Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIK I
“DISTRIBUSI ZARUT ANTARA DUA PELARUT YANG TIDAK
BERCAMPUR”

Nama : Windi Permata Sari


Nim : A1C120006
Kelas : Reguler B
Kelompok : 4

Dosen Pengampu : Dr. Yusnaidar, S,Si, M.Si

Nama Asdos :
Thifani Aulia Putri Pane (A1C118009)
Erik Surya Kurniawan (A1C118027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI

2021
PERCOBAAN 8

I. JUDUL : Distribusi zarut antara dua pelarut yang tidak bercampur


II. HARI, TANGGAL : Jumat, 5 November 2021
III. TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:

1. Untuk dapat menentukan konstanta keseimbangan suaru zarut terhadap dua pelarut
yang tidak bercampur, dan menentukan disosiasi zarut dalam pelarut tersebut
IV. LANDASAN TEORI
Bila dua macam pelarut yang tidak bercampur kita masukkan dalam suatu tempat
maka akan terlihat suatu batas, diantaranya hal ini menunjukkan dua pelarut tidak
bercampur. Jika suatu zarut dapat bercampur baik dalam pelarut I maupun pelarut II,
maka akan terjadi pembagian kelarutan ke dalam dua pelarut tersebut. Pada suatu waktu
terjadi kesetimbangan yang berarti zarut yang keluar dari pelarut yang lain dan
sebaliknya, sehingga banyaknya zat dalam pelarut II pada keadaan setimbang disebut
koefisien distribusi:
CI
K=
C II

dimana:

K = Koefisien distribusi

CI = Konsentrasi zarut dalam zarut I

CII = Konsentrasi zarut dalam zarut II

Harga K tetap jika berat molekul zarut pelarut I sama dengan berat molekul dalam pelarut
II. Jika berat molekul tidak sama akan terjadi disosiasi zarut atau asosiasi zarut dalam
salah satu pelarut.

misalnya:

Cn Nc

dalam solven I dalam solven II

2
Harga konstanta kesetimbangan :

Cn
K= C = 1 mol
Cn

C
Cn = mol
n

C n (air)
K= C
(organik )
n

C
log K = n log C (air) – log (organik)
n

log K = n log C (air) – log C (organik) – log n

n
log C (organik) = n log C (air) + log
K

Dengan membuat grafik log C organik melawan log C (air) maka akan didapat harga n
sebagai slope dan harga n/k sebagai intersep, sehingga harga K dapat ditentukan (Tim
Kimia Fisik 1, 2021).

Proses ekstraksi merupakan proses pemisahan unsur-unsur dalam campuran


larutan homogen berdasarkan perbedaan distribusi unsur-unsur yang memiliki sifat mirip
dalam dua cairan yang tidak saling bercampur. Pada ekstraksi cair-cair, satu atau lebih
komponen dari campuran homogen akan dipisahkan menggunakan pelarut cair atau
solvent berdasarkan prinsip perbedaan kelarutan (Biyantoro et al., 2017).

Ekstraksi pelarut didasarkan pada prinsip hukum distribusi nerst. Distribusi nerst
menyatakan bahwa dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute
yang dapat larut dalam kedua partai tersebut maka akan terjadi pembagian solute dengan
perbandingan tertentu. Perbandingan konsentrasi solute di kedua pelarut tersebut akan
tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut dinamakan
dengan tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Dari nilai koefisien distribusi yang
didapat akan ditentukan faktor pisah (FP) dari unsur satu dengan unsur lainnya. Faktor
bisa digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu proses ekstraksi dan mengetahui

3
kondisi optimum ekstraksi dan menjadi pembanding antara koefisien distribusi suatu
unsur dengan koefisien distribusi unsur yang lainnya (Handini et al., 2019).

Ekstraksi cair-cair melibatkan distribusi suatu zat terlarut atau salut diantara dua
fase air yang tidak saling bercampur. Melalui proses ekstraksi ion logam dalam pelarut air
akan ditarik keluar dengan suatu pelarut organik dan akan terpisah dari komponen
campuran nya. Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah jenis dan konsentrasi
ekstraktan, konsentrasi asam, waktu, dan kecepatan pengadukan (Dan et al., 2017).

Beberapa fase organik mudah membentuk emosi dengan fase cair, khususnya jika
terdapat partikel kecil atau terbentuk oleh pengendapan. Kemarin terakhir rasio
konsentrasi senyawa dalam kedua fase tersebut dinamakan koefisien partisi (K). Senyawa
yang berbeda akan mempunyai koefisien partisi yang berbeda, sehingga jika suatu
senyawa sangat polar koefisien partisi relatifnya ke fase polar lebih tinggi daripada
senyawa non polar (Najib. Ahmad, 2018)

Oleh karena ekstraksi merupakan proses kesetimbangan dengan efisiensi terbatas,


maka sejumlah tertentu analisis akan tertahan di kedua fase. Fesetimbangan kimia yang
melibatkan perubahan PH, kompleksasi, pasangan ion, dan sebagainya dapat digunakan
untuk meningkatkan perolehan kembali analit atau menghilangkan pengganggu (Syah.
Dahrul, 2018).

V. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

5.1 Alat

1. Corong pisah
2. Gelas ukur
3. Sudip
4. Corong
5. Pengaduk
6. Pipet tetes
7. Erlenmeyer

4
5.2 Bahan

1. Eter
2. Asam asetat
3. Indikator PP
4. NaOH
5. Aquades
VI. PROSEDUR KERJA

Erlenmeyer

Dibuat asam asetat dengan konsentrasi 1N, 0,75 N, 0,5 N


Diambil 10 ml larutan asam asetat
Buret

Dititrasi dengan NaOH dengan bantuan indikator PP


sebanyak 3 tetes
Dititrasi hingga terjadi perubahan warna
Corong pisah

Dimasukkan 25 ml asam asetat 1N


Dimasukkan eter sebanyak 25 ml
Ditutup corong pisah
Digoncang hingga terbentuk kesetimbangan (terbentuk 2
lapisan dalam corong pisah)
Dibuka sesekali corong pisah untuk mengeluarkan gas agar
tidak terjadi ledakan
Diambil lapisan air untuk dititrasi
Ditentukan konsentrasi asam asetat dalam air tersebut

Buret

Diambil 10 ml lapisan air yang terbentuk dalam corong


pisah
Dititrasi larutan
Dimasukkan 3 tetes indikator PP dengan NaOH

5
Dilakukan hal yang sama pada asam asetat konsentrasi 0,75
N dan 0,5 N
Hasil

VII. DATA PENGAMATAN


7.1 Tabel Titrasi Asam Asetat dengan NaOH
NO V Asam V NaOH Asam Asetat Perubahan Warna
Asetat (mL) (mL) (N)
1 10 19 1 Bening ke ungu-pink

2 10 18,1 0,75 Bening ke ungu-pink

3 10 10,5 0,5 Bening ke ungu-pink

7.2 Tabel Titrasi Asam Fase Air dengan NaOH


NO V Asam Fase V NaOH Asam Asetat Perubahan Warna
Air (mL) (mL) (N)
1 10 19,5 1 Bening ke ungu-pink

2 10 14,1 0,75 Bening ke ungu-pink

3 10 8,2 0,5 Bening ke ungu-pink

VIII. PERHITUNGAN
8.1 Penentukan Konsentrasi Asam Asetat
 Konsentrasi CH3COOH 1 N
Diketahui :
V CH3COOH = 10 ml
C NaOH = 0,5 N
V NaOH = 19 ml

6
( C ×V ) NaOH
C CH 3 COOH =
V CH 3 COOH
0,5 N ×19 ml
¿ =0,95 N
10 ml

 Konsentrasi CH3COOH 0,75 N


Diketahui :
V CH3COOH = 10 mL
C NaOH = 0,5 N
V NaOH = 18 ml
( C ×V ) NaOH
CH 3 COOH =
V CH 3 COOH
0,5 N ×18,1 ml
¿ =0,905 N
10 ml
 Konsentrasi CH3COOH 0,5 N
Diketahui :
V CH3COOH = 10 mL
C NaOH = 0,5 N
V NaOH = 10,5 ml
( C ×V ) NaOH
CH 3 COOH =
V CH 3 COOH
0,5 N ×10,5 ml
¿ ¿ 0,525 N
10 ml
8.2 Penentukan Konsentrasi Fasa Air
 C H 3 COOH 1 N
Diketahui :
VC H 3 COOH = 10 mL
C NaOH = 0,5 N
V NaOH = 19,5 mL
 
(C ×V ) NaOH
C air =
Vair

(0,5 ×19,5)NaOH
C air = =0,975 M
10 mL

7
 C H 3 COOH 0,75 N
Diketahui :
VC H 3 COOH = 10 mL
C NaOH = 0,5 N
V NaOH = 14,1 mL
 
(C ×V ) NaOH
C air =
Vair

(0,5 ×14,1) NaOH


C air = =0,705 M
10 mL
 C H 3 COOH 0,5 N
Diketahui :
VC H 3 COOH = 10 mL
C NaOH = 0,5 N
V NaOH = 8,25 mL
 
(C ×V ) NaOH
C air =
Vair
(0,5 ×8,25) NaOH
C air = =0,4125 M
10 mL
8.3 Penentuan Konsentrasi dalam Fase Organik
Konsentrasi asam asetat
• CH3COOH 1 N
C CH3COOH = 0,95 M
C air = 0,975 M
CPE = CH3COOH – Cair
= 0,95 – 0,975
= - 0,025 M
 CH3COOH 0,75 N

8
C CH3COOH = 0,905 M
C air = 0,705 M
CPE = CH3COOH – Cair
= 0,905 – 0,705
= 0,2 M

 CH3COOH 0,5 N
C CH3COOH = 0,525 M
C air = 0,4125 M
CPE = CH3COOH – Cair
= 0,525 – 0,4125
= 0,1125 M
8.4 Perhitungan Koefisien Distribusi
C1
 KD1 = C2
- 0,025
¿
0,975
¿ -0,0256
C1
 KD2 =
C2
0,200
¿
0, 705  
¿ 0,2836
C1
 KD3 = C2
0,115
¿
0, 41  
¿ 0,2804
KD 1+ KD 2+ KD 3
RATA – RATA ¿ ¿ 0,1796
3

Tabel hasil perhitungan

9
NO Asam Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi KD Log C1 Log C2
Asetat mula-mula di fase air di fase
(N) (C1) organik (C2)
1 1N 0,95 0,975 -0,025 -0,0256 -0,0109 0
2 0,75N 0,905 0,705 0,2 0,2836 -0,1518 -0,6989
3 0,5 N 0,525 0,41 0,115 0,2804 -0,3872 -0,9488
Rata-rata 0,7196

Grafik Log C1 vs log C2

Slope= 2,371653
Intersep= -0,11451 log C1 Vs Log C2
0
Slope = n, maka
-0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0
f(x) = 2.37 x −-0.2
0.11 log C1 Vs Log C2
n = 2,371653 R² = 0.84
Log C2

-0.4
Linear (log C1 Vs
-0.6 Log C2)
Intersep = n/K, maka
-0.8
K= Slope/Intersep -1
K = 2,371653/-0,11451 Log C1

K = -20,7113

IX. PEMBAHASAN
X. PERTANYAAN PASCA PRAKTIKUM
XI. KESIMPULAN
1. Asam asetat yang larut dalam air akan berada dibawah. Semakin banyak volume
NaOH 1 N yang dititrasi maka warna yang dihasilkan menjadi semakin pink.
Pada percobaan ini digunakan indikator pp karena titrasi yang dialkukan akan
menghasilkan basa pada keadaan setimbang . Pp adalah indikaor basa yang akan
berubah menjadi pink dalam suasana basa. Untuk menghitung konsentrasi Asam
Asetat digunakan rumus sebagai berikut :

10
XII. DAFTAR PUSTAKA

Biyantoro, D., Isyuniarto, I., & Masrukan, M. (2017). PEMISAHAN Zr – Hf SECARA


SINAMBUNG MENGGUNAKAN MIXER SETTLER. Urania Jurnal Ilmiah Daur
Bahan Bakar Nuklir, 22(3), 155–166. https://doi.org/10.17146/urania.2016.22.3.3184
Dan, P., Ilmiah, P., Dasar, P., Pengetahuan, I., & Teknologi, D. A. N. (2017). PROSIDING
PERTEMUAN DAN PRESENTASI ILMIAH PENELITIAN DASAR ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR Pusat Sains dan Teknologi

11
Akselerator. November, 429–436.
Handini, T., Sukarna, I. M., & Yuniyanti, A. D. (2019). Pemisahan Itrium dengan Cara
Ekstraksi Menggunakan Solven TOPO. Eksplorium, 39(2), 105.
https://doi.org/10.17146/eksplorium.2018.39.2.4419
Najib. Ahmad. (2018). Ekstraksi Senyawa Bahan Alam (1st ed.). Deepublish.
Syah. Dahrul. (2018). Pengenalan Teknologi Pangan (T. dan Y. H. E. Frandy (ed.)). PT
Penerbit IPB Press.
Tim Kimia Fisik 1. (2021). Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Jambi : Universitas Jambi.

XIII. LAMPIRAN
13.1Lampiran Gambar

12
Persiapan alat dan bahan

Titrasi asam asetat 1N

13
Pengocokan dengan corong pisah

Titrasi asam asetat 0,75 N

Titrasi asam asetat 0,5 N


13.2Lampiran Jurnal

14
15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai