Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Keuangan Internasional

Ringkasan Materi Kuliah: Studi dan Contoh Kasus


Hedging di Pasar Derivatif

Disusun oleh:
A. A Istri Anom Bintang Pramawati (04) 2007521093
I Made Adhika Yoga Dwiparta (05) 2007521102
Putu Pratiwi Octaviani (12) 2007521145
Putu Sarah Meilany Benggu (17) 2007521169

Diserahkan kepada:
Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Keuangan Internasional
Dr. Ida Bagus Panji Sedana, S.E., M.Si.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen


Universitas Udayana
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan dunia investasi yang semakin pesat tidak hanya diindikasikan


oleh banyaknya jumlah uang dan investor yang berperan dalam dunia investasi.
Kemajuan dunia investasi juga dapat dilihat dari banyaknya alternatif investasi di
bursa dan salah satunya adalah pasar derivatif. Derivatif merupakan suatu instrumen
keuangan atau suatu kesepakatan antara dua pihak, yang mempunyai suatu nilai
tertentu yang ditetapkan berdasarkan harga sesuatu yang lain (Mc.Donald, 2003).
Perdagangan barang dan jasa, serta aliran modal dan dana antar negara selalu
menimbulkan pertukaran valuta asing antar negara, yang pada akhirnya akan
menimbulkan permintaan dan penawaran terhadap suatu mata uang tertentu. Adapun
valuta asing adalah seluruh kewajiban terhadap mata uang asing yang dapat
dibayarkan di luar negeri, baik berupa simpanan pada bank di luar negeri maupun
kewajiban dalam mata uang asing (Berlianta, 2004).
Resiko terbesar dari transaksi multinasional ditimbulkan oleh fluktuasi kurs
valuta asing. Fluktuasi kurs valuta asing berdampak langsung pada omzet penjualan,
penetapan harga produk, serta tingkat laba eksportir dan importir. Fluktuasi kurs
valuta asing juga menyebabkan ketidakpastian nilai aset dan kewajiban, serta dapat
mengancam kelangsungan hidup perusahaan Oleh karena itu, untuk mengantisipasi
serta meredam dampak negatif risiko valuta asing terhadap nilai perusahaan, maka
perusahaan-perusahaan di Indonesia melakukan hedging (lindung nilai) dengan
menggunakan instrumen derivatif valuta asing. Adapun studi kasus yang akan
dibahas lebih lanjut adalah studi kasus dengan judul Analisa Lindung Nilai (hedging)
Terhadap Transaksi Pembelian Bahan Baku dalam Mata Uang Asing USD (Studi
Kasus PT.TD Automotive Compressor Indonesia periode Oktober 2014 – Januari
2015) oleh Rinny dan Rishi Septa Saputra dalam JURNAL MAHASISWA BINA
INSANI, Vol.1, No.1, Agustus 2016, 77 – 91.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lindung Nilai (Hedging) dan Pasar Derivatif


Hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan
dari eksposur terhadap nilai tukar. Eksposur terhadap fluktuasi nilai tukar adalah
sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.
Dikarenakan diperbolehkannya investor untuk melakukan transaksi Short/jual
terlebih dahulu pada transaksi kontrak berjangka, maka investor dapat
memanfaatkan penurunan harga underlying (saham/indeks) untuk tetap
mendapatkan keuntungan atau melindungi portofolio investor.
Menurut Arditti dalam Utomo (2000), derivatif bukanlah sebuah klaim atas
arus pendapatan seperti layaknya saham, obligasi, atau reksadana, melainkan
merupakan kontrak perjanjian antara dua pihak untuk menjual atau membeli
sejumlah barang (baik komoditas maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa
yang akan datang dengan harga yang telah disepakati pada saat ini. Kemudian
dalam Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember
1995 mendefinisikan transaksi derivatif sebagai suatu kontrak atau perjanjian
pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang
mendasari seperti tingkat suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik
yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen.
Dilihat dari sejarahnya, transaksi derivatif sebenarnya dimulai dari bursa
komoditas. Namun karena dapat diterapkan di pasar uang, produk derivatif pun
berkembang. Sebagaimana disampaikan Ketua Badan Pelaksana Bursa Komoditi
(Bapebti), perdagangan fisik komoditas memang semakin kurang diminati, baik di
pasar Indonesia maupun di pasar dunia. Kecenderungan ini sejalan dengan
semakin berkembangnya kontrak perdagangan berjangka (commodity future
trading) dalam perdagangan internasional (Gunawan, 2003).
B. Lindung Nilai Atas Mata Uang Asing
Entitas A memiliki liabilitas dalam valuta asing yang terutang dalam enam
bulan dan bermaksud melindungi nilai jumlah yang terutang terhadap fluktuasi
kurs valuta asing saat penyelesainnya (IAI, 2015:55). Jenis lindung nilai untuk
resiko mata uang asing dapat digunakan oleh suatu entitas, yaitu:
a. Lindung nilai atas nilai wajar (fair value hedge) adalah untuk melindungi
risiko perubahan nilai wajar dari kewajiban atau aset yang belum diakui
untuk membeli atau menjual aset pada harga tetap.
b. Lindung nilai arus kas (cash flow hedge) adalah untuk melindungi resiko
perubahan arus kas yang diantisipasi, yang masuk atau keluar dari
perusahaan, untuk kewajiban atau aset yang diakui.
C. Keuntungan Hedging
Putro (2012) Hedging memberikan beberapa keuntungan ekonomis baik untuk
pihak produsen, pabrikan, prosessor, eksportir, maupun konsumen sebagai berikut:
a. Hedging merupakan sarana untuk mengurangi atau meminimalkan
risikoharga apabila terjadi perubahan harga yang tidak sesuai dengan yang
diperkirakan, disebut “risk insrance”.
b. Bagi produsen atau pemilik komoditi, hedgingmerupakan alat marketing (a
marketing tool). Dengan melakukan hedging, para petani dapat
menentukan harga penjualan produknya, sebelum, selama, dan sesudah
panen melalui pasar berjangka. Mereka dapat menentukan suatu jumlah
penerimaan yang akan diperoleh dikemudian hari dengan menyimpan
produk tersebut untuk dijual kemudian.
c. Bagi pengolah komoditi seperti prosseco atau miller, hedging tersebut
merupakan suatu alat pembelian (a purchasing tools). Melalui pasar
berjangka mereka menentukan harga pembelian bahan baku yang akan
diolah dikemudian hari, sehingga dapat menetapkan biaya produksi dan
akhirnya dapat dengan pasti menetapkan harga jualnya untuk masa yang
akan dating.
d. Dengan adanya hedging pihak kreditor (bank) lebih berani memberikan
kredit kepada produsen atau pemilik komoditi yang telah menghedge
komoditinya. Karena dengan melakukan tindakan tersebut, pemilik
komoditi telah memperkecil risiko fluktuasi harga dari komoditi yang akan
dihasilkan atau bahan yang dibeli, sehingga profit yang ditargetkan lebih
pasti dan hal ini merupakan jaminan bank bahwa uang yang diberikan
dapat kembali dan bunganya dapat dibayar. Biasanya bank hanya
menyediakan 50 persen dari modal kerja bagi produk atau persediaan yang
tidak dihedge, sedangkan bagi yang melakukan hedging mendapat kredit
90 persen dari modal kerja.
e. Melalui hedging, konsumen akhir akan dibebankan harga jual yang lebih
rendah dan stabil hal ini dikarenakan baik produsen maupun processeor
mampu memperkecil biaya akibat fluktuasi harga yang merugikan, serta
adanya kesempatan untuk memperbesar operting capital.
D. Kerugian Hedging
Putro (2012) Selain keuntungan yang diperoleh, hedging juga mempunyai
beberapa kerugian yang harus dihadapi hedger, yaitu:
a. Risiko basis
Perkembangan harga di pasar fisik kadang-kadang tidak berkorelasi secara
wajar (tidak searah) dengan pasar berjangka, sehingga risiko yang ada tidak
sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
b. Biaya
Dengan melakukan hedging terdapat beban biaya bagi hedger, antara lain,
biaya angkut, biaya bunga bank, biaya gedung, biaya asuransi, pembayaran
margin dan biaya transaksi. Oleh karena itu, hedger harus
mempertibangkan biaya-biaya tersebut sebelum melakukan hedging.
c. Ketidaksesuaian (incompatible) antara kondisi fisik dan futures
Hal ini terjadi mengingat mutu dan jumlah produk yang dihedge tidak
selalu sama dengan mutu dan jumlah standar kontrak yang diperdagangkan.
Oleh karena itu hedger dituntut agar mampu menyesuaikan perbedaan-
perbedaan tersebut dengan cara melakukan hedging yang sesuai dengan
volume produksinya.
E. Instrumen Derivatif untuk Melakukan Hedging
Putro (2012) Instrumen derivatif dapat dikelompokkan menjadi opsi, forward,
futures,danswap, dengan bahan dasar instrumen derivatif adalah saham, suku
bunga, obligasi, nilai tukar, komoditas, dan indeks. (Sunaryo, 2012).
a. Opsi (Option)
Opsi adalah suatu kontrak yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk membeli (atau menjual) aktiva pada harga dan jangka waktu yang
telah ditentukan sebelumnya (Ambarwati, 2010: 223). Opsi dikatakan
sebagai efek derivatif yang berarti hanya akan mempunyai nilai selagi
terhubung ke aset finansial yang bersangkutan setiap jenis opsi mempunyai
masa hidup pasar tertentu, sehingga kalau masa hidup pasarnya sudah
habis, maka efek derivative tersebut sudah tidak ada nilainya. Yang
dimaksud dengan aset financial di sini adalah seperti saham biasa, obligasi,
dan obligasi konversi (Ambarwati, 2010: 223). Opsi tersebut berisi dua
jenis yaitu:
1. Opsi Jual (Put Option) adalah suatu opsi untuk menjual harga saham
pada harga tertentu dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Opsi beli (Call Option) adalah suatu opsi yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk membeli atau “call”, lembar saham pada harga tertentu
(disebut exercise price atau strike price) dan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan (Ambarwati, 2010: 223).
Contoh suatu kontrak opsi adalah sebagai berikut:
Petrochemical Parfum, Inc., khawatir tentang potensi kenaikan harga
minyak mentah yang merupakan salah satu bahan baku utama mereka.
Untuk melindungi dirinya terhadap kenaikan harga, perusahaan membeli
opsi beli 6-bulan untuk membeli 1.000 barel minyak mentah dengan harga
pelaksanaan sebesar $40. Opsi ini berharga $1 per barel.
Jika harga minyak mentah di atas harga pelaksanaan $40, ketika opsi itu
jatuh tempo, perusahaan akan menggunakan opsi tersebut dan menerima
selisih antara harga minyak dan harga pelaksanaan. Jika harga minyak
turun di bawah harga pelaksanaan, opsi tersebut akan habis dan tidak
bernilai. Apabila harga minyak turun dari harga pelaksanaan, misalnya $30,
maka pemegang opsi beli tidak harus menggunakan opsi belinya, karena
berada di atas harga pasar, apabila pemegang opsi mengeksekusi opsi
tersebut, perusahaan akan rugi karena membeli di atas harga pasar. Inti dari
opsi adalah bahwa seseorang yang sudah melakukan kontrak opsi, dapat
menggunakan hak atau tidak menggunakan hak opsi tersebut untuk
mengeksekusi suatu perjanjian.
b. Kontrak Future
Kontrak future adalah kesepakatan yang dibuat saat ini untuk membeli atau
menjual suatu aset dimasa yang akan datang (Marcus dkk, 2011: 292).
Kontrak future membantu perusahaan melindungi diri mereka terhadap
pergerakan tingat bunga, nilai tukar, dan harga saham yang tak terduga
(Marcus dkk, 2011: 292). Misalkan ada seorang petani gandum, ada
kekhawatiran bahwa harga gandum mungkin jatuh sampai titik terbawah,
maka petani tersebut melakukan kontrak future terhadap gandumnya.
Dengan kontrak tersebut petani setuju untuk megirimkan sejumlah
gandum, pada bulan tertentu dengan harga yang sudah ditentukan saat ini.
Pada saat jatuh tempo petani tersebut harus memberikan sejumlah gandum
dengan harga yang sudah ditentukan sebelumnya kepada pembeli kontrak
tersebut (Marcus dkk, 2011: 292). Petani gandum akan untung apabila,
harga pasar pada jatuh tempo di bawah harga kontrak future tersebut,
karena pembeli kontrak harus membayar lebih di atas harga pasar, namun
petani gandum akan rugi apabila harga pasar pada jatuh tempo di atas harga
kontrak future tersebut.Perbedaan antarafuture dan opsi adalah jika
pemegang kontrak opsi mempunyai pilihan apakah ia akan melakukan
pengiriman atau tidak, sedangkan kontrakfuture adalah janji pasti untuk
mengirimkan gandum pada harga jual tetap dan kontrak future merupakan
kewajiban mengikat untuk menjual atau membeli pada harga yang telah
ditetapkan pada saat kontrak jatuh tempo (Marcus dkk, 2011: 292).
c. Kontrak Forward
Kontrak Forward adalah persetujuan untuk membeli atau menjual suatu
aset di masa depan pada harga yang disepakati. Kontrak forward adalah
kontrak future yang disesuaikan dengan kebutuhan (Marcus dkk, 2011:
292). Contoh penerapan kontrak forward pada perusahaan. Computer Parts
Inc., telah memesan chip memori dari pemasoknya di Jepang. Tagihan
sebesar ¥53 juta harus dibayar pada tanggal 27 Juli. Perusahaan dapat
mengatur dengan banknya saat ini untuk membeli forward jumlah yen ini
untuk pengiriman 27 Juli pada harga forward ¥110 per dolar. Karena itu,
pada 27 Juli, Computer Parts membayar pihak bank ¥52 juta/(¥110/$) = $
481.818 dan menerima ¥53 juta, yang dapat digunakan untuk membayar
pemasok Jepangnya. Dengan melakukan forward untuk menukar $ 481.818
dengan ¥53 juta, biaya dolarnya terkunci. Perhatikan bahwa jika
perusahaan belum menggunakan kontrak forward untuk melindungi diri
dan dolar terdepresiasi selama periode ini, perusahaan harus membayar
jumlah niai dolar yang lebih besar. Misalnya, jika dolar terdepresiasi
menjadi ¥100/dolar, perusahaan harus menukarkan $530.000 dengan ¥53
juta yang diperlukan untuk membayar tagihannya (Marcus dkk, 2011: 297).
d. Swap
Swap adalah pengaturan oleh kedua belah pihak untuk menukar suatu
aliran arus kas untuk aliran lainnya. Swap tingkat bunga, perusahaan akan
membayar atau menukar swap pembayaran tetap untuk pembayaran lain
yang terikat pada tingkat bunga. Maka jika tingkat bunga naik,
meningkatkan beban bunga perusahaan atas utang berbunga
mengambangnya, arus kas dari kesepakatan swapjuga akan naik, menutup
paparannya (Marcus dkk, 2011: 298). Swap merupakan sebuah portopolio
dari kontrak forward, yaitu suatu pihak berjanji untuk menukar aset (minsal
gandum) dengan aset lainnya (minsal uang tunai) pada suatu waktu yang
telah ditentukan bersama (Ambarwati, 2010: 232). Swap adalah perjanjian
antara dua pihak untuk saling menukaraliran (arus) kas (cash flow) secara
periodik selama periode tertentu pada masa mendatang menurut aturan
yang disepakati. Misalkan, swap antara A dan B. Fixed-for- floating swap
mengharuskan A membayar aliran kas secara periodik berdasarkan suku
bunga tetap sebesar 5,5 persen dari 100 (USD) kepada B, sedangkan B
membayar berdasarkan suku bunga mengambang tertentu kepada A.
Selanjutnya, A menerima suku bunga mengambang dan membayar suku
bunga tetap. Sebaliknya, B menerima suku bunga tetap dan membayar
suku bunga mengambang. Angka acuan 100 (USD) disebut notional swap.
Pada swap suku bunga nilai notional bagi A dan B adalah sama, yaitu 100,
oleh karena itu, notional tidak perlu dipertukarkan pada akhir periode swap.
(Sunaryo, , 2012).
F. Studi Kasus PT TD Automotive Compres sor Indonesia Pada Periode Oktober
2014 – Januari 2015
Dinyatakan dalam kasus bahwa PT TD Automotive Compressor Indonesia
melakukan pembelian bahan baku dengan menerapkan strategi hedging (forward
contract) pada bulan Oktober tahun 2014 ini dilakukan secara kredit dengan 4
inovoice atau 4 bahan baku yang berbeda. Tercatat bahwa selama periode
operasinya perusahaan justru mengalami kerugian atas selisih kurs dalam
pembelian bahan baku secara kredit tersebut yang disebabkan atas terjadinya
fluktuasi kurs USD. Bahkan, kerugian yang terjadi termasuk cukup besar, yakni
sebesar Rp. 283.221.723.
Pembahasan:
Jika kita lihat dari strategi hedging yang sudah diterapkan oleh perusahaan
tersebut semestinya PT TD Automotive Compressor Indonesia dapat menjaga
keutuhan modalnya atau kasnya yang digunakan dalam pembelian bahan baku
secara keridt pada periode Oktober 2014 – Januari 2015 ini. Akan tetapi, justru
kenyataannya PT TD Automotive Compressor Indonesia mengalami kerugian
yang cukup besar akibat selisih kurs yang terjadi masa itu. Bisa kami asumsikan
disini, PT TD Automotive Compressor bisa saja mengalami kesalahan dalam
melakukan penganalisisan strategi Hedging yang akan diambil atau bahkan
periode pembelian bahan baku tersebut tidak disesuaikan dengan periode dalam
periode kontraknya, serta PT TD Automotive Compressor Indonesia tidak
memperhatikan kejadian yang mungkin terjadi jika mereka melakukan strategi
Hedging.
Menurut kami, PT TD Automotive sudah tepat dengan menggunakan forward
contract dalam strategi Hedgingnya karena dengan forward contract PT TD
Automotive dapat lebih bebas dalam mengatur kesepakatan atas pembelian aset di
masa yang akan mendatang dan memberikannya fleksibilitas yang tinggi.
Berdasarkan analisa kami, seharusnya dengan kebebasan dan fleksibilitas yang
didapatkan setelah melakukan kontrak forward, PT TD Automotive Compress
Indonesia seharusnya mendapatkan keuntungan, akan tetapi mereka justru
mengalami kerugian yang kami perkirakan ini bisa saja terjadi akibat efek samping
dari strategi Hedging yang digunakan atau kerugian/resiko yang harus ditanggung
oleh PT TD Automotive lebih besar dibandingkan keuntungan yang ia dapatkan.
Perusahaan yang melakukan hedging (hedger) biasanya harus
mempertimbangkan beberapa biaya lain sebagai akibat dari melakukan hedging
seperti biaya angkut, biaya bunga, biaya asuransi, dan pembayaran margin. Bisa
kami nyatakan bahwa pengaplikasian strategi Hedging pada PT TD Automotive
Compressor Indonesia mengalami kegagalan akibat dari kelalaian dalam
menganalisis resiko, sehingga menghasilkan kerugian yang lebih besar. Lalu, PT
TD Automotive Compress Indonesia yang membeli bahan bakunya dengan
strategi hedging ini mengindikasikan bahwa perusahaan ini memiliki debt to equity
ratio yang. Tentu setelah melakukan strategi hedging dan kemudian gagal maka
akan berakibat pada peningkatan resiko leverage perusahaan tersebut yang
mengakibatkan kerugian bertambah. Semakin tinggi leverage yang ditanggung
perusahaan, semakin besar tindakan hedging yang perlu dilakukan untuk
mengurangi dampak buruk risiko, sehingga semakin besar peluang perusahaan
untuk mengambil keputusan instrument derivatif sebagai pengambilan keputusan
hedging (Putro: 2012). Dengan artian semakin tinggi hedging yang dilakukan,
maka semakin tinggi juga resiko yang akan dihadapi jika terjadi kegagalan.
Kami menyarankan untuk perusahaan menggunakan outright forward
contract sehingga periode dari perjanjian atau kesepakatan tersebut dapat benar
benar disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
BAB III
KESIMPULAN
Hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah
perusahaan dari eksposur terhadap nilai tukar. Eksposur terhadap fluktuasi nilai tukar
adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.
Instrumen derivatif dapat dikelompokkan menjadi opsi, forward, futures,danswap,
dengan bahan dasar instrumen derivatif adalah saham, suku bunga, obligasi, nilai
tukar, komoditas, dan indeks.
Berdasarkan studi kasus yang telah kani bahas, kami mengambil kesimpulan
atas studi kasus tersebut bahwa strategi hedging dapat mengalami kegagalan yang
menyebabkan kerugian yang cukup besar jika kita tidak dapat mengendalikan resiko
yang mungkin terjadi seperti pada kasus diatas yang kami asumsikan perusahaan
tersebut gagal dakam mengelola resiko leveragenya.
Perencanaan yang dibuat utuk kesepakatan forward yang diambil juga kami
asumsikan belum terencana dengan baik sehingga berujung pada resiko-resiko diluar
kesanggupan perusahan untuk menyelesaikannya sehingga berujung pada kegagalan
penerapan startegi hedging yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriasari, F. (2013). Value Drivers Terhadap Nilai Pemegang Saham Perusahaan


Yang Hedging Di Derivatif Valuta Asing. Manajemen Bisnis, 1(1), 88.
https://doi.org/10.22219/jmb.v1i1.1325

Rinny, & Saputra, R. S. (2016). Analisa Lindung Nilai (Hedging) terhadap Transaksi
Pembelian Bahan Baku dalam Mata Uang Asing USD (Studi Kasus PT. TD
Automotive Compressor Indonesia periode Oktober 2014 – Januari 2015).
Jurnal Mahasiswa Bina Insani, 1(1), 77–91.

Paranita, E. S. (2011). Kebijakan Hedging Dengan Derivatif Valuta Asing Pada


Perusahaan Publik Di Indonesia. Seminar Nasional Ilmu Ekonomi Terapan, 32,
228–237.

Putro, S. H., & Chabachib, M. (2012). SEBAGAI PENGAMBILAN KEPUTUSAN


HEDGING ( Studi Kasus Pada Perusahaan Automotive and Allied Products
Yang Terdaftar Di BEI Periode 2006-2010 ). Doctoral Dissertation, Fakultas
Ekonomika Dan Bisnis, 1(1), 1–11.

Anda mungkin juga menyukai