Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PRAKTIKUM I

PEMBUATAN LARUTAN INFUS RINGER LAKTAT

Dosen : Witdiastuti, S.Farm,

Oleh :

1. Sherlina Puspita : 16180100004


2. Siti Maulidini : 16180100005
3. Wevy Dewita : 17180100001

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2021

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


PRAKTIKUM I
PEMBUATAN LARUTAN INFUS RINGER LAKTAT

1. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui proses pembuatan sediaan infus ringer laktat
2. Mahasiswa memahami syarat-syarat dari sediaan infus steril
3. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi yang harus dilakukan terhadap
produk sediaan steril yang ada dipasaran.

2. Dasar Teori
Sediaan parenteral adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml atau disebut juga
infus. Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia
sejak tahun 1660. Akan tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung
tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh
Limousin ( Perancis ) dan Friedleader ( Jerman ), seorang apoteker.
Injeksi merupakan pemakaian dengan cara penyemprotan larutan
atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik.
Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan atau organ.
Obat infus biasanya diindikasikan untuk keadaan obat yang yang tidak
stabil atau aktif dalam saluran pencernaan, respon obat yang diperlukan
cepat dan diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel,1989) :
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada
keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
Kerugian pemberian secara intravena (Ansel,1989) :
1. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
2. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
3. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih
ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih,
praktis bebas partikel).
4. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
5. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik.
6. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau
ditempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten.
Ringer Lactat adalah larutan steril dari Kalsium Klorida, Kalium
klorida, Natrium klorida dan Natrium Lactat dalam air untuk injeksi. Tiap
100 ml mengandung tidak kurang dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0
mg natrium (sebagai NaCl dan C3H5NaO3), tidak kurang dari 14,1 mg dan
tidak lebih dari 17,3 mg Kalium (K, setara dengan tidak kurang dari 27,0
mg dan tidak lebih dari 33,0 mg KCl), tidak kurang dari 4,90 mg dan tidak
lebih dari 6,00 mg kalsium (Ca, setara dengan tidak kurang dari 18,0 mg
dan tidak lebih dari 2,0 mg CaCl2.2H2O), dan tidak kurang dari 231,0 mg
dan tidak lebih dari 261,0 mg laktat (C3H5O3, setara dengan tidak kurang
dari 290,0 mg dan tidak lebih dari 330,0 mg C3H5NaO3). Injeksi Ringer
Laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba (Anonim, 1995).
Metode-metode cara sterilisasi menurut Farmakope Indonesia Edisi
III, Sediaan di sterilkan dengan cara berikut :
a. Pemanasan dalam otoklaf.
Sediaan yang disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok,
kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100
ml, sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115˚ sampai
116˚selama 30 menit.
Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi
diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 115˚ sampai
116˚ selama 30 menit.
b. Pemanasan dengan bakterisida.
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat
dalam larutan klorkresol P 0,2%(b/v) dalam air untuk injeksi atau dalam
larutan bakterisida yang cocok dalam Air untuk injeksi. Isikan kedalam
wadah, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih
dari 30 ml, panaskan pada suhu 98˚ sampai 100˚, selama 30 menit. Jika
volume dalam wadah lebih 30 ml waktu sterilisasi diperpanjang, hingga
seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 98˚ sampai 100˚ selama 30 menit.
Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara intravenous lebih dari 15
ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini. Injeksi yang digunakan
secara intrateka, intrasistema, atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara
ini.
c. Penyaringan.
Larutan disaring melalui penyaring bateri steril, diisikan kedalam
wadah akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik aseptik.
d. Pemanasan kering.
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah
kemudian ditutup kedap atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk
mencegah cemaran. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml,
panasan pada suhu 150˚ selama 1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih
dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai
suhu 150˚. wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap
menurut Tenik aseptic.
e. Teknik Aseptik.
Proses aseptik adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan
teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman
hingga seminimum mungkin.
Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan
injeksi yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidak
mantapan zatnya, teknik ini tidak mudah diselenggarakan dan tidak ada
kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril. Sterilitas hasil akhir
hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat uji sterilitas
yang tertera pada Uji keamanan hayati.
Syarat-Syarat Infus
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan
tubuh lain yakni 7,4.
5. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang
sama dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan
tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis
larutan NaCl 0,9 %.
6. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam
bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat
menimbulkan demam. Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa
kompleks polisakarida dimana mengandung radikal yang ada unsur N,
dan P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat menimbulkan
demam dan pirogen bersifat termostabil.
Tetapan Isotonis
Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)

Osmolarita (M osmole/Liter) Tonisitas


> 350 Hipertonis
329 – 350 Sedekit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis
0 – 249 Hipotonis
3. Formulasi
R/ Natrium laktat 0,62
NaCl 1,2
KCl 0,06
CaCl2.2H2O 0,01
Aqua p.i ad 100,0 ml

4. Alasan Penambahan Zat


Sediaan infus RL mengandung zat aktif Na Laktat, KCl,
CaCl2.2H2O, dan NaCl. Sedangkan bahan lainnya yaitu Aqua p.i, HCl
0,1 N, dan NaOH 0,1 N. NaCl dapat dipakai sebagai cairan resusitasi
(replacement therapy), mengganti cairan tubuh atau elektrolit dalam
tubuh yang hilang, dan sebagai pengencer sel darah merah sebelum
transfusi. Na Laktat berfungsi sebagai buffering agent dan isotonis
agent, selain itu laktat dalam RL juga berguna untuk memperbaiki
keadaan seperti asidosis metabolik. KCL berfungsi sebagai antimikroba,
sedangkan CaCl2.2H2O berfungsi sebagai zat penyerap air dan
antimikroba, sementara kalium (Ca+) sendiri sebagai fungsi
pemeliharaan dan kasus defisit kalium. Aqua p.i berfungsi sebagai
pelarut, merupakan air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas
dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau
bahan lainnya (HCl 0,1 N untuk menambah tingkat keasaman dan
NaOH sebagai penambah tingkat kebasaan).
Tonisitas larutan perlu dihitung dahulu sebelum pembuatan
sediaan, dengan tujuan agar dapat diketahui apakah larutan tersebut
sudah isotonis atau belum, sebab hal itu berhubungan dengan tekanan
osmose larutan terhadap cairan tubuh yang akan diberi larutan infus.
Larutan yang isotonis adalah larutan larutan yang memiliki tekanan
osmose sama dengan tubuh, dalam keadaan isotonis larutan yang
diinjeksikan tidak akan menimbulkan rasa sakit. Sedangkan larutan
yang hipotonis akan menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau
lisis, karena tekanan diluar sel lebih rendah, maka cairan dalam sel akan
menggembung dan pecah, mengingat tekanan osmose berjalan dari
cairan konsentrasi rendah (encer) ke cairan bertekanan tinggi (pekat)
sebaliknya pada keadaan hipertonis akan mengakibatkan keadaan di luar
sel lebih tinggi dibandingkan di dalam sel. Sehingga keadaan sel
mengkerut. Keadaan hipotonis lebih berbahaya dibandingkan hipertonis,
sebab larutan hipotonis bersifat irreversible (sel sudah pecah),
sedangkan hipertonis bersifat reversible (sel dapat lembali normal).

5. Data Preformulasi
1) Natrium laktat (Sodium Lactat) (Rowe, 2009)
Pemerian : tidak berwarna, bening, tidak berbau atau sedikit berbau
dengan rasa garam yang khas, higroskopik.
Kelarutan : larut dalam etanol (95%) dan dalam air.
Khasiat : Buffering agent, isotonis agent.

2) NaCl (Natrium Klorida) (KemenKes., 2014).


NaCl mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tidak
mengandung zat tambahan.
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam
etanol, air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
Indikasi : Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh.
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat
menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas (Reynolds., 1982).
pH : Antara 4,5 dan 7,0.
OTT : Logam Ag, Hg, Fe
3) KCl (Kalium Klorida) (Rowe, 2009)
Pemerian : tidak berbau, Kristal bening atau serbuk Kristal putih,
rasa garam dan berbentuk kubus.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam aseton dan eter, larut dalam
250 bagian etanol, larut dalam 4 bagian gliserin, larut dalam 2,8
bagian air.
Kegunaan : zat pengisotonis, antimikroba.
pH : 4-8
Stabilitas : stabil dan harus disimpandalam wadah tertutup
rapat, ditempat sejuk dan kering.
OTT : Larutan KCl iv inkompatibel dengan protein hidrosilat,
perak dan garam merkuri.

4) CaCl2.2H2O
Pemerian : Granul atau serpihan, putih,keras, tidak, berbau
Kelarutan : mudah larut dalam air (1,2 bagian), dalam etanol (4
bagian), dan dalam etanol mendidih (2 bagian), sangat mudah larut
dalam air panas (0,7 bagian).
pH : 4,5-9,2
OTT : karbonat, fosfat, sulfat, tartrat,sefalotin sodium,
CTM dengan tetrasiklin membentuk kompleks.
Kegunaan : untuk mempertahankan elektrolit tubuh, untuk
hipokalemia, sebagai elektrolit yang esensial bagi tubuh untuk
mencegah kekurangan ion kalsium yang menyebabkan iritabilitas
dan konvulsi.

5) Aqua Pro Injektion (Depkes RI, 1995)


Pemerian : cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
berasa.
Kegunaan : aqua untuk pembuatan injeksi.

6. Perhitungan Bahan
Catatan:
 Untuk depirogenasi, penambahan carbo adsorben 0,1%, carbo
adsorben bersifat menyerap zat termasuk bahan obat (FI edisi IV,
1995:1169), maka tiap bahan yang akan dikocok dengan carbo
adsorben diberi kelebihan 5%
 Kelebihan volume injeksi dalam wadah untuk cairan encer lebih dari
50 ml adalah 2% (FI edisi IV: 1044)
 Volume infus = 100 ml + (2% x 100 ml) = 102 ml jumlah yang
dimasukkan ke dalam botol infus
 Kelebihan 20 % untuk penyaringan
 Volume Pembuatan = 102 ml + (20 %x 102 ml) = 122,4 ml (jumlah
volume infus yang dibuat)

1) Natrium Laktat : 0,62% x 122,4 = 0,75 g x 5% = 0,0375 g


0,75 g + 0,0375 g = 0,78 g
2) Nacl : 1,2% x 122,4 = 1,46 g x 5% = 0,073 g
1,46 g + 0,073g = 1,53 g
3) KCl : 0,06% x 122,4 = 0,073 g x 5% = 0,003 g
0,073 g + 0,003g = 0,076 g
4) Cacl2.2h2o : 0,01 x 122,4 = 0,012 x 5% = 0,0006
0,012 + 0,0006 =0,0126 g
5) Carbo Adsorben: 0,1 x 122,4 = 0,122 g
6) Aqua P.I : ad 122,4 ml

Osmolaritas
1000 ml
a. Natrium Laktat : x 0,78g = 6,37 g/L
122,4 ml
6,37 g / L
x 2=0,11 M /L = 110 mM/L
112,06
1000 ml
b. Nacl : x 1,53 g=¿12,5 g/L
122,4 ml
12,5 g /L
x 2=0,42 M /L = 420mM/L
58,4
1000 ml
c. KCl : x 0,076 g=¿ 0,62 g/L
122,4 ml
0,62 g / L
x 2=¿ 0,0166 M/L = 16,63 mM/L
74,55
1000 ml
d. Cacl2.2h2o : x 0,0126 g=0,103 g /L
122,4 ml
0,103 g / L
x 2=0,0014 M /L = 1,4 mM/L
147,08

Jumlah
7. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan:
1. Timbangan 1 buah
2. pH meter 1 buah
3. Kompor listrik 1 buah
4. Batang pengaduk 1 buah
5. Flakon 100ml 1 buah
6. Gelas beker 1 buah
7. Gelas ukur 1 buah
8. Corong kaca 1 buah
9. Autoclave 1 set
10. Mortir &stamper 1 buah
Bahan yang digunakan:
1. Natrium laktat 0,62gram
2. NaCl 1,2gram
3. KCl 0,06gram
4. CaCl2.2H2O 0,01gram
5. Aqua P.I ad 100,0 ml
8. Cara Kerja

Tonisitas Uji Ph, kejernihan,


partikel asing,

dihitung ↑

Nilai tonisitas Sterilisasi


autoclave suhu
121˚C selama 15
menit

dihitung ↑

NaCl yang ditambahkan Wadah infuse 100 ml

dididihkan ↑ dimasukkan

Aquadest Larutan jernih

ditambahkan
↑ hingga

Na Laktat 0,62g, NaCl 0,6 g, Kertas saring


CaCl.2H2O 0,01 g, KCl 0,03 g
Aqua P.I

ditambahkan
Sedikit aquadest panas
disaring
digojog

diukur

Ph 5 - 7 Sisa Aquadest

ditambahkan bila kurang asam ↑ ditambahkan

HCl 0,1 N → NaOH 0,1 N

Ditambahkan bila kurang basa

9. Evaluasi Sediaan
1. Uji derajat keasaman (pH)
1) Diambil kertas pH universal
2) Dimasukan kedalam injeksi Ringer laktat
3) Diamati perubahan warna kertas pH universal,
4) Dicocokan dengan warna yang ada di kemasan pH universal
2. Uji keseragaman bobot
1) Diletakkan ampul pada permukaan yang rata secarasejajar
2) Di lihat secara langsung keseragaman volume secara visual
3. Uji kebocoran
1) Dimasukan ampul kedalam larutan metilen blue 1% dalam ruangan
vakum
2) Diatur tekanan yang diberikan
3) Didiamkan 15 menit
4) Diamati apakah larutan ampul ada yang berwarna biru, bila ada artinya
tidak lolos uji kebocoran
4. Uji partikel dan kejernihan
1) Diputar vial di latar belakang putih atau hitam
2) Diamati secara visual injeksi Ringer laktat apakah ada partikel dalam
sediaan tersebut.

Label etiket pada infus RL

STERIL DAN BEBAS PIROGEN 100ML


LARUTAN INFUS UNTUK PEMAKAIAN INTRAVENA

H Setiap 100 ml larutan mengandung :


A
R Natrium Laktat 0,62%
U Natrium Klorida 1,2%
S
D Kalsium Klorida 0,01%
E
N Kalium Klorida 0,06%
G Air untuk injeksi ad 100ml
A
N
R
E
S
E
P
D
O
K
T
E
R
No. Batch : ss12345
Kadaluarsa : Feb 2024
Tgl. Prod : Feb 2021

KETERANGAN LENGKAP LIHAT BROSUR


JANGAN GUNAKAN BILA BOTOL RUSAK,
LARUTAN KERUH ATAU BERISI PARTIKEL

Simpan pada suhu kamar/ruangan (25˚C-30˚C)

RINGER LAKTAT
PT. SSWFARM
BOGOR-INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
2. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta:
UI-Press.
3. Ario Dewangga dan Vicky Sumarki Budipramana. 2011. Kebutuhan
Optimal Cairan Ringer Laktat untuk Resusitasi Terbatas (Permissive
Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang Menimbulkan
Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of Emergency I. Vol. 1
No.1.
4. DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
5. DepKes., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
6. KemenKes., 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
7. Perdana Ibnu Adi dan Iman Fahruzi. 2016. Rancangan Bangun Alat
Pemantau Cairan Intravena Jenis Ringer Laktat (RL) Menggunakan
Jaringan GSM. Jurnal Nasional Informasi dan Komunikasi.
8. Reynolds, J.E.F (editor)., 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia,
Edisi 28. London : The Pharmaceutical Press.
9. Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Jogjakarta:
Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai