Anda di halaman 1dari 6

LAPORANPRAKTI

KUM

I
MUNOLOGISEROLOGI

OBJEKVI
II

PENENTUANJUMLAHSELLEUKOSI
T

NAMA :
INDRIAULI
AREZTI
NO.BP :
1811011047
SHI
FT/KELOMPOK :
4/2
HARI/TANGGAL :
KAMI
S/18NOVEMBER2021
REKANKERJA :
1.NONDARI
AKNESVELI
NATASA (
1811011009)
2.ANNI
SATRI
NANDAYUDA (
1811012027)
3.ALYSSAAZZAHRA (
1811013019)
4.VERARULI
TAOKTARI (
1811013029)
5.NURAZI
ZAHNOMI
ZA (
1811013039)

LABORATORI
UM SEROLOGII
MUNOLOGI

FAKULTASFARMASI

UNI
VERSI
TASANDALAS

PADANG

2021
I. TUJUAN
1. Untuk menghitung jumlah sel darah putih atau leukosit dari pewarnaan sel
pada darah mencit putih jantan.
2. Untuk mengetahui cara pewarnaan sel darah putih.
3. Untuk mewarnai serta menghitung masing-masing sel elukosit secara
presentase.
II. TEORI
Salah satu bagian tubuh yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia yaitu darah yang berfungsi sebagai alat transportasi utama bagi oksigen,
nutrisi, dan zat-zat lain yang dibutuhkan seluruh jaringan. Darah terdiri atas plasma
dan sel darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit). Jumlah darah dalam tubuh sekitar 5 -7 %
dari berat badan. [1]
Pembentukan dan pematangan sel darah terjadi di sumsum tulang, proses
pembentukan sel darah ini disebut hematopoesis. Volume darah secara keseluruhan
sekitar 7% - 10% berat badan normal atau sekitar lima liter. Sel-sel darah terdiri
atas leukosit, eritrosit dan trombosit, masing-masing sel memiliki peran yang
penting untuk menunjang aktivitas tubuh. Sekitar 55% adalah plasma darah,
sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel darah. [2]
Darah berperan penting sebagai Alat Pengangkut yang Meliputi Hal-hal
sebagai berikut ini: [2]
1. Mengangkut gas karbondioksida (CO2) dari jaringan perifer kemudian
dikeluarkan melalui paru – paru untuk didistribusikan ke jaringan yang
memerlukan.
2. Mengangkut sisa–sisa / ampas dari hasil metabolisme jaringan berupa urea,
kreatinin, dan asam urat.
3. Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke
seluruh jaringan tubuh.
4. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
5. Mengatur panas tubuh.
6. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh.
7. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.
8. Mencegah perdarahan
9. Mengangkut hasil – hasil metabolisme jaringan.
Fungsi dari leukosit yaitu menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat
terhadap setiap agen infeksi yang ada. Peran sel darah putih (leukosit) yang begitu
penting, sehingga seorang manusia perlu dilakukan pengecekan kadar sel darah
putih (leukosit). Terdapat beberapa jenis leukosit, yaitu netrofil, eosinofil, basofil,
monosit, limfosit dan megakarosit. Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan
dengan eritrosit. Pada laki-laki dan perempuan dewasa setiap mm3 darah hanya
terdapat kira-kira 4.500 sampai 10.000 jumlah butir. Sel-sel ini dapat bergerak
bebas secara amuboid serta dapat menembus dinding kapiler (diapedesis). Leukosit
mempunyai bentuk bervariasi dengan inti bulat dan cekung. [3]
Sel darah putih meliputi granulosit (neutrofil, eosinofil,basofil), monosit
dan limfosit. Granulosit merupakan sel darah putih paling banyak, lebih besar dari
sel darah merah (berdiameter sekitar 12–15 μm). Sel granulosit memiliki nukleus
multi lobus dan mengandung banyak butiran sitoplasma (granula). Granulosit
adalah mediator penting dari respons inflamasi. Ada tiga jenis granulosit yaitu
neutrofil, eosinofil, dan basofil. Setiap jenis granulosit diidentifikasi oleh warna
butiran ketika sel diwarnai dengan zat pewarna. Butiran neutrofil berwarna merah
muda, eosinofil berwarna merah, dan basofil berwarna biru kehitaman. Sekitar 50-
80% sel darah putih adalah neutrofil, sedangkan eosinofil dan basofil bersama-sama
membentuk tidak lebih dari 3 persen. [4]
Terdapat beberapa fungsi dari sel darah putih yakni sebagai berikut.
1. Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit/bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (sistem retikulo
endotel).
2. Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding
usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. [2]
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar
daripada sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter
kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata rata 8.000) sel darah putih.[5]
Hampir 75 persen dari seluruh jumlah sel darah putih yaitu granulosit atau
sel polimorfonuklear. Granulosit terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini
berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir, sehingga
disebut sel berbulir arau granulosit. Kekurangan granulosit disebut
granulositopenia. Tidak adanya granulosit disebut agranulositosis, yang dapat
timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika. Oleh
karena itu, apabila makan obat-obat tersebut, pemeriksaan darah sebaiknya sering
dilakukan unruk mengetahui keadaan ini seawal mungkin. [5]
Bila setetes darah diletakkan di acas kaca objek dan ditambahkan dua
macam pewama untuk menghitung jenis sel-sel darah, sel darah putih ini dikenal
menurut sifatnya dalam pewarnaan. Sel neutrofil paling banyak dijumpai. Sel
golongan ini mewarnai dirinya dengan pewarna netral, atau campuran pewarna
asam dan basa, dan tampak berwarna ungu.Sel eosinofil hanya sedikit dijumpai.
Sel ini menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah. Sel
basofil menyerap pewama basa dan menjadi biru. [5]
Limfosit membentuk 25 persen dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini
dibentuk di dalam kelenjar limfe dan dalam sumsum tulang. Sel ini nongranuler dan
tidak memiliki kemampuan bergerak seperti amuba. Se!ini mampu mengadakan
gerakan amuboid dan mempunyai sifat fagosit (pemakan). Sel ini dibagi lagi dalam
limfosit kecil dan besar. Selain itu ada sejumlah kecil sel yang berukuran lebih besar
(kira-kira sebanyak 5 persen) yang disebut monosit. [5]
Preparat apus dengan metode supra vital untuk mendapatkan sediaan dari
sel atau jaringan yang hidup disebut apusan darah tepi. Sel-sel darah yang hidup
dapat mengisap zat-zat warna yang konsentrasinya sesuai dan akan berdifusi ke
dalam sel darah tersebut, selanjutnya zat warna akan mewarnai granula pada sel
bernukleus polimorf. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan
meneteskan darah lalu dipaparkan di atas object glass, kemudian dilakukan
pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop. Guna pemeriksaan apusan darah: [6]
a. Untuk memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit.
b. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
c. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit). [6]
Sediaan apus darah tepi yang baik harus memiliki tiga bagian yaitu kepala,
badan dan ekor dengan ketebalan gradual dan ketebalan apusan tersebut
menggambarkan distribusi sel darah. Bagian paling tebal berada pada daerah kepala,
eritrosit pada bagian ini saling menumpuk, tidak teratur dengan sel berbagai macam
sel leukosit. Bagian badan apusan menipis dengan distribusi eritrosit yang merata
dan leukosit menyebar dengan baik, pada bagian tengah apusan didominasi oleh sel
limfosit dan bagian samping apusan merupakan campuran yaitu granulosit dan
monosit. Pada bagian ekor apusan semakin menipis dan berujung dengan
membentuk lidah, distribusi eritrosit pada bagian ini agak longgar dan sel leukosit
yang mendominasi adalah sel neutrophil. [7]
Depertemen Kesehatan RI 2007 menyatakan bahwa pewarnaan giemsa
mempunyai standar pengenceran, dan setiap pengenceran mempunyai waktu
pewarnaan yang berbeda-beda. Pewarna giemsa dengan pengenceran 10% sebagai
pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas, dengan latar
belakang jenih, warna eritrosit dan leukosit terlihat kontras dan jelas. Jika waktu
pewarnaan terlalu cepat menyebabkan apusan tidak terwarnai dengan sempurna,
dan jika pewarnaan dilakukan terlalu lama dapat memengaruhi warna dan bentuk
parasit,sehingga hasil pembacaan apusan sulit ditenggakkan. [8]
Hasil pewarnaan sediaan dengan menggunakan waktu yang tidak sesuai
dengan pengenceran giemsa akan memberikan hasil yang tidak baik di antaranya,
secara makroskopik gambaran bentuk sediaan tidak terlihat jernih, gambaran warna
sediaan tidak menunjukkan kombinasi warna merah, ungu dan biru Apabila sediaan
dilihat dibawah mikroskop, latar belakang sediaan terlihat kotor atau tidak jernih,
warna eritrosit dan leukosit tidak terlihat kontras dan jelas serta sediaan banyak
dipenuhi partikel-partikel giemsa.[8]
Terdapat dua metode untuk menghitung jumlah sel leukosit, yaitu metode
elektronik dan metode kamar hitung. Metode elektronik umum digunakan di
laboratorium penelitian, dimana dengan metode ini secara otomatis jumlah sel
leukosit dan komponen darah lainnya dapat dihitung. Sedangkan pada metode
kamar hitung, jumlah sel leukosit dihitung secara manual, dimana sampel darah
harus diencerkan terlebih dahulu, lalu dihitung menggunakan alat !ang disebut
haemocytometer. [9]
III. PROSEDUR KERJA
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat
• Object glass
• Pipet tetes
• Gunting
• Mikroskop
• Alat penghitung
.1.2 Bahan
• Pewarna Giemsa (1:20)
• Methanol
• Alkohol 70%
• Air suling
• Larutan NaCl 0,9% (NaCl fisiologis)
• Mencit putih jantan
3.2 CARA KERJA
1. Bersihkan ekor mencit dengan kapas yang dibasahi dengan alkohol 70%.
2. Potong ekor mencit sepanjang 1 cm, darah tetesan pertama dibuang dan satu
tetes berikutnya diteteskan pada salah satu ujung dari object glass.
3. Ratakan dengan ujung objek glas yang lain dengan membentuk sudut 30
derajat, lalu tari dengan cepat dan tekanan sama, sehingga diperoleh lapisan
darah yang rata (metode hapus darah).
4. Biarkan kering.
5. Tetesi dengan methanol sehingga membasahi seluruh permukaan darah
pada objek glas, biarkan selama 5 menit.
6. Tambahkan satu tetes larutan Giemsa (1:20), biarkan selama 20 menit.
7. Cuci dengan air suling, keringkan dan lihat dibawah mikroskop dengan
pembesaran 1000 kali. Sel yang akanb terlihat adalah sel neutrofil batang,
neutrofil sekmen, monosit, limfosit dan eusinofil.
8. Hitung sel fagosit dengan total 100 sel, sehingga masing-masing jenis sel
leukosit dapat ditentukan secara persentase.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Evelyn PC. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama; 2006.
[2] Handayani, Wiwik, & Andi Sulistyo Haribowo. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta:Penerbit Salemba Medika;2008.
[3] Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 1997.
[4] Kosasih, E.N. dan Kosasih, A.S. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Klinik. Tangerang: Karisma Publishing Group; 2008.
[5] Pearce, E. C. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis . Indonesia:PT
Gramedia Pustaka Utama; 2016.
[6] Thamrin HY. Hematologi III. Kendari : D3 Analis Kesehatan. 2017.
[7] Nugraha G. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. CV Trans
Info Medika. Jakarta. 2015.
[8] Rahmad A. Atlas Diagnostik Malaria. Jakarta : EGC; 2011.
[9] Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.

Anda mungkin juga menyukai