Anda di halaman 1dari 2

Nama : vena sepni mayori

Kelas : kenanga

Prodi : D III kebidanan

Makul : konsep kebidanan

Nim : BOB0201818

peraturan peraturan terkait perkembangan bidan di indonesia

 Kebidanan memiliki Undang-Undang tersendiri. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019


tentang Kebidanan disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Maret 2019.
UU 4 tahun 2019 tentang Kebidanan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 56 dan Penjelasan Atas UU 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6325 oleh
Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 15 Maret 2019 di Jakarta.
 Kebidanan dalam UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada
perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan,
masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan
Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh
Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik
Kebidanan.
 Pelayanan Kebidanan menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019
tentang Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidct.n secara mandiri,
kolaborasi, dan/atau rujukan. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan
yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan. Kompetensi Bidan adalah
kemampuan yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan.
Oleh karena itu, setiap tenaga kesehatan harus memperhatikan standar yang berlaku di
profesinya termasuk bidan, selain itu bidan juga harus patuh pada Kode Etik Kebidanan. Kode
etik Kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan
bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan
kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya (Sofyan, Mustika,
2007). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan
adalah bagaimana regulasi hukum bagi bidan yang melakukan pengobatan hukum bagi bidan
dalam pelayanan kesehatan.

 Peraturan Menkes RI Nomor HK. 02. 02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan


Penyelenggaraan Praktik Bidan Pada BAB I yaitu tentang Ketentuan Umumpada pasal 1
ayat 3 yang berbunyi Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah
bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktik kebidanan. Kemudian pasal 1 ayat 4 yang berbunyi Standar adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang
meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.

 Oleh karena itu, agar tidak melanggar atau melampaui kewenangannya, bidan harus
mematuhi peraturan ini, karena peraturan ini mempunyai kekuatan hukum mengikat
profesi bidan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaran Praktik Bidan termasuk peraturan perundang-undangan lain yang
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal ini
diperintahkan pasal 3 ayat (5) Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Oleh karena itu, semua bidan di Indonesia baik yang menyelenggarakan
praktek mandiri maupun yang di fasilitas pelayanan kesehatan harus melaksanakan
kewenangannya sesuai Peraturan Menteri Kesehatan tersebut. Menurut analisis penulis,
bidan yang melakukan praktek mandiri melanggar kode etik, wewenang bidan dan Pasal
20 Ayat 2Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin
dan Penyelenggaran Praktik Bidan Indonesia disebutkan bahwa dalam memberikan
pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan berwenang
melakukan: pelayanan neonatal esensial; penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan
dengan perujukan; pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah; dan konseling dan penyuluhan. Pada ayat (5), Pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita, dan anak prasekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran lingkar kepala,
pengukuran tinggi badan, stimulasi deteksi dini, dan intervensi dini peyimpangan
tumbuh kembang balita dengan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP).

Anda mungkin juga menyukai