Anda di halaman 1dari 4

A.

Brahman

Pada zaman Upanisad, para filsuf India kuno memahami bahwa yang tertinggi atau yang
paling utama memanifestasikan dirinya secara tidak langsung hanya di dunia fenomenal dengan
beberapa kasus luar biasa. Dengan kata lain, kita tidak bisa menghargainya secara langsung
tetapi hanya secara tidak langsung di dunia empiris kita. Makhluk tertinggi ini seharusnya ada
tidak secara fisik tetapi secara metafisik dalam bentuk yang tak terlihat di balik dunia yang
fenomenal. Dari sinilah ditemukan bahwa unsur yang tertinggi adalah Brahman. Gagasan ini
diberikan, misalnya, dalam ungkapan bahwa makhluk tertinggi, Brahman, disebut 'tidak
terwujud' (Avyakta) dan digambarkan berada di luar indra (Atndriya) dan ditangkap oleh
beberapa tanda (lingagr ahya ). Brahman disebut sebagai "sesuatu"  yang dari padanya segala
sesuatu yang lain dapat ada dan yang telah membuat segala sesuatu yang lain itu menjadi agung.
Nama yang diberikan kepada "sesuatu" ini adalah Brahman yang berarti "yang membuat menjadi
agung." Ada perbedaan yang sangat mendasar antara pengertian Brahman dalam Upanishad
dengan pengertian kata tersebut dalam agama Brahmana. Mula-mula Brahman berarti do’a dan
kemudian kekuatan ghoib yang terkandung dalam do’a.1 Di dalam Agama Upanishad, Brahman
dianggap sebagai yang menyebabkan segala gerakan dan perubahan Brahman menjadi semacam
“jiwa alam semesta”.2

Brahman mempunyai arti sebagai asas yang memimpin alam semesta ini. Dia adalah asal,
dan sekaligus juga tujuan dari segala sesuatu Brahman itu bagaikan garam yang tercampur
menjadi satu dengan air (yang akhirnya air menjadi asin seluruhnya) dia tidak diketahui
tempatnya tetapi ada dimana-mana (dalam air itu) dari brahmanalah segala sesuatu mengalir
keluar. Demikianlah didalam dunia ini Brahman berada di dalam segala sesuatu tanpa kelihatan.
Dimana-mana kita dapat merasakan Brahman, karena Brahman itu zat alam semesta, hidup di
dalam segala yang hidup, yang tetap berada kenyataan yang sebenarnya terhadap segala yang
bersifat semu yang ada pada segala yang tampak ini. 3

1
Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, (IAIN sunan kalijaga press, Yogyakarta:1988), cet.1, h.73
2
Abdul Manaf Mudjadid, sejarah Agama-agama, (Jakarta, 1996), h. 17
3
Harun Hadiwijono, Sari Falsafat India, (Badan Penerbit Kristen, Jakarta) h. 19
Brahman adalah sumber alam semesta. Brahman adalah pencipta, yang menjadikan alam
semesta ini. Brahman yang transcendent (Nirguna Brahman) yang berada di luar alam semesta
dan jauh di atas alam semesta itu, adalah juga Brahman yang immanent (Saguna Brahman) yang
berada di alam semesta dan di dalam diri manusia yang disebut Atman. Disini Brahman bukan
dipandang sebagai tokoh Dewa, melainkan sebagai asas yang pertama, sebagai asal segala
sesuatu dan sebagai yang meliputi segala sesuatu. 4
Realitas sehari-hari atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari merupakan
percikan dari realitas tertinggi yakni Brahman. Dengan demikian, orang mulai mendekati dan
melihat realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mulai menggali dan
mendalami serta  mengidentifikasikan realitas tertinggi itu dengan lambang-lambang religius dan
upacara-upacara, atau dengan benda-benda alam seperti matahari dan bulan, atau dengan fungsi-
fungsi psikologis tertentu dari manusia. 

 Dikatakan bahwa Brahman sebagai realitas yang tidak terbatas,  tidak dapat dilihat oleh
mata manusia.  Indra penglihatan manusia hanya mampu melihat realitas yang terbatas. Brahman
tidak dapat dimengerti, karena akal manusia hanya mampu menangkap sesuatu yag dapat
dimengerti. Brahman melampaui pemikiran, maka dia tidak dapat dikonsepkan oleh pikiran.
Brahman itu tanpa mata atau telinga, tanpa tangan atau kaki, tak berakhir, masuk ke dalam segala
hal dan hadir di mana-mana, dialah yang tidak dapat berubah, yang dipandang si bijak sebagai
sumber dari segala sesuatu yang ada.

B. Atman

Atman adalah jiwa individu. Dan Brahman adalah jiwa yang universal. atman (tmn)
adalah kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti diri atau jiwa. Dalam filsafat Hindu, khususnya
di aliran Vedanta Hindu, Atman adalah prinsip pertama, diri sejati seorang individu yang
melampaui identifikasi dengan fenomena, esensi. Atman adalah esensi kehidupan sejati manusia.
Atman yang ada dalam manusia disebut jivatman (jiwa/roh yang menghidupkan manusia).
Atman adalah jiwa, hakekat terdalam dari jiwa individu itu sendiri. Karena itu Upanisad
mengajarkan: Tat twam asi yang berarti: Itu (Brahman) adalah kamu (atman), artinya bahwa
tuhan manifestasi dalam jiwa setiap individu. Oleh karena atman setiap orang adalah sama-sama
merupakan percikan-percikan kecil dari Brahman, maka tat twam asi dapat diartikan : saya

4
 I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, (Yayasan Dharma Sarathi, Jakarta: 1990), hal. 9
adalah kamu.5 Brahman sebagai azas kosmos adalah sama dengan atman sebagai azas hidup
manusia. Didalam atman itulah Brahman menjadi immanent yang tak terbatas menjadi terbatas.

 Atman dianggap identik dengan Brahman, realitas tertinggi, dan melampaui nama dan
bentuk, di luar kata-kata dan ucapan, di luar pikiran dan organ-organ indera. Itu di luar batasan
ruang, waktu, dan sebab akibat. Itu tidak berubah, tidak dapat dibedakan, tidak terlihat, tidak bisa
binasa, dan berbeda dari indera. Ia tidak terlibat dalam aktivitas apa pun dan segala sesuatu
memperoleh keberadaannya karenanya. Ini adalah keberadaan absolut, kesadaran absolut, dan
kebahagiaan absolut. Dengan mengetahui sifat alami seseorang, Atman, seseorang mengatasi
penderitaan. Karena, Atman tidak dapat diketahui melalui indera dan pikiran, melalui persepsi
perantara, seseorang harus memusnahkan semua keinginan dan membunuh pikiran, sehingga
Atman yang mengungkapkan diri mengungkapkan dirinya. Ini adalah satu-satunya realitas, tidak
ada realitas lain, ini adalah realitas non-ganda. Dengan melakukan praktik spiritual seperti
kejujuran, penegasan, kelesuan, mengendalikan indera dan pikiran, seseorang harus memahami
sifat sejati seseorang, Atman, yang berada di luar tubuh, pikiran, dan indera.

Atman adalah esensi spiritual dalam semua makhluk, makhluk esensial mereka yang
terdalam. Itu abadi, itu adalah esensi, tidak abadi. Atman adalah seseorang yang berada pada
level terdalam keberadaannya. Atman dalam Upanishad adalah 'Akshara-Brahman' yang Abadi,
Abadi, yang meliputi segalanya. Ia juga disebut "Purusha". Dia menerangi alam semesta yang
terlihat luas (Kshara-Virat, Apara Prakriti) dan menjaganya. Pada dasarnya Atman bersifat
sempurna. Hal ini dikarenakan Atman sebagai percikan kecil  dari Brahman yang bersifat
sempurna dan tidak terbatas. Brahman adalah asas alam semesta sedangkan Atman adalah asas
pribdi atau individu. Atman menjadi tidak sempurna karena Atman tinggal dalam tubuh manusia
yang terbatas. Tubuh manusia seringkali melakukan tindakan-tindakan destruktif yang bisa
merusak Atman.

Atman tidak bisa bergerak bebas karena dikekang dan dibatasi oleh tubuh manusia.
Untuk itu, Atman harus mengalami pembebasan atau moksha. Untuk mencapai pembebasan
(moksha), seorang manusia harus memperoleh pengetahuan diri (atma jnana), yang berarti
menyadari bahwa diri sejati seseorang (Atman) identik dengan diri Brahman yang transenden.

5
Ardhana Suparta. Sejarah perkembangan AGAMA HINDU di Indonesia. (Surabaya: Paramita, 2002), h. 15
Apabila Atman sudah bebas, maka Atman akan terhubung dan bersatu dengan Brahman. Ada 12
sifat Atman jika Atman terbebas dari belenggu badaniah seorang manusia. Sifat-sifat itu yakni
Achedya (tak terlukai oleh senjata), Adahya (tak terbakar oleh api), Akledya (tak terkeringkan
oleh angin), Acesyah (tak terbataskan oleh air), Nitya (abadi), Sarwagatah (di mana-mana ada),
Sthanu (tak berpindah-pindah), Acala (tak bergerak), Awyakta (tak dilahirkan), Acintya (tak
terpikirkan), Awikara (tak berubah dan sempurna), Sanatana (selalu sama).

Anda mungkin juga menyukai