Anda di halaman 1dari 33

ENERGI KONVENSIONAL DAN NONKONVENSIONAL

“BATUBARA”

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas yang Diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Energi
Konvensional dan Nonkonvensional

Oleh :
Devi Rachmadena (NIM 061040411383)
Dian Eka Firdayanti (NIM 061040411384)
Heni Nurani Apriliana (NIM 061040411386)
Program Studi : Teknik Energi
Jurusan : Teknik Kimia
Dosen Pembimbing : Ir. Erlinawati, M. T.
NIP 196107051988112001

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

2012

1
KATA PENGANTAR

Dengan hormat,

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang MahaEsa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Energi Konvensional
dan Nonkonvensional, Batubara” ini. Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Energi Konvensional dan
Nonkonvensional.

Dan tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua orang yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Semoga dengan makalah
ini, pengetahuan mengenai energy konvensional dan non konvensional dapat bertambah .Apabila
ada kata-kata yang salah dalam makalah ini kami mohon maaf sebesar-besarnya dan
kepadaTuhan kami mohon ampun. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Palembang, Maret 2012

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

KATA PENGANTAR…...…………………………………………….. i

DAFTAR ISI….....……………………………………………………... ii

DAFTAR GAMBAR….……………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN….......…………………………………....… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………… 1

2.2 Rumusan Masalah…………………………………………... 2

3.3 Tujuan Penulisan……………………………………………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............……………………………… 3

2.1 Sejarah Pembentukan Batubara……………………………... 3

2.2 Materi Pembentuk Batubara………………………………... 4

2.3 Kelas dan Jenis Batubara…………………………………… 5

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………... 7

3.1 Sumber Daya Batubara di Indonesia……………………….. 7

3.2 Cadangan Batubara di Masa Depan………………………… 11

3.3 Aplikasi Penggunaan Batubara pada Industri……………… 18

BAB IV PENUTUP…........……………………………………………. 28

4.1 Kesimpulan…………………………………………………. 28

DAFTAR PUSTAKA ....………………………………………………... 29

3
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lokasi Tambang Batubara (PKP2B generasi I)………………………. 20

2. Lokasi Tambang Batubara (PKP2B generasi II)……………………… 21

3. Lokasi Tambang Batubara (PKP2B generasi III)…………………….. 22

4. Lokasi PLTU Berbahan Bakar Batubara…………………………….... 23

5. Lokasi Pabrik Semen Berbahan Bakar Batubara……………………… 24

6. Lokasi Pabrik Briket Batubara………………………………………… 25

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengingat adanya kebijakan pemerintah, bahwasanya komoditi berbagai macam bahan


baku energi, mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian
Indonesia, maka kualitas serta kuantitas akan keberadaannya semakin dicari dan sangat
diperlukan mengenai informasinya.

Untuk itu maka harus selalu diantisipasi dengan kegiatan pekerjaan yang menyangkut
inventarisasi dari berbagai macam bahan baku energi, baik melakukan kegiatan yang
bersifat lapangan maupun bersifat study literature. Mengingat akan pentingnya bahan baku
energi alternatif pengganti minyak bumi, yang salah satunya adalah batubara yang
keberadaannya cukup melimpah dan sangat potensial sebagai bahan bakar industri.

Kegiatan eksplorasi batubara di Indonesia semakin meningkat terutama sejak tahun


1985, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta.Hal ini disebabkan
karena semakin meningkatnya kebutuhan batubara, baik kebutuhan dalam negeri maupun
untuk diekspor.Endapan batubara di Indonesia cukup melimpah terutama di Pulau Sumatera
dan Kalimantan serta sebagian kecil di Pulau Jawa, Papua dan Sulawesi.

Batubara di Indonesia berdasarkan data 2005, kalori rendah (24,36%), kalori sedang
(61,42%), kalori tinggi (13,08%) dan kalori sangat tinggi (1,14%) dengan jumlah
sumberdaya sebesar 61.273,99 milyar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19
propinsi.

Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari


permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap
tahunnya. Sebagian besar produksi tersebut untuk memenuhi permintaan luar negeri yaitu
rata-rata 72,11% dan sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Hal ini
mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, dilain pihak harga BBM
yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih
menggunakan batubara.

5
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total
kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin
berkembangnya industri-industri lain, seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil
merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin meningkat. Demikian pula
halnya dengan permintaan batubara dari negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi
akan semakin meningkat pula.

Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional


(KEN) melalui PP Nomor 5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijakan Umum Bidang
Energi (KUBE) tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan
pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta
terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu
ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan
memanfaatkan sumber energi alternatif diantaraanya batubara.Penimbunan danau dan
sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran
tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat
dalam.Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan
yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut
mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi
gambut dan kemudian batubara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sumber daya batubara di Indonesia ?

2. Berapa banyak cadangan batubara yang tersisa di Indonesia, dan bagaimana


kelanjutannya di masa depan ?

3. Apa saja aplikasi penggunaan batubara pada industri ?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui sumber daya batubara di Indonesia,
2. Dapat mengetahui cadangan batubara di Indonesia, dan kelanjutannya di masa depan,
3. Dapat mengetahui aplikasi batubara di industry .

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, dengan rumus kimia untuk
antrasit adalah C240H90O4NS dan untuk bituminus adalah C137H97O9NS. Oleh karena itu,
batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah
tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman geologi
dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
(sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan
geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang
jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda
sesuai dengan lapangan batubara  (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Gambar 2.1 Lapisan Batubara di Tanah


Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini
ditunjukkan contoh analisis dari masing - masing unsur yang terdapat dalam setiap
tahapan pembatubaraan.
Semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat,
sedangkan hidrogen dan oksigenakan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara
umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan

7
tingkat pembatubaraan rendah disebut batubara bermutu rendah, seperti lignite dan
sub-bituminus.Biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram
seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon
yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu
batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin
hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar
karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

2.2 Sejarah Pembentukan Batubara

 Endapan Batubara Eosen

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar
Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan
Kalimantan.Ekstensi berumur eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari
sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari
batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui  bahwa pengendapan
berlangsung mulai terjadi pada eosen tengah. Pemekaran Tersier Bawah terjadi pada
Paparan Sunda ini ditafsirkan berada di tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama
oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula
pada saat Paleogen itu non marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau
dangkal.

Endapan betubara eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut :
Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan),
Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat),
Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

 Endapan Batubara Miosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional tersier bawah – tengah pada Paparan Sunda
telah berakhir. Pada kala Oligosen hingga awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada
kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klasik yang tebal dan
perselingan sekuen batu gamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan

8
yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera.Endapan batubara
miosen yang ekonomis terutama terdapat di cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan
Timur), cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan cekungan Sumatera bagian
Selatan.Batubara miosen juga secara ekonomis ditambang di cekungan Bengkulu.

Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai
yang mirip dengan daerah pembentukan gambut sat ini di Sumatera bagian timur. Ciri
utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan
sumberdaya batubara miosen ini tergolong sub bituminus atau lignit sehingga kurang
ekonomis kecuali sangat tebal atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun
batubara miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas tinggi seperti pada Cebakan
Pinang, endapan batubara disekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan
beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim, Cekungan Sumatera bagian Selatan.

2.3 Tahap Pembentukan Sisa Tumbuhan

Proses pembentukan dari sisa tumbuh-tumbuhan menjadi gambut, kemudian menjadi


batubara muda sampai batubara tua dalam dua tahap:
1.Tahap Biokimia, merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan. Pada tahap ini
menjadi proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan yang disebabkan oleh bekerjanya
bakteri anaerob. Karena produk warna dari proses ini adalah gambut, maka tahap
awal pembatubaraan sering di sebut penggambutan (peatification). Gambut adalah
batuan sedimen organik yang dapat terbakar yang berasal dari tumpukan hancuran
atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup udara
(dibawah air), tidak padat, kandungan air lebih dari 75 %, dan kandungan mineral
lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering. Tahap penggambutan (peatification)
adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk

9
menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi
gambut (Stach, 1982, op cit Tirasonjaya, 2006a).
2. Tahap Geokimia, proses inilah yang di sebut proses pembatubaraan
(coalification). Bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan batubara,
naiknya kekerasan dan perubahan tekstur. Pada proses ini terjadi perubahan dari
gambut menjadi lignit, sub bituminus dan akhirnya antrasit menjadi meta antrasit.
Lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh suatu lapisan sedimen,
maka lapisan gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sedimen di atasnya.
Tekanan yang meningkat mengakibatkan peningkatan temperatur. Disamping itu
temperatur juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman, disebut
gradient geotermik. Kenaikan temperatur dan tekanan dapat juga disebabkan oleh
aktivitas magma, proses pembentukan gunung api serta aktivitas tektonik lainnya.
Peningkatan tekanan dan temperature pada lapisan gambut akan mengkonversi
gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air,
pelepasan gas gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan dan kekerasan
serta penigkatan nilai kalor. Komposisi batubara terdiri dari unsur C, H, O, N, S,
P, dan unsur-unsur lain (air, gas, abu). Secara Horisontal maupun Vertikal
endapan batubara bersifat heterogen. Tahap pembatubaraan (coalification)
merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan
waktu terhadap komponen organik dari gambut. Proses ini akan menghasilkan
batu bara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari
lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

2.4 Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan


pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :

1. Alga, dari Zaman Pre-Kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.Sangat


sedikit endapan batubara dari periode ini.

10
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga.Sedikit endapan batubara pada periode ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas.Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga
dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, misal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini.Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga secara umum kurang terawetkan.

2.5Kelas dan Jenis Batubara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas


dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu antrasit, bituminus, sub
bituminus, lignit dan gambut. Tingkat perubahan yang dialami batubara dari gambut
sampai menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan dan memiliki hubungan yang
penting dan hubungan tersebut disebagai ‘tingkat mutu’ batubara.

a. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%. Batubara jenis ini adalah batubara dengan mutu yang lebih tinggi
umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali berwarna hitam cemerlang seperti
kaca.Batubara jenis ini memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat
kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.
b. Bituminus mengandung 68% – 86% unsur karbon (C) dengan kadar air 8 – 10%
dari beratnya, Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
c. Sub Bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air. Oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

11
d.   Lignit atau batubara muda coklat  adalah batubara yang sangat lunak dengan kadar
air 35 – 75% dari beratnya. Batubara muda memiliki tingkat kelembaban yang
tinggi an kandungan karbon yang rendah sehingga kandungan energinya pun
rendah.
e. Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

Berdasarkan acuan tersebut dibuat dasar pembagian kualitas batubara Indonesia,


yaitu :

Batubara Kalori Rendah adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya,


bersifat lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10 – 70%),
memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya < 5100 kal/gr (adb).

Batubara Kalori Sedang adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat
lebih keras, mudah diremas – tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah,
umumnya struktur kayu masih tampak, nilai kalorinya 5100 – 6100 kal/gr (adb).

Batubara Kalori Tinggi adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat
lebih keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu
tidak tampak, nilai kalorinya 6100- 7100 kal/gr (adb).

Batubara Kalori Sangat Tinggi adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi,
umumnya dipengaruhi intrusi ataupun struktur lainnya, kadar air dangat rendah, nilai
kalorinya >7100 kal/gr (adb). Kualitas ini dibuat untuk membatasi batubara kalori
tinggi.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sumber Daya Batubara Di Indonesia

Potensi sumberdaya batubara di Indonesia  sangat melimpah terutama di Pulau


Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara
walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi.

Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang
telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih
hemat dibandingkan solar.Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil
terpenting bagi Indonesia.Jumlahnya sangat berlimpah mencapai puluhan milyar ton.
Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan
tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan
mengubahnya menjadi energi listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang
memberi nilai tambah tinggi.

Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversikan menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi
tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi dan gasifikasi
batubara.

Sumberdaya batubara (coal resources) adalah bagian dari endapan batubara yang
diharapkan dapat dimanfaatkan.Sumberdaya batubara ini dibagi dalam kelas-kelas
sumberdaya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif
oleh kondisi geologi / tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik
informasi.Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan
kajian kelayakan dinyatakan layak.Cadangan batubara (coal reserves) adalah bagian

13
dari sumberdaya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas dan
kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan
geologi dan kajian kelayakan.Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu
aspek geologi dan aspek ekonomi.
Kelas Sumber Daya
1.   Sumberdaya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)
Sumberdaya batubara hipotetik adalah batubara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.

Sejumlah kelas sumberdaya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan
batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama
dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada
umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant
outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi
menyatakan bahwa kebenaran dari hipotetis sumberdaya dan mengungkapkan
informasi yang cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan
diklasifikasikan kembali sebagai sumberdaya teridentifikasi (identified resources)

2.  Sumberdaya Batubara Tereka (Inferred Coal Resource)


Sumberdaya batubara tereka adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.

Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari
sumberdaya tidak dapat diandalkan. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi
ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan
sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km, termasuk
antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan
ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.

14
3. Sumberdaya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumberdaya batubara tertunjuk adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran


secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan
dengan alasan sumberdaya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup
besar jika ekplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumberdaya ini ditentukan
dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 0,4 km –
1,2 km, termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub
bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

4.  Sumberdaya Batubara Terukur (Measured Coal Resource)

Sumberdaya batubara terukur adalah jumlah batubara didaerah penyelidikan


atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk


melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara
insitu. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup,
rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi
dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau
lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150
cm.
3.2 Cadangan Batubara di Masa Depan

Sistem energi global menghadapi berbagai masalah di abad ini.Hatus terus


memasok energi yang aman dan terjangkau untuk menghadapi kebutuhan yang terus
tumbuh.Pada saat yang bersamaan masyarakat mengharapkan energi yang lebih bersih

15
dan polusi yang rendah dengan meningkatkan penekanan pada ketahanan lingkungan
hidup.

Dalam waktu 30 tahun ke depan, diperkirakan bahwa kebutuhan energi global akan
meningkat sebesar hampir 60%. Dua pertiga dari kenaikan tersebut akan berasal dari
negara-negara berkembang. Pada tahun 2030 negara-negara tersebut akan berjumlah
hampir setengah dari seluruh kebutuhan energi.

Energi vital bagi pembangunan manusia.Tidak mungkin menjalankan pabrik,


menjalankan toko, menyerahkan barang ke konsumen atau bercocok tanam, misalnya
tanpa adanya energi. Sebagai bahan bakar yang paling penting untuk membangkitkan
listrik dan masukan vital dalam prouksi baja, batubara akan memainkan peran penting
dalam memenuhi kebutuhan energi masa depan. Batubara akan terus memainkan peran
vital dalam membangkitkan listrik dunia. Sementara batubara memasok 39% dari listrik
dunia, angka ini hanya akan turun satu angka persentase dalam waktu tiga dekade ke
depan.

Demikian halnya dengan produksi batubara Indonesia di masa mendatang,


diperkirakan akan terus meningkat. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini
mengingat sumberdaya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga
BBM yang tetap tinggi, menuntut inustri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk
beralih menggunakan batubara.

Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan.


Pada tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada
tahun 2005, atau naik rata-rata 15,68% pertahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk
tahun-tahun mendatang mengikuti kecenderungan (trend) tersebut diatas, maka kondisi
pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton.

Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi
PLTU, industri semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumah
tangga.Dalam kurun waktu 1998-2005, konsumsi batubara di dalam negeri berkembang
13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi batubara tercatat 35,342 juta ton, diantaranya

16
71,11% dikonsumsi PLTU, 16,48% dikonsumsi industri semen, dan 6.43% dikonsumsi
industri kertas.

17
18
19
20
3.2.2 Tabel Produksi Batubara di Sumatera Selatan

3.2.3 Diagram Potensi Batubara di Sumatera Selatan

21
3.2.4 Data Kualitas Batubara di Sumatera Selatan

22
3.3 Aplikasi Penggunaan Batubara pada Industri
Pemanfaatan batubara di dalam negeri meliputi penggunaan di PLTU, industri semen,
industrikertas, industri tekstil, industri metalurgi, dan industri lainnya (Tabel 4.1).
3.3.1 PLTU
PLTU merupakan industri yang paling banyak menggunakan batubara. Tercatat
dari seluruhkonsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta
ton, 71,11% di antaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, PLTU berbahan
bakar batubara, baik milk PLN maupun yang dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan
total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi batubara sekitar 25,1
juta ton per tahun.
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU
untuk setiaptahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan
penambahan PLTU baru sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat
rata-rata 7,67% per tahun. Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik
nasional sudah mulai terasa sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara
penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrik dan
untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah
merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW
hingga akhir 2009.
3.3.2 Industri Semen
Selama delapan tahun terakhir ini, perkembangan pemakaian batubara pada industri
semenberfluktuasi. Antara tahun 1998-2001, pemakaian batubara rata-rata naik
sangat signifikan, yaitu 64,03%, namun pada tahun 2002 dan 2003 sempat
mengalami penurunan hingga 7,59%. Memasuki tahun 2004, kebutuhan batubara
pada industri semen mengalami perubahan yangpositif, yaitu 19,78% seiring
perkembangan ekonomi yang mulai membaik di dalam negeri. Tahun2005, tercatat
sekitar 17,04% kebutuhan batubara dalam negeri digunakan oleh industri semen
atau 5,77 juta ton.
3.3.3 Industri Tekstil
Industri tekstil memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar
minyak (BBM),oleh karena itu dengan melambungnya harga BBM, banyak yang

23
beralih ke bahan bakar ke batubara, walaupun harus melakukan modifikasi terhadap
boiler atau mengganti boiler yang baru berbahan bakar batubara.
Pada tahun 2003 jumlah perusahaan tekstil yang menggunakan bahan bakar
batubara hanya 18perusahaan saja, namun pada tahun 2006 sudah bertambah
menjadi 224 perusahaan tersebar di Pulau Jawa terutama di Propinsi Jawa Barat.
Kebutuhan batubaranya pun meningkat sangat signifikan, yaitu dari 274.150 ton
pada tahun 2003 naik menjadi 3,07 juta ton pada tahun 2006.
3.3.4 Industri Kertas
Seperti halnya pada perusahaan tekstil, batubara dalam industri kertas digunakan
sebagai bahanbakar dimana energi panas yang dihasilkan digunakan untuk
memasak air pada boiler sehingga menghasilkan uap yang diperlukan untuk
memasak pulp (bubur kertas). Perkembangan pemakaian batubara pada industri
kertas selama kurun waktu 1998-2005 naik sangat signifikan, rata-rata 42,36%.
Namun untuk waktu mendatang diperkirakan perkembangannya akan stabil pada
kisaran 3,0 – 6,0 % per tahun. Pada tahun 2005, jumlah kebutuhan batubara untuk
industri ini mencapai sekitar 2,207 juta ton.
3.3.5 Industri Metalurgi dan Industri Lainnya
Perkembangan kebutuhan batubara oleh industri metalurgi berfluktuasi, namun ada
trendperkembangan yang meningkat sejalan dengan kondisi produksi perusahaan
yang mengalamiturun naik. Tahun 1998 tercatat 144,907 ribu ton, meningkat
hingga mencapai 236,802 ribu tonpada tahun 2002, namun kemudian menurun
hingga 112,827 ribu ton tahun 2005.Di samping industri metalurgi, masih banyak
industri lainnya yang menggunakan batubara sebagaibahan bakar dalam
mendukung proses produksinya, antara lain industri makanan, kimia,pengecoran
logam, karet ban, dan lainnya. Di Propinsi Banten dan Jawa Barat ada
21perusahaan yang telah menggunakan batubara dengan total kebutuhan
diperkirakan mencapai416.708 ton untuk tahun 2005.
3.3.6 Briket Batubara
Dari data tahun 1998 – 2005, perkembangan briket batubara berfluktuatif, namun
cenderung adapeningkatan. Konsumsi terendah sebesar 23.506 ton pada tahun 2004
dan tertinggi pada mencapai 38.302 ton tahun 1999. Pada sisi lain potensi konsumsi

24
BBM yang dapat disubstitusi briket batubara untuk IKM dan rumahtangga sebesar
12,32 juta ton, dan jumlah optimisnya sebesar 1,3 juta ton per tahun atau ekivalen
dengan 936.000 kilo liter minyak tanah per tahun. Kondisi pasar akan menentukan
bagaimana prospek perbriketan batubara di Indonesia sebagai bahan alternative
substitusi minyak tanah khususnya, bersama-masa dengan energi alternative lainnya
seperti bahan bakar nabati (biofuel) dan LPG.
3.3.7 Upgrading Brown Coal, Gasifikasi, dan Pencairan Batubara
Terkait dengan upaya ketahanan bauran energi nasional, adalah pengembangan
teknologibatubara, dimana skala pilot plantnya dikembangkan oleh Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) meliputi antara lain upgrading brown
coal (UBC), gasifikasi, dan pencairan batubara. Direncanakan tidak lama lagi akan
dirintis ke arah demo plant sebelum skala komersialisasi.
3.3.8 Perkembangan Ekspor
Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain
dipicu olehbooming harga dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar
negeri yang menggunakan bahan bakar batubara, serta kran ekspor China ditutup.
Hal ini yang mengantarkan Indonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesar pada
tahun ini menyaingi Australia dan Afrika Selatan. Ekspor batubara Indonesia pada
tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 tercatat
sebesar 106,767 juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar 16,00%.
Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar
95,36% dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang BUMN
sebesar 2,52% dan KP sebesar 2,12%.

25
26
27
28
29
30
Sumber : Pusat Litbang Teknologi Mineral danBatubara

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil gambaran tend supply-demand batubara nasional dari seluruh laporan
yang terkumpul dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan.


Pada tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada
tahun 2005, atau naik rata-rata 15,68% pertahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk
tahun-tahun mendatang mengikuti kecenderungan (trend) tersebut diatas, maka kondisi
pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton.
2. Batubara di Indonesia berdasarkan data 2005, kalori rendah (24,36%), kalori sedang
(61,42%), kalori tinggi (13,08%) dan kalori sangat tinggi (1,14%) dengan jumlah
sumberdaya sebesar 61.273,99 milyar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di
19 propinsi.

32
DAFTAR PUSTAKA

http://www.tekmira.esdm.go.id/data/files/Batubara%20Indonesia.pdf diakses pada 9 Maret


2012
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/08/15/potensi-batubara-indonesia/ diakses pada 9
Maret 2012
Gusnadi. 2012. Interview tentang “Cadangan Batubara di Sumatera Selatan” di Kantor Dinas
Pertambangan Sumatera Selatan.

http://kyoshiro67.files.wordpress.com/2010/04/te3111_materi-11-sekilas-tentang-genesa-
batubara.pdfdiakses pada 12 Maret 2012

http://www.englishindo.com/2011/07/penulisan-referensi-dari-pembicaraan.html diakses
pada 22 April 2012

33

Anda mungkin juga menyukai