab

Penelitian untuk menentukan penyebab dapat tanpa ujung, karena segala sesuatu
disebabkan oleh yang lainnya sehingga hal ini dapat menjadi proses yang tidak
menentu. Pendekatan yang diinginkan adalah mengikuti permasalahan sampai
auditor dapat membuat rekomendasi yang akan memperbaiki kekurangan kinerja
atau memperbaiki situasinya di masa yang akan datang. Fakta-fakta yang
tersembunyi yang mungkin menjadi penyebab utama atau yang dicari dapat
diperoleh pada saat pembahasan dengan auditi.

d. Akibat

Akibat mencerminkan sejauh mana pengaruh kondisi yang ditemukan terhadap


pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan atau sejauh mana kondisi mempengaruhi
aspek ekonomi, efisiensi and efektivitas auditi.

e. Rekomendasi

Auditor harus menyampaikan rekomendasi kepada auditi untuk memperbaiki kinerja


bidang yang bermasalah guna meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan auditi
yang diperiksa. Laporan audit kinerja seharusnya tidak fokus semata-mata pada
kritik atas masa lalu tetapi seharusnya konstruktif. Umumnya rekomendasi

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 53


mengusulkan bidang-bidang yang memerlukan perbaikan bukan menyarankan
bagaimana mencapainya, meskipun situasinya kadang-kadang mendorong
rekomendasi yang spesifik. Rekomendasi yang diusulkan harus direviu bersama
dengan manajemen auditi sebelum dimasukkan dalam LHA. Hal ini akan
mengungkap lebih awal kelemahan rekomendasi dan bermanfaat untuk mencairkan
resistensi manajemen auditi terhadap rekomendasi audit.

Auditor harus melaporkan tanggapan pejabat auditi atas simpulan, fakta, dan
rekomendasi auditor serta perbaikan yang direncanakan. Untuk memenuhi
persyaratan kualitas komunikasi yaitu adil, lengkap, dan objektif, auditor semaksimal
mungkin mengupayakan adanya reviu dan tanggapan dari pejabat auditi yang
bertanggung jawab sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya
mengemukakan fakta dan pendapat auditor saja, melainkan memuat pula pendapat
dan rencana yang akan dilakukan oleh pejabat auditi yang bertanggung jawab.

142. Rencana Tindak Lanjut, berisi penjelasan tindak lanjut yang sudah, sedang dan akan
dilakukan serta kesanggupan auditi untuk menindaklanjuti rekomendasi berikut rencana
tindak spesifik.

143. Hal-hal lain yang perlu diungkapkan, berisi informasi penting lainnya yang perlu
mendapat perhatian pemimpin auditi (jika ada).

144. Apresiasi kepada Auditi, berisi ucapan terima kasih kepada auditi dan pihak lain
sehingga kegiatan pengawasan dapat terlaksana dengan lancar.

145. Lampiran, berisi tabel, gambar, foto, grafik, dan diagram yang mendukung isi laporan.

146. Laporan hasil pengawasan bentuk surat berupa Surat Hasil Pengawasan (SHP). SHP
merupakan ikhtisar eksekutif dari LHA. Penyusunan SHP dituangkan dalam beberapa
paragraf, yaitu:

a. paragraf pembuka memuat tujuan dan ruang lingkup.

b. paragraf isi memuat simpulan hasil audit yang dapat menjawab secara langsung
tujuan audit dan rekomendasi. Jika tujuan audit meliputi sebagian atau seluruh
aspek kinerja, untuk setiap aspek terdapat satu paragraf isi yang memuat simpulan
hasil audit atas masing-masing aspek kinerja.

c. paragraf penjelas memuat penjelasan tambahan (explanatory paragraph) jika


diperlukan.

d. paragraf penutup berisi himbauan kepada auditi agar rekomendasi segera


ditindaklanjuti dan menginformasikannya kepada entitas yang terkait.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 54


BAB V
PENUTUP

147. Secara konkrit, pelaksanaan audit kinerja yang efektif akan dapat menghasilkan antara
lain:

(a) penghematan keuangan negara/daerah;

(b) peringatan dini atas suatu program/kegiatan yang diperkirakan akan tidak efektif;

(c) peningkatan layanan publik;

(d) peningkatan pengambilan keputusan;

(e) peningkatan pengendalian dan perencanaan anggaran; dan

(f) peningkatan perencanaan dan penggunaan sumber daya.

148. Pelaksanaan audit kinerja yang efektif oleh APIP tentunya sangat diharapkan oleh
semua pihak yang berkepentingan dan sebagai langkah awal sudah selayaknya
pedoman ini dijadikan acuan bersama dalam melaksanakan audit kinerja sambil terus
dilaksanakan perbaikan agar dapat menjadi sebuah kerangka audit kinerja yang
memadai di lingkungan APIP.

Pedoman Audit Kinerja Inspektorat Kota Tasikmalaya 55

Anda mungkin juga menyukai