Anda di halaman 1dari 5

STUDI KASUS EPIDEMOLOGI

“surveilans Gizi”

KELOMPOK 5

HARDIANTI (K21116315)
HENDRAWAN TUMAKAKA (K21116314)
AULIA MAGHFIRAH (K21116308)
RESKY BENY (K21116004)
NABILA MUSTAFAINA (K21116504)
SYARIFAH NURHALIMA (K21116305)
GHEA FRICILLIA (K21116509)
AMALIAH SUCI RAMADANI (K21116508)
SANDY PRATAMA (K21113012)
RISMA (K21116317)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
A. Surveilans gizi
Serveilans secara umum didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan
berkelanjutan melalui proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan intrepretasi, seta
penyebarluasan informasi kepada unit yang membutuhkan tindakan. Menurut SK
MENKES NO 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang penyelenggaraan system
survailans epidemiologi kesehatan. Pengamatan terus menerus dan dilaksanakan
secara sistematis terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya agar dapat dilakukan tindakan perbaikan atau penelitian melalui
kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan analisis/interpretasi data, diseminasi
informasi dan komunikasi ke berbagai pihak terkait. Menurt A.B Jahari 2012,
surveilens gizi diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974 dalam “World Food
Conference”. Sejak saat itu, konsep surveilans gizi berevolusi dan diaplikasikan
dibanyak Negara berkembang. Tujuan dari surveilans gizi adalah :
1. Untuk memberikan informasi yang berguna bagi perencanaan dan perumusan
program.
2. Untuk memantau kondisi masyarakat.
3. Untuk identifikasi wilayah beresiko tinggi/sebagai alat “early warning system”.
4. Untuk mengidentifikasi perubahan keadaan gizi dari waktu kewaktu.
5. Untuk memonitor dampak intervensi.
6. Untuk meningkatkan kapasitas / “Capacity Building” dalam pemantauan status
gizi masyarakat.
7. Untuk memfasilitasi pemanfaatan informasi bersama sector terkait lainnya.

Informasi yang dihasilkan dari kegitan surveilans gizi berguna sebagai


dasar pengambilan keputusa, penrencanaan dan pengelolaan program yang
berkaitan dengan perbaikan gizi masyarakat. Tanpa system survailans yang
memadai mulai dari tingkat nasional sampai tingkat lokal kemungkinan masalah
gizi yang timbul dimasyarakat akan berlangsung terus menerus tanpa diketahui
perkembangannya dan tentu akan mempersulit dalam perumusan program yang
tepat untuk menanggulanginya. Tanpa data dan informasi memadai kejadian kasus
gizi masih akan terus berlangsung dan menimbulkan ketidaksiapan kelanjutan
dalam menanggulanginya.

Pelaksanaan surveilans didasarkan pada surat Mekes no. 1209 taggal


19 oktober 1998 tentang instruksi setiap kasus gizi buruk diperlakukan seebagai
kejadian luar biasa (KLB) gizi. SK MENKES No 1479/SK/X/2003 tentang
pedoman penyelenggaraan sistem surveilens eidemologi penyakit menular dan
tidak menular terpadu.

System surveilans yang representative akan menggambarkan


karakterisitik epidemologi dari suatu peristiwa kesehatan dalam masyarakat lebih
baik. Disebutkan dalam pedoman menilai suveilans bahwa atribut mncakup system
surveilans mencakup 7 asas atau dikenal sebaga L.A.S.P.P.M.T berikut ini;

1. Lentur: artinya system surveilans dapat menysuaikan dnegan perubahan


informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan tanpa disertai
peningkatan yng berarti akan kebutuhan biaya, tenaga , dan waktu.
2. Akseptabilitas: merupakan atribut yang sangat subjektif yang mencakup
kemampuan petugas yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan system
surveilans untuk menyediakan data yang akurat
3. Sederhana: artinya surveilans sederhana dalam hal struktur dan kemudahan
pengorganisasian.
4. Peka: sensitifitas dalam pengumumpulan data, proporsi kasus, dan
kemampuanmendeteksi KLB
5. Prediktif positif: adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasi sebagai
kasus oleh suatu system surveilans dan kenyataannya memang kasus
6. Mewakili: dapat menggambarkan secara akurat terhadap kejadian dari suau
peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu dan distribusi peristiwa
trsebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang.
7. Tepat waktu: ketepatan waktu menggambarkan kecepatan atau kelambatan
diantara langkah – langkah dalam system surveilans.

Hasil penelitian WHO tahun 2003 melaporkan bahwa pelaksaan


kegiatan survailens di tingkat puskesmas ternyata masih menghadapi kendala
anatra lain berkaitan dengan:

1. Kebiajakan system surveilans yang belum dipahami sampai ke petugas


teknis dilapangan
2. Terbatasnya tenaga pelaksana survailens
3. Adanya ketidaksesuaian kompetensi
4. Terbatasnya dana pelaksanaan survailens di tingkat operasional
5. Belum optimal penggunaan sarana kesehatan dalam mendukung
pelaksanaan survailans

Hasil kajian bapenas 2006 menyebutkan bahwa dalam pelaksaan survailens di


tingkat puskesmas masih ditemukan beberpa maslaah yaitu:

1. Kualitas dan kuantitas tenaga survailens masih rendah


2. Dana yang terbatas
3. SOP survailens yang belum operasional
4. Sarana yang belum memadai
5. Serta ketepatan dan kelengkapan laporan dari puskesmas masih rendah .
Daftar Pustaka

Wiyono, Sugeng. 2016. Buku Ajar Epidemiologi Gizi : Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Sagung Seto

Sri, dewi. 2014. Factor factor yang berhubungan dengan hasil pelaksanaan surveilans gizi di
puskesmas se kota Bandar lampung. Jurnal kesehatan metro sai wawaivol VII no.2

Anda mungkin juga menyukai