Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASA

A. Pengertian Tarjamah
Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang artinya “salinan dari sesuatu
bahasa ke bahasa lain” atau berarti mengganti, menyalin dan memindahkan
kalimat dari suatu Bahasa ke Bahasa lain.2 Secara istilah, tarjamah adalah sa-
linan dari satu bahasa ke bahasa yang lain, atau mengganti, menyalin, memin-
dahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain atau dari bahasa Arab ke
bahasa yang lain sehingga dapat memahami kitab Allah SWT dengan peranta-
raan tarjamahan.

B. Sejarah Singkat Perkembangan Tarjamah Al-Qur an di Indonesia


Al-Quran merupakan mukjizat yang kekal, tak terbatas oleh ruang dan
waktu. Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk membimbing
manusia kepada jalan yang lurus. Al-Quran meski diturunkan di Arab kepada
Nabi Muhammad yang orang Arab, dan berbahasa Arab, tapi Al-Quran di-
turunkan untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk bangsa Arab. Maka
dari itu salah satu cara untuk memahami Al-Quran bagi kalangan non-Arab
adalah dengan adanya terjemah Al-Quran.
Awal mulanya banyak perdebatan di antara para ulama mengenai pen-
erjemahan Al-Quran ini. Para ulama yang menolak terjemah dengan berargu-
men bahwa menerjemahkan Al-Quran akan mengurangi kemukjizatan Al-
Quran. Salah seorang ‘alim Indonesia yang menjadi pelopor penerjemahan Al-
Quran di Indonesia adalah Mahmud Yunus. Ia merupakan seorang intelektual
asal Sumatera Barat yang dikenal melalui karya-karyanya. Kurang lebih 75
judul buku pernah ditulis olehnya. Salah satu kitab masyhur yang pernah di-
tulis oleh beliau dan sering dijumpai adalah Tafsir Qur’an Karim dan Kamus
Arab-Indonesia.Dalam skripsi yang disusun oleh Anisa Al-Basiroh, ia menu-
liskan bahwa Tafsir Qur’an al-Karim karangan Mahmud Yunus awalnya diter-

1
2
Endang Saeful Anwar. 2009. Tafsir, Ta’wil, Terjemahan dan Ruang Lingkup Pembahasan, Al-Fath,
Vol.3 No.2, 210.

2
jemahkan pada tahun 1922 dengan huruf Arab Melayu. Namun, sempat ter-
henti pada tahun 1924 karena beliau memilih melanjutkan pendidikannya di
Mesir.
Kemudian pada tahun 1935, Kiai Mahmud Yunus kembali mener-
jemahkan Al-Quran beserta tafsirnya yang diberi nama: Tafsir Al-Quranul Ka-
rim. Dan ia menerbitkannya sebanyak 2 juz setiap bulannya. Saat mener-
jemahkan juz 7 sampai juz 18, Mahmud Yunus dibantu oleh H.M. Bakry. La-
lu, pada April 1938 rampunglah terjemahan Al-Quran beserta tafsirnya
lengkap 30 juz dan didistribusikan ke seluruh Indonesia. Adib dalam
penelitiannya, Perkembangan Terjemah Al-Qur’an di Indonesia mengatakan
bahwa pemerintah Indonesia turut aktif dalam upaya penerjemahan Al-Quran
ke dalam Bahasa Indonesia. Salah satu upayanya yakni dengan membentuk
Lembaga Penyelenggara Penerjemah Al-Quran yang diketuai pertama kali
oleh Prof. RHA. Soenarjo, SH.
Lembaga ini berhasil menerjemahkan Al-Quran untuk pertama kalinya
pada 17 Agustus 1965. Terjemahan versi pertama ini diresmikan oleh Menteri
Agama saat itu, yaitu kiai Saifuddin Zuhri. Terjemahan ini dicetak dalam 3 ji-
lid yang setiap jilidnya berisi 10 juz. Lalu pada 1989, sebagaimana juga ditulis
dalam laman resmi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Kemenag melalui
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran melakukan kajian penyempurnaan ter-
jemahan Al-Quran di Indonesia. Penyempuarnaan ini tidak menyeluruh, hanya
fokus pada penyempurnaan redaksional yang dianggap tidak sesuai dengan
Bahasa Indonesia saat itu. Tim ini dipimpin oleh ketua Lajnah saat itu, yaitu
Drs. H. Abdul Hafidz Dasuki.
Pada tahun 1990, hasil penyempurnaan ini juga diterbitkan oleh
pemerintah Saudi Arabia. Mereka membagikan Al-Quran secara gratis dan
terjemahnya kepada jama’ah haji Indonesia saat itu sebelum kembali ke Indo-
nesia. Penyempurnaan selanjutnya dilakukan oleh Kemenag pada tahun 1998
sampai tahun 2002. Penyempurnaan kali ini lebih menyeluruh, sehingga me-
makan waktu empat tahun. Perbaikan yang dilakukan meliputi empat aspek.
Pertama, aspek Bahasa. Kedua, aspek konsistensi. Ketiga, aspek substansi.
Keempat, aspek transliterasi.

3
Awal penyempurnaan terjemah pada periode ini dipimpin oleh kepala
Lajnah saat itu, yaitu Drs. H. Ahmad Hafidz Dasuki, M.A. Namun saat fina-
lisasi penyempurnaan, Lajnah dipimpin oleh Drs. H. Fadhal Bafadhal, M.Sc.
Terjemahan edisi tahun 2002 terlihat lebih tipis dibandingkan dengan edisi
1998. Dari 1290 halaman menjadi 924 halaman, berkurang 370 halaman.
Selain karena sistem terjemahan 2002 lebih singkat, ada beberapa bagian yang
dihilangkan seperti bagian pembukaan dan footnote. 14 tahun kemudian,
menindaklanjuti Musyararah Kerja Nasional (MUKERNAS) Ulama Al-
Quran, Kemenag melalui Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran melakukan
kajian penyempurnaan selanjutnya. Kajian penyempurnaan ini diketuai oleh
Kepala Lajnah, Dr. Muchlis Hanafi, M.A.Dan Pada tanggal 14 Oktober 2019,
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Bidang Litbang dan Diklat Kementeri-
an Agama RI meluncurkan terjemahan Al-Quran Kementerian Agama Edisi
Penyempurnaan. Adanya perkembangan penerjemahan Al-Quran di Indonesia
dari masa ke masa ini menunjukkan tren positif, yakni upaya penyempurnaan
yang terus dilakukan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, tidak me-
nutup kemungkinan akan ada evaluasi dan penyempurnaan (lagi) di masa-
masa berikutnya.
C. Macam-Macam Tarjamah

1. Terjamah Harfiyah: memindahkan kata-kata dari suatu bahasa dengan


bahasa yang lain, yang susunan kata yang diterjemahkannya sesuai dengan
kata-kata yang menerjemahkan, dengan syarat tertib bahasanya.
2. Terjemah Tafsiriyah atau Maknawiyah: menjelaskan maksud kalimat
(pembicaraan) dengan bahasa yang lain tanpa keterikatan dengan tertib kalimat
aslinya atau tanpa memperhatikan susunannya3.

3
Maulana. 2020. Memahami Tafsir, Ta’wil..., Vol. 3 N0. 1, 211.

4
B. Pengertian Tafsir

Secara etimologi kata tafsir berasal dari bahasa Arab dari kata fassar-
yufassiru-tafsiran yang berarti albayan atau al-idhah yakni suatu penjelasan,
uraian, keterangan, interpretasi dan komentar.

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang


ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang pal-
ing baik penjelasannya (QS. Al-Furqan 25: 33).

Secara umum perkataan tafsir mengandung arti menjelaskan, menguraikan


atau dapat dikatakan bahwa tafsir mengandung arti penjelasan atau
penafsiran. Sementara itu, secara konseptual tafsir sering didefiniskan sebagai
kasyf al-murad ‘an al-lafdh al-musykil yang berarti menjelaskan apa yang
dimaksudkan dari kalimat yang sulit4. Dalam bahasa teknis, tafsir lalu
digunakan dalam arti penjelasan, penafsiran dan komentar terhadap al-Quran
yang berisi langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan yang berperan
membantu memahami al Quran, menjelaskan makna dan mengklarifikasi im-
plikasi-implikasi hukumnya. Karena itu, para praktisi tafsir mendefenisikan
tafsir sebagai ilmu yang berhubungan dengan upaya memahami atau men-
jelaskan makna al-Quran dalam batas kapasitas manusia.
Berikut ini adalah tafsir menurut beberapa tokoh Islam:
1. Husain Alawi Mihr mendefinisikan tafsir ialah ilmu yang menjelaskan
pemahaman kata-kata dan firman Tuhan.
2. Muhammad Husain Thabathaba’i dalam muqadimah tafsirnya menga-
takan bahwa tafsir ialah ilmu yang menjelaskan makna-makna ayat al-
Quran dan menyingkap maksud-maksud tujuannya.
3. Ath-Thabarsi mendefinisikan tafsir ialah menyingkap makna lafad serta
menampakannya.

4
Sakni Ahmad Soleh. 2013. Model Pendekatan Tafsir Dalam Kajian Islam. Jurnal Ilmu
Agama, Vol.14 No.2, 62-63.

5
4. Menurut Az-Zarkazyitafsir ialah suatu pengetahuan yang dengan penge-
tahuan itu kita dapat memahami kitabbullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, menjelaskan maksud-maksudnya, mengeluarkan
hukum-hukumnya dan hikmahnya.
5. Ar-Raghib al-Isfhani mendefinisikan tafsir ialah menampakan makna se-
hingga dapat dipahami.
6. Menurut Syeikh Tharir, tafsir ialah mensyarahkan lafad yang sulit dipa-
hami oleh pendengar atau pembaca, dengan uraian yang menjelaskan
maksud dengan menyebut muradhif-nya.
7. Abdurrasul al-Ghifar mengatakan tafsir adalah menjelaskan makna-
makna ayat al-Qur’an dan menyingkap maksud-maksud serta petunjuk-
petunjuknya.
Dari beragam pendapat yang ada, dapat kita tarik sebuah kesimpulan bah-
wa tafsir ialah menampakkan, menjelaskan, menyingkap kandungan makna
yang terdapat di dalam teks, sehingga pembaca dan pendengar mampu
mendapatkan pemahaman dan pelajaran dari teks tersebut untuk dijadikan pa-
nutan dan tuntunan hidup. Sebagaimana dikatakan Hadi Ma’rifat, tidak cukup
hanya untuk menyingkap kata-kata yang rumit dari al-Qur’an, tetapi juga
berupaya menghilangkan kesamaran dalam maksud kalimat atau ungkapan5.
Tafsir adalah salah satu di antara ilmu-ilmu yang paling mulia dan paling
tinggi. Ia disebut ilmu yang paling mulia, karena yang dibicarakannya adalah
kalam atau wahyu Allah SWT, yang merupakan sumber segala hikmah dan
segala keutamaan. Sehingga siapa saja yang berpegang teguh pada Al-Qur’an
akan sampai kepada kebahagiaan yang hakiki.6

C. Sejarah Perkembangan Tafsir


Tafsir Al-Qur’an telah melewati fase-fase pertumbuhan dan perkembangan
yang cukup panjang. Berawal pada masa Nabi Muhammad saw sampai sekarang.
Sejarah perkembangan tafsir Al-Qur’an dibagi menjadi tiga masa yaitu masa sa-
habat, tabi’in, dan pembukuan.

5
Maulana. 2020. Memahami Tafsir, Ta’wil..., Vol.3 No.1, 205.
6
Sakni Ahmad Soleh. 2013. Model Pendekatan Tafsir...,Vol.14 No.2, 63.

6
1. Masa Sahabat
Ibnu Khladun dalam kitab Muqaddimah-nya menjelaskan bahwa
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dan menurut uslub-uslub
balagahnya. Karena itu semua orang Arab memahaminya dan menge-
tahui makna-maknanya baik kosa kata maupun susunan kalimatnya.
Namundemikian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya, se-
hingga apa yang tidak diketahui oleh seseorang di antara mereka boleh
jadi diketahui oleh yang lain. Para sahabat dalam menafsirkan Al-
Quran berpegang kepada:
a. Al-Quran, yaitu penafsiran ayat al-Quran dengan ayat lain.
b. Penjelasan Nabi, mereka bertanya langsung kepada Nabi apabila
menemui kesulitan dalam memahami makna Al-Quran.
c. Pemahaman dan ijtihad. Diantara para sahabat yang terkenal ban-
yak menafsirkan Al-Quran adalah empat khulafaur rasyidin, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa
Al-Asyari, Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin
Umar, Jabri bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin Ash, dan Aiysah
ummul.
2. Masa Tabi’in
Pada era Khalifah Utsman, sahabat-sahabat besar diijinkan keluar
dari kota Madinah untuk mengajarkan agama di daerah-daerah yang
mereka menangkan dalam perang. Maka para sahabat menyebar ke
berbagai daerah dan mengembangkan madrasah di tempatnya masing-
masing. Di Mekkah berdiri perguruan Ibnu Abbas, di antara para ta-
bi’in yang menjadi muridnya adalah Said bin Jubair, Mujahid, Ikrimah
maula Ibnu Abbas, Tawus bin Kaisan Al-Yamani dan Ata’ bin Abi
Rabah. Di Madinah Ubay bin Kaab lebih menonjol di bidang tafsir dari
sahabat Nabi yang lain, di antara muridnya di kalangan tabi’in adalah
Zaid bin Aslam, Abu Aliyah dan Muhammad bin Kaab alQurazi. Di
Kufah (Iraq) berdiri perguruan Ibnu Mas’ud, yang dipandangoleh para
ulama sebagai cikal bakal mazhab ahli ra’yu (akal). Tabi’in yang men-
jadi muridnya antara lain: Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin

7
Yazid, Murrah Al-Hamazani, Amir Asy-Syabi, Hasan al-Basri dan
Qatadah bin Diamah as-Sadusi. Pada masa ini sebagian ulama ahli
kitab (Yahudi) ada yang masuk Islam, sebagian tabi’in menukil dari
mereka Israiliyat yang kemudian dimasukkan ke dalam tafsir. Misal-
nya yang diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, Kabul Ahbar, Wahb
bin Munabbih, Abdul Malik bin Abdul Azis bin Juraij7.
3. Masa Pembukuan
Pembukuan tafsir dimulai pada akhir pemerintahan Bani Umayyah
dan awal pemerintahan Bani Abbasiyah. Tokoh-tokoh yang terkemuka
diantara mereka adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117 H),
Syubah bin al-Hajjaj (wafat 160 H), Waki bin Jarrah (wafat 197 H),
Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H0, Rauh bin Ubadah al-Basri (wafat
205 H), Aburrazaq bin Hammam (wafat 211 H), Adam bin Abu Iyas
(wafat 220 H) dan Abd bin Humaid (wafat 249 H). Kitab tafsir pem-
bukuan pertama ini tidak ada yang sampai kepada kita. Yang kita
terima hanyalah nukilan-nukilan pada kitab-kitab tafsir bil ma’tsur
periode sesudahnya.
Generasi berikutnya setelah periode pertama di atas menulis tafsir
secara independen serta menjadikan ilmu tafsir yang berdiri sendiri dan
terpisah dari hadits. Di antara mereka adalah Ibn Majah (wafat 273 H),
Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310 H), Abu Bakar bin Munzir an-Naisaburi
(safat318 H), Ibn Abi Hatim (wafat 327 H), Abusy Syaikh bin Hibban
(safat 369 H0, Al-Hakim (safat 405 H) dan Abu Bakar bin Mardawaih
(safat 410 H).
Kemudian ilmu semakin berkembang pesat, pembukuannya men-
capai kesempurnaan, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan pen-
dapat terus meningkat, masalah-masalah kalam semakin berkobar,
fanatisme mazhab menjadi serius dan ilmu-ilmu filsafat bercorak ra-
sional bercampurbaur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan

7
Muhammad. Maksum 2014. Ilmu Tafsir Dalam Memahami Kandungan Al-Qur’an.
Jurnal Studi Agama, Vol. 2 No. 2, 188.

8
berupaya mendukung mazhabnya masing-masing. Itu semua membuat
tafsir ternoda oleh iklim yang tidak sehat tersebut, sehingga para
mufasir dalam menafsirkan al-Quran berpegang pada pemahaman
pribadi dan mengarah pada berbagai kecenderungan. Ahli ilmu rasion-
al hanya memperhatikan dalam tafsirnya kata-kata pujangga dan
filosof, seperti Fakhruddin ar-Razi. Ahli fikih hanya membahas soal-
soal fikih, seperti Al-Jassas dan AlQurtubi. Sejarawan hanya mement-
ingkan kisah dan berita seperti AsSalabi dan Al-Khazin. Tafsir ahli
kalam punya kecenderungan mendukung mazhabnya seperti Al-Jubai,
Qadi Abdul Jabbar dan Zamakhsyari dari Muzilah, Mala Muhsin al-
Kasyi dari Syiah al-Isna Asyriyah, Ibnu Arabi dari golongan Tasawuf
hanya mengemukakan makna-makna yang tersirat (isyari).
Kemudian datang masa modern yang memperhatikan masalah kon-
temporer (kekinian), aspek sosial, keindahan uslub dan kehalusan
ungkapan. Di antara mufassir kelompok ini adalah Muhammad Ab-
duh,Muhammd Rasyid Ridha, Muhammad Mustafa al-Maragi, Sayyid
Qutub dan Muhammad Izzah Darwazah8.

F. Macam-Macam Tafsir
a. Tafsir bi Al-Ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsuradalahcaramenafsirkanayat al-Qur’an denganayat al-
Qur’an,menafsirkanayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkanayat al-Qur’an
denganpendapat para sahabat, ataumenafsirkanayat al-Qur’an denganperkataan
para tabi’in.
Mengingat corak tafsir yang merujuk diantaranya kepada Al-Qur’an dan Hadis
maka dapat dipastikan bahwa tafsir bi al-ma’tsur memiliki keistimewaan tertentu
dibandingkan corak penafsiran lainnya. Diantara keistimewaan – keistimewaan
itu, sebagaimana dicatat Quraisy Shihab, yaitu:
1) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an.
2) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.

8
Muhammad Maksum. 2014. Ilmu Tafsir Dalam Memahami ...,Vol. 2 No.2. 190.

9
3)Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya agar
tidak terjerumus kedalam subjektivitas yang berlebihan.
Adz-Dzahabimencatatkelemahan-kelemahan tafsir bi al-ma’tsur, yaitu:
1) Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir.
2) Masuknya unsur israiliyyat yang didefinisikan sebagai unsur-unsurYahudi
dan Nasrani kedalam penafsiran Al-Qur’an.

b. Tafsir bi ar-ra’yi
Tafsir bir ar-ra’yi yaitu penafsiran Al-Qur’an
berdasarkanrasionalitaspikiran (ar-ra’yu), dan pengetahuanempiris (ad-
dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan“ijtihad” seorang
mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-riwayat (ar-
riwayat).
Kemunculan tafsir bi ar-ra’yi dipicu pula oleh hasil interaksi umat
Islam dengan peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh
karena itu, dalam tafsir bi ar-ra’yi ditemukan perana nakal yang sangat
dominan. Mengenai keabsahan tafsir bi ar-ra’yi, pendapat ulama terbagi
dalam dua kelompok. (1) Kelompok yang melaranng dan (2) kelompok
yang mengizinkan.
1. Kelompok yang melarangnya: Menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan
ra’yi berarti membicarakan (firman) Allah tanpa pengetahuan, sudah
merupakan tradisi di kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika
berbicara tentang penafsiran Al-Qur’an.
2. Kelompok yang mengizinkannya: Di dalam Al-Qur’an banyak
ditemukan ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan-
kandungan Al-Qur’an, seandainya tafsir bi ra’yi dilarang, mengapa ijtihad
diperbolehkan.
c. Tafsir al-Isyari
Tafsir Isyari ialah menafsirkan ayat al-Qur’an, di sampingsesuai zhahir
ayat, juga disertai ta’`wil yang tidak menurut zhahirnya,tersirat atau
menggabungkan makna yang zahir dan makna yang tersembunyi. Sebagai contoh:
Firman Allah swt Qs. At-Taubah ayat 60 Ayat ini berbicara tentang siapa saja

10
yang berhak mendapatkan zakat. Tetapi sementara kaum sufi disamping
memahaminya demikian, juga mereka memahaminya sebagai isyarat bahwa siapa
yang ingin memperoleh limpahan karunia Allah ke dalam hatinya, maka
hendaklah ia menjadi fakir kepada Allah, yakni menampakkan kebutuhan mutlak
kepada Allah saja tidak kepada hal yang bersifat materi. (Muhammad Quraish
Shihab).9
G.Perngertian Ta’wil dan Pembagiannya
Kata Ta’wīlsecara etimologi, berasal dari kata al-Awl, yang berarti
mengembalikan kepada aslinya (ar-Ruju’ ila al-a’shli) (Musthafawi, 1385).
Menurut Quraish Shihab, “Kata Ta’wil terambil dari kata ( ‫ ) اول‬aul/
kembali dan mal, yakni kesudahan. Men-ta’wil-kan sesuatu berarti menjadikannya
berbeda dari semula. Dengan kata lain, Ta’wil adalah mengembalikan makna kata
/ kalimat kearah yang bukan arah makna harfiyahnya yang dikenal secara umum.
Abdurrasul al-Ghifar, berkata: “Ta’wil, adalah mengembalikan kata atau kalimat
kepada makna yang tersembunyi dan memalingkannya dari makna zhahir atau
harfiyahnya.

Makna ta’wil secara istilah Menurut Abu Qasi bin Habib an-Naisaburi,
sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab ta’wil ialah mengalihkan makna
ayat ke makna yang sesuai dengan ayat sebelum dan sesudahnya. tanpa
bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah dan pengalihan itu berdasarkan
istinbath. Dari beragam penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
ta’wil ialah berupaya memahami teks kepada makna yang dimaksud, yang
mungkin secara lahiriahnya dianggap bertentangan bila diartikan sebagaimana
makna kata dasarnya, seperti kata yad makna dasarnya tangan, akan tetapi
dita’wilkan dengan makna kekuasaan.10
Pembagian Ta’wil
1. Ta’wil yang jauh dari pemahaman, yakni ta’wil yang dalam penetapan
tidak mempunyai dalil ta’wil terendah sekalipun.

9
Zainudin dan Moh. Ridwan, “Tafsir, Ta’wil, dan Terjemah”. Al- Allam. Vol. 1 No. 1, Januari
2020, hal. 2-7.
10
Jonwari dan Faiz Zainuddin, “Konsep Tafsir dan Takwil dalam Perspektif As-Syatibi”. Jurnal Lisan
Al-Hal. Vol. 14 No. 2, Desember 2020, hal. 2-7.

11
2. Ta’wil yang mempunyai relevasi, paling tidak memenuhi standar
makna terendah serta diduga sebagai makna yang benar.

H. Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah

a. Tafsir: menerangkan dan menjelaskan makna ayat yang lebih luas, lengkap
dengan penjelasan hukum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu dan
seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut.
b. Ta’wil:ta’wil ialah berupaya memahami teks kepada makna yang dimaksud,
yang mungkin secara lahiriahnya dianggap bertentangan, bila diartikan
sebagaimana makna dasarnya, seperti kata yad makna dasarnya tangan, akan
tetapi dita’wilkan dengan makna kekuasaan.
c. Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari satu bahasa kebahasa lain tanpa
memberikan penjelasan makna yang dimaksud.11

12

Anda mungkin juga menyukai