Anda di halaman 1dari 6

PENATALAKSANAAN TERAPI WICARA PADA KASUS AFASIA BROCA

PASCA STROKE DI RSUD SALATIGA

TUGAS AKHIR

Oleh:
YOSEPHIN MAHARDIKA SOAKOKONE
NIM. P27229018107

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN TERAPI WICARA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TERAPI WICARA
TAHUN 2021
PENATALAKSANAAN TERAPI WICARA PADA KASUS AFASIA BROCA PASCA
STROKE DI RSUD SALATIGA

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya Kesehatan


Pada Progran Studi Diploma III Terapi Wicara Jurusan Terapi WIcara
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta

Oleh:
YOSEPHIN MAHARDIKA SOAKOKONE
NIM. P27229018107

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN TERAPI WICARA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TERAPI WICARA
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Stroke adalah penyebab kecacatan dan kematian yang utama. Data
departemen kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan bahwa stroke adalah
penyebab kematian dan kecacatan utama di rumah sakit. Stroke didefinisikan
sebagai defisit atau gangguan fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak dan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke terjadi akibat gangguan
pembuluh darah di otak, dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak (Laksmi & Rizaldy, 2010).Stroke merupakan
serangan otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja, itu terjadi ketika
aliran darah ke area otak terputus. Ketika ini terjadi sel-sel otak kekurangan
oksigen dan mulai mati. Ketika sel-sel otak mati selama stroke, kemampuan
yang dikendalikan oleh area otak seperti memori dan kontrol otot hilang
(National Stroke Association, 2016).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Janssen et al. (2011) dikutip dalam
Deteksi Dini Stroke Iskemia (2015) ditemukan bahwa dari 97 pasien yang
diteliti, dengan 48 orang didapati rentang usia 17-50 tahun. Ini membuktikan
bahwa stroke tidak hanya menyerang pada usia lanjut, tapi juga pada usia
dibawah 50 tahun. Indonesia jumlah penderita stroke sebanyak 830 per
100.000 penduduk dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan
adalah 600 per 100.000 penduduk. NAD merupakan provinsi dengan
prevalensi stroke tertinggi, yaitu sebesar 16,6 ‰ dan terendah di Papua
(3,8‰) (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukkan adanya peningkatan prevalensi stroke per 100.000 di
Indonesia, yaitu 830 pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.210 pada
tahun 2013.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh stroke salah satunya adalah afasia.
Afasia adalah suatu penyakit wicara dimana orang tidak dapat berbicara dengan
baik karena adanya penyakit pada otak (Soejono, 2008). Afasia biasanya
melukiskan suatu kerusakan atau pelemahan bahasa akibat terjadinya cedera
otak pada area dominan bahasa cerebral hemisphere (Darley 1982 dalam
Musdalifah 2010). afasia sebagai bagian dari gangguan neurology di mana
gangguan terjadi pada pusat bahasa ditandai oleh paraphasias, kesukaran
menemukan kata‐kata, pemahaman yang berbeda dan berubah lemah.
Disamping itu berkaitan pula dengan gangguan membaca dan menulis yang
lazim seperti dysarthria, konstruksi non‐ verbal, kesulitan menyelesaikan
masalah serta kelemahan dalam memberi dan merespon melalui isyarat (Kertezs
1979 dalam Musdalifah 2010).
Diperkirakan ada 80.000 kasus baru afasia per tahun di Amerika Serikat
(National Stroke Association, 2008). Menurut National Aphasia Association
(2011) sekitar 25% - 40% penyandang stroke mengalami Afasia. Sekitar 35% -
40% orang dewasa dengan stroke akut dirawat dirumah sakit dan didiagnosa
mengalami Afasia ketika mereka selesai menjalani perawatan (Dickey et al,
2010; Pedersen et al, 1995 dalam ASHA, 2018). Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 angka kejadian Afasia di
Indonesia sampai saat ini belum diketahui jumlah pastinya. Sedangkan untuk
prevalensi kasus afasia dengan kondisi pasca stroke di RSUD Salatiga, Jawa
Tengah sebanyak 5 pasien dari 8 jumlah pasien dewasa. Sehingga penulis
tertarik untuk mengangkat tugas akhir dengan judul penatalaksanaan terapi
wicara pada kasus afasia broca dengan kondisi pasca stroke di RSUD Salatiga,
Jawa Tengah.

B. Batasan Masalah
Pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah pada
Penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus Afasia Broca dengan kondisi Pasca
Stroke di RSUD Salatiga, Jawa Tengah. Klien memiliki permasalahan dalam
bahasa reseptif dan ekspresif. Dari limitasi tersebut, penulis hanya menangani
permasalahan dalam bahasa reseptif dan ekspresif pada klien tersebut.

C. Tujuan Tugas Akhir


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi wicara pada kasus
afasia broca dengan kondisi pasca stroke di RSUD Salatiga, Jawa
Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran sindroma-sindroma pada kasus Afasia
Broca.
b. Mengetahui gambaran tentang perencanaan terapi pada kasus
Afasia Broca.
c. Untuk mengetahui gambaran hasil selama terapi yang diberikan
pada klien dengan kasus afasia broca di RSUD Salatiga, Jawa
Tengah.
d. Untuk mengetahui gambaran faktor pendukung serta penghambat
ketercapaiaan tujuan terapi pada klien dengan kasus afasia broca
di RSUD Salatiga, Jawa Tengah.

D. Manfaat Tugas Akhir


1. Manfaat Teoritis
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
pengembangan keilmuan, penelitian, dan pengkajian mengenai
penatalaksanaan terapi wicara pada kasus afasia broca dengan kondisi
pasca stroke.
2. Manfaat Praktis
a. Keluarga
Diharapkan menjadi bahan masukan dan informasi bagi
keluarga klien agar dapat mengenali bagaimana penatalaksanaan
terapi wicara pada kasus afasia broca dengan kondisi pasca
stroke.
b. Institusi
Diharapkan berguna sebagai bahan masukan bagi institusi
pendidikan, khususnya Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surakarta Jurusan Terapi Wicara dalam meningkatkan wawasan
mahasiswa mengenai penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus
Afasia Broca.
c. Masyarakat
Diharapkan agar dapat menjadi sumber informasi dan edukasi
bagi masyarakat agar dapat mengetahui dan memperhatikan pada
kasus afasia broca dengan kondisi pasca stroke.

d. Penulis
Tugas akhir ini diharapkan penulis dapat meningkatkan
wawasan dan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat
mengenai penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus Afasia
Broca. Agar penulis mampu meningkatkan kemampuan
assessment, merencanakan program terapi, melakukan terapi,
evaluasi dan edukasi.

Anda mungkin juga menyukai