Anda di halaman 1dari 50

Judul

Kepribadian dan Nilai individu yang diterapkan di lingkungan organisasi

Dosen Pengampu :
Dr. Tine Yuliantini MM

Disusun Oleh :
Reza Rakha
43119010111

UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
S1 MANAJEMEN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini perkembangan perilaku organisasi semakin terasa kemajuannya
bahkan telah menjadi sesuatu hal yang ramai dibicarakan orang, bukan saja di kalangan
akademisi tetapi para politisi dan para birokrasipun berbicara tentang perilaku
organisasi. Ini disadari karena disamping perilaku organisasi ini mudah dipahami, juga
persoalan-persoalan organisasi yang cenderung semakin ruwet, ditambah pula berbagai
persoalanpersoalan manusia dengan berbagai karakter dan perilaku berlanjut menjadi
tantangan utama yang sering dihadapi oleh setiap pimpinan organisasi baik orgnaisasi
pemerintah maupun organisasi swasta dewasa ini. Oleh sebab itu seorang pimpinan
sangat dituntut peranannya untuk bagaimana memahami perilaku organisasi.
Robbins (2007:17) mengemukakan, memahami perilaku organisasi bagi seorang
manajer merupakan hal yang sangat penting. Pandangan sepintas terhadap sedikit
perubahan dramatis yang sekarang ini terjadi di banyak organisasi mendukung
pertanyaan ini. Sebagai contoh, karyawan bisa menjadi lebih tua; semakin banyak
wanita dan orang kulit berwarna berada di lingkungan kerja; pengecilan ukuran
perusahan dan penggunaan pekerja temporer yang begitu banyak melemahkan ikatan
kesetiaan yang dulunya mempererat karyawan dengan para pemberi kerja, sertra
kompetisi global yang mengharuskan karyawan lebih fleksibel dan belajar
menanggulangi perubahan yang cepat. Dengan demikian tantangan yang sangat
menonjol dihadapi oleh para pimpinan dalam setiap organisasi adalah masalah perilaku
manusia itu sendiri.
Manusia adalah faktor utama yang sangat penting dalam setiap organisasi apapun
bentuknya. Ketika manusia memasuki
dunia organisasi maka itulah awal perilaku manusia yang berada dalam organisasi
itu. Oleh karena persoalan-persoalan manusia senantiasa berkembang berdasarkan
situasi dan kondisi dan semakin sulit dikendalikan, maka persoalan-persoalan organisasi
dan khususnya persoalan perilaku organisasi semakin hari semakin berkembang.
Perilaku organisasi hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri.
Perilaku organisasi pada hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku yang di
kembangkan dari tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Artinya, memahami
perilaku organisasi berarti memahami perilaku individu, perilaku kelompok, sturuktur
organisasi dan bagaimana mengelola lingkungannya. Perilaku organisasi sebagai ilmu
pengetahuan sangat penting dipelajari untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah
perilaku manusia dalam organisasi, karena persoalan yang dihadapi organisasi
mempunyai berbagai macam penyebab sehingga diperlukan pendekatan khusus untuk
penyelesaian persoalan organisasi berdasarkan situasi dan kondisi manusia yang ada
dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian, perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi ilmu terapan
yang mengkaji hubungan antar manusia dalam organisasi, baik manusia sebagai
individu maupun sebagai anggota kelompok, serta hubungan antara manusia dan
organisasi. Artinya, bahwa perilaku organisasi bisa mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksi, dan dapat mengendalikan perilaku manusia dalam organisasi. Dengan
mempelajari perilaku organisasi, akan dapat membantu manajer mengidentifikasi
masalah yang dihadapi, menentukan bagaimana cara mengkoreksinya, dan mengetahui
bahwa perubahan-perubahan akan membuat suatu perbedaan, yakni dengan
menggunakan pendekatan keperilakuan, sehingga dengan pendekatan perilaku
organisasi akan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas pegawai dalam
organisasi. Para pemimpin akan memberikan wewenang kepada orang-orang yang ada
dalam organisasi untuk merancang dan mengimplementasikan program-program yang
membawa perubahan, meningkatkan layanan pelanggan dan membantu pegawai
menangani konflik dalam organisasi dan dalam kehidupan pegawai.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan perilaku organisasi
2. Menjelaskan organisasi dan individu
3. Mengidentifikasi dan menganalisis kelompok dalam oerganisasi
4. Mengidentifikasi dan menganalisis Kepemimpinan, Kekuasaan, dan Politik
5. Mengidentifikasikan dan menganalisis Konflik dan Negosiasi
6. Mengidentifikasikan dan menganalisis komitmen organisasi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku organisasi
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak bisa berdiri sendiri. Agar kebutuhan itu
dapat terpenuhi maka manusia harus berorganisasi. Organisasi merupakan suatu alat
yang diperlukan dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu melalui suatu
tindakan yang harus dilakukan dengan kerjasama. Handayaningrat (1983) menyatakan
organisasi adalah suatu kelompok manusia yang saling kerjasama dan menyumbangkan
usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain, organisasi merupakan
sarana atau alat bagi orang-orang dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
diharapkan yang di dalamnya terdapat hubungan kerja yang saling berhubungan satu
sama lain.
Pada dasarnya di dalam suatu organisasi terdapat pola-pola hubungan yang saling
berkaitan satu sama lain dan setiap individu dalam organisasi tersebut yang ditunjukkan
dalam bentuk perilaku atau usahanya dalam proses pencapaian tujuan organisasi.
Perilaku menunjuk pada tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Perilaku seseorang dalam suatu organisasi itu ditentukan oleh banyak
faktor. Adakalanya perilaku seseorang dipengaruhi oleh kemampuannya, ada pula
karena kebutuhannya dan ada juga karena dipengaruhi oleh pengharapan dan
lingkungannya. Oleh karena banyaknya faktor yang memengaruhi perilaku manusia,
sehingga seringkali sesuatu organisasi akan menghadapi kesulitan di dalam
menciptakan suatu keadaan yang memimpin ke arah tercapainya efektivitas pelaksanaan
kerja.
Untuk itu, dalam perilaku organisasi peran manajer atau pemimpin akan berpeluang
untuk membantu melihat manfaat dari keragaman akibat terjadinya perubahan yang
dinamis dalam diri manusia dan organisasi. Seperti yang dinyatakan Davis dan
Newstrom (1989) bahwa perilaku organisasi adalah bidang studi yang mempelajari
bagaimana manusia berperilaku dan bertindak dalam organisasi. Artinya, perilaku dan
tindakan manusia merupakan variabel utama yang memengaruhi perilaku sebuah
organisasi.
Dengan demikian, bidang studi perilaku organisasi, akan berupaya memahami
organisasi dari perspektif manusia sebagai titik sentralnya. Namun, karena manusia itu
sendiri sebagai objek studi dan bersifat multi perspektif, maka yang menjadi perhatian
dalam perilaku organisasi hanya aspek-aspek manusia yang relevan dan terkait dengan
organisasi. Kedudukan dan peranan manusia dalam organisasi, baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok, dalam perilaku sebuah organisasi sangat bergantung pada
bagaimana manusia dalam organisasi tersebut berperilaku dan bertindak
Pengertian perilaku organisasi menurut para ahli, yaitu:
1. Robbins & Judge (2008) yaitu perilaku organisasi adalah bidang studi yang
menyelidiki pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok dan struktur terhadap
perilaku dalam organisasi, yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan guna
meningkatkan keefektifan suatu organisasi.
2. Thoha (2014) mengemukakan perilaku organisasi adalah suatu studi yang
menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu
kelompok tertentu.
3. Handoko (2000) mengatakan perilaku organisasi (organization behavior) pada
hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu sendiri (akar ilmu psikologi),
yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam
organisasi.
4. Mullins (2005) mengatakan perilaku organisasi sebagai studi dan pemahaman tentang
perilaku individu dan kelompok dan pola struktur untuk membantu meningkatkan
kinerja dan efektivitas organisasi.
5. George & Jones (2002) mengatakan perilaku organisasi adalah sebagai suatu studi
tentang berbagai faktor yang memengaruhi tindakan (act) individu dan kelompok dalam
organisasi serta bagaimana organisasi mengelola lingkungannya.
6. Gordon (2002) mengatakan bahwa perilaku organisasi adalah konsep-konsep dan
teori-teori yang dapat membantu orang memahami, menganalisis, dan menjelaskan
perilaku dalam organisasi.
7. Greenberg dan Baron (2003) mengatakan bahwa perilaku organisasi merupakan
bidang bersifat multi disiplin yang membahas perilaku organisasi sebagai proses
individu kelompok dan organisasional.
Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi
adalah suatu bidang studi terapan yang mempelajari tingkah laku manusia atau perilaku
manusia dalam suatu organisasi, baik manusia dalam kapasitasnya sebagai individu
maupun manusia sebagai kelompok, serta hubungan antara manusia dan variabel yang
releven dengan organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi. Sebagai
suatu bidang studi, perilaku organisasi mempelajari tiga determinan dalam organisasi,
yaitu individu/ perorangan, kelompok, dan struktur. Perilaku organisasi secara langsung
berhubungan dengan pengertian, ramalan dan pengendalian terhadap tingkah laku
orang-orang dalam suatu organisasi, dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut
memengaruhi usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi.
Sobirin (2015) mengatakan perilaku organisasi dapat dipahami melalui tiga level
analisis berbeda, yakni level individual, kelompok, dan organisasi. Cara memahami
perilaku organisasi seperti ini bisa diartikan bahwa setiap kejadian yang sama dalam
sebuah organisasi bisa dianalisis dengan cara berbeda bergantung pada level
analisisnya. Hal ini bisa diartikan pula bahwa setiap persoalan yang terjadi dalam
sebuah organisasi tidak selalu menuntut cara penyelesaian yang sama.

B. Organisasi dan individu


Agar kita dapat menelaah masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi baik
pemerintah maupun swasta, dirasa perlu menelaah kembali apa yang dimaksud dengan
organisasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut disajikan defenisi-defenisi
organisasi yang dikemukakan oleh para ahli.
a. Chester I. Barnad, (1938): “Organization as a system of cooperatives of two or more
persons” (Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih.
b. Edwin B. Flippo menyatakan bahwa: organisasi adalah sistem hubungan antara
sumebr daya (among rsources) yang memungkikankan pencapaian sasaran.
c. James D. Mooney berpendapat bahwa: “Organization is the form of every human
association for the attainment of coomon purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk
kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama. (dalam Djatmiko, 2003:2).
d. Gitosudarmo (2000:1), mengemukakan pengertian organisasi adalah suatu sistem
yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-
ulang oleh sekolmpok orang untuk mencapai suatu tujuan
e. Nawawi, (2000:8), menyatakan pendapatnya tentang pengertian organisasi dari dua
segi yaitu pengerian organisasi secara statis dan dinamis yaitu :
1) Pengertian Statis: Organisasi adalah wadah berhimpun sejumlah manuuusia karena
memiliki kepentingan yang sama. Statis dalam artui bahwa setiap orgnisasi memiliki
struktur yang cenderung tidak berubah-ubah disamping itu posisi, status dan jabatan
juga cenderungt permanen.
2) Pengertian Dinamis : Proses kerjasama sejumlah manusia (dua orang atau lebih)
untuk mencapai tujuan bersama. Dinamis dalam arti bahwa kerjasama berlangsung
secara berkelanjutan atau proses yang selalu mungkin menjadi lebih efektif dan efesien,
sebaliknya juga semakin kurang efektif atau kurang efesien. Disamping itu interaksi
antar manusia didalam organisasi tidak pernah sama dari waktu ke waktu.
Dari pengertian organisasi sebagaimana telah diuraikan di atas, pada dasarnya memiliki
4 (empat) unsur pokok (Nawawi, 2008) yaitu :
1. Manusia. Unsur ini dari segi jumlah terdiri dari dua orang atau lebih.
2. Filsafat. Manusia yang menghimpun diri dalam organisasi, dengan hakekat
kemanusiaannya, menjalani kehidupan bersama berdasarkan filsafat yang sama,
sehingga memungkinkan terwujudnya kerjasama.
3. Proses. Organisasi sebagai perwujudan interaksi antar manusia yang menghasilkan
kerjasama, tidak pernah berhenti selama manusia berhimpun didalamnya. Oleh sebab itu
kerjasama tersebut sebagai kegiatan yang berlangsung sebagai proses.
4. Tujuan. Organisasi didirikan manusia adalah karena kesamaan kepentingan, baik
dalam rangka mewujudkan hakekat kemanusiannya maupun secara berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Ini berarti bahwa dalam setiap organisasi selalu ada atau beberapa orang yang
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerjasama tadi
dengan segala aktivitasnya. Dalam banyak hal orang yang bertanggung jawab tadi juga
harus mengkoordinasikan aneka ragam kegiatan sekumpulan orang yang lazimnya
mempunyai kepentingan yang berbeda. Ketentuan yang seharusnya disetujui bersama,
sering tidak diketahui oleh semuanya dan malah mungkin terpaksa disetujui. Hal ini
banyak terlihat hampir di semua organisasi baik pemerintah maupun swasta. Dengan
kata lain bahwa pengertian organisasi akan semakin kompleks, strukturnya menjadi
rumit, dan tingkat formalitasnya menjadi besar dan semua itu akan mempengaruhi
orang-orang yang bekerjasama di dalam organisasi tersebut. Ini berarti dimensi manusia
merupakan hal yang sangat urgen dalam organisasi
Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa semua organisasi memiliki kesamaan, yang
berbeda hanyalah bidang geraknya karena didasari oleh berbagai kepentingan manusia
yang terhimpun di dalamnya. Hasibuan,2006:6, mengemukakan bahwa organisasi
dilihatdari tujuannya dikenal dengan organisasi perusahaan (business organization) dan
organisasi social (public organization). Organisasi perusahaan bertujuan mendapatkan
laba dan prinsip kegiatannya ekonomi rasional. Organsasii social bertujuan memberikan
pelayanan sedang prinsip kegiatannya ialah pengabdian social.
Sedangkan Individu adalah subjek dan sekaligus objek dari organisasi. Individu sebagai
subjek adalah pelaku, penggerak atau motornya organisasi, dan sebagai objek,
organisasi berdiri untuk memenuhi sebagian tujuan individu. Individu sebagai subjek
organisasi perlu selalu ditingkatkan kualitasnya, agar memberikan dampak yang positif
dan menguntungkan bagi organisasi dalam pencapaian tujuannya.
C. Mengidentifikasi dan menganalisis kelompok dalam oerganisasi

Prilaku seseorang dalam kelompok dipengaruhi oleh beberapa faktor, di


antaranya adalah peran, norma, dan pemahaman tentang status. Untuk memahami
cara kerja kelompok dan menciptakan kerja tim yang efektif diperlukan pemahaman
tentang alasan mengapa seseorang bergabung dalam kelompok. Namun sebelumnya,
perlu juga diketahui tentang definisi kelompok.

1. Definisi Kelompok

Menurut Robbins (2007:303), ”Kelompok adalah dua individu atau lebih


yang berinteraksi dan saling bergantung, yang bergabung untuk mencapai tujuan
tertentu”. Dilihat dari sifatnya, kelompok dapat bersifat formal atau informal.

a. Kelompok formal.

Kelompok formal adalah kelompok yang ditetapkan berdasarkan struktur


organisasi dengan penugasan kerja yang sudah ditentukan. Perilaku-perilaku
diarahkan sesuai dengan sasaran organisasi.

b. Kelompok informal
adalah persekutuan yang tidak terstruktur secara formal dan tidak ditetapkan
secara organisasi. Terbentuk dalam suasana kerja karena kebutuhan kontak sosial.
Dari kelompok ini dapat terbentuk sub klasifikasi, yaitu kelompok komando dan
kelompok tugas.
1) Kelompok komandoditentukan oleh bagan organisasi, terdiri atas individu-
individu yang melapor langsung ke manajer tertentu. Misalnya, seorang
Kepala Sekolah Dasar dan 14 orang guru membentuk kelompok komando.
Contoh lainnya, seorang direktur audit dengan lima orang inspekturnya.

2) Kelompok tugas ditetapkan juga oleh organisasi, yang ditunjukkan dengan


adanya kerjasama untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, namun tidak
terbatas kepada atasan hirarkis langsung, dapat juga berdasarkan hubungan
lintas komando. Misalnya, terdapat seorang mahasiswa yang terlibat suatu
masalah penyelesaiannya memerlukan komunikasi dan koordinasi antara
Pembantu Dekan bidang akademis, bidang kemahasiswaan, bidang
administrasi, bidang keamanan, dan sebagainya.

Orang-orang yang mungkin dan tidak mungkin bersekutu ke dalam kelompok


komando atau kelompok tugas yang biasa, dapat berafiliasi untuk mencapai tujuan
khusus (spesifik) yang menjadi perhatian mereka. Apabila mereka berafiliasi
berdasarkan kepentingan mereka sendiri, disebut kelompok kepentingan. Jadi,
kelompok kepentingan adalah kumpulan orang-orang yang bekerja bersama untuk
mencapai tujuan khusus dan menjadi perhatian masing-masing orang.

Di samping itu, suatu kelompok sering terbentuk karena masing-masing


anggota memiliki satu atau lebih karakteristik yang sama. Kelompok demikian
dinamakan kelompok persahabatan. Jadi, kelompok persahabatan, adalah kumpulan
orang-orang yang ditetapkan secara bersama-sama karena memiliki satu atau lebih
karakteristik yang sama. Dapat juga dikatakan sebagai persekutuan sosial, yang
sering dikembangkan dari situasi kerja atau interaksi tugas yang sama. Misalnya
karena memiliki pandangan politik yang sama, atau hoby yang sama, atau mungkin
juga karena sama- sama menjadi reporter sepak bola.

Kelompok informal memberikan jasa yang besar dalam pergaulan karena dapat
memenuhi kebutuhan sosial bagi para anggota. Akibat dari interaksi yang dihasilkan
dari berdekatannya tempat kerja atau interaksi tugas, beberapa karyawan sering
makan siang bersama, pulang kerja bersama, atau saling mengundang ke rumah
kediamannya. Para ahli sepakat bahwa hubungan kelompok seperti ini, walaupun
tercipta secara informal tetapi besar sekali pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja
mereka dalam organisasi.

Untuk mengetahui mengapa individu suka bergabung ke dalam suatu


kelompok, tidak dapat dijelaskan hanya dengan satu alasan. Hal ini disebabkan
karena banyak faktor yang melatarbelakanginya. Dari beberapa alasan, para ahli
mengemukakan yang paling mungkin, yakni karena:

 Keamanan, dengan bergabung ke dalam kelompok, individu bisa mengurangi


rasa tidak aman. Orang merasa lebih kuat, keraguan makin berkurang, dan
merasa lebih tahan terhadap ancaman ketika mereka menjadi bagian dari
kelompok.

 Status, bergabung ke dalam kelompok yang dipandang penting oleh orang lain
memberikan pengakuan dan status bagi para anggotanya.

 Harga Diri, kelompok bisa memberikan perasaan harga diri yang lebih baik
kepada anggotanya. Hal ini berarti bahwa selain memberitahu status kepada
mereka di luar kelompok, keanggotaan juga memberikan perasaan semakin
berharga ke dalam anggota itu sendiri.

 Afiliasi, kelompok bisa memenuhi kebutuhan sosial. Orang akan menikmati


interaksi reguler yang dihasilkan dengan menjadi anggota kelompok. Bagi
banyak orang, interaksi seperti ini merupakan sumber utama mereka untuk
memenuhi kebutuhan akan afiliasi.

 Kekuasaan, apa yang tidak dapat dicapai secara individu seringkali menjadi
mungkin jika diraih melalui tindakan kelompok. Munculnya suatu kekuatan
karena jumlah orangnya banyak.

 Pencapaian Sasaran, ada saatnya butuh lebih dari satu orang untuk
menyelesaikan tugas tertentu. Ada kebutuhan untuk mengumpulkan bakat,
pengetahuan, atau kekuasaan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam kondisi
semacam ini, manajemen akan bergantung pada penggunaan kelompok formal.

Dengan demikian, untuk mengetahui alasan mengapa seseorang masuk ke


dalam suatu kelompok tidak hanya karena alasan tunggal. Sehingga perilaku individu
dalam kelompok akan berbeda-beda, bergantung kepada latar belakang masing-
masing. Hal ini penting untuk diketahui para manajer dalam memahami perilaku
dalam organisasi.

2. Tahap Perkembangan Kelompok

Pada umumnya kelompok-kelompok mengikuti urutan dalam evolusi mereka


yang dinamakan model lima tahap. Namun demikian, menurut studi terbaru tentang
tahapan perkembangan kelompok terdapat juga model yang berbeda, dalam
pembahasan ini dinamakan model alternatif.

a. Model Lima Tahap

Suatu kelompok terbentuk melalui lima tahapan, yaitu tahap pembentukan


(forming), keributan (stroming), penormaan (norming), pelaksanaan (performing),
dan peristirahatan (adjourning). Penjelasan singkat dari kelima tahapan tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Pembentukan (forming), pada tahapan ini ditandai dengan
banyaknyaketidakpastian mengenai maksud, struktur, dan kepemimpinan
kelompok. Para anggota melakukan uji coba untuk menentukan tipe-tipe perilaku
apakah yang dapat diterima dengan baik. Tahapan ini akan selesai ketika anggota
telah mulai berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai bagian dari kelompok.

2) Keributan (storming), tahapan ini adalah tahap konflik di dalam kelompok. Para
anggota menerima baik eksistensi kelompok, tetapi melawan batasan-batasan
yang diterapkan oleh kelompok terhadap individualitas. Selanjutnya akan terjadi
konflik mengenai siapa yang akan mengendalikan kelompok. Apabila tahapan ini
telah terlewati, terdapat hierarki yang jelas tentang kepemimpinan di dalam
kelompok itu.

3) Penormalan (norming), pada tahapan ini berkembang hubungan yang akrab dan
kelompok menunjukkan sifat kohesif (saling tarik menarik). Saat itu telah ada
rasa memiliki terhadap identitas kelompok dan persahabatan yang kuat. Pada
tahapan penormaan ini akan berakhir setelah terdapat kesesuaian harapan
bersama dalam organisasi, yang termasuk perilaku yang benar.

4) Pelaksanaan (performing), pada tahapan ini struktur seluruhnya telah berfungsi


dan diterima baik oleh kelompok. Energi kelompok telah bergeser dari mencoba
mengerti dan memahami satu sama lain menjadi pelaksanaan tugas yang ada.
Bagi kelompok kerja permanen, perkembangan kelompok berakhir di sini. Bagi
kelompok tugas temporer atau komite tahap ini adalah peristirahatan.

5) Peristirahatan (adjourning), pada tahapan ini untuk kelompoktertentu


mempersiapkan diri untuk pembubaran. Performa tugas yang tinggi tidak lagi
merupakan prioritas puncak dari kelompok itu. Sebagai gantinya perhatian
diarahkan kepada pengelompokkan aktivitas, dalam hal ini respon anggota akan
berbeda-beda. Ada yang merasa puas dan senang atas prestasi kelompok yang
telah dicapai, ada juga yang murung karena kehilangan persahabatan yang telah
diperoleh selama berkelompok.

Gambaran model lima tahap pembentukan kelompok adalah sebagai berikut.

Pra tahap 1


◦◦
◦◦


◦◦
◦◦

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5


Pembentuk Keributan Penormaa Pelaksanaa Istirahat
an n n

Gambar : 4.1 Model Lima Tahap

Terdapat satu penafsiran dari para ahli bahwa efektivitas suatu kelompok akan
dicapai setelah melewati empat tahapan pertama. Pada hal-hal tertentu, tingkat
konflik yang tinggi justru akan menghasilkan kinerja yang tinggi, namun bisa juga
terjadi sebaliknya.
Hal lain yang perlu dipahami bahwa model lima tahap ini sama sekali
mengabaikan konteks organisasi. Artinya, beberapa orang yang terlibat dalam suatu
kelompok dapat langsung bekerja secara efektif tanpa harus melalui tahapan- tahapan
seperti yang diuraikan di atas. Hal ini mungkin terjadi, misalnya terhadap tiga orang
awak pesawat terbang yang sebelumnya sama sekali tidak saling kenal, tetapi begitu
bergabung dalam satu tim untuk menerbangkan pesawat terbang pertamakalinya,
mereka dapat bekerja kompak sesuai peran dan fungsi masing-masing. Alasannya,
walaupun mereka baru saling kenal, tidak perlu menyusun rencana, membagi peran,
menentukan dan mengalokasikan sumber daya, memecahkan konflik, dan
menentukan norma seperti yang diprediksi oleh model lima tahap. Ketiga orang
tersebut masing-masing telah memiliki tugas dan tanggungjawab sesuai dengan
posisinya, setelah melakukan komunikasi seperlunya pekerjaan pun berjalan dengan
baik.

b. Model Alternatif

Dalam kehidupan sosial terdapat kelompok-kelompok temporer yang dibatasi


tenggat waktu, dalam pembentukan kelompok tidak mengikuti model lima tahap.
Menurut hasil penelitian para ahli, kelompok seperti ini memiliki urutan
tindakan/bukan tindakan mereka yang unik sebagai berikut:

1) Penentuan arah kelompok, merupakan kerangka pola prilaku dan asumsi di mana
kelompok akan melakukan pendekatan terhadap proyeknya muncul dalam
pertemuan pertama. Pola yang bertahan lama dapat muncul pada detik-detik
pertama usia kelompok yang bersangkutan.

2) Lemas tanpa energi (inersia), ini terjadi setelah arah kelompok terbentuk. Arah
kelompok ini seakan ”tertulis di atas batu”, sehingga kecil kemungkinan untuk
dikaji ulang selama separuh perjalanan usia kelompok itu. Pada masa inilah
terjadinya berdiam diri atau menjadi terkunci ke dalam arah tindakan yang tetap,
disebut lemas tanpa energi. Bahkan walaupun kelompok memperoleh wawasan
baru yang menantang pola dan asumsi awal, kelompok ini tidak mampu
bertindak berdasarkan wawasan baru tersebut.
3) Transisi/peralihan mengakhiri masa inersia, kelompok mengalami transisi pada
titik waktu tertentu, mengarah kepada perubahan.
4) Transisi mengawali perubahan besar, ditandai dengan perubahan yang
terkonsentrasi dengan menanggalkan pola-pola lama dan mengadopsi perspektif
baru.
5) Inersia mengikuti masa transisi, merupakan keseimbangan baru atau kurun waktu
inersia baru. Dalam fase ini kelompok menjalankan rencana yang diciptakan
selama periode transisi.
6) Pertemuan akhir kelompok ditandai dengan adanya ledakan-ledakan terakhir dari
kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaanya.

Model perkembangan kelompok ini menunjukkan adanya masa-masa inersia


yang diselang oleh perubahan- perubahan revolusioner pendek, terutama dipicu oleh
kesadaran dari para anggotanya. Tetapi perlu diingat bahwa model ini tidak berlaku
bagi semua kelompok. Pada hakekatnya hanya terbatas pada kelompok tugas
temporer yang bekerja dalam jangka waktu terbatas.

Apabila terdapat pertanyaan, mengapa beberapa upaya kelompok lebih sukses


daripada kelompok yang lain? Jawabannya memang agak rumit, tetapi dapat
dikaitkan dengan beberapa variabel pengaruh. Variabel yang akan mempengaruhi
suksesnya upaya kelompok antara lain kemampuan anggota kelompok, ukuran
kelompok, tingkat konflik yang terjadi, dan tekanan internal pada anggota untuk
menyesuaikan diri pada norma kelompok yang berlaku.

Ada hal lain yang perlu diketahui, bahwa suatu kelompok kerja tidak berada
dalam isolasi, melainkan berada dalam suatu sistem yang lebih besar sehingga akan
dipengaruhi oleh kondisi eksternal. Misalnya, kelompok kerja di bagian distribusi
produksi harus hidup dalam aturan-aturan dan kebijakan yang dibuat oleh manajer
pemasaran. Oleh karena itu, suatu kelompok kerja dalam organisasi akan dipengaruhi
oleh kondisi eksternal menyangkut strategi keseluruhan organisasi, termasuk struktur
wewenang, peraturan formal, sumber daya, proses seleksi karyawan, evaluasi kinerja,
sistem imbalan, budaya, dan tataran kerja fisik.

Model perilaku kelompok berkaitan dengan kondisi eksternal, diilustrasikan


dalam gambar di bawah ini.
Sumber
Tugas kelompok
Anggota
Keadaan luar Kelompok
yang dipaksakan
ke kelompok Kinerja dan
Struktur Proses Kepuasan
Kelompok Kelompok

Gambar : 4.2 Model Perilaku Kelompok

3. Sumber Daya Anggota Kelompok

Dalam suatu organisasi, sebagian besar potensi kinerja kelompok bergantung


kepada sumber daya yang dimiliki masing-masing anggota kelompok. Dari sekian
banyak sumber daya, terdapat dua kelompok sumber daya yang menjadi pusat
perhatian, yaitu kemampuan dan karakteristik kepribadian.

a. Kemampuan

Kemampuan ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan individu.


Sebagian besar dari kinerja kelompok diperkirakan dapat dinilai dari ketiga hal
tersebut.
Dalam dunia olah raga mungkin terjadi hal yang berbeda, misalnya sekelompok
tim atletik yang terbentuk dari anggota biasa, berhasil meraih kejuaraan karena
pelatihan yang intensif, semangat yang membara, dan kerja keras dari setiap
anggota tim. Terdapat pepatah yang mengatakan bahwa lomba tidak selalu
dimenangkan oleh yang tercepat, atau perang tidak selalu dimenangkan oleh yang
terkuat. Tetapi bagi orang yang bertaruh, pilihan selalu jatuh kepada yang
tercepat atau terkuat. Dalam kelompok yang dibahas pada buku ini, hal itu tidak
selamanya berlaku. Karena tingkat kinerja kelompok bukan sekedar penjumlahan
dari kemampuan masing- masing anggota kelompok, melainkan terdapat hal lain
yang lebih penting yaitu keterampilan hubungan antarpersonal secara konsisten.
Mencakup manajemen konflik dan resolusinya, pemecahan masalah kolaboratif,
dan komunikasi.

b. Karakteristik Kepribadian

Ciri kepribadian individu yang cenderung memiliki konotasi positif dalam


budaya organisasi berhubungan erat dengan produktivitas, semangat, kohesifitas
(keterikatan) kelompok. Hal ini diperlihatkan oleh masing-masing individu dalam
bentuk kemahiran dalam bergaul, inisiatif yang tinggi, keterbukaan yang
bertanggungjawab, dan kelenturan.

Ciri-ciri kepribadian yang dipandang negatif antara lain otoritarianisme,


dominasi, dan ketidakkonvensionalan.

Ciri-ciri tersebut berdampak kepada kinerja kelompok yang mempengaruhi cara


individu berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya.

Apabila ada pertanyaan tentang ciri kepribadian mana yang dapat meramalkan
kinerja kelompok? Jawabannya tidak ada satu pun, karena kinerja kelompok akan
bermakna apabila ciri-ciri tersebut digabungkan secara terintegrasi/terpadu.
Dengan kata lain, karakteristik kepribadian akan memberikan kontribusi positif
kepada kelompok apabila muncul bersama-sama, karena apabila hanya muncul
sebagian tidak bermakna apa-apa. Misalnya, pandai bergaul saja tidak cukup
apabila tidak diimbangi dengan inisiatif, keterbukaan, kohesifitas, dan kelenturan.
Atau, memiliki inisiatif tinggi tetapi tidak terbuka dan tidak pandai bergaul, tidak
akan menghasilkan kinerja yang bermakna.

4. Struktur Kelompok

Kelompok kerja bukan segerombolan orang yang tidak terorganisir. Kelompok


adalah himpunan beberapa orang yang memiliki struktur yang membentuk prilaku
anggotanya serta memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan sebagian besar
prilaku individu di dalam kelompok maupun kinerja kelompok yang bersangkutan.
Variabel-variabel yang termasuk ke dalam struktur secara ringkas dijelaskan di
bawah ini.

a. Kepemimpinan Formal

Hampir setiap kelompok kerja memiliki pimpinan formal. Orang yang disebut
pimpinan umumnya memiliki jabatan seperti manajer unit, manajer bagian,
penyelia, mandor, pimpinan proyek, kepala satuan tugas, atau ketua komite.
b. Peran
Penyair, musisi, atau filosof mengatakan bahwa dunia ini panggung sandiwara.
Manusia yang berada di dalamnya hanyalah pemain. Dengan ilustrasi tersebut
dapat dipahami bahwa anggota kelompok adalah pemegang peran (aktor), yang
masing-masing memainkan peran tertentu. Adapun yang dimaksud dengan peran
adalah seperangkat prilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki
posisi tertentu dalam unit sosial tertentu. Secara dramatis, akan tampak sederhana
apabila seseorang memilih salah satu peran kemudian memainkannya secara
teratur dan konsisten. Apabila individu memilih satu peran dan memainkannya
dengan baik, maka kelompok akan berjalan dengan baik dan teratur. Sayangnya,
banyak di antara kita yang memegang banyak peranan karena beberapa alasan,
akibatnya banyak peran yang kurang berfungsi sehingga mengganggu kepada
sistem keseluruhan, bahkan mungkin merusak.

Berkenaan dengan peran, terdapat beberapa istilah penting untuk diketahui,


yakni:
1) Identitas peran, yaitu sikap dan prilaku aktual tertentu yang konsisten dengan
peran tertentu.
2) Persepsi peran, yaitu pandangan individu mengenai bagaimana dia harus
bertindak dalam situasi tertentu.
3) Konflik peran, yaitu keadaan di mana individu dihadapkan pada pengharapan
peran yang berlainan.

c. Norma
Hampir semua kelompok memiliki norma. Misalnya, seseorang tidak berani
mengkritik majikan di depan umum. Atau, seorang pegolf tidak berbicara
sewaktu temanya mendorong bola ke arah lubang. Prilaku demikian muncul
karena menghormati norma. Norma adalah standar prilaku yang dapat diterima
dan digunakan bersama oleh para anggota kelompok. Bentuk norma di setiap
kelompok mungkin saja berbeda, karena karakter kelompok pun berbeda,
misalnya kelompok kerja, kelompok profesi, kelompok hoby tertentu, kelompok
komunitas, dan kelompok masyarakat. Walaupun berbeda pada umumnya semua
kelompok memiliki norma.
Berkenaan dengan norma, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui, antara
lain :

1) Norma kinerja, yaitu petunjuk-petunjuk eksplisit mengenai seberapa keras


seharusnya mereka bekerja, bagaimana menyelesaikan pekerjaan, tingkat
input, saluran komunikasi yang benar, dan semacamnya.

2) Norma penampilan, yaitu mencakup cara berpakaian yang pantas, kesetiaan


kepada kelompok kerja atau organisasi, kapan harus terlihat sibuk, dan kapan
boleh bersantai. Intensitasnya akan berbeda sesuai dengan karakter kelompok
yang bersangkutan. Misalnya, bagi kelompok tertentu pakaian menjadi
sangat penting, bagi kelompok lainnya yang lebih penting adalah kesetiaan.

3) Norma tata sosial, yaitu tata aturan yang mengatur interaksi sosial dalam
kelompok. Misalnya, dengan siapa anggota kelompok makan siang,
bagaimana persahabatan di dalam dan di luar kelompok pekerjaan, dan
bentuk lain semacam itu.

4) Norma alokasi sumber daya, yaitu aturan yang berkaitan dengan gaji,
pembagian pekerjaan yang sulit, alokasi alat atau peralatan baru.

Berdasarkan norma yang berlaku, anggota kelompok cenderung mampu menekan


atau mempengaruhi individu untuk berperilaku sesuai dengan norma itu.
Terutama bagi pegawai baru yang sedang beradaptasi dengan lingkungan
kelompok. Di samping itu, mungkin juga terjadi penyimpangan prilaku, apabila
terdapat seorang pegawai yang memanfaatkan norma kelompok untuk menekan
seseorang demi kepentingan dirinya. Hal ini akan berdampak negatif kepada
kinerja dan produktifitas dan berpengaruh juga terhadap angka keluar masuk
pegawai.

d. Status

Status adalah posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok lain. Dalam hirarki status kehidupan
tidak ada hal yang tidak berarti apa-apa, semuanya bermakna. Status merupakan
faktor penting dalam memahami prilaku manusia, karena status merupakan
motivasi yang penting dan memiliki konsekuensi-konsekuensi. Dengan adanya
status seseorang akan mengetahui dan meyakini statusnya sendiri dan memahami
persepsi orang lain terhadap dirinya.

Dalam memahami status terdapat beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu:
1) Status dan norma. Status memiliki beberapa pengaruh yang menarik terhadap
kekuatan norma dan tekanan untuk penyesuaian.

2) Kesetaraan status. Penting bagi anggota untuk meyakini bahwa hirarki status
itu setara. Yang dimaksud setara adalah adanya imbalan yang diterima sesuai
dengan kontribusi mereka kepada organisasi.

3) Status dan Budaya. Dalam sebuah organisasi, dua hal ini memiliki hubungan
yang erat. Perbedaan budaya akan mempengaruhi status. Namun pentingnya
status bervariasi di antara berbagai budaya. Misalnya, Prancis memiliki
kesadaran yang tinggi tentang status. Di Amerika dan Asia status berasal dari
posisi keluarga dan peran formal dalam organisasi. Tetapi sekarang status
cenderung lebih ditentukan oleh prestasi daripada pangkat dan asal keluarga.
Dalam masyarakat Sunda, status berasal dari keluarga (Raden) dan pekerjaan
(sebagai PNS).

Dalam organisasi penting untuk dipahami, siapa dan apa yang menentukan
status apabila berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang berbeda
dengan budaya sendiri.

4) Ukuran. Yang dimaksud ukuran di sini adalah ukuran kelompok. Ukuran


kelompok sangat berpengaruh terhadap perilaku keseluruhan kelompok itu.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kelompok kecil lebih cepat
menyelesaikan pekerjaan dibandingkan dengan kelompok besar. Tetapi dalam
hal pemecahan masalah, kelompok besar lebih mungkin untuk mendapat
sukses secara konsisten.

e. Komposisi.
Pada umumnya, setiap kelompok menuntut adanya anekaragam keterampilan dan
pengetahuan. Dengan demikian, sudah dapat dipastikan bahwa kelompok bersifat
heterogen, atau dibentuk oleh individu-individu yang tidak mirip. Kelompok
dengan karakteristik demikian lebih cenderung memiliki kemampuan yang
efektif, terutama pada kelompok dengan tugas-tugas yang menuntut kreativitas.
Namun dalam kenyataan tidak selalu sama dan serupa, karena efektivitas
kelompok tidak hanya ditentukan oleh komposisi individu yang beranekaragam.
Dalam hal tertentu, keanekaragaman kelompok amat berguna untuk mengerjakan
tugas yang membutuhkan aneka titik pandang. Tetapi bagi kelompok yang secara
budaya cenderung heterogen, akan menghadapi banyak kesulitan dalam saling
belajar bekerja guna memecahkan masalah, walaupun kesulitan tersebut pelan-
pelan akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Dengan kata lain,
kelompok yang memiliki individu beranekaragam memerlukan waktu untuk
saling memahami sebelum tercipta kesepakatan.

Berkenaan dengan komposisi ini, terdapat istilah lain yang akan dijumpai dalam
organisasi, yaitu demografi kelompok. Yang dimaksud adalah sampai di tingkat
mana anggota kelompok berbagi atribut demografi bersama, seperti usia, jenis
kelamin, ras, tingkat pendidikan, atau lamanya mengabdi kepada organisasi dan
dampak atribut itu pada keluar masuknya karyawan. Jadi yang diperhatikan di
sini bukan pria atau wanitanya, bukan pula lama dan sebentarnya masa
pengabdian seseorang kepada organisasi, melainkan atribut individu dalam
hubungannya dengan atribut lain, atau dengan siapa ia bekerja.

f. Keterpaduan

Keterpaduan adalah suatu gambaran sampai tingkat mana para anggota tertarik
satu sama lain dan termotivasi untuk tetap di dalam kelompok. Keterpaduan di
dalam kelompok menduduki posisi penting karena berhubungan dengan
produktivitas.

Hasil studi menunjukkan bahwa hubungan keterpaduan dan produktivitas


tergantung pada norma-norma yang berkaitan dengan kinerja yang dibangun oleh
kelompok. Apabila norma yang berhubungan dengan kinerja itu tinggi (misalnya,
output tinggi, kinerja bermutu, kerja sama dengan individu di luar kelompok
baik), maka kelompok terpadu akan lebih produktif daripada kelompok yang
kurang terpadu. Tetapi apabila keterpaduan itu rendah dan norma kinerja tinggi,
produktivitas akan meningkat tetapi lebih sedikit dibandingkan dengan
keterpaduan tinggi dengan norma tinggi. Apabila norma dan kinerja rendah,
produktivitas akan rendah, paling tinggi hanya mencapai sedang.
Apabila seorang manajer bermaksud mendorong keterpaduan kelompok, terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Buatlah kelompok menjadi lebih kecil.
2) Doronglah kesepakatan dengan tujuan kelompok
3) Tambahlah waktu untuk dihabiskan bersama anggota kelompok
4) Tingkatkan status kelompok dan rasakan kesulitan yang dihadapi individu
untuk mendapatkan keanggotaan dalam kelompok
5) Rangsanglah persaingan dengan kelompok lain
6) Berikanlah imbalan kepada kelompok dan bukannya kepada para anggota
7) Isolasikan kelompok secara fisik.

5. Proses Kelompok

Pembahasan selanjutnya tentang perilaku kelompok adalah membahas tentang


proses-proses yang berlanggsung dalam suatu kelompok kerja, yaitu pola komunikasi
yang digunakan oleh anggota untuk pertukaran informasi, proses keputusan
kelompok, perilaku pemimpin, dinamika kekuasaan, interaksi konflik, dan yang
semacam itu.

Muncul suatu pertanyaan, mengapa proses penting untuk memahami perilaku


kelompok kerja? Salah satu jawabannya adalah kembali kepada topik kemalasan
sosial (social loafing). Dalam kajian sosial, satu ditambah satu dan ditambah satu lagi
tidak selamanya menjadi tiga. Dalam tugas-tugas kelompok, apabila sumbangan
anggota tidak tampak dengan jelas, bagi individu ada kecenderungan untuk
mengurangi upaya mereka. Munculnya kelompok-kelompok mencerminkan adanya
kemalasan sosial (social loafing). Dalam tugas-tugas kelompok sumbangan anggota
tidak selamanya tampak dengan jelas, selanjutnya akan terjadi kecenderungan
individu mengurangi upayanya.

Tetapi, dengan berkelompok mampu menghasilkan output yang lebih besar


dari input yang relatif kecil, karena pekerjaan yang tidak dapat dilakukan sendiri
dapat dilakukan dengan berkelompok. Tetapi tentu saja tidak sesederhana itu, karena
keberhasilan mencapai tujuan melalui kelompok perlu didukung oleh faktor lain,
antara lain kadar sinergi yang tinggi.
Sinergi adalah dua atau lebih substansi yang menghasilkan dampak yang
berbeda dari penjumlahan masing-masing substansi itu.
Misalnya, kemalasan sosial memperlihatkan sinergi negatif, jumlah saluruhnya
kurang dari jumlah bagian- bagiannya. Di pihak lain, tim tim riset sering digunakan
dalam laboratorium riset karena mereka dapat menarik keterampilan yang beraneka
dari berbagai individu sehingga riset mampu lebih bermakna sebagai kelompok
daripada yang ditimbulkan oleh semua peneliti yang bekerja secara independent.
Artinya mereka menghasilkan sinergi positif, karena keuntungan mereka melampaui
kerugian yang mungkin mereka hadapi.

Di samping itu, terdapat satu hal lagi yang berpengaruh terhadap efektivitas
suatu kelompok, yaitu efek fasilitas sosial. Dalam hal ini, membaik atau
memburuknya kinerja sebagai respons atas kehadiran orang lain. Maka, efek ini tidak
sepenuhnya merupakan fenomena kelompok, situasi kelompok itu justru cenderung
memberikan kondisi untuk terjadinya fasilitas sosial. Hasil penelitian menunjukan
bahwa tugas-tugas rutin sederhana cenderung dipercepat dan dibuat lebih tepat oleh
kehadiran orang lain. Apabila pekerjaan itu lebih rumit dan memerlukan perhatian
yang lebih cermat, kemungkinan besar kehadiran orang lain mempunyai efek negatif
terhadap kinerja. Implikasinya, untuk mengurangi efek negatif dari kehadiran orang
lain (karyawan baru), penerapan program pelatihan dan pendidikan merupakan solusi
terbaik. Atau melatih orang lain untuk pekerjaan sulit akan mengurangi dampak
negatif dari efek fasilitas sosial.

D. Mengidentifikasi dan menganalisis Kepemimpinan, Kekuasaan, dan Politik


1. Pengertian kepempinan
Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan
aktivitas yang utama dengan mana tujuan organisasi dapat dicapai. Pada
umumnya kepemimpinan didefenisikan sebagai suatu proses
mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu. Dari defenisi ini nampak bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses, bukan orang.
Banyak defenisi tentang kepemimpinan (leadership), namun pada
intinya kempimpinan ialah mempengaruhi orang lain untuk melakukan
perbuatan ke arah yang dikehendaki.
Nawawi (2006:11) dalam bukunya Kepemimpinan yang Efektif
mengemukakan pendapatnya tentang pengertian kepemimpinan dilihat
dari kepemimpinan dalam konteks struktural dan non struktural.
Menurutnya bahwa kepemimpinan dalam konteks struktural diartikan
sebagai proses mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan
mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan tanpa keikutsertaan anggota kelompoknya merumuskannya.
Sedangkan dalam konteks non struktural, kepemimpinan diartikan sebagai
proses mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan
mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah
ditetapkan secara bersama-sama pula.

Maxweel, 2011:3, mengemukakan kepimimpinan adalah pengaruh, jika


seseorang bisa meningkatkan pengaruhnya dalam diri orang lain, mereka
bias memimpin lebih efektif. Maxweel membagi atas lima level
kepemimpinan. Pada level pertama dikatakan bahwa kepemimpinan adalah
sebuah proses bukan jabatan oleh sebab itu jabatan adalah proses terendah
dalam kepemimpinan, Memiliki jabatan tidak salah, namum menggunakan
jabatanu ntuk membuat orang lain mengikuti itu salah. Jabatan tidak bisa
menggantikan pengaruh. Level kedua kepemimpinan adalah membanguna
kebersamaan antar sesama. Pada level ini pemimpin akan menemukan
siapa sesungguhnya orang-orang mereka dan pengikut menemukan siapa
sesungguhnya pemimpin mereka. Level ketiga kepemimpinan didasarkan
pada hasil. Pada level ini seorang pemimpin memperoleh pengaruh
serta kepercayaan, dan orang-orang mulai mengikuti mereka karena apa
yang telah mereka lakukan untuk organisasi itu. Level keempat
kemimpinan beorientasi pada pemberdayaan. Pada level ini pememipin
menjadi besar bukan karena kekuasaan mereka, melainkan karena
kemampuan mereka memberdayakan orang lain. Sedangkan level kelima
kepemimpinan adalah mengembangkan organisasi. Kepemimpinan pada
level ini meninggalkan keadaan positif dalam pekerjaan mereka. Orang-
orang mengikuti mereka karena jati diri mereka dan apa yang mereka
wakili. Dengan kata lain kepemimpinan mereka memperoleh reputasi
positif.
Proses dalam kememimpinan meliputi tiga faktor, yaitu pemimpin,
pengikut, dan faktor situasi. Interaksi dari tiga faktor tersebut
menghasilkan prestasi dan kepuasan.
Teori Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat,
teori perilaku, teori situasional dan teori atribusi.
a. Teori Sifat. Studi awal tentang kepemimpinan yang dilakukan pada tahun
1940an-1950an memusatkan perhatian pada sifat- sifat dari pemimpin.
Para peneliti mencoba menemukan karakteristik-karakterisitik individual
yang membedakan

pemimpin yang berhasil dan pemimpin yang yang gagal. Ralp Stogdill
mengidentifikasikan enam klasifikasi dari sistem kepemimpinan, yaitu
karakteristik fisik, latar belakang sosial, intlagensia, kepribadian,
karakteristik hubungan tugas, dan karakteristik sosial.
b. Teori Perilaku. Selama tahun1950an, ketidak puasan dengan
pendekatan teori sifat dengan kepemimpinan mendorong ilmuan
perilaku untuk memusatkan perhatiannya pada perilaku pemimpin
tentang apa yang diperbuat dan bagaimana ia melakukannya. Dasar
dari pendekatan gaya kepemimpinan diyakini bahwa pemimipin yang
efektif menggunakan gaya (style) tertentu mengarahkan individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Berbeda dengan teori sifat,
pendekatan perilaku dipusatkan pada efektivitas pemimpin, bukan
pada penampilan dari pemimpin tersebut. Teori perilaku menekankan
pada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan beorientasi
tugas (task orientation) dan orientasi pada karyawan (employ
orientation). Orientasi tugas adalah perilaku pimpinan yang
menekankan bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik dengan
cara mengarahkan dan mengendalikan secara ketat bewahannya.
Orientasi Karyawan adalah perilaku pimpinan yang menekankan
pada memberikan motivasi kepada bawahan dalam melaksanakan
tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan tugasnya, dan mengembangkan
hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai dan saling
menghormati diantara anggota kelompok.
c. Teori Situasional Selama akhir tahun 1960an, peneliti
menyadari keterbatasan dari pendekatan perilaku, maka

mereka kemudian mengembangkan suatu pendekatan baru tentang


perilaku yang memusatkan pada teori situasional yang lebih komplek.
Apa yang telah dilakukan oleh peneliti teori sifat dan perilaku telah
meletakkan fondasi yang penting unutk mempelajari kepemimpinan
dalam organisasi karena hasil dari dua pendekatan tersebut secara kuat
menyarankan bahwa cara yang efektif memimpin adalah tergantung
pada situasi. Salah satu tugas manajer yang penting adalah
mendiagnose dan menilai faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas kepemimpinanya. Mendiagnose meliputi mengidentifikasi
dan memahami faktor-faktor yang berpengaruh. Situasi yang perlu
didiagnose oleh manajer meliputi empat bidang, karakteristik
manajerial, karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat tugas,
dan faktor- faktor organisasi.
d. Teori Keatribusian. Menurut model ini, bahwa pemimpin pada
dasarnya adalah pengolah informasi. Dengan demikian pemimpin
akan mencari berbagai informasi tentang mengapa sesuatu itu terjadi,
dan mencoba mencari penyebabnya yang akan dipergunakan sebagai
pedoman perilaku pemimpin

Sepintas lalu istilah kekuasaan merupakan sesuatu yang kurang disukai, karena
menggambarkan kesombongan, keserakahan, dan merusak. Oleh karena itu, orang
yang memiliki kekuasaan cenderung menyangkalnya, orang yang menginginkan
kekuasaan berusaha untuk tidak tampak memperjuangkannya, dan orang yang dengan
mudah memperoleh kekuasaan akan merahasiakan cara mendapatkannya.

Padahal, dalam teori perilaku organisasi kekuasan merupakan sesuatu yang


wajar. Jadi tidak ada salahnya apabila seseorang mengetahui cara memperoleh
kekuasaan, dan bagi yang memiliki kekuasaan tidak perlu takut menyatakan apa yang
dimilikinya itu, selama dalam batas-batas wajar. Memang ada juga kekuasaan yang
merusak, tetapi tidak selamanya demikian.

1. Pengertian

Menurut Robbins, ”kekuasaan adalah kapasitas yang dimiliki pihak A untuk


mempengaruhi perilaku pihak B, sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A”.
Definisi ini mencerminkan potensi yang tidak harus diaktualisasikan agar menjadi
efektif dan adanya hubungan ketergantungan. Di samping itu, kekuasaan adalah
potensi, tetapi orang yang mempunyai kekuasaan tidak memaksakan penggunaannya.

Dalam praktek, ketergantungan memang ada. Misalnya, seorang mahasiswa


bercita-cita untuk meraih gelar sarjana di suatu fakultas dan untuk mata kuliah tertentu
hanya dimungkinkan oleh seorang dosen. Maka, dosen tersebut memiliki kekuasaan
atas mahasiswa tersebut, dan mahasiswa mengakui kekuasaan yang dimiliki dosen atas
dirinya serta ia bergantung pada dukungan dosen tersebut. Tetapi manakala mahasiswa
tersebut sudah lulus kuliah apalagi sudah bekerja, maka ketergantungan tersebut
dengan sendirinya hilang, demikian juga kekuasaan dosen atas orang itu.

2. Dasar-dasar Kekuasaan

Menurut Max Weber dalam Thoha (1992:3234), ”kekuasaan itu sebagai suatu
kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada
dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang
menghilangkan halangan”. Sedangkan Walter R Nord (1987:675), kekuasaan adalah
”kemampuan untuk mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk
mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya” Kekuasan
dipergunakan apabila tujuan-tujuan tersebut paling sedikit mengakibatkan perselisihan
satu sama lain. Kekuasaan yang dimiliki seseorang berasal dari salah satu dari dua
sumber yang lazim terjadi, yakni sumber formal atau sumber pribadi.

Berkenaan dengan sumber kekuasaan, P Robbins (2007:505-508), menggunakan


istilah dasar-dasar kekuasaan. Secara garis besar dasar kekuasaan terdiri atas dua
macam, yakni kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Masing- masing memiliki
kategori yang spesifik, yakni sebagai berikut.

a. Kekuasaan formal,

Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan


formal ini dapat berasal dari kemampuannya untuk memaksa pihak lain, memberi
hadiah atau imbalan, memiliki wewenang yang diakui anggota organisasi, dan
memiliki kendali atas informasi. Dengan demikian, kekuasaan formal terdiri dari
beberapa kategori, yaitu :

1) Kekuasaan paksaan, dasarnya adalah ketergantungan pada rasa takut.


Misalnya, seseorang bereaksi terhadap kekuasaan ini karena rasa takut akan
akibat negatif yang mungkin terjadi apabila ia tidak mematuhinya. Kekuasaan
paksaan itu bertumpu pada penerapan atau ancaman penerapan sanksi-sanksi
fisik misalnya dikenakannya rasa sakit, ditimbulkannya frustasi melalui
rintangan gerak, atau pengendalian melalui dorongan kebutuhan psikologis
dasar atau keselamatan.

2) Kekuasaan hadiah, merupakan lawan dari kekuasaan paksaan yang disebut


juga kekuasaan imbalan. Misalnya, orang-orang mematuhi kemauan atau
pengarahan orang lain karena kepatuhan itu menghasilkan manfaat yang
positif. Oleh karena itu orang lain akan mengendalikan tingkat upah, kenaikan,
dan bonus, atau non-keuangan yang mencakup pengakuan jasa, promosi,
penugasan kerja yang menarik, rekan kerja yang bersahabat, dan giliran kerja
atau wilayah penjualan yang disukai.

3) Kekuasaan hukum, merupakan kelompok formal dalam organisasi yang paling


sering menjadi dasar timbulnya kekusaaan. Dasar utama kekuasaan hukum
adalah posisi struktural seseorang (misalnya pemimpin). Kekuasaan hukum
menggambarkan wewenang formal untuk mengendalikan dan menggunakan
sumber daya organisasi. Posisi wewenang hukum ini mencakup kekuasaan
paksaan dan wewenang imbalan (hadiah). Secara spesifik mencakup
penerimaan wewenang jabatan oleh anggota anggota organisasi.
4) Kekuasaan informasi merupakan sumber keempat dari kekuasaan formal.
Kekuasaan ini berasal dari akses dan pengendalian atas informasi. Orang
dalam organisasi yang memiliki data atau pengetahuan tentang berbagai data
dan informasi yang dibutuhkan orang lain dapat membuat orang lain itu
tergantung kepadanya.
b. Kekuasaan Personal
Kekuasaan personal adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang tanpa memiliki
posisi formal dalam organisasi atau kelompok. Misalnya, para perancang chip pada
perusahaan intel, mereka memiliki kekuasaan tetapi mereka bukan pemimpin atau
manajer yang tidak memiliki kekuasaan formal. Apa yang mereka miliki adalah
kekuasaan personal, yaitu kekuasaan yang berasal dari karakteristik individu yang
unik.
Kekuasaan personal terdiri atas tiga kategori, yaitu karena memiliki keahlian,
karena memiliki sumber daya, karena memiliki kepribadian yang menarik
(kharismatik), dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Kekuasaan pakar (expert power), yaitu pengaruh yang dimiliki seseorang sebagai
akibat dari kepakaran atau keahlian, keterampilan istimewa, atau pengetahuan.
Saat ini, kepakaran ini telah menjadi sumber kekuasaan yang paling ampuh karena
dunia telah menjadi semakin berorientasi kepada teknologi. Pekerjaan semakin
dispesialisasikan, orang semakin tergantung pada pakar untuk mencapai sasaran
yang dituju. Misalnya, seorang dokter memiliki keahian yang makin spesial, maka
sebagian besar orang akan mengikuti nasihat dokter tersebut karena keahliannya.
Selain itu, masih terdapat contoh lain yang sering dirasakan dalam kehidupan
sehari- hari, antara lain keahlian di bidang komputer, akuntan, insinyur, psikolog,
ulama, paranormal, dan lain-lain.

2) Kekuasaan rujukan (referent power) timbul berdasarkan identifikasi dengan orang


yang memiliki sumberdaya atau diri pribadi yang diinginkan. Misalnya, seseorang
sangat mengagumi dan menghormati tokoh yang menjadi idolanya, maka tokoh
tersebut dapat menjalankan kekuasaannya terhadap orang itu karena ia ingin
menyenangkan hatinya. Adapun kekuasaan rujukan merupakan pengembangan
dari kekaguman dan hasrat untuk menjadi seperti tokoh tersebut. Kekuasaan ini
yang membantu menjelaskan atau menjadi dasar bagi seorang tokoh atau artis
idola dibayar mahal oleh perusahaan untuk mendukung suatu produk melalui iklan.
3) Kekuasaan kharismatik merupakan perluasan dari kekuasaan rujukan yang muncul
dari kepribadian dan gaya interpersonal seseorang. Para pemimpin kharismatik
membuat pihak lain mau mengikuti mereka karena mereka dapat
mengartikulasikan visi yang menarik, mengambil risiko, menunjukkan kepekaan
terhadap lingkungan dan terhadap pengikut, serta berkeinginan untuk terlibat ke
dalam prilaku yang oleh sebagian besar orang dianggap luar biasa. Dalam sebuah
organisasi, mungkin saja terdapat seseorang di samping memiliki kekuasaan
formal karena posisinya, juga memiliki karakteristik individu yang unik sehingga
memiliki pengaruh karena kharismanya yang tinggi. Maka ia pun memiliki
kekuasaan kharismatik. Para pengikutnya akan menghormati pemimpin itu karena
memiliki kekuasaan formal dan kekuasaan personal sekaligus.
Para pakar sepakat bahwa kekuasaan dan kepemimpinan merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, tetapi keduanya adalah dua hal yang berbeda. Oleh
karena itu, berikut dikemukakan perbedaan antara kekuasaan dan kepemimpinan.

a. Kepemimpinan memiliki wewenang untuk menetapkan sasaran. Sedangkan


kekuasaan merupakan sarana untuk mencapai sasaran itu yang memerlukan
ketergantungan.

b. Kepemimpinan berfokus pengaruh ke bawah, sehingga dalam menetapkan sasaran


perlu berkomunikasi dengan bawahan sesuai dengan gaya kepemimpinan masing-
masing, sedangkan kekuasaan tidak demikian.

c. Dalam hal riset tentang kepemimpinan dan kekuasaan, juga terdapat perbedaan.
Riset kepemimpinan berorientasi kepada pengambilan keputusan dan bersifat
individu. Sedangkan kekuasaan berfokus kepada taktik untuk memperoleh
kepatuhan bawahan. Di samping itu, riset tentang kekuasaan jauh melampaui
batas-batas individu, karena kekuasaan tidak hanya milik individu tetapi dapat juga
dimiliki oleh kelompok.

3. Taktik Kekuasaan

Taktik kekuasaan adalah cara-cara yang di dalamnya terdapat kegiatan individu


dalam menterjemahkan basis-basis kekuasaan menjadi tindakan yang spesifik.

Taktik ini digunakan oleh para manajer menengah agar dapat dilakukan oleh
karyawan pelaksana. Tujuan taktik ini untuk mempelajari cara karyawan dalam
menterjemahkan dasar kekuasaan mereka ke dalam tindakan yang diinginkan.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, terdapat tujuh cara atau strategi yang paling
banyak digunakan, yaitu :
a. Nalar, menggunakan fakta dan data untuk membuat gagasan yang logis dan
rasional
b. Keramahan, bersikap rendah hati, atau menyanjung dan bersikap bersahabat
sebelum mengungkapkan permintaan.
c. Koalisi, mendapatkan dukungan orang lain dalam organisasi untuk mendukung
permintaan.
d. Tawar menawar, menggunakan perundingan melalui pertukaran manfaat atau
keuntungan.
e. Ketegasan, menggunakan pendekatan langsung secara tegas. Misalnya, permintaan
harus dipenuhi, peraturan harus dipatuhi.
f. Otoritas lebih tinggi, mendapatkan dukungan dari tingkat yang lebih tinggi dalam
organisasi untuk mendukung permintaan.
g. Sanksi, menggunakan imbalan dan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam organisasi. Misalnya, imbalan dalam bentuk kenaikan gaji atau promosi,
sedangkan sanksi dalam bentuk penilaian kinerja yang tidak memuaskan.

Dalam prakteknya tidak semua strategi dijalankan bersamaan, melainkan dipilih


salah satu cara sesuai dengan situasi. Namun terdapat yang paling banyak digunakan
oleh karyawan, yaitu teknik nalar tanpa memperdulikan apakah arah pengaruhnya ke
bawah atau ke atas. Sedangkan yang lain dipengaruhi oleh arah pengaruh, misalnya
pada saat pengaruh diarahkan ke atas teknik sanksi tidak digunakan. Dalam skala
besar, terutama dilihat dari budaya dan karakter suatu bangsa, orang Barat terutama
Amerika, taktik kekuasaan paling banyak menggunakan nalar. Sedangkan bangsa-
bangsa Timur, terutama China termasuk Indonesia lebih banyak menggunakan taktik
koalisi dan wewenang lebih tinggi. Khusus di Indonesia, memo dari atasan yang lebih
tinggi terkesan sakti.
4. Politik

Pada umumnya apabila orang-orang berkumpul dalam suatu kelompok atau


organisasi, kekuasaan akan muncul. Di antara orang-orang tersebut akan muncul
segelintir yang ingin membangun peluang-peluang yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi orang lain, memperoleh imbalan, atau memajukan karirnya. Maka
apabila terdapat seseorang yang merubah kekuasaan menjadi tindakan dalam
organisasi, maka ia sedang sibuk berpolitik. Bagi mereka yang memiliki keterampilan
politik yang baik akan mempunyai kemampuan menggunakan dasar-dasar kekuasaan
secara efektif.

Oleh karena politik dalam organisasi lebih tampak sebagai tindakan, maka
dalam kajian ilmu perilaku organisasi istilah politik lebih dikenal dengan kata perilaku
politik. Menurut Robbins (2007:517) Perilaku politik adalah ”kegiatan-kegiatan yang
tidak disyaratkan sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi
yang mempengaruhi, atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi tersebut”. Dalam prakteknya, perilaku politis menuntut
upaya penggunaan dasar-dasar kekuasaan seseorang.

Terdapat dua jenis perilaku politis dalam organisasi, yakni perilaku politis yang
sah dan perilaku politik yang tidak sah. Perilaku politis yang sah mengacu kepada
politik sehari- hari yang normal, misalnya dengan cara mengemukakan keluhan
kepada pembina atau atasan langsung, melalui rantai komando, membentuk koalisi,
merintangi kebijakan atau keputusan organisaai dengan tidak bertindak atau mematuhi
secara berlebihan aturan-aturan dan mengembangkan kontak di luar organisasi melalui
kegiatan profesional seseorang. Sedangkan perilaku politis yang tidak sah adalah
perilaku yang melanggar aturan organisasi, misalnya individu yang memainkan bola
keras, seperti sabotase, pengungkapan penyelewengan, protes simbolik seperti
mengenakan pakaian tidak ortodok atau pin protes, atau sekelompok karyawan secara
serentak tidak masuk dan menelepon menyatakan sakit.

Pada umumnya perilaku yang digunakan adalah yang sah, karena perilaku yang
tidak sah memiliki risiko tinggi, terutama akan kehilangan keanggotaan dalam
organisasi atau dipecat dengan tidak hormat. Di samping itu, penggunaan perilaku
politis yang tidak sah tidak memiliki akan kekuasaan yang cukup untuk menjamin
bahwa politik itu akan berhasil.

Realitas di lapangan individu yang tergabung dalam organisasi memiliki sasaran


dan kepentingan yang berlainan. Hal itu memungkinkan terjadinya konflik dalam
membentuk dan penggunaan potensi sumber daya. Realitas selanjutnya, sumberdaya
dalam organisasi rata-rata terbatas. Jika berlimpah tidak terlalu banyak masalah,
karena dengan mudah sasaran dapat terpenuhi. Tetapi apabila terbatas, tidak semua
kepentingan dapat dipenuhi. Selanjutnya, apakah benar atau tidak perolehan satu orang
atau satu kelompok sering dianggap melanggar hak orang lain. Keadaan seperti ini
akan memicu terjadinya persaingan untuk memperebutkan sumberdaya organisasi
yang terbatas. Dalam memperebutkan sumber daya tersebut diperlukan kekuasaan,
sedangkan kekuasaan yang dirubah dalam bentuk tindakan berarti berpolitik.

Maka, apabila timbul pertanyaan, mungkinkah dalam suatu organisasi bebas dari
politik dan kekuasaan? Jawabannya bisa ya bisa tidak. Jawaban ya mungkin diterima,
apabila setiap individu dalam organisasi tersebut memiliki sasaran dan kepentingan
yang sama. Sedangkan apabila tetap berlainan, politik dan kekuasaan tidak bisa
dihindari. Paktanya, setiap individu, di mana pun berada, tetap beragam atau berlainan.

E. Mengidentifikasikan dan menganalisis Konflik dan Negosiasi

Konflik berasal dari kata latin yaitu configere yang memiliki arti kata saling memukul
(Inayah, 2014). Konflik merupakan sebuah keadaan di mana seseorang atau kelompok
memiliki persepsi yang berbeda dengan pihak lain yang dapat memengaruhi secara negatif
dalam pencapaian kepentingan dan tujuan (Sritumini, 2005). Konflik juga dijelaskan sebagai
pertentangan atau ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok disebabkan
karena kedua belah pihak harus membagi sumber daya atau karena adanya perbedaan status,
nilai, persepsi, kepentingan, kebutuhan, dan tujuan (Wibowo and Mubarok, 2016) .

Menurut Champoux bahwa konflik sebagai anggapan bahwa adanya pertentangan


kepentingan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain secara negatif memengaruhi
(Champoux, 2011). Konflik juga diartikan sebagai proses sosial antara dua atau lebih yang
mana salah satu pihak berusaha untuk saling menyingkirkan dan menghancurkan. Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah ketidakcocokan sasaran,
perbedaan penafsiran, dan ketidaksepakatan yang terjadi antara dua atau lebih individu
maupun kelompok dalam organisasi mencakup kepentingan, kebutuhan dan tujuan di mana
pihak yang satu memengaruhi secara negatif terhadap pihak lain sehingga adanya salah satu
pihak merasa dirugikan.

Jenis konflik di mana terdiri dari (a) Hubungan tugas yaitu penekanan konflik yang
terjadi atas isi dan sasaran pekerjaan; (b) Konflik hubungan yaitu konflik yang terjadi
berdasarkan pada hubungan interpersonal; dan (c) Konflik proses yaitu konflik yang terjadi
atas cara dalam melakukan pekerjaan.

Masih banyak orang beranggapan bahwa konflik bersifat negatif yang mengarah pada
perpecahan padahal konflik juga dapat bermanfaat bagi kemajuan organisasi. Pada umumnya
konflik yang muncul bersifat disfungsional atau menimbulkan dampak negatif seperti
menurunkan produktivitas, meningkatkan stress dan ketegangan antar individu dan kelompok,
namun demikian pengelolaan konflik dengan baik akan memberikan manfaat bagi
keberlangsungan organisasi.

Pandangan Tentang Konflik

Dalam perkembangannya ada terdapat tiga pandangan tentang konflik yang terjadi dalam
organisasi yaitu, (Supartha and Sintaasih, 2017) :

1. Tradisional view of conflict atau pandangan secara tradisional. Pandangan ini


menyakini bahwa konflik yang terjadi harus dihindari karena semua konflik itu
berbahaya. Pandangan tentang konflik ini pada umumnya terjadi pada tahun
1930 sampai 1940an. Konflik akan mengakibatkan kerugian, dan dipandang
sebagai sesuatu yang berdampak negatif, buruk dan berbahaya. Konflik secara
tradisional dipandang sebagai sesuatu yang tidak
menguntungkan organisasi.oleh karena itu harus dihindari dan
dicegah dengan mencari penyebab munculnya konflik dan memperbaikinya.
Konflik yang terjadi akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, kurang
kepercayaan antar kelompok, tidak adanya keterbukaan,dan
ketidaktanggapan atasan terhadap kebutuhan bawahan.
2. Behavioral atau konflik berdasarkan pandangan hubungan manusia. Pandangan
ini berpendapat bahwa konflik dianggap sebagai kejadian yang alami, wajar
yang tidak dapat dihindarkan kelompok maupun
organisasi. Konflik ini tidak dapat dihindarkan sehingga perlu menerima
keberadaan konflik tersebut. Pandangan tentang teori konflik ini berlangsung
pada akhir tahun 1940 sampai dipertengahan 1970an. Konflik tidak selamanya
dianggap bersifat negatif tetapi jika diolah dengan baik maka akan
menghasilkan dampak positif bagi organisasi. Dengan kata lain konflik dapat
diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat sehingga mendorong kinerja organisasi.
3. Interactionsist view of conflict atau Pandangan Interaksionis. Pandangan ini
berpendapat bahwa konflik tidak hanya sebagai kekuatan positif tetapi sangat
diperlukan dalam peningkatan kinerja. Konflik dipandang sebagai hal multak
yang perlu bagi organisasi sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Kondisi organisasi yang harmonis, damai dan tenang dianggap menjadi statis
dan tidak mengalami perubahan sehingga perlu adanya konflik untuk memicu
perubahan dan inovasi. Konflik dianggap sebagai hal positif dan harus
diciptakan sehingga meningkatkan kinerja individu maupun kelompok dalam
organisasi.

Konflik Fungsional dan Disfungsional

Konflik secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak pada organisasi.
Konflik terbagi atas dua berdasarkan manfaatnya yaitu konflik fungsional dan
disfungsional. Konflik yang bersifat fungsional mengakibatkan hal positif dan
bermanfaat. Konflik yang tidak funsional atau disfungsional mengakibatkan hal negatif
atau merugikan.

Dampak konflik fungsional dan disfungsional dijelaskan sebagai berikut (Supartha


and Sintaasih, 2017) :

1. Fungsional
Konflik fungsional merupakan konflik yang bertujuan untuk mencapai tujuan
organisasi atau kelompok. Konflik dapat menjadi
sebuah penggerak untuk peningkatan kinerja organisasi. Beberapa hasil
fungsional dari konflik yaitu
a. Menggerakkan dan merangsang kreativitas.
b. Mendorong terjadinya inovasi.
c. Mendorong pencarian solusi.
d. Meningkatkan minat dan keingintauan.
e. Mendorong adanya evaluasi diri dan meningkatkan perubahan ke arah yang
lebih baik.
f. Meningkatkan prestasi.
Contoh adanya dua departemen dalam sebuah perusahaan yang
memperdebatkan cara yang paling efektif dalam meningkatan penjualan.
2. Disfungsional
Konflik yang menghalangi organisasi atau kelompok untuk mencapai tujuannya.
Disfungsional menjadi penghambat kinerja kelompok secara spesifik sehingga
menurunkan efektivitas organisasi. Konflik yang menguntungkan dapat berubah
menjadi konflik yang berbahaya. Hasil disfungsional konflik seperti :
a. Memunculkan ketidakpuasan.
b. Menghambat komunikasi.
c. Mengurangi kekompakan kelompok.
d. Adanya subordinasi tujuan kelompok yang dominan sehingga mengancam
keberlangsungan organisasi.
e. Menimbulkan sikap putus asa.
f. Saling menjatuhkan.

Menciptakan konflik fungsional dilakukan agar merangsang kreativitas individu maupun


kelompok sehingga perlunya penghargaan terhadap perbedaan dan menghindari adanya
hukuman penghindaran konflik. Sebagai contoh memberikan penghargaan kepada orang
yang berbeda pendapat dan menghukum orang yang selalu menghindari konflik.

Karena batasan konflik fungsional dan disfungsional sering kali kabur maka untuk
menentukan apa yang menjadi konflik fungsional, seorang manajer perlu memahami
hasil positif dan negatif dari konflik. Seorang manajer perlu
mengelola konflik agar tetap berada pada batas-batas fungsional. Manajemen konflik
melibatkan pemeliharaan konflik pada tingkat yang berfungsi untuk kelompok. Jika
tingkat konflik disfungsional tinggi, manajer harus mengurangi konflik. Jika tingkat
konflik rendah secara disfungsional, manajer harus meningkatkan konflik (Champoux,
2011).
Proses Konflik

Untuk memahami konflik maka dapat dijelaskan dari proses konflik yang terdiri dari lima
tahapan yaitu tahapan satu potential opposition or incompatibility (potential pertentangan
atau ketidakcocokan), tahap dua cognition and personalization (kognisi dan

personalisasi), tahap tiga Intentions (maksud), tahap empat behavior (perilaku), dan tahap
lima outcomes (hasil)

Gambar 9.1: Proses Konflik,.(Champoux, 2011)

1. Potential opposition or incompatibility (potential pertentangan atau


ketidakcocokan).
Tahapan pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan
munculnya konflik meskipun kondisi tersebut tidak mengarah langsung ke
konflik atau memunculkan peluang terjadinya konflik.
Sumber-sumber konflik dapat disebabkan oleh :
a. Komunikasi, komunikasi yang kurang baik dapat menjadi sumber konflik
sehingga terjadi kesalahpahaman antar sesama anggota
dalam organisasi. Kesalahan komunikasi seperti kebisingan, kesulitan
semantik, perbedaan konotasi kata dapat menyebabkan makna berbeda
sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan dapat berakibat timbulnya
konflik.
b. Struktur merupakan tuntutan pekerjaan yang dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan antar kelompok. Istilah struktur dalam konteks ini
mencakup variabel seperti ukuran, spesialisasi, kadar, tugas yang diberikan,
kejelasan, keserasian anggota, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
kadar ketergantungan antar individu dan kelompok.
c. Variabel kepribadian berisi sisten nilai individu dan tipe kepribadian seperti
sifat, kepribadian, dan karakter yang menyebabkan ketidaksukaan pribadi
atas individu lain dapat menjadi potensi munculnya konflik seperti
kepribadian yang emosional, otoriter dan sebagainya. Semakin besar
kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan dapat memunculkan peluang
semakin besar terjadinya konflik.
2. Cognition and personalization (kognisi dan personalisasi)
Jika tahapan pertama muncul kondisi yang bersifat negatif maka pada tahapan
kedua akan didefinisikan sesuai persepsi pihak yang sedang berkonflik. Tahapan
ini yaitu tahapan di mana isu-isu konflik difinisikan dan dicari jalan keluarnya
sehingga konflik terselesaikan. Dalam tahapan ini konflik terdiri dari konflik
yang dipersepsikan yaitu (a) kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya konflik
sehingga munculnya peluang terjadinya konflik dan (b) konflik yang dirasakan
yaitu keterlibatan secara emosional sehingga menciptakan kondisi cemas, tegang
dan fustrasi. Contoh perasaan negatif sehingga mengurangi kerja sama tim,
menurunkan tingkat kepercayaan dan menurunkan kinerja.
3. Intentions (maksud)
Tahapan di mana mulai memberikan tindakan atas konflik, konflik dapat
menjadi bertambah parah dikarenakan adanya kesalahan
maksud dari pihak lain. Ada lima maksud dalam penanganan konflik yaitu,
(Champoux, 2011)
a. Dominance (Dominasi) yaitu keinginan untuk memuaskan kepentingan
seseorang tanpa memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik
tersebut.konflik dipandang sebagai pertempuran untuk bertarung dan
menang. Contoh perilaku seperti meyakinkan orang lain bahwa pendapatnya
benar sedangkan pendapat orang lain salah.
b. Collaborative (Kolaborasi) yaitu orang yang ingin memuaskan keinginan
semua pihak yang berkonflik dan dengan tulus mencari solusi yang dapat
memuaskan semua orang. Contoh prilaku yang memperjelas perbedaan
dibanding mengakomodasi pendapat dari berbagai sudut pandang.
c. Avoidance (penghindaran) yaitu keinginan untuk menarik diri dari konflik
atau menekan konflik,.contoh prilaku yang suka menghindari pendapat
orang lain yang berlawanan.
d. Accommodative (akomodasi) yaitu orang berfokus pada kebutuhan dan
keinginan pihak lain, mengabaikan kebutuhan dan keinginannya sendiri.
Contohnya prilaku yang bersedia berkorban demi terpeliharanya sebuah
hubungan.
e. Compromise (Kompromi) yaitu situasi di mana masing-masing pihak
bersedia untuk mengalah atau mengorbankan sesutau. Contohnya melakukan
intervensi dengan meminta bantuan pihak ketiga dan menyerahkan
keputusan kedalam bentuk mediasi atau arbitrasi.

Orientasi seseorang terhadap konflik dapat berubah saat bentuk konflik terungkap.
Perubahan tersebut dapat terjadi dengan memperhatikan kekuatan lawan. Orang yang
berorientasi pada dominasi menekan untuk memenangkan masalah penting, tetapi
dapat beralih ke orientasi kompromi. Perubahan tersebut dapat terjadi jika orang
tersebut merasa bahwa kekuatan dan potensi pihak lain untuk memenangkan konflik
lebih kuat. Orientasi kolaboratif dapat hasil yang baik ketika berhasil mengidentifikasi
dan memuaskan keinginan semua pihak yang berkonflik. Akibatnya mengurangi
kemungkinan konflik dimasa mendatang atas
masalah yang sama. Kolaboratif terhadap konflik menghasilkan manfaat jangka
panjang yang lebih positif bagi organisasi dari pada empat orientasi lainnya.
Manfaatnya mencakup keputusan berkualitas lebih baik, kepercayaan yang
meningkat, dan kepuasan yang meningkat dengan hasil dari tahapan konflik

4. Behavior (perilaku)
Tahapan keempat yaitu pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat masing-masing
pihak yang terlibat dalam konflik seperti membuat pernyataan, tindakan dan
reaksi balik. Dalam penyelesaian konflik diperlukan teknik-teknik untuk
menyelesaikan konflik yang disebut dengan manajemen konflik. Para manajer
dalam mengendalikan konflik menggunakan manajemen konflik sehingga
mampu menyelesaikan persoalan. Manajemen konflik merupakan penggunaan
teknik resolusi dan stimulasi untuk memperoleh level konflik yang diinginkan.
5. Outcomes (hasil)
Tahap kelima adalah konsekuensi yang dihasilkan dari konflik. Hasil dapat
bersifat fungsional maupun disfungsional. Hasil konflik bersifat fungsional
artinya bahwa hasil dari konflik yang berakibat perbaikan kinerja individu,
kelompok maupun orang lain. Konflik disfungsional artinya hasil konflik yang
berakibat hambatan bagi kinerja individu maupun kelompok lain.
Jenis Konflik dalam Organisasi

Konflik organisasi terjadi dibeberapa tingkatan dan muncul dalam bentuk yang berbeda.
Berbagai tingkatan dan jenis konflik seringkali memiliki sumber dan akar yang berbeda.
Memahami tingkat dan jenis konflik dapat membantu seseorang mendiagnosis konflik
dan mengelola konflik secara efektif (Supartha and Sintaasih, 2017).
1. Konflik Intrapersonal
Merupakan konflik yang dialami seseorang yang berhubungan dengan dirinya.
Konflik muncul karena:
a. Ancaman terhadap nilai-nilai dasar orang tersebut
b. Karena perasaan diperlakukan tidak adil oleh organisasi, atau dari berbagai
sumber sosialisasi dan kontradiktif
c. Karena seorang karyawan melihat tindakan dalam organisasi yang dia
anggap ilegal atau tidak etis
d. Karena adanya tekanan peran dan ekspektasi dari luar dirinya yang tidak
sesuai dengan keinginan dan harapannya
e. Karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.
2. Konflik Antarpersonal
Merupakan konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih. Konflik antar
individu seperti antara pelanggan dengan penjualan. Konflik antar pribadi
biasanya terjadi karena berbagai alasan termasuk perbedaan pandangan
mendasar tentang apa yang harus dilakukan, upanya mendapatkan lebih banyak
sumber daya atau orientasi kerja dan waktu.
3. Konflik Antarkelompok
Merupakan konflik yang terjadi antara satu kelompok dengan kelompok lain
yang bersifat kolektif. Konflik dalam suatu kelompok kemungkinan besar akan
menjadi yang tertinggi selama tahap awal pengembangan kelompok ketika ada
perbedaan yang kuat di antara anggota. Konflik dapat dipengaruhi oleh
keinginan masing-masing kelompok untuk mengejar kepentingan kelompoknya
masing-masing. Konflik antar kelompok akan sangat mempegaruhi kinerja dari
organisasi beberapa faktor yang menyebabkan konflik antar kelompok antara
lain disebabkan karena :
a. Ketergantungan kerja, konflik yang muncul karena adanya ketergantungan
kerja antara bagian satu dengan bagian lain meliputi ketergantungan
kelompok yang tidak membutuhkan terakhir tetapi memengaruhi kesuksesan
organisasi. Ketergantungan dalam mengerjakan pekerjaan di mana
kelompok
pertama harus menyelesaikan tugas yang kemudian dapat dikerjakan
kelompok berikutnya, ketergantungan timbal balik yaitu ketergantungan
menjadi input bagi kelompok berikutnya.
b. Perbedaan tujuan, dalam organisasi adanya tugas, tujuan yang terspesialisasi
sehingga menimbulkan konflik prioritas.
c. Perbedaan persepsi berkaitan dengan perbedaan sikap, nilai antara anggota
kelompok.
d. Konflik yang muncul disebabkan adanya batasan tanggung jawab dan tujuan
yang tidak jelas
4. Konflik Intra Organisasi
Merupakan semua jenis konflik yang terjadi dalam suatu organisasi. Konflik
dapat terjadi antar unit baik secara struktural, fungsional maupun hubungan
vertikal dan horizontal dalam organisasi. Konflik hubungan secara vertikal
seperti hubungan manajer dengan bawahan, hubungan konflik secara horizontal
yaitu konflik yang terjadi antar departemen atau kelompok kerja. Contoh adanya
pengambilan keputusan yang tumpang tindih, adanya tuntutan kenaikan gaji
dikarenakan biaya hidup semakin tinggi.
5. Konflik Antar Organisasi
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya saling ketergantungan antara
perusahaan dengan perusahaan lain. Contohnya adanya ketergantungan antara
perusahaan dengan pemasok, distributor maupun pelanggan.
Pengertian Negosiasi
Negosiasi diartikan sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat kesepakatan antara
dua belah pihak atau lebih dalam pertukaran barang atau jasa sehingga menghasilkan
kesepakatan kerjasama (Wijayati, 2009). Negosiasi muncul karena adanya perbedaan
pendapat antara kedua belah pihak sehingga perlu dilakukan kerjasama untuk mencapai
sebuah kesepakatan. Negosiasi diharapkan menghasilkan kesepakatan yang adil dan
masuk akal sehingga memuaskan kedua belah pihak (Sritumini, 2005).
Negosiasi diartikan sebagai proses tawar menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam
sebuah konflik, (Inayah, 2014). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
negosiasi adalah upaya mencari jalan keluar atau mencari penyelesaian dari pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik sehingga menghasilkan kesepakatan bersama.

Strategi Negosiasi

Negosiasi terdiri dari dua pendekatan antara lain sebagai berikut :

1. Negosiasi distributif
Negosiasi distributif merupakan perundingan bersama yang menghasilkan
capaian yang ditetapkan. Negosiasi distributif bersifat membagi sumber daya
yang jumlahnya tetap. Tujuan dari negeosiasi distributif adalah untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak- banyaknya sehingga terdapat situasi
menang-kalah. Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi akan ada pihak
yang menang dan pihak yang kalah. Dalam negosiasi distributif adanya pihak
yang merasa lebih dari pihak lain dan memiliki kepentingan yang berbeda dan
memiliki hubungan kerjasama yang bersifat jangka pendek.
2. Negosiasi Integratif
Merupakan perundingan yang menghasilkan pemecahan bersama yang saling
menguntungkan yang mana kedua belah pihak merasa puas atas hasil negosiasi.
Negosiasi dengan satu atau lebih penyelesaian dapat menciptakan pemecahan
masing-masing sehingga masing-masing perunding mendapatkan keuntungan
dan kemenangan. Negosiasi ini menciptakan situasi menang-menang Negosiasi
integratif dapat menjaga hubungan jangka panjang dan mempermudah kerja
sama dimasa yang akan datang seperti negosiasi penjualan kredit

Sebelum melakukan negosiasi maka seorang negosiator perlu mempersiapkan hal-hal


berikut seperti: (a) waktu yang tepat; (b) Tempat yang tepat; (c) Pengaturan tempat
duduk dan sarana fisik; (e) Menciptakan suasana yang
positif dan santai; (f) Menetapkan agenda; (g) Merumuskan tawaran atau posisi
pembuka; (h) Menghadapi konflik; (i) Berkomunikasi secara efektif; (j) Meningkatkan
keterampilan mendengar; (k) Peringatan; (l) Mencari kesepakatan yang lebih cepat
(Sritumini, 2005).

Model dari negosiasi memiliki lima langkah antara lain sebagai berikut :

1. Persiapan dan Perencanaan, Sebelum melakukan negosiasi maka kita perlu


mengetahui apa tujuan kita melakukan negosiasi dan kita dapat memprediksi
kira-kira hasil yang mungkin didapatkan dari paling baik hingga paling
minimum yang dapat diterima. Dalam proses negosiasi ada beberapa hal yang
harus dipersiapkan dan direncanakan. Hal-hal tersebut antara lain
a. Dasar munculnya konflik.
b. Faktor pendorong konflik diselesaikan di meja perundingan.
c. Pihak yang terlibat dalam konflik.
d. Persepsi masing-masing pihak tentang konflik.
e. Tujuan dari negosiasi.

Informasi yang perlu di persiapkan dalam menghadapi negosiasi mengenai pihak


lain adalah :

a. Apa yang pihak lain inginkan.


b. Seberapa besar pihak lain bertahan dengan keinginan mereka.
c. Hal yang penting bagi mereka.
d. Hal yang ingin mereka selesaikan.

Saat negosiasi berlangsung masing-masing pihak akan siap dengan pendirian mereka
dan siap untuk memberikan argumen-argumen terhadap keinginan pihak lawan
sehinga perlu adanya strategi agar kedua belah pihak mau menerima hasil keputusan
yang terbaik bagi kedua belah pihak atau menghasilkan nilai terendah yang dapat
diterima dari hasil perundingan.

2. Penentuan Aturan Dasar


Persiapan dilakukan dengan mengembangkan strategi pada tahapan awal dengan
menentukan prosedur dan aturan-aturan mengenai perundingan dengan pihak
lain dalam negosiasi seperti :
a. Tim yang melakukan perundingan.
b. Lokasi tempat perundingan.
c. Waktu yang melakukan perundingan.
d. Batasan masalah dalam perundingan.
e. Prosedur yang harus dilakukan jika tidak menemukan kesepakatan.
f. Dalam tahapan ini setiap tim dapat mediskusikan tuntutan awal mereka.
1. Penjelasan dan Pembenaran
Setiap pihak akan melakukan pemaparan, penguatan, klarifikasi,
mempertahankan dan menjustifikasi tuntutan awal mereka.
2. Tawar menawar dan Pemecahan masalah
Tawar menawar dilakukan dalam proses perundingan untuk mencapai sebuah
solusi yang berguna bagi kedua belah pihak dan pada tahap ini kedua belah
pihak melakukan sebuah konsesi atau kontrak.
3. Penutupan dan Pelaksanaan
Langkah terakhir dalam negosiasi adalah melakukan persetujuan dan
memformalkan kesepakatan yang telah dicapai serta menyusun prosedur yang
diperlukan untuk implementasi dan pengawasan.
Perbedaan Individu dalam Negosiasi

Dalam negosiasi perlunya sikap dan suasana positif yang mendukung sehingga
menghasilkan kondisi yang baik. Ada beberapa sifat-sifat yang memengaruhi hasil
negosiasi seperti sifat kepribadian, perbedaan gender, perbedaan kultur.

Perbedaan sifat tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Kepribadian dalam negosiasi


Sifat seseorang dalam negosiasi akan berpengaruh terhadap hasil dari negosiasi
tersebut seperti sikap introvert seringkali gagal dibandingkan dengan sikap yang
introvert, sikap yang menyenangkan dan suasana hati dapat memengaruhi proses
negosiasi.
2. Perbedaan gender
Sikap dalam bernegosiasi dapat dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin.
Negosiasi yang dilakukan wanita tidak berbeda dengan negosiasi yang
dilakukan pria walaupun kelihatannya negosiasi pria dianggap lebih baik
hasilnya. Pria dan wanita dianggap memiliki dasar kekuasaan yang sama dalam
melakukan negosiasi.
3. Perbedaan Budaya
Gaya dalam bernegosiasi dipengaruhi oleh budaya dan kultur. Perbedaan budaya
dianggap memengaruhi jumlah dan tipe persiapan negosiasi, teknik yang
digunakan dan kapan negosiasi itu akan dilakukan.
Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga

Negosiasi tidak selamanya berlangsung antara kedua belah pihak. Dalam melakukan
negosiasi dapat juga melibatkan pihak ketiga sejak awal dilakukannya negosiasi. Proses
negosiasi yang rumit antar kedua belah pihak dapat dibantu dari pihak ketiga.

Terdapat tiga peranan dari pihak ketiga yaitu mediator, arbitrator dan konsiliator,
(Widiyanto, 2018).

1. Mediator (Penengah)
Mediator merupakan pihak ketiga yang bersifat netra yang berfungsi untuk
memfasilitasi penyelesaian negosiasi dengan menggunakan penalaran,
pembujukan, pemberian usulan dan saran alternatif sesuai dengan kapasitasnya
sebagai fasilitator. Mediator bekerja untuk membantu kedua belah pihak dan
memengaruhi bagaimana kedua belah pihak. Rekomendasi mediator tidak
memiliki kuasa yang mengikat dan pihak yang terlibat dapat tidak menggunakan
rekomendasi dari mediator.
2. Arbitrator (Wasit)
Arbitrator merupakan pihak ketiga yang selalu menghasilkan penyelesaian dan
memiliki wewenang memaksa agar terjadinya sebuah kesepakatan. Arbitrator
memiliki kewenangan untuk mendiktekan kesepakatan.
3. Konsiliator (Perujuk)
Konsiliator merupakan orang atau pihak ketiga yang dipercaya dan netral yang
bertugas untuk menjembatani proses komunikasi antar kedua belah pihak yang
bersitegang. Konsiliator tidak memiliki wewenang memengaruhi hasil
negosiasi.
4. Konsultasi
Konsultasi merupakan pihak ketiga yang memiliki kecakapan dalam
menyelesaikan persoalan, mampu memfasilitasi pemecahan masalah yang lebih
difokuskan pada hubungan antar pihak dibanding isu yang substantive.
F. Mengidentifikasikan dan menganalisis komitmen organisasi
Komitment organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan
memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Stephen P. Robbins
didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada
pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi
berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah
guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan kebijakan-
kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komitmen yang kuat terhadap
sekolah tempat dia bekerja.

Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment) adalah sikap


yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada
organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan
melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.

Menurut Fred Luthan (2005), komitmen organisasi didefinisikan sebagai:


1. keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;
2. keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan
3. keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata
lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada
organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
kemajuan yang berkelanjutan

Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen


yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen
organisasi pada diri karyawan:

1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan


menejer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2. Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas misi dan ideologi;
berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan
orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi,
3. Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
koprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif,
4. Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai;
keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul
bersama,
5. Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan;
mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan;
menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

Cut Zurnali (2010) mendefinisikan pengertian komitmen organisasional dengan


mengacu pada pendapat-pendapat Meyer and Allen (1993), Curtis and Wright (2001),
dan S.G.A. Smeenk, et.al. (2006) dimana komitmen organisasional didefinisikannya
sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan
dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap
bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu:
komitmen afektif, komitmen kontinu dan komitmen normatif. Definisi komitmen
organisasional ini menarik, dikarenakan yang dilihat adalah sebuah keadaan psikologi
karyawan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Dan ini dirasa sangat sesuai untuk
menganalisis komitmen organisasional para karyawan dalam organisasi bisnis atau
organisasi berorientasi nirlaba.
BAB III

KESIMPULAN

Perilaku organisasi pada hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku yang di


kembangkan dari tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Artinya, memahami
perilaku organisasi berarti memahami perilaku individu, perilaku kelompok, sturuktur
organisasi dan bagaimana mengelola lingkungannya. Perilaku organisasi sebagai ilmu
pengetahuan sangat penting dipelajari untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah
perilaku manusia dalam organisasi, karena persoalan yang dihadapi organisasi
mempunyai berbagai macam penyebab sehingga diperlukan pendekatan khusus untuk
penyelesaian persoalan organisasi berdasarkan situasi dan kondisi manusia yang ada
dalam organisasi tersebut.

Dengan demikian, perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi ilmu terapan
yang mengkaji hubungan antar manusia dalam organisasi, baik manusia sebagai
individu maupun sebagai anggota kelompok, serta hubungan antara manusia dan
organisasi. Artinya, bahwa perilaku organisasi bisa mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksi, dan dapat mengendalikan perilaku manusia dalam organisasi. Dengan
mempelajari perilaku organisasi, akan dapat membantu manajer mengidentifikasi
masalah yang dihadapi, menentukan bagaimana cara mengkoreksinya, dan mengetahui
bahwa perubahan-perubahan akan membuat suatu perbedaan, yakni dengan
menggunakan pendekatan keperilakuan, sehingga dengan pendekatan perilaku
organisasi akan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas pegawai dalam
organisasi. Para pemimpin akan memberikan wewenang kepada orang-orang yang ada
dalam organisasi untuk merancang dan mengimplementasikan program-program yang
membawa perubahan, meningkatkan layanan pelanggan dan membantu pegawai
menangani konflik dalam organisasi dan dalam kehidupan pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/159389-Id
Dr. Arifin Tahir, M.Si (2014). Buku Ajar Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish.
Supartha, W.S, Sintaasih.D.K, (2017). Pengantar Perilaku Organisasi Teori, Kasus, Dan
Aplikasi Penelitian. Denpasar Timur: Cv. Setia Bakti
Sukarman Purba Dkk. (2020). Perilaku Organisasi. Medan: Yayasan Kita Menulis
Prof.Dr. H.A. Yunus.(2013). Perilaku Organisasi. Majalengka:Unit Penerbitan
Universitas Majalengka

Anda mungkin juga menyukai