Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebelum ini Arcandra Tahar tidak begitu dikenal publik, namun semua
berubah sejak ia dilantik sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral oleh
Presiden Jokowi menggantikan Sudirman Said pada 27 Juli 2016. Dua puluh
hari kemudian, pada 15 Agustus 2016, pria kelahiran Padang, 10 Oktober
1970 itu diberhentikan secara hormat oleh Presiden Jokowi karena memiliki
kewarganegaraan ganda, WNI sekaligus warga Amerika Serikat. Dia
pun mencatat rekor baru dalam sejarah kabinet di Indonesia menjadi orang
pertama yang menjabat menteri dalam waktu paling singkat hanya 20 hari.
Sejak itu popularitas doktor Ocean Engineering dari Texas A&M University
di AS pada 2001 ini meroket untuk menyedot perhatian publik, karena
kontroversi kewarganegaraannya.

Arcandra menyatakan, dia adalah orang Minang asli yang mengikuti


bersekolah di Padang sejak SD sampai SMA. Kemudian, lanjut kuliah sarjana
di ITB, hingga berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikan
dan bekerja di sektor perminyakan. Ia menceritakan pertama kali dipanggil
pulang ke Indonesia pada Rabu 20 Juli 2016 dengan pesan bahwa "Senin 25
Juli 2016 sudah harus sampai di Indonesia". Dia mengaku tidak diberitahu
mau dilantik sebagai apa. Dia baru bisa meninggalkan Amerika Serikat
menuju Indonesia pada Jumat 22 Juli. Arcandra pun pulang ke Indonesia
dengan membawa delapan koper; dua koper miliknya, dua koper milik sang
istri dan empat koper anaknya. Ketika pulang ke Indonesia setelah 20 tahun
hidup di AS, dia hanya dipesani "tidak boleh ada yang tahu kepulangannya
termasuk keluarga".

1
Dua bulan setelah "dipensiundinikan sebagai menteri", Arcandra
kembali dilantik oleh Presiden sebagai Wakil Menteri ESDM mendampingi
Ignasius Jonan demi mengurusi sektor energi, pertambangan dan sumber daya
alam. Ia bertekad membangun kemandirian bangsa dengan mengedepankan
kemanfataan pengelolaan sumber daya alam. Menurutnya, sumber daya alam
harus dikelola dengan prinsip kebermanfataan bukan menjadikannya
komoditas karena UUD 1945 jelas menyatakaan kekayaan alam dikelola dan
dikuasai negara serta digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Ia memberi contoh, jika gas dijadikan komoditas maka cukup dijual


saja sehingga dapat keuntungan, tetapi kalau mengedepankan asas
kemanfaatan, bisa dibuat produk turunan dari gas, seperti pupuk hingga
industri petrokimia sehingga nilai untung gas berlipat-lipat. Semakin banyak
turunan sumber daya alam, semakin tinggi nilai kemanfataannya, ujar
Arcandra. Dia juga menekankan, pentingnya menjaga kemandirian bangsa
pada bidang energi agar negara menjadi berdaulat.

2
BAB II
DASAR HUKUM TERKAIT KASUS

Status kewarganegaraan Indonesia mantan menteri ESDM Arcandra Tahar


batal dicabut. Hal itu dinyatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Yasonna Laoly, dalam rapat dengan Komisi III Bidang Hukum DPR.

Menteri Yasonna membeberkan runtutan kembalinya status Arcandra


sebagai warga negara Indonesia. Arcandra, kata dia, telah mengajukan pencabutan
kewarganegaraan Amerika Serikat yang ia miliki. Arcandra sebelumnya memang
sempat menyandang kewarganegaraan ganda –AS dan Indonesia– yang tidak
diakui dalam hukum Indonesia. Pasal 23 Undang Undang Kewarganegaraan
Republik Indonesia mengatur, apabila seseorang memperoleh kewarganegaraan
lain karena kemauan sendiri, maka status WNI yang bersangkutan hilang.

Secara formal, kata Yasonna, Pasal 30 UU Kewarganegaraan


menyebutkan ketentuan lebih lanjut tentang kehilangan dan pembatalan WNI,
yakni diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Atas kasus dugaan bipatride Arcandra, Kementerian Hukum dan HAM


memeriksa perkara tersebut. Arcandra ditanyai Direktorat Jenderal Imigrasi
melalui Sekretariat Negara. Arcandra mengaku memiliki dua paspor dan telah
menjadi warga negara Amerika Serikat. Atas pengakuan itu, paspor WNI
Arcandra hendak dicabut.

3
Namun saat proses pencabutan WNI Arcandra tengah berlangsung, lulusan
Teknik Mesin ITB itu ternyata diketahui sudah mengajukan kehilangan
kewarganegaraan (certificate of loss of nationality) ke Kedutaan Besar AS. Surat
kehilangan kewarganegaraan AS milik Arcandra diajukan ke pemerintah AS di
bawah sumpah pada 12 Agustus 2016, yakni 16 hari sesudah dilantik Presiden
Jokowi menjadi Menteri ESDM (27 Juli), dan tiga hari sebelum ia kehilangan
jabatannya karena kasus kewarganegaraan tersebut (15 Agustus). Tiga hari
sesudah surat kehilangan kewarganegaraan AS diajukan Arcandra, yakni 15
Agustus, pemerintah AS mengeluarkan surat persetujuan pencabutan
kewarganegaraan Arcandra sebagai warga negara AS.

Artinya, pada hari di mana Arcandra dicopot Jokowi sebagai menteri,


pemerintah AS mencabut kewarganegaraan AS miliknya. “Pada surat itu
dikatakan, 'Certificate of loss of nationality. Approved. Overseas citizens services.
Departement of State. Itu dari Kemlu mereka,” kata Yasonna di hadapan Komisi
III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9).

Untuk mengecek kebenaran hal itu, Kemkumham meminta surat


konfirmasi dari Kedubes AS. Pada 31 Agustus, pemerintah AS pun mengeluarkan
surat konfirmasi yang menyatakan status kewarganegaraan AS Arcandra telah
dicabut. “Jadi yang bersangkutan (Arcandra) kehilangan kewarganegaraan
Amerika Serikat,” kata Menteri Yasonna.

Atas dasar itu, Yasonna menghentikan proses pencabutan status WNI


Arcandra. Sebab, artinya kini Arcandra tidak lagi menyandang kewarganegaraan
ganda. Aturan hukum Indonesia, kata Yasonna, tidak mengenal
dwikewarganegaraan, juga tidak memperbolehkan seseorang tak
berkewarganegaraan (stateless).

“Karena dia sudah kehilangan kewarganegaraan AS, maka kami menyetop


prosedur kehilangan kewarganegaraan (Indonesia),” kata Yasonna.

4
Jika proses pencabutan status WNI Arcandra tetap dilakukan, ujar Yasonna, maka
dia sebagai pejabat negara akan dikenai sanksi pidana lantaran telah membuat
seseorang tidak memiliki kewarganegaraan

 Prosedur Hukum Naturalisasi Kewarganegaraan Ganda Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

a. Pasal 55

(1) Perempuan atau laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin


dengan laki-laki atau perempuan warga negara asing kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia karena menurut hukum negara asal
suami atau istri, kewarganegaraan istri atau suami mengikuti
kewarganegaraan suami atau istri sebagai akibat perkawinan tersebut.

(2) Jika perempuan atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat
pernyataan mengenai keinginannya kepada Menteri melalui Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal orang yang mengajukan pernyataan.

(3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan


setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinan berlangsung, dibuat dalam
bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup dan sekurang-kurangnya
memuat: a. nama lengkap orang yang mengajukan pernyataan; b. tempat
dan tanggal lahir; c. jenis kelamin; d. alamat tempat tinggal; e. pekerjaan;
f. kewarganegaraan suami atau istri; g. status perkawinan; dan h. nama
lengkap suami atau istri.

(4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus


dilampiri dengan: a. fotokopi kutipan akte kelahiran orang yang
mengajukan pernyataan yang disahkan oleh Pejabat atau Perwakilan
Republik Indonesia; b. fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah
orang yang mengajukan surat pernyataan yang disahkan oleh Pejabat atau

5
Perwakilan Republik Indonesia; c. fotokopi paspor Republik Indonesia,
surat yang bersifat paspor, atau surat lain yang dapat membuktikan bahwa
orang yang mengajukan surat pernyataan pernah menjadi Warga Negara
Indonesia yang disahkan oleh Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia;
d. surat pernyataan menolak menjadi warga negara asing dari orang yang
mengajukan surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang
disetujui oleh pejabat negara asing yang berwenang atau kantor perwakilan
negara asing; dan e. pasfoto berwarna terbaru dari orang yang mengajukan
surat pernyataan berukuran 4X6 (empat kali enam) sentimeter sebanyak 6
(enam) lembar.

b. Pasal 56

(1) Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia setelah menerima


pernyataan memeriksa kelengkapan persyaratan pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

(2) Dalam hal pernyataan belum lengkap, Pejabat atau Perwakilan


Republik Indonesia mengembalikan kepada orang yang mengajukan
pernyataan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal pernyataan diterima untuk dilengkapi.

(3) Dalam hal pernyataan telah dinyatakan lengkap, Pejabat atau


Perwakilan Republik Indonesia menyampaikan kepada Menteri dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pernyataan diterima secara lengkap.

c. Pasal 57

(1) Menteri memeriksa pernyataan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 56 ayat (3) dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal pernyataan diterima dari Pejabat atau Perwakilan
Republik Indonesia.

6
(2) Dalam hal pernyataan belum lengkap, Menteri mengembalikan
pernyataan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pernyataan diterima dari Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia
untuk dilengkapi.

d. Pasal 58

(1) Dalam hal pernyataan telah lengkap, dalam waktu paling


lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan diterima
dari Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia, Menteri menetapkan
keputusan bahwa orang yang mengajukan pernyataan, tetap sebagai Warga
Negara Indonesia.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan


kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia untuk diteruskan
kepada orang yang mengajukan pernyataan dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal Keputusan Menteri diterima dan
tembusannya disampaikan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik
Indonesia

7
BAB III
KRONOLOGI KASUS

Kronologi Arcandra Tahar Dipecat Jadi Menteri Gara-Gara Paspor AS,


Tak banyak yang tahu siapa sosok Arcandra sampai pada Rabu 27 Juli 2016
Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa pria berdarah Minang ini menjadi
Menteri ESDM. Pada hari yang sama Jokowi pun melantik Arcandra bersama
jajaran menteri lain pada reshuffle jilid kedua.

Sejak saat itu, Arcandra menjadi buah bibir. Apalagi pria ini rela pulang ke
Indonesia setelah 20 tahun tinggal di Amerika Serikat. Di Negeri Paman
Sam, Arcandra menjabat sebagai Presiden Direktur Petroneering di Houston
Texas, AS.Dia juga disanjung karena memiliki tiga hak paten pada bidang
pengembangan migas lepas pantai. Candra merupakan jebolan teknik mesin
Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia melanjutkan studi strata 2 dan 3 di A&M
University Texas Amerika jurusan Ocean Engineering.

Candra memiliki pengalaman lebih dari 14 tahun di bidang hidrodinamika


dan rekayasa lepas pantai. Arcandra juga telah bekerja di berbagai perusahaan
migas baik sebagai pengembang maupun produksi seperti Spar, TLP, Compliant
Tower, Buoyant  Tower dan Multi Colum Floater selama 13 tahun terakhir.
Banyak yang menaruh harapan pada sosok pria ini. Termasuk Menko
Kemaritiman Luhut Panjaitan yang mengaku siap pasang badan untuk Arcandra.

Saat pertama dilantik jadi Menteri ESDM, Candra mengatakan, sektor


ESDM telah berjalan dengan baik meski ada yang perlu diperbaiki. Ia melihat
sektor ESDM telah transparan, dulunya yang diibaratkan sebagai lorong gelap
telah menunjukkan perbaikan. Dia pun mengajak jajaran Kementerian ESDM
meneruskan perbaikan tersebut. Dirinya telah diberikan amanah dari Jokowi untuk
memajukan sektor energi dan sumber daya mineral sesuai dengan visi misi

8
Nawacita. Dia mengakui hal tersebut tidak mudah. Namun, dengan bantuan
seluruh pihak hal tersebut akan ringan.

Namun, dalam beberapa waktu belakangan ini Candra diterpa isu yang
kurang mengenakan. Arcandra dikabarkan memiliki dua kewarganegaraan yang
mengancam posisinya sebagai menteri. Arcandra diduga memiliki paspor
Amerika Serikat. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto
mengatakan pemerintah mempelajari dugaan kewarganegaraan ganda yang
dimiliki Menteri ESDM Archandra Tahar. Dalam beberapa kesempatan
Arcandra juga membantah kalau dia adalah WNA. Dia mengaku masih memiliki
paspor Indonesia yang masih berlaku. Meski begitu, isu kewarganegaraan
Arcandra ini semakin panas. Hingga akhirnya pada 15 agustus 2016,
Arcandra Tahar diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo.

9
BAB IV
ANALISA

Masalah status kewarganegaraan merupakan masalah yang sangat penting


jika dikaitkan dengan eksistensi suatu negara.1 Karena warga negara merupakan
salah satu unsur dari negara yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai
sebuah Negara.2 Di sisi lain status kewarganegaraan merupakan hak
konstitusional setiap individu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28D ayat (4)
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyebutkan
bahwa “setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Hal senada juga
disebutkan didalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (selanjutnya disingkat dengan DUHAM) menyebutkan bahwa “setiap
orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan, dan tidak seorang pun dengan
semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk
mengganti kewarganegaraannya”. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa dalam
mendapatkan suatu kewarganegaraan telah menjadi hak dasar bagi setiap individu,
termasuk bagi mereka yang berniat mengganti kewarganegaraan sebelumnya.

Tidak ada seorang pun atau sebuah organisasi manapun yang bisa semena-
mena melakukan pencabutan atau pelarangan terhadap seseorang untuk
memperoleh status kewarganegaraan tertentu.3 Prinsip yang umum dipakai untuk
pengaturan kewarganegaraan sampai saat ini adalah prinsip “ius soli” yaitu prinsip
yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, dan
prinsip “ius sanguinis” yaitu prinsip yang mendasarkan diri pada hubungan darah.

Berdasarkan prinsip “ius soli” seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah


hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan
dari negara tempat kelahirannya itu. Prinsip ini salah satunya dianut oleh United
State Of America (U.S.A) dan sebagian besar negara di Eropa. Sedangkan
berdasarkan prinsip “ius sanguinis” seseorang yang mempunyai pertalian darah
dengan orang tua dari negara tertentu, secara hukum dianggap sebagai warga

10
Negara mengikuti kewarganegaraan orang tuanya meskipun ia lahir di negara lain.
Salah satu negara yang menganut prinsip ini adalah Indonesia.

Dalam hal, negara tempat asal seseorang dengan Negara tempat ia


menetap atau menjadi warga Negara menganut sistem kewarganegaraan yang
sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara
yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan
yang menyebabkan seseorang menyandang status kewarganegaraan ganda atau
sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).

Sebagaimana kasus yang terjadi pada Pengangkatan Archandra Tahar


sebagai Menteri Negara Energi dan Sumber Daya Mineral pada akhir Juli 2016
menuai polemik. Dikarenakan Archandra Tahar diduga memiliki status
kewarganegaraan ganda, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, Presiden Joko Widodo telah memberhentikan dengan hormat Archandra
Tahar dari jabatan Menteri Negara Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal
20 Agustus 2016. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan, Indonesia secara tegas tidak mengenal status kewarganegaraan
ganda ataupun tanpa kewarganegaraan. Kewarganegaraan ganda yang diberikan
kepada anak dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan merupakan suatu pengecualian. Kewarganegaraan ganda hanya
dimungkinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c, d, h, dan l serta Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan yang menyebutkan sebagai berikut: (1) Anak yang lahir dari
perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga
negara asing, (2) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia, (3) Anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh
seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin, (4) Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari
seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara

11
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutanm, (5) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan
yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara
sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga
Negara Indonesia, serta (6) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5
(lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing
berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kasus kewarganegaraan ganda yang menimpa mantan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Archandra Tahar dan Anggota Paskibraka Gloria N. Hamel
membuat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan untuk merevisi
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Rencana revisi
atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dituangkan
dalam Program Legislasi Nasional 2014-2019 dengan pemrakarsa DPR yang akan
memasukan kewarganegaraan ganda untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini
dilakukan untuk mengakomodasi talenta-talenta pemuda Indonesia yang
berkewarganegaraan asing.

1. Pembahasan.
Pengaturan kewarganegaraan ganda dalam Undang-Undang Nomor 12
tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Warga Negara atau kewarganegaraan
merupakan salah satu unsur konstitutif keberadaan atau eksistensi suatu
negara, warga negara merupakan salah satu hal yang bersifat prinsipal dalam
kehidupan bernegara, tidak mungkin ada negara tanpa warga negara, begitu
juga sebaliknya. Kewarganegaraan menunjukkan hubungan hukum atau ikatan
secara timbal balik antara negara dengan warga negara. Kewarganegaraan
merupakan dasar yang sangat penting bagi negara untuk menentukan siapa
warga negara dan orang asing. Penentuan status kewarganegaraan dilakukan
berdasarkan asas kewarganegaraan yang diterapkan dalam suatu Negara.
Harus disadari bahwa setiap Negara memiliki kebebasan untuk menentukan
asas kewarganegaraan ini terkait dengan penentuan persoalan
kewarganegaraan seseorang. Asas kewarganegaraan merupakan pedoman

12
dasar bagi suatu negara untuk menentukan siapakah yang menjadi warga
negaranya10. Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa: “(1)
yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara. (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia. (3) Hal-hal mengenai warga negara dan
penduduk diatur dengan undang - undang”
Kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyebutkan bahwa: “Yang
menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undangundang sebagai
warga Negara”.
Berdasarkan ketentuan di atas menurut penulis bahwa pada dasarnya
kewarganegaraan merupakan sebuah tanda (identitas) yang menunjukan
adanya suatu ikatan berupa hubungan hukum antara seorang warga negara
(individu) dengan negara. Hubungan hukum tersebut kemudian menimbulkan
akibat hukum yang berupa munculnya hak dan kewajiban konstitusional
warga negara. Adapun yang dimaksud dengan hak konstitusional menurut
(constitutional right) menurut Jimly Asshiddiqie adalah hak-hak yang dijamin
di dalam dan oleh UUD 1945 (konstitusi).11 Siapapun dia jika diakui secara
sah sebagai warga negara secara yuridis memiliki hak konstitusional
(constututional right) yang dijamin dalam konstitusi sebuah negara.

2. Implikasi Hukum

Perkembangan globalisasi ekonomi dan hubungan internasional yang


sangat pesat dewasa ini telah mengakibatkan kemudahan terhadap arus
perputaran antara warganegara suatu negara menuju negara lain dengan alasan
politik, ekonomi, dan sebagainya. Mereka saling berinteraksi satu sama lain
sebagai penduduk suatu negara, bahkan ada yang mengikatkan diri dalam

13
suatu perkawinan hingga akhirnya menetap. Berkaitan dengan fenomena
tersebut, maka jaminan status kewarganegaraan sangat diperlukan untuk
mengukuhkan eksistensi suatu Negara maupun warganegara itu sendiri. Salah
satu aspek dari jaminan legalitas status kewarganegaraan tersebut adalah
masalah pewarganegaraan bagi warganegara asing yang berdomisili di suatu
Negara tertentu dan berkeinginan untuk mengganti kewarganegaraannya.
Menjadi tidak bermasalah apabila perpindahan dengan maksud menetap yang
diikuti dengan perpindahan kewarganegaraan hanya menimbulkan akibat
hilangnya salah satu kewarganegaraan. Akan tetapi fenomena yang muncul
adalah adanya tuntutan pemberlakukan kewarganegaraan ganda. Tuntutan ini
menimbulkan pertanyaan mengenai loyalitas dan kesetiaan (loyalty and
allegiance) yang biasanya melekat pada konsep kewarganegaraan.14
Menyikapi hal tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai melakukan
kajian-kajian dwi kewarganegaraan/kewarganegaraan ganda dari berbagai
perspektif, seperti Hukum Tata Negara, Hukum Kewarganegaraan dan
Keimigrasian, serta Hukum Internasional.

Kewarganegaraan ganda dalam konteks globalisasi, di satu sisi dapat


dipandang sebagai “internal globalization” (globalisasi internal) dimana
aturanaturan negara bangsa merespon ikatan-ikatan berbagai warga negara
lintas batas negara, di sisi lain, kewarganegaraan ganda juga dapat dipandang
sebagai “an incident of globalization” (kecelakaan dari globalisasi), mengingat
berbagai persoalan yang berujung pada klaim atas kewarganegaraan ganda
akibat migrasi internasional yang begitu masif dan tak terhindarkan sehingga
berujung pada persoalan hukum.

Secara umum, pengaturan kewarganegaraan ganda dalam hukum


kewarganegaraan Indonesia menjadi penting untuk diakomodasi. Bahkan dari
perspektif hak asasi manusia dalam hukum nasional, kewarganegaraan ganda
di Indonesia mendapatkan ruang pengaturan yang lebih luas, mengingat
jaminan hak atas kewarganegaraan dalam UUD NRI 1945, tidak dibatasi pada

14
klaim atas “satu kewarganegaraan”, namun hak untuk memilih
kewarganegaraan. Artinya, pilihan

satu atau dua kewarganegaraan, sangat berkaitan politik hukum nasional


kita untuk merespon globalisasi, melindungi hak asasi manusia, termasuk
mengantisipasi implikasi dari migrasi internasional, sekaligus memberdayakan
sumber daya manusia Indonesia di luar negeri untuk kepentingan nasional.

Munculnya tuntutan untuk diterapkannya kewarganegaraan ganda menjadi


pertimbangan bagi Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
yang menjadi tuntutan dari masyarkat yang berada diluar negeri untuk
diterapkannya kewarganegaraan ganda (dual nasionality) ke dalam perubahan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Walaupun tuntutan terhadap kewarganegaraan ganda mulai meluas,
namun sebagian negara selalu mengkaitkan pengakuan tersebut berdasarkan
“ikatan khusus” terhadap negaranya. Artinya, pengakuan kewarganegaraan
ganda sangat dimungkinkan untuk diberikan dengan kualifikasi tertentu.
Kualifikasi yang dimaksud terkait dengan kriteria subjek yang diakui memiliki
kewarganegaraan Indonesia dan secara simultan memiliki kewarganegaraan
asing. oleh karena asas kewarganegaraan yang menjadi dasar hukum
kewarganegaraan Indonesia adalah ius sangunis, maka pengakuan
kewarganegaraan ganda harus didasarkan pada asas tersebut. Artinya,
kewarganegaraan ganda hanya dimungkinkan bagi orang yang
kewarganegaraan asalnya (sejak kelahiran) adalah Indonesia (original
acquisition), dan kemudian mendapatkan status kewarganegaraan asing di
kemudian hari, termasuk bagi keturunannya (generasi kedua) yang
sebelumnya telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan. Dengan demikian, status Kewarganegaraan ganda
dikecualikan bagi orang asing yang mendapatkan status WNI melalui
perolehan kewarganegaraan secara derivatif (derivative acquisition), seperti
naturalisasi atau karena perkawinan campuran.

15
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kasus kewarganegaraan Arcandra Tahar yang dialami Arcandra Tahar
merupakan kasus yang unik dimana tiap – tiap negara memiliki aturan yang
berbeda serta menggunakan asas yang berbeda pula dalam penerapan aturan
status kewarganegaraan di negaranya, Arcandra menjadi warga negara
Indonesia kembali setelah tadinya berstatus kewarganegaraan ganda, ia
menjadi warga negara Indonesia kembali melalui penyataan tetap ingin
menjadi warga negara Indonesia dan tentu saja pengajuan pencabutan warga
negara Amerika yang dimilikinya.

2. Saran

Saran Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yakni sebagai berikut:
1. Perlu adanya pengaturan yang lengkap didalam Undang-Undang Nomor 12
tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang sesuai dengan perkembangan
zaman di era globlalisasi seperti sekarang ini tanpa harus merugikan
kepentingan Negara Republik Indonesia 2. Sebaiknya pemerintah mengkaji
secara mendalam terkait wacana revisi Undang-Undang Nomor 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan yang mengakomodir kewarganegaraan ganda
karena kewarganegaraan ganda tidak memberikan kepastian hukum kepada
warga.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suryana, Indonesia Kewarganegaraan Ganda, di akses di


http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160817_indonesia_
kewarganegaraan_ganda tanggal 7 November 2016

Jimly Asshiddiqie, Hak Konstitusional Di Indonesia, di akses di


http://elsiusaragae.blogspot.com/2010/08/hak-konstitusional-diindonesia.html,
tanggal 20 Januari 2017

Suryana, Indonesia Kewarganegaraan Gand di akses di


http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160817_indonesia_
kewarganegaraan_ganda tanggal 7 November 2016

17

Anda mungkin juga menyukai