Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Dosen Pembimbing : Refril Dani, M.Pd


Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Disusun oleh :
Kelompok 3

Juliana (201014286206335)
M Syukron Ma'mun (201014286206337)
Muhammad Zen (201014286206406)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat, inayah, taufik, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini
disusun dalam rangka menyelesaikan tugas dari dosen kami pak Refril Dani,
M.pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Muara Bungo, 18 Sep 2021


Penulis,

Kelompok 3

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..............................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B.     Rumusan masalah..............................................................................................................1

BAB II..............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN................................................................................................................................3

A. Pengertian Ejaan..................................................................................................................3

B. Sejarah Ejaan..........................................................................................................................3

1. Pemakaian Huruf.....................................................................................................................7

1. Pemakaian Huruf Kapital.................................................................................................7

2. Penggunaan Huruf Miring................................................................................................8

3. Penulisan Kata.................................................................................................................9

B. Pemakaian Tanda Baca..........................................................................................................11

1. Tanda titik (.).................................................................................................................11

2. Tanda koma (,)...............................................................................................................11

3. Tanda titik dua (:)...........................................................................................................12

4. Tanda hubung (-)............................................................................................................12

5. Tanda pisah (-)...............................................................................................................13

6. Tanda garis miring (/).....................................................................................................13

iii
C. PEMAKAIAN ANGKA...............................................................................................................13

D. PEMAKAIAN LAMBANG BILANGAN........................................................................................14

E. PENULISAN SINGKATAN........................................................................................................15

F. PENULISAN AKRONIM...........................................................................................................15

BAB III...........................................................................................................................................17

PENUTUP......................................................................................................................................17

KESIMPULAN........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada dua kasus yang melatari penerapan ejaan yang disempurnakan
sebagai salah satu kriteria kelayakan sebuah naskah. Kasus pertama yaitu
terkadang tidak mampunya pedoman ejaan yang disempurnakan menjawab
beberapa persoalan dalam masalah tata tulis naskah, baik dalam penggunaan
kata baku, istilah, tanda baca, maupun singkatan/akronim. Kasus kedua yaitu
kurangnya pemahaman penulis naskah, termasuk penerjemah, terhadap ejaan
yang disempurnakan itu sendiri sehingga kesalahan-kesalahan elementer
dalam penulisan naskah masih sering terjadi, seperti penggunaan kata non
baku dan penggunaan tanda baca yang keliru.
Dalam kasus pertama, buku pedoman ejaan yang disempurnakan
ataupun kamus besar bahasa indonesia, tidak bisa semata-mata dijadikan
acuan untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan satu-satunya
referensi untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis ataupun
penerbit perlu mencari solusi kebahasaan yang lain dan menetapkan suatu
keputusan yang ajek sebagai gaya penulisan.
Sebetulnya masalah untuk kasus pertama ini sudah lama dikaji dan
akhirnya muncullah gagasan membuat semacam buku
pedoman gaya selingkung (house style) penerbitan dalam bahasa indonesia.
Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh pusat perbukuan depdiknas.

B.     Rumusan masalah
1. Bagaimana cara penggunaan ejaan yang disempurnakan yang benar pada
penulisan huruf dan kata?
2. Bagaimana cara penggunaan ejaan yang disempurnakan yang benar pada
penulisan partikel, singkatan, akronim dan angka?

1
2

3. Bagaimana ruang lingkup EYD?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian EYD.
2. Untuk mengetahui sejarah EYD.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup EYD.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan melambangkan bunyi ujaran, pemisahan
dan penggabungan kata, penulisan kata, huruf, dan tanda baca . Atau dengan kata
lain Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Menurut Ida (2010:21) “ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana
melambangkan bunyi dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang
(pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa)”.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi
keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan
bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang
mengemudi kendaraan, ejaan merupakan rambu lalu-lintas yang harus dipatuhi oleh
setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, maka
akan terciptalah lalu-lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira hubungan
antara pemakai bahasa dengan ejaan.

B. Sejarah Ejaan
1. Ejaan van Ophuijsen (1901)
dikonsep oleh 
- CH. A. Van Ophuysen
- Engku Nawawi Sutan Ma’moer dan 
- Mohammad Taib Soetan Ibrahim.

3
4

         Yang ditetapkan dalam ejaan ini adalah


Huruf/gabungan huruf/ Contoh penggunaan dalam kata
Diftong /diakritik
J Jang ; Sajang
oe Kamoe ; Oemoer
dj Djoedjoer ; Setoedjoe
tj Tjoetjoe ; Tjantik
nj Njanji ; Njonja
ch Chawatir ; Choesoes
sj Sjarir ; Sjarat
Tanda diakritik( ‘ ) Ma’mur ; ra’yat ; jum’at ; ma’af
Angka “2” untuk tanda pengulangan Poera2 ; koera2

2. Ejaan Soewandi

Ejaan ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan pada tanggal
19 Maret 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Kenapa disebut Ejaan
Soewandi? Benar sekali! Karena penyusunnya adalah Mr. Raden Soewandi yang
waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Oh
iya, ejaan ini dikenal juga sebagai Ejaan Republik.

Pembaharuan dari Ejaan Soewandi terletak dalam penggunaan diftong (gabungan


dua huruf vokal) oe yang diganti menjadi huruf u, dan dihapuskannya tanda
apostrof. Nah, tanda apostrof ini diganti menjadi huruf k atau tidak dituliskan sama
sekali. Contohnya:

 Jum’at → Jumat
 ra’yat → rakyat
5

 ma’af → maaf

3. Ejaan Pembaharuan

Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin


menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pembaharuan yang disarankan
panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain: membuat standar satu
fonem satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu,
tanda hubung juga tidak digunakan dalam kata berulang yang  memiliki makna
tunggal seperti kupukupu dan alunalun.

Tapi, ejaan ini tidak jadi diresmikan dalam undang-undang.

4. Ejaan Melindo

Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Draft penyusunan ejaan ini disusun


pada tahun 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu, yang
dalam hal ini adalah Malaysia. Perubahan yang diajukan dalam ejaan ini tidak jauh
berbeda dari Ejaan Pembaharuan.

Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan kedua
negara. Tapi sayang, ejaan ini pun gagal diresmikan akibat ketegangan politik antara
Indonesia dan Malaysia waktu itu.

5. Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)

Ejaan ini bisa dibilang adalah lanjutan dari Ejaan Melindo. Panitianya masih
campuran antara Indonesia dan Malaysia dan dibentuk pada tahun 1967. Isinya juga
tidak jauh berbeda dari Ejaan yang Disempurnakan (yang akan dijelaskan
selanjutnya), hanya ada perbedaan di beberapa kaidahnya saja.
6

Ada pun huruf vokal dalam ejaan ini terdiri dari: i, u, e, ə, o, a. Dalam ejaan ini,
istilah-istilah asing sudah mulai diserap seperti: extra  → ekstra; qalb  →
kalbu; guerilla → gerilya.

6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015. Di antara deretan “mantan”
ejaan di atas, EYD ini yang paling awet. Juga, ejaan ini mengatur secara lengkap
tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia, antara lain: tentang unsur bahasa serapan,
tanda baca, pemakaian kata, pelafalan huruf “e”. penggunaan huruf kapital, dan
penggunaan cetak miring. Selain itu, huruf “f”, “v”, “q”, “x”, dan “z” yang kental
dengan unsur bahasa asing resmi menjadi bagian Bahasa Indonesia. 

Perubahan Ejaan Bahasa


Indonesia
Ejaan Ejaan EYD

Van Ophuisjen Soewandi


Tj Tj C

Dj Dj J

J J Y

Nj Nj Ny

Ch Ch Kh

Sj Sj Sy

Oe U U

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia,
EBI pun resmi berlaku sebagai ejaan baru Bahasa Indonesia. Katanya, latar belakang
7

diresmikan ejaan baru ini adalah karena perkembangan pengetahuan, teknologi, dan
seni sehingga pemakaian bahasa Indonesia semakin luas. Ejaan ini menyempurnakan
EYD, terutama dalam hal penambahan diftong, penggunaan huruf kapital, dan cetak
tebal.

 Huruf diftong yang berlaku antara lain: ai, au, ei, oi


 Lafal huruf “e” menjadi tiga jenis. Contohnya seperti pada lafal: petak, kena,
militer
 Penulisan cetak tebal untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis
miring, dan bagian-bagian karangan seperti judul, bab, dan subbab.
 Huruf kapital pada nama julukan seseorang. Contohnya: Pak Haji Bahrudin
 Tanda elipsis (...) digunakan dalam kalimat yang tidak selesai dalam dialog.

A. Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


1. Pemakaian Huruf
Huruf dalam abjad kita terdiri dari 26 huruf. Setiap huruf terdiri atas huruf
kapital dan huruf kecil. Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo,
Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, dan Zz. Dari 26 huruf tersebut terdapat 5
huruf vokal (a, i, u, e, o) dan 21 huruf konsonan. dalam pemakaian huruf terdapat
jenis huruf diftong yaitu ai, au, dan oi. Selain itu, terdapat gabungan kata konsonan
dalam EYD. Ada empat gabungan konsonan yaitu kh, ng, ny, dan sy.

1. Pemakaian Huruf Kapital


Huruf kapital digunakan dalam berbagai hal, yaitu:
a. Sebagahuruf pertama kata pada awal kalimat,
b. Sebagai huruf pertama petikan langsung,
c. Sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan
agama, kitab suci, dan Tuhan, serta termasuk kata ganti untuk,
d. Dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
8

keagamaan yang diikuti nama orang,


e. Dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi atau nama tempat,
f. Dipakai sebagai huruf pertama unsur- unsur nama orang,
g. Dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa,
h. Dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah,
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi,
j. Dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama Badan, Lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta
Dokumen resmi,
k. Dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan,
kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada
posisi awal,
l. Dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan,
m. Dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak,
ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan,
n. Dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

2. Penggunaan Huruf Miring


Penggunaan huruf miring adalah sebagai berikut
a. Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam tulisan.
b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
9

c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk penulisan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

3. Penulisan Kata
a. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
b. Kata turunan
1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
2) Jika merupakan gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
4) Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
c. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
d. Gabungan kata
1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah.
2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
3) Gabungan kata ditulis serangkai.
e. Kata ganti ku, dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku,mu,
dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
f. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali
di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata.
g. Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
h. Partikel
1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang
10

mendahuluinya.
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
3) Partikel per ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahuluinya atau
mengikutinya.
i. Singkatan dan Akronim
Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti
dengan tanda titik.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik.
4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang yang diikuti tanda titik.

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
3) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis
dengan huruf kecil.
j. Angka dan Lambang Bilangan
1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
11

tulisan lazim digunakan angka Arab atau Romawi.


2) Angka digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, bobot, luas dan isi,
satuan waktu, nilai uang,dan kuantitas.
3) Angka lazim dipakai untuk melam- bangkan nomor jalan, rumah, apartemen
atau kamar pada alamat.
4) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
B. Pemakaian Tanda Baca
Penulisan tanda baca dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Tanda titik (.)
 Digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
 Digunakan di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
 Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
 Dipakai untuk memisahkan angka angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
 Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
 Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
 Dipakai pada akhir udul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
 Dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat
pengirim surat.

2. Tanda koma (,)


 Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
 Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi dan melainkan.
 Dipakai untuk memisahkan memisahkan anak kalimat dari induk kalimat.
 Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat.
 Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
12

yang lain yang terdapat dalam kalimat.


 Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
 Dipakai di antara nama dan alamat; bagian-bagian alamat; tempat dan tanggal;
dan nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
 Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
 Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kalimat.
 Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakan dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
 Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen.
 Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
 Dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat.

3. Tanda titik dua (:)


 Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau
pemerian.
 Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
 Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukan pelaku dalam
percakapan
 Dipakai kalau rangkaian atau pemberian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan;
 Dipakai di antara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam
kitab-kitab suci, atau di antara judul dan anak judul suatu karangan (karangan
Ali Hakim,Pendidikan Seumur Hidup : Sebuah Studi, sudah terbit).

4. Tanda hubung (-)


Tanda hubung dipakai untuk :
 Menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah karena pergantian baris.
13

 Menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya.


 Menyambung unsur-unsur kata ulang.
 Menyambung huruf kata yang dieja.
 Memperjelas hubungan bagian- bagian ungkapan.
 Merangkaikan se dengan angka, angka dengan an, singkatan huruf besar
dengan imbuhan atau kata.
 Untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

5. Tanda pisah (-)


 Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
pelajaran.
 Dipakai untuk menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
 Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan atau
di antara nama dua kota yang berarti ke atau sampai.

6. Tanda garis miring (/)


 Dipakai dalam penomoran kode surat, misalnya: No. 7/ PK/1983.
 Dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per atau nomor alamat, misal- nya:
mahasiswa / mahasiswi, hanya Rp 30,00 / lembar, Jalan Banteng V/6.

C.  PEMAKAIAN ANGKA

Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka.

1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Dalam


tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2. Angka digunakan untuk menyatakan : Ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
Satuan waktu, Nilai uang, dan Kuantitas.
14

3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,


atau kamar pada alamat.
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

D. PEMAKAIAN LAMBANG BILANGAN

Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat
diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan
dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahasa jurnalistik.

a.   Penulisan lambang bilangan satu-dua kata


Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika
beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu
atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.

c.   Penulisan lambang bilangan utuh


Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan
dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan
dan kemudahan.

d.  Penulisan lambang bilangan angka-huruf


15

Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

E. PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang
terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang
terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti
dengan tanda titik.
a.  Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga
huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan
tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya
jurnalistik seperti tajuk rencana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca,
berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang
penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca,
atau judul-judul berita.
Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran ,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

F.  PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf
awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabungan suku kata. Kedua, akronim
yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a.       Akronim nama diri
16

Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yang berupa gabungan suku


kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf
awal huruf kapital.
b.      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu
membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat Pertama, jumlah
suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada
kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia yang lazim
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ejaan adalah aturan
dalam penulisan yang berlaku di Indonesia. Komponen pembelajaran ejaan berisi
tentang kesempatan menulis setiap hari, kesempatan membaca setiap hari, dinding
kata, mengoreksi naskah, prosedur dalam kamus, pilihan ejaan dan kesadaran
mengeja. Pengajaran ejaan dapat dilakukan dengan menggunakan tes mingguan,
menyesuaikan diri untuk memenuhi kebutuhan siswa dan menilai kemampuan
mengeja siswa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alek & Achmad. (2011). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana Predana Media Grup.
Allyn dan Bacon. (1999). Theaching Langu- age Arts: A Student and Response-
Centered Classroom. California State University, Long Beach.
Tim Penyusun. (2010). Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Yogya-
karta: Pustaka Timur.
https://bobo.grid.id/read/082496789/contoh-penulisan-kata-partikel-lah-kah-dan-
pun-seharusnya-dipisah-atau-disambung?page=all

18

Anda mungkin juga menyukai