Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN RESEPTIR 2

STUDI KASUS MUSKULOSKELETAL

Fraktur simpisis mandibula pada kucing persia

Oleh :
David Christian Pratama
210130100111083

PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
BAB 1 PENDAHULUAN

Kucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang mempunyai daya tarik
tersendiri karena bentuk tubuh, mata dan warna bulu yang beraneka ragam, sehingga
banyak masyarakat memelihara kucing di rumahnya. Tubuh kucing tersusun oleh
beberapa sistem diantaranya sistem muskuloskeletal, sistem saraf, sistem pencernaan,
sistem endokrin, sistem pernafasan, sistem integument, sistem reproduksi, sistem
sekresi dan urinaria, sistem imun, dan sistem sirkulasi. Jika salah satu sistem
mengalami gangguan, maka tubuh akan merespon dengan berbagai cara, salah
satunya yaitu saat tubuh terpapar oleh suatu agen maka respon yang akan dihasilkan
adalah rubor, kalor, tumor, dolor, dan fungsio laesa. Ini merupakan respon sistem
imun tubuh terhadap paparan agen.
Fraktur rahang merupakan kejadian yang umum terjadi pada hewan, terhitung
1,5-3% pada anjing, dan 15-23% pada kucing dengan trauma akibat kendaraan
sebagaipenyebab paling umum. Fraktur simfisis mandibula adalah yang paling
umum terjadi pada kucing yang mewakili 73% fraktur rahang pada spesies ini
(Harasen 2008). Kecelakaan lalu lintas di jalan menempati urutan pertama dalam
etiologi fraktur simfisis mandibula, diikuti oleh jatuh dari ketinggian,
berkelahi dengan hewan lain, cedera akibat senjata api, dan penyebab yang jarang
terlihat pada kucing, yaitu penyakit periodontal dan neoplasia (Ozer et al.2016).
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang maksilofasial mulai
diperkenalkan oleh Hipocrates tahun 460-375 SM dengan menggunakan panduan
oklusi atau hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi rahang atas sebagai dasar
pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula. 1,2,4 Tujuan dari penatalaksanaan fraktur
mandibula adalah memperoleh reduksi anatomi dari garis fraktur, mendapatkan
kembali oklusi sebelum cedera, imobilisasi mandibula dalam periode tertentu untuk
penyembuhan, menjaga nutrisi yang adekuat, mencegah infeksi, malunion dan
nonunion. Manajemen dari teknik yang sering digunakan adalah mengikat gigi-gigi
dengan arch bars dan elastic band untuk fiksasi intermaksila untuk fraktur yang stabil.
Dapat juga digunakan dengan kombinasi reduksi terbuka dan interosseus wire atau
plate yang rigid pada fraktur yang tidak stabil atau unfavorable.
Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi menggunakan oklusi sebagai
konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang maksilofasial terutama dalam
diagnostik dan penatalaksanaannya. Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan
fraktur mandibula yaitu cara tertutup atau disebut juga perawatan konservatif dan cara
terbuka yang ditempuh dengan cara pembedahan. Pada teknik tertutup imobilisasi dan
reduksi fraktur dapat dicapai dengan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada
prosedur terbuka bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan pembedahan dan
segmen fraktur direduksi serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
atau plat yang disebut dengan wire atau plate osteosynthesis. Kedua teknik ini tidak
selalu dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang diaplikasikan bersama atau disebut
dengan prosedur kombinasi. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu
diperhatikan prisip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami
fraktur akan kembali atau mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi
yang baik.
BAB 2 PEMBAHASAN
TINJAUAN KASUS

a. Signalment
Seekor kucing jenis persia bernama Oby berumur 4 tahun berjenis kelamin jantan dengan
rambut berwarna hitam
b. Anamnesa
Pemilik menyatakan bahwa Oby mengalami trauma kecelakaan.
c. Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada mulut Oby berdarah dan halitosis, tidak mau makan dan
minum.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Kucing Oby menunjukkan suhu tubuh 38,9°C dan detak jantung 168
x/menit. Palpasi pada daerah rongga mulut ditemukan mandibula dexter dan sinister tidak saling
bertaut.
e. Diagnosa Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa, hasil pemeriksaan pada citra radiografi
menunjukkan adanya fraktur pada simpisis mandibula. Hasil pemeriksaan hematologi
menunjukan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang
mengindikasikan adanya perdarahan eksterna.
f. Diagnosa dan Prognosa
Berdasarkan anamnesa, status presentdan hasil pemeriksaan penunjang maka kucing
bernama Oby didiagnosa fraktur simpisis mandibula. Prognosanya fausta.
g. Terapi

Terapi yang dilakukan adalah bedah dengan pemasangan implant berupa cerclage wire.
Terapi pasca bedah yang diberikan adalah Cefotaxime 20 mg/kgBB i.m.bid, dan Ketoprofen
2 mg/kgBB s.c.s1dd.
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

Terapi yang dilakukan adalah bedah dengan pemasangan implant berupa cerclage wire. Terapi
pasca bedah yang diberikan adalah Cefotaxime 20 mg/kgBB i.m.bid, Ketoprofen 2 mg/kgBB s.c.s1dd.
Cefotaxime merupakan antibiotik spektrum luas dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis dinding sel bakteri. Cefotaxime termasuk dalam kelas antibiotik bernama cephalosporin.
Antibiotik ini bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Obat ini tidak akan bekerja untuk
menyembuhkan infeksi virus, seperti pilek dan flu. Menggunakan antibiotik saat tidak dibutuhkan
meningkatkan risiko terkena infeksi yang kebal dengan pengobatan antibiotik. (Rock 2007)
Ketoprofen termasuk anti-inflamasi NSID dengan mekanisme kerja menghambat katalisis
siklooksigenase asam arakidonat terhadap prekursor prostaglandin. Ketoprofen (3-benzophenyl)-
propionocacid adalah turunan asam propionate yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesic, dan
antipiretik. Pemberian ketprofen secara peroral memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: ketoprofen
cepat dieliminasi dari dalam tubuh yang dibuktikan oleh eliminasi 2-4 jam sehingga diperlukan
pemberian ketoprofen yang lebih sering untuk dapat menjaga konsentrasi terapetiknya dalam darah
(Vergote dkk, 2002)

Cefotaxime : Ketoprofen :
Dosis = 20 mg/KgBB Dosis = 2 mg/KgBB
Single Dose = Berat Badan x Dosis Single Dose = Berat Badan x Dosis
= 2,5 Kg x 20 mg/KgBB = 2,5 Kg x 2 mg/KgBB
= 50 mg = 5 mg
Kebutuhan 1 hari = 2 x sehari = 2 x 50 mg = 100 mg Kebutuhan 1 hari = 1 x sehari = 1 x 5 mg = 5 mg
Kebutuhan selama 8 hari = 8 x 100 mg Kebutuhan selama 8 hari = 8 x 5 mg
= 800 mg = 40 mg
BAB 4 PENULISAN RESEP

Resep Obat Alternatif


 BIODIN merupakan obat semprot yang alami karena terbuat dari bahan herbal untuk mengatasi
semua jenis masalah pada kulit hewan peliharaan, seperti gatal-gatal, scabies, kudis, luka cakar
atau tergores, dan bahkan bekas gigitan kutu atau nyamuk. Biodin ini sangat aman bahkan bila
terjilat, karena terbuat bahan alami yaitu Redestilat Coco Liquid Smoke. Diformulasikan dari
bahan alami seperti Asam Dihidroksi Benzoat, Asam Hidroksi Benzoat, Asam Metoksi Benzoat
dan Senyawa Fenolik. Biodin juga tersedia dalam bentuk injeksi, dan diinjeksikan melalui
intramuskular.
BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan fisik kucing Oby dan temuan klinis yang ditemukan adalah anoreksia halitosis,
dan perdarahan pada rongga mulut. Hasil palpasi pada daerah rongga mulut ditemukan mandibular
dexter dan sinisternya tidak bertaut. Pemeriksaan lanjutan didapati adanya ruang berwarna
radiolucentpada cen-tral pertemuan mandibula dexter dan sinister. Diagnosa kucing Oby adalah
fraktur simpisis mandibula.
Fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan tulang yang berakibat tulang penderita tersebut
kehilangan kontinuitas atau kesinambungan. Penyebab fraktur secara umum dapat disebabkan oleh
penyebab ekstrinsik dan intrisik. Faktor ekstrinsik antara lain trauma langsung, trauma tidak langsung,
bending, torsional, dan kompresi. Penyebab intrinsik antara lain akibat kontraksi otot dan kondisi
patologis. Hewan dengan fraktur tulang mandibula biasanya mengalami hipersalivasi, rasa sakit pada
saat mulut dibuka, dan sering enggan untuk makan. Pemeriksaan penunjang dalam kasus ini adalah
dengan radiografi dengan posisi dorsoventral, ventro-dorsal, dan lateral kanan dan kiri (Fossum et
al.2013).
Metode perbaikan fraktur yang paling popular digunakan pada kasus fraktur mandibula, yaitu
menggunakan teknik pemasangan kawat atau surgicalwire. Kawat bedah dapat digunakan dalam
modehemi cerclage antara fragmen fraktur, teknik cerclage dapat digunakan terutama dalam fraktur
simpisis mandibula, dan kawat dapat dililitkan di sekitar gigi berdekatan dengan fraktur untuk
memberikan stabilitas (Harasen 2008). Tahapan operasi dimulai dengan menusukkan jarum 18G
menembus jaringan lunak dan keluar melalui sayatan kulit pada salah satu bagian mandibula. Jarum
digunakan sebagai pemandu kawat. Posisi jarum diubah ke sisi lain rahang dan dimasukkan sepanjang
buccal berlawanan, sehingga pusat jarum berada di bagian luar mulut dan dapat dilepas setelah kawat
dipasang. Jika kedua ujung kawat sudah berada di luar setiap mandibula, maka kawat dapat
dikencangkan dengan menyatukan dan memutarnya (Fossum et al.2013).
Terapi yang diberikan pascabedah, yaitu pemberian antibiotik Cefotaxime 20 mg/kgBB bid, dan
ketoprofen 2 mg/kgBB sidd selama 8 hari. Cefotaxime merupakan antibiotik spektrum luas dengan
mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ketoprofen termasuk anti-inflamasi NSID
dengan mekanisme kerja menghambat katalisis siklooksigenase asam arakidonat terhadap prekursor
prostaglandin (Plumb 2008). Pemberian pakan yang lunak juga dilakukan untuk mengurangi
kerja mandibula saat menguyah sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung lebih cepat.
Kesembuhan tulang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu: (1)faktor usia dan status
kesehatan pasien, (2) pada fraktur terbuka, tingkat ke-rusakan jaringan mempengaruhi kesembuhan
tulang terkait dengan tingkat kerusakan pembuluh darah pada bagian tersebut dan resiko
kontaminasi, (3)lokasi fraktur, (4)membatasi aktifitas (Fossum et al.2013).

DAFTAR PUSTAKA

FossumTW. 2013. Small Animal Surgery. 4thEdition. Mosby Inc. Missouri USA.

Harasen G. 2008. Maxillary and mandibular fractures. The Canadian Veterinary


Journal. 49(8):819.

Ozer K, Karabagli M, Karabagli G. 2016. Interdental and Interfragmentary


Stabilisation (IAIS) of Mandibular Sym-physis Separations and
Parasymphyseal Fractures in Cats: A New Technique. Kafkas Üniversitesi
Veteriner Fakültesi Dergisi. 22(3):425-429.

Plumb DC. 2008. Plumb’s Veteriner Drug Handbook.6th Edition. Lowa: Blackwell
Publishing Professional.

Rock, A.H. 2007. Veterinary Pharmacology A Practical Guide for The Veterinary
Nurse. UK: Elsevier.

Vergote, A. 2002. De sublimate: Een uittweg uit Friends impasses [Sublimation: A


way out of Friend’s impasses]. Amsterdam: SUN.

Anda mungkin juga menyukai