Dosen Pengampu :
Dr. Nur Rofiah
Di susun oleh :
Dicky Zulharomain
Terjemah adalah pengalihbahasaan perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lain yang
menjelaskan apa yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya, bahkan detail-detail teks
aslinya, untuk dialihbahasakan ke dalam teks penerjemah.2. Penerjemahan merupakan tindakan
komunikasi. Sebagai tindakan komunikasi kegiatan tersebut tidak terlepas dari bahasa. Dengan
demikian, penerjemahan merupakan kegiatan yang melibatkan bahasa, dan dalam
1 Anwar Nurul Yamin, Taman Mini Ajaran Islam Alternatif Mempelajari Al-Qur’an (Bandung: PT Remaja
Rosdaskarya, 2004), H. 101
2 Muhammad Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-Qur’an, ter. Thoha Musawa (Jakarta: Al-Huda, 2007), H. 268
pembahasannya tidak dapat mengabaikan pemahaman tentang konsepkonsep kebahasaan itu
sendiri.3
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjemah adalah proses
pengalihan bahasa dari bahasa pertama (bahasa sumber) ke dalam bahasa kedua (bahasa yang
diinginkan) dengan tidak keluar dari yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya.
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 1957 berisi tentang Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI sebagai
pemegang otoritas dalam pengawasan terhadap penerbitan dan pemasukan Al-Qur’an di
Indonesia. LPMQ berwenang memastikan semua Al-Qur’an yang ada di Indonesia bebas dari
kesalahan, dengan adanya aturan setiap Al-Qur’an yang terbit disertai tanda tashih. Tanda tashih
ini merupakan bukti bahwa Al-Qur’an tersebut telah dikoreksi oleh pentashih, sehingga
memenuhi syarat kelayakan terbit.
Mushaf Standar Indonesia merupakan mushaf Al-Qur’an yang dibakukan cara penulisan
teks, harakat, tanda baca, waqaf sesuai dengan hasil yang dicapai dalam Mukernas Ulama Ahli
Al-Qur’an sejak tahun 1974 s.d. 1983. Mushaf Standar Indonsia dijadikan pedoman bagi
penerbitan Al-Qur’an di Indonesia berdasar Keputusan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 1984
tentang Penetapan Mushaf Standard dan Instruksi Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Penggunaan Mushaf Al-Qur’an Standar sebagai Pedoman dalam Mentashih Al-Qur’an. Dengan
demikian, penerbitan mushaf Al-Qur’an di Indonesia menjadi lebih mudah dan seragam,
demikian juga dalam hal pengawasan.
Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia terdiri atas tiga jenis, yaitu Mushahaf Standar
Usmani, Mushaf Standar Bahriyah, dan Mushaf Braille. Tulisan ini akan menjelaskan tentang
para penulis mushaf standar, khususnya Mushaf Standar Usmani dan Mushaf Standar Bahriyah.
Mushaf Standar Usmani pertama kali ditulis oleh Muhammad Syadzali Sa'ad pada tahun
1973-1975 (1394-1396 H). Namun, sebagai "Mushaf al-Qur'an Standar Indonesia" dengan 'rasm
usmani' baru diresmikan pada tahun 1984 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri
Sementara itu, Mushaf Standar Bahriyah ditulis oleh kaligrafer M. Abdul Rozak Muhili,
kelahiran Lengkong Legok, Tangerang, 31 Desember 1914 dan wafat 1992. Ia mulai aktif
menulis kaligrafi sejak berusia 9 tahun ketika menuntut ilmu di Pesantren Kebagusan, Banten.
Sejak saat itu ia terus menulis, dan bekerja di percetakan hingga tahun 1935. Pada tahun 1960 ia
hijrah ke Surabaya untuk bekerja di percetakan Salim Nabhan. Diperkirakan ia telah menulis
sekitar 500 buku berbahasa Arab. Ia pun menulis kaligrafi untuk masjid, antara lain Masjid Raya
Aceh, Masjid Istiqlal, sebuah masjid di Padang, Kendari, Tangerang, Palembang, dan
Banjarmasin. Sebuah mushaf Al-Qur’an hasil karyanya diterbitkan oleh Toko Buku Lubuk
Agung, Bandung, yang diselesaikan selama dua tahun lebih, 1986-1988. Dua anaknya yang
mengikuti jejaknya sebagai kaligrafer, yaitu Muhammad Faiz dan Abdul Wasi’.
Penulisan kembali dalam format 15 baris per halaman itu secara resmi dimulai pada
tanggal 17 Rajab 1436 H/ 6 Mei 2015 M, bersamaan dengan perayaan Milad ke-18 Bayt Al-
Qur’an & Museum Istiqlal. Ayat pertama Bismillāh ar-Rahmān ar-Rahīm ditulis oleh Menteri
Agama H. Lukman Hakim Saifuddin dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an Prof. Dr. H.M. Quraish
Shihab, sebagai tanda dimulainya penulisan. Sebagaimana semua mushaf yang terbit di
Indonesia, jenis tulisan yang digunakan adalah Naskhi, suatu gaya khat yang sangat populer dan
sudah akrab di mata umat Islam Indonesia dan mayoritas umat Islam dunia. Pemilihan jenis khat
ini juga berdasarkan karakter tulisan Naskhi yang tampak formal, mudah dibaca, namun tidak
kehilangan pesona estetis kaligrafi Islam. Sementara, tulisan pelengkap seperti nama surah,
halaman sampul dan lainnya menggunakan khat Tsuluts. Pemilihan jenis khat ini dengan
mempertimbangkan aspek estetis dan kelaziman dalam penulisan mushaf Al-Qur’an.
Oleh karena itu, untuk menterjemahkan Al-Qur’an dengan baik, syarat-syarat berikut harus
diperhatikan:
a. Setiap kandungan ayat secara lahiriah, baik naskah asli atau naskah terjemahan, harus
diperhatikan dengan jeli. Makna ayat yang menyertakan rasionalitas dan membutuhkan
istidlal, maka hal ini harus dimasukkan dalam kategori penafsiran.
b. Memilih padanan makna seakurat mungkin dan idiom yang tepat untuk
mengalihbahasakannya. Makna dan pemahaman sempurna tentang ayat harus tercermin
dalam naskah terjemahan. Seandainya diperlukan penambahan idiom ayat atau kata,
maka harus diletakkan dalam kurung.
c. Terjemahan Al-Qur’an harus di bawah pengawasan para ahli yang memiliki penguasaan
cukup terhadap ilmu-ilmu agama agar teks terjemah itu terjaga dari kesalahan dan
penyimpangan.
d. Tidak menggunakan istilah-istilah ilmiah dan sulit dalam naskah terjemahan. Karena,
naskah terjemahan itu untuk konsumsi umum, tidak boleh mencantumkan pendapat
dalam naskah terjemahan.
Jadi Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah, baik tarjamah harfiyah
maupun tarjamah tafsiriyah adalah:
1. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa pertama
maupun bahasa terjemahnya
2. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari
kedua bahasa tersebut
3. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang dikehendaki
oleh bahasa pertama
4. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah
tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah tersebut.
Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penerjemah menyangkut dua hal, yaitu
pribadi penerjemah dan pekerjaan menerjemah.