Anda di halaman 1dari 21

TUGAS PAJAK

BAB 2
“ Ruang Lingkup Pajak Penghasilan Umum “

KELOMPOK 7
Kelas Pajak 3
1. Ni Made Sri Mahoni (1707342079 / 06)
2. Putu Evan T Darsanofa (1707342087 / 14)
3. I Wayan Yoga Adi Pratama (1707342096 / 22)
4. Ni Made Iga Abdi Pradnyandari (1707342098 / 24)
5. Putu Yulia Sinthia Dewi (1707342109 / 32)

Program Diploma III Perpajakan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
Semester Ganjil
2018/2019
2.1 Gambaran Umum Cara Menghitung PPh Terhutang

Cara Menghitung PPh Terutang, baik PPh Tahunan Terutang, PPh Final Terutang,
maupun Uang Muka PPh Terutang bisa disajikan berupa rumus umum perhitungan PPh
Terutang sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Tarif Pajak x Tarif PPh  =PPhTerutang


                               (Base x Rate            = Tax)             
Dasar pengenaan pajak adalah suatu jumlah yang terhadapnya langsung diterapkan
tarif pajak. Dalam UU PPh, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dibedakan menjadi dua yaitu :
1. DPP untuk pemajakan PPh bulan anak pemajakan PPh final maupun pemajakan
uang muka PPh adalah
a) Penghasilan bruto atau jumlah bruto tanpa PPN/PPnBM, atau
b) Perkiraanpenghasilannetto (penghasilannetto yang dikira-kirasaja).
2. DPP untukpemajakan PPh Tahunan pada akhir tahun pajak/bukua
dalahPenghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung sebagai berikut:
a) Bagi WP Orang Pribadi Dalam Negeri yang tidak wajib pembukuan
(omset setahun tidak melampaui 4,8M) PKP dihitung dari penghasilan
bruto dikalikan norma penghitungan penghasilan neto. Norma
penghitungan penghasilan neto merupakan suatu persentase yang besarnya
ditentukan oleh Dirjen Paja k (Pasal 14 UU PPh).
b) Bagi WP yang wajib pembukuan (WP Orang Pribadi DalamNegeri yang
omset setahun melebihi 4,8M, Wp Badan Dalam Negeri, WP BUT, dan
WP Warisan yang belumterbagi) PKP dihitung dari penghasilan bruto
dikurangi biaya-biaya atau pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan tersebut (Pasal 6 sd 11, Pasal 9 dan
18 UU PPh) serta kompensasi kerugian fiskal. Perhitungan ini mirip
dengan perhitungan laba netto dalam akuntansi.
c) Bagi WP yang wajib pembukuan, tetapi karena sifat usahanya sulit
menetukan penghasilan neto (seperti Wp yang bergerak di bidang
pelayanan atau penerbangan internasional), PKP dihitung daripenghasilan
bruto dikalikan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan
Khusus merupakan suatu persentase yang besarnya ditentukan olehMenteri
Keuangan yang mendapat wewenang dari UU PPh (Pasal 15 UU PPh).
Jadi dalam menghitung PKP untuk menjadi DPP, kita peratama-tama harus
menghitung penghasilan neto nya terlebih dahulu.
 Tarif PPh
Tarif PPh dibedakan atas:
a) Tarif Pasal 17
Tarif Pasal 17 untuk WP Dalam Negeri (orang pribadi/badan/warisan yang belum dibagi) dan
WP BUT sebagaimana diatur di Pasal 17 UU PPh. Disebut tarif Pasal 17 karena ketentuannya
diatur di Pasal 17 UU PPh. Tarif Pasal 17 digunakan untuk menghitug PPh tahunan dan PPh
bulanan Pasal 21.
b) Tarif Fiksi/Khusus
Tarif fiksi/khusus yaitu tarif yang besarnya ditentukan berdasarkan kira-kira sajao leh UU
PPh, seperti tarif PPh Pasal 23 sebesar 15% atau oleh pejabat yang diberi wewenang oleh UU
PPh (bisa Presiden, Menteri Keuangan, Dirjen Pajak), seperti tariif PPh final dan tarif PPh
Pasal 22. Tarif Fiksi/Khusus digunakan untuk pemajakan bulanan, PPh Final, UangMuka PPh
seperti PPh bulanan Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23.
c) TarifPasal 26
Tarif Pasal 26 untuk WP luar negeri selain BUT sebagaimana diatur di Pasal 26 UU PPh.
Dinama tarifPasal 26 karena ketentuannya diatur di Pasal 26 tarif PPh.TarifPasal 26
digunakan untuk pemajakan/perhitungan pasal 26.

 Besarnya Tarif
Tarif Pasal 17 untuk pemajakan PPh Tahunan dan PPh Bulanan Pasal 21 dibedakan
atas tarif Pasal 17 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan tarif Pasal 17 untuk
WP Badan Dalam Negeri dan WP BUT.
Tarif Pasal 17 ayat 1a untuk WP Orang Pribadi Dalam Negeri sebesar
PenghasilanNetto Tarifpajak

Sampaidengan 50 juta 5%

50 jutasampaidengan 250 juta 15%

250 jutasampaidengan 500 juta 25%

Diatas 500 juta 30%

Secara umum rumus menghitung PPh 21 adalah:


Penghasilan Bersih per bulan xxx
Penghasilan bersih disetahunkan xxx (x12 bulan)

PTKP xxx (-)


Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh Terutang setahun xxx (x tarif PPh 21)

PPh Terutang per bulan xxx (÷ 12 bulan)

 PerhitunganPPh 21 menggunakan PTKP yang baru (selamatahun 2016):

Andi Ahmad pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Abadi Selamat dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 5.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp
100.000,00. And imenikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah
sebagai berikut :

Gajisebulan                                                                                                     Rp 8.000.000,00

Pengurangan :

1. BiayaJabatan : 5% x Rp 8.000.000,00          Rp 400.000,00

2. Iuranpensiun                                                   Rp 100.000,00 (+)       Rp 500.000,00 (-)

Penghasilan neto sebulan                                                                                Rp 7.500.000,00

Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 7.500.000,00 =                         Rp 90.000.000,00

PTKP setahun

– untuk WP sendiri                                            Rp 54.000.000,00

– tambahan WP kawin                                     Rp 4.500.000,00 (+)           Rp 58.500.000,00(-)

Penghasilan Kena Pajak setahun                                                                    Rp 31.500.000,00

PPhPasal 21 terutang :

5% x Rp 31.500.000,00 = Rp 1.575.000,00

PPh 21 MasaJanuari – Desember 2016 terutang =                              Rp. 1.575.000,00


Secara umum, langkah-langkah atau mekanisme dalam penghitungan umum PPh
Badan adalah sebagai berikut:
1) Yaitu dengan cara menghitung (menentukan) besarnya penghasilan neto fiskal
dikurangi dengan kompensasi kerugian fiskal
2) Menghitung PPh Terutang Penghitungan PPh Terutang dilakukan dengan cara
mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan tarif pajak yang berlaku (sesuai
dengan kriteria Wajib Pajak), dikurangi dengan pengembalian/pengurangan kredit
pajak luar negeri yang (PPh Pasal 24) yang telah diperhitungkan tahun lalu
PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak X Tarif PPh Badan
atau dapat dijelaskan sebagai berikut:
Peredaran Bruto Rp xxxxx
Biaya – biaya Rp xxxxx
----------------
-
--
Penghasilan Neto Rp xxxxx
Kompensasi Kerugian Rp xxxxx
----------------
-
--
Penghasilan Kena
Rp xxxxx
Pajak
Tarif Pajak       xxx %
----------------
X
--
PPh Terutang Rp xxxxx

2.2 Biaya – Biaya Yang Boleh Dan Tidak Boleh Di Kurangkan Dari
Penghasilan Bruto

A. Biaya – biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto


(NonDeductible Expenses) (Pasal 9 UU PPh)
 Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan
antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
 Pengeluaran dan biaya yang tidak berkaitan baik langsung maupun tidak langsungdengan
kegiatan mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan yang merupakanobjek
Pajak Penghasilan maka tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
 Selain itu pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya
melebihi kewajaran tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
 Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu :

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun


2. Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu dan anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
4.  Natura dan kenikmatan
5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan
6. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan
7. Pajak penghasilan
8. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
9. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroankomanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
10. Sanksi administrasi perpajakan
11. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
• bukan merupakan objek pajak 
• pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
• dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh danN!orma Penghitungan
Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh
B. Biaya–biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (Deductible)
 Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua)
golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)
tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)tahun.
 Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada
tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin.
 Pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai
masamanfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
melalui amortisasi.
Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan
harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.

2.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah besarnya penghasilan yang menjadi
batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila
penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan
bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29
dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21,
maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
 Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2018, 2017 dan 2016 :
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk Tahun Pajak 2018, 2017 dan 2016
sebagai berikut :

 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;
 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin;
 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan;
 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga. 

PTKP ini mulai berlaku mulai Masa Januari Tahun Pajak 2016 bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
 Penerapan PTKP Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang Pribadi
Tahun Pajak 2018,  2017 dan 2016 :
Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal
bagian tahun pajak.
Contoh :
 PTKP Tuan Aditya Tahun 2016 adalah dengan status Kawin anak 1 (satu).
 Tanggal 1 Pebruari Tahun 2017 Isteri Tuan Aditya melahirkan anak laki-laki sehingga
Tuan Aditya mulai 1 Pebruari 2017 memiliki 2 (dua) anak.
 PTKP Tuan Aditya Tahun Pajak 2017 adalah  tetap status Kawin anak 1 (satu). 

Penerapan PTKP Tahun Pajak 2018, 2017 dan 2016 untuk satu tahun :
PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin/tidak kawin)
STATUS TK/0 TK/1 TK/2 TK/3
Wajib Pajak
(Laki-laki tidak
54.000.000 58.500.000 63.000.000 67.500.000
kawin &
Wanita)
Penjelasan  :

 Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali
dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan).
 TK/0  : Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar  54.000.000.

 TK/1  : Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar  58.500.000


(54.000.000 + 4.500.000)

 TK/2  : Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan PTKP sebesar  63.000.000


(54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

 TK/3  : Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan PTKP sebesar  67.500.000


(54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha


STATUS K/0 K/1 K/2 K/3
Istri Tdk Kerja/
58.500.000 63.000.000 67.500.000 72.000.000
Tdk Usaha
Penjelasan Isteri Tidak Bekerja:

 K/0  : Kawin tidak ada tanggungan 58.500.000 (54.000.000 + 4.500.000)

 K/1  : Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan 63.000.000  (54.000.000 + 4.500.000 +


4.500.000)
 K/2  : Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan 67.500.000 (54.000.000 + 4.500.000 +
4.500.000 + 4.500.000)

 K/3  : Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan 72.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 +


4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha


STATUS K/I/0 K/I/1 K/I/2 K/I/3
Istri Kerja /
112.500.000 117.000.000 121.500.000 126.000.000
Usaha
Penjelasan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha :

 PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan
suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu
pemberi kerja dan/atau isteri yang memiliki usaha (penghasilan digabung dengan
penghasilan suami)
 K/I/0  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan 112.500.000 (54.000.000
+ 54.000.000+ 4.500.000)

 K/I/1  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan 117.000.000


(54.000.000 + 54.000.000+4.500.000 +4.500.000)

 K/I/2  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan 121.500.000


(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000+ 4.500.000)

 K/I/3  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan 126.000.000


(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000) 

2.4 Penggabungan Penghasilan Keluarga

Dalam menjalani kewajiban perpajakannya, sebuah keluarga dianggap sebagai satu


kesatuan ekonomi, sehingga pada dasarnya, 1 keluarga hanya membutuhkan 1 NPWP dan
menggunakan NPWP suami. Namun, dalam hal-hal tertentu, akan ada pemisahan penghasilan
maupun pemisahan kewajiban perpajakan. Penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota
keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan pajak dan pemenuhan
keawajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keuarga.
Sesuai dengan pasal 8 UU pajak penghasilan, bahwa seluruh penghasilan atau
kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun atau pada awal bagian tahun pajak,
begitu pula kerugiannya berasal dari tahun tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan,
dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenakan pajak penghasilan
sebagai satu kesatuan.
Namun, penggabungan penghasilan istri tersebut tidak dilakukan dalam hal
penghasilan istri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak pph
pasal 21dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:

1. Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja.


2. Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. 
Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim,
penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri.
Apabila suami isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis
atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri,
penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-isteri
dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan
neto.  Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila :
1. Suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim.
2. Dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan.
3. Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri.

Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c


tersebut diatas dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan
besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan
perbandingan penghasilan neto mereka. Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun
sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang
tuanya dalam tahun pajak yang sama. Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa”
adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau
memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau
ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
Contoh kasus
Kasusnya adalah, suami dan istri merupakan karyawan. Kedua pasangan baru saja
menikah dan belum memiliki anak. Penghasilan netto suami Rp 400.000.000/tahun dan
penghasilan netto istri Rp 200.000.000/tahun.
1. Istri karyawati ikut suami (1 NPWP)
Penghasilan netto suami = Rp. 400.000.000
PTKP atau penghasilan tidak kena pajak (K/3) = Rp. 72.000.000
 WP sendiri = Rp.54.000.000
 WP kawin = Rp. 4.500.000
 3 Anak = Rp. 13.500.000 (Rp.4.500.000 x 3orang)
Penghasilan kena pajak(PKP) = Rp. 400.000.000 – Rp. 72.000.000 = Rp.328.000.000
PPh Terutang
5% X Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% X Rp. 250.000.000 = Rp.37.500.000
25% X Rp28.000.000= Rp. 7.000.000
Jumlah = Rp. 47.000.000

Penghasilan netto istri = Rp. 200.000.000


PTKP (K) = Rp. 54.000.000
Penghasilan kena pajak = Rp.146.000.000

PPh Terutang
5% X Rp.50.000.000 = Rp 2.500.000
15% X Rp. 96.000.000 = Rp. 14.400.000
Jumlah = Rp. 16.900.000
Total beban pajak keluarga = Rp 47.000.000 + Rp. 16.900.000 = Rp. 63.900.000
2. Istri karyawati dengan NPWP sendiri (2 NPWP)
Perhitungan pajak saat mengisi SPT
Penghasilan netto suami = Rp 400.000.000
Penghasilan netto istri = Rp 200.000.000
Jumlah = Rp.600.000.000
PTKP (K/I/3) = Rp.72.000.000
 WP sendiri = Rp. 54.000.000
 WP Kawin = Rp. 4.500.000
 3 orang anak = Rp. 13.500.000 (Rp.4.500.000 x 3orang )
Penghasilan kena pajak(PKP) = Rp.672.000.000
PPh terutang
5% X 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% X 250.000.000 = Rp.37.500.000
25% X 372.000.000 = Rp. 93.000.000
Jumlah = Rp. 133.000.000
Beban PPh suami
Penghasilan netto suami dibagi penghasilan netto gabungan dikali PPh terutang = Rp
(400.000.000 : Rp.600.000.000) x Rp. 133.000.000 = Rp.88.666.666,671
Beban PPh istri
Penghasilan netto istri dibagi penghasilan netto gabungan dikali PPh terutang =
(Rp.200.000.000 : Rp.600.000.000) x Rp133.000.000 = Rp.44.333.333,329
Jadi akibat penghitungan gabungan, maka keluarga akan menanggung beban pajak lebih
besar.

2.5 Penghasilan Kena Pajak


PKP (Penghasilan Kena Pajak) PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat Jenderal
Pajak No. PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
 Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar penghasilan neto
dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP terbaru.
 Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak/PTKP terbaru.
 Bagi bukan pegawai seperti tercantum dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, PKP yang dikenakan sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

 PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) PEGAWAI TETAP


Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah
seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
 Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,-
sebulan atau Rp 6.000.000,- setahun;
 Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun atau
jaminan hari tua yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Contoh kasus :
Dengan gaji bulanan
Rudi (status menikah, belum punya anak ) pada th 2017 bekerja pada PT. ABC dengan
gaji sebulan Rp. 8.000.000. iuran pension yang dibayar sebesar Rp. 100.000. perhitungna
PPh 21 bulan januari adalah :
Gaji Rp. 8.000.000
Pengurangan
- Biaya jabatan
5% x Rp. 8.000.000 Rp.200.000
- Iuran pensiun Rp.100.000 +
Rp. 300.000-
Penghasilan neto sebulan Rp. 7.700.000
Penghasilan neto setahun
12 x Rp. 7.700.000 Rp. 92.400.000
PTKP (K/0)
- Untuk WP sendiri Rp. 54.000.000
- Tambahan karena kawin Rp. 4.500.000+
Rp.58.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.33.900.000
PPh pasal 21 terutang : 5% x Rp.33.900.000 Rp. 1.695.000
PPh perbulan terutang Rp. 1.695.000 : 12 Rp. 141.250

 PKP ATAS UANG PENSIUN YANG DIBAYAR SECARA BERKALA


Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21
adalah:
 Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun.
 Sebesar 5% dari penghasilan bruto.
 Setinggi-tingginya Rp 200.000,- sebulan atau Rp 2.400.000,- setahun.
Contoh kasus :
Irwan, berstastus kawin dengan 2 anak, bekerja sebagai pegawai tetap di PT. ABC dengan
gaji sebesar Rp.15.000.000. Irwan setiap bulannya membayar iuran pensiun sebesar Rp.
250.000 ke Dana Pensiun Artha Mandiri yang pendiriannya telah disahkann oleh Menteri
Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT. ABC terhitung mulai 1 juli 2016,
Irwan akan memasuki masa pensiun .
Perhitungna PPh 21 sebulan :
Gaji sebulan : Rp. 15.000.000
Pengurangan
- Biaya jabatan
5% x Rp.15.000.000 Rp.750.000
- Iuran pensiun Rp. 250.000+
Rp. 1.000.000-
Penghasilan neto sebulan Rp. 14.000.000
Penghasilan neto 6 bulan (masa bekerja Januari – Juni 2016)
Rp. 14.000.000 x 6 Rp. 84.000.000
PTKP (K/2)
- WP sendiri Rp. 54.000.000
- Tambahan kawin Rp. 4.500.000
- Tambahan 2 anak Rp. 9.000.000+
Rp. 67.500.000 -
Penghasilan kena pajak Rp. 16.500.000

PPh 21 terutang 5% x Rp. 16.500.000 Rp. 825.000


PPh 21 terutang sebulan Rp. 825.000 : 6 Rp. 137.500

Pada saat Irwan berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh 21 ( Fporm 1721 A1) dengan data sbb :
Gaji selama 6 bulan
6 x Rp. 15.000.000 Rp. 90.000.000
Pengurangan :
- Biaya jabatan
5% x Rp. 90.000.000 Rp. 4.500.000
- Iuran pensiun
6 x Rp. 250.000 Rp. 1.500.000 +
Rp. 6.000.000 -
Penghasilan neto selama 6 bulan Rp. 84.000.000
PTKP (K/2)
- WP sendiri Rp. 54.000.000
- Tambahan kawin Rp. 4.500.000
- Tambahan 2 anak Rp. 9.000.000+
Rp. 67.500.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp. 16.500.000
PPh 21 terutang (5% x Rp. 16.500.000) Rp.825.000
Pph 21 telah dipotong ( 6 x Rp. 137.500) Rp. 825.000 -
PPh 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Apabila pemotongna PPh 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan,
karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau saat berhenti
bekerja, maka pada saat perhitungna PPh 21 terutang umtuk masa akhir , akan terjadi
kelebihan pemotongan PPh 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus
dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.

 PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) BUKAN PEGAWAI / KONSULTAN


Bila bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c namun ia memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26, maka:
 Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka
besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah
dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan dengan bagian gaji
atau upah pegawai tersebut maka besar penghasilan bruto adalah sebesar jumlah yang
dibayarkan;
 Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau
barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan
material atau barang.

 PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) JASA DOKTER 


Untuk jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di
rumah sakit dan/atau klinik, maka jumlahnya adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh
pasien sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Contoh kasus :
Dr.Amir (menikah dan punya 3 anak) merupakan dokter spesialis kandungan yang bekerja
sebagai pegawai tetap di RS dengan gaji tetap sebesar Rp. 25.000.000 per bulan. Jam praktik
Dr, amir mulai pukul 8.00 s.d 12.00 selama 5 hari dalam seminggu. Untuk bulan agustus
2018 Dr. amir menerima pembayaran dari RS berupa gaji sebesar Rp. 25.000.000 dan
menerima jasa medis sebagai dokter yang bersumber dari pasien sebesar Rp. 25.000.000 Dr,
amir membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000 setiap bulannya. Perhitungan PPh 21 atas
penghasilan Dr amir dari RS pada bulan Agustus 2018 adalah :
Gaji Rp. 25.000.000
Pengurangan
- Biaya jabatan
5% x Rp. 25.000.000 Rp. 1.250.000
- Iuran pensiun Rp. 200.000 +
Rp. 1.450.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp.23.550.000
Penghasilan neto setahun
12 x Rp.23.550.000 Rp. 282.600.000
PTKP (K/3)
- WP sendiri Rp. 54.000.000
- Tambahan kawin Rp. 4.500.000
- Tambahan 3 anak Rp. 13.500.000+
Rp. 72.000.000 -
Penghasilan kena pajak setahun Rp. 210.600.000
PPh 21 terutang
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15 % x Rp. 160.600.000 = Rp. 24.090.000 +
PPh ps 21 terutang setahun Rp. 26.590.000

Cara menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang terbagi kedalam 5 macam
perhitungan, yaitu :

1. Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan

PKP didapat dari Penghasilan Neto. Dan Penghasilan Neto didapat dari penghasilan bruto
dikurangi dengan pengurang / biaya yang diperkenankan sesuai Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh). Dalam PKP ini, misalnya terdapat tugi tahun sebelumnya yang masih
dapat dikompensasikan maka PKP dapat dihitung dari penghasilan neto dikurangi
kompensasi kerugian.

2. Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang
menggunakan pembukuan

Dalam hal ini ada tiga cara peritungan

a. PKP = penghasilan neto – PTKP

(Penghasilan bruto – pengurang/biaya diperkenankan sesuai UU PPh) – PTKP

b. PKP = penghasilan neto – zakat – PTKP

(Penghasilan bruto – pengurang/biaya diperkenankan sesuai UU PPh) – zakat - PTKP

c. PKP = penghasilan neto – zakat – kompensasi rugi – PTKP

(Penghasilan bruto – pengurang/biaya diperkenankan sesuai UU PPh) – zakat –


kompensasi rugi – PTKP

3. Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang
menggunakan Norma Perhitungan
PKP = penghasilan neto – PTKP

(Peredaran usaha * presentase NPPN) – PTKP

Dan apabila dalam hal ini Wajib Pajak membayar zakat, maka perhitungannya adalah

PKP = penghasilan neto – zakat - PTKP

(Peredaran usaha * presentase NPPN) – zakat - PTKP

4. Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan Usaha Tetap (BUT) Peredaran
Bruto

Cara menghitung PKP Wajib Pajak BUT ini agak rumit dari tiga cara perhitungan di atas,
disini penulis akan menjabarkan cara untuk menghitung PKP Wajib Pajak BUT, yaitu

Peredaran Bruto xxx

Biaya xxx

Laba (penghasilan neto) Usaha xxx

Penghasilan Bunga xxx

Penjualan Langsung Oleh Kantor Pusat

Untuk Barang yang Sejenis dan-

Barang yang Dijual BUT xxx

Biaya xxx

Deviden yang Diterima/Diperoleh xxx

Kantor Pusat yang mempunyai

Hubungan Efektif Dengan BUT xxx

xxx
Biaya-Biaya Menurut Pasal 5 (3) xxx

PKP xxx
Referensi :

https://makalahubb.blogspot.com/2017/05/makalah-perpajakan-pajak-penghasilan.html

Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,AK, Dkk. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
http://dista246.blogspot.com/2016/12/makalah-pph-pasal-21.html

https://pphop34stan.wordpress.com/2017/10/24/penggabungan-dan-pemisahan-penghasilan/

http://www.kabarpajak.com/2013/06/contoh-penghitungan-pkp.html?m=1

Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

PMK Nomor 101/PMK.010/2016 Tanggal 22 Juni 2016 Tentang Penyesuaian Besarnya


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

https://www.online-pajak.com/pkp-penghasilan-kena-pajak-pph-21

https://www.infokyai.com/2016/11/ketahui-rumus-perhitungan-penghasilan.html

https://www.kompasiana.com/lisarosi/566cc7e6c323bd3d0525e354/lalu-cara-menghitung-
pkp-nya-bagaimana?page=all

Anda mungkin juga menyukai