Naskah Permainan Anak Tradisional
Naskah Permainan Anak Tradisional
A. PENDAHULUAN
Provinsi Aceh terkenal memiliki kekayaan ragam budaya yang luhur. Budaya
tersebut adalah harta kekayaan bangsa yang harus dilestarikan keberadaannya.
Apajadinya Indonesia tanpa budaya dan keberagaman tersebut.
Nilai-nilai budaya lokal terdapat pada berbagai fenomena budaya masyarakat.
Salah satunya ada pada permainan tradisional anak. Permainan tradisional memiliki
arti tersendiri dalam menanamkan sikap, perilaku, dan keterampilan pada anak. Ada
makna yang luhur yang terkandung di dalamnya, seperti nilai agama, nilai edukatif,
norma, dan etika yang kesemuannya itu akan bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat kelak.
Terdapat delapan belas nilai karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur
universal, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerjakeras, (6)
1
kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan,
(11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikastif, (14)
cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18)
tanggung jawab. Delapan belas nilai karakter bersumber pada paling utama adalah
agama, pancasila, budaya, tujuan pendidikan nasional dan norma masyarakat
indonesia.
2
4. Lompat Tali Permainan yang disebut sebagai Dimainkan 3
tali merdeka ini mengandung orang atau lebih
nilai kerja keras, ketangkasan,
kecermatan dan sportivitas. Nilai
kerja keras tercermin dari
semangat pemain yang berusaha
agar dapat melompati tali dengan
berbagai macam ketinggian. Nilai
ketangkasan dan kecermatan
tercermin dari usaha pemain
untuk memperkirakan antara
tingginya tali dengan lompatan
yang akan dilakukannya.
Ketangkasan dan kecermatan
dalam bermain hanya dapat
dimiliki, apabila seseorang sering
bermain dan atau berlatih
melompati tali merdeka.
Sedangkan nilai sportivitas
tercermin dari sikap pemain yang
tidak berbuat curang dan bersedia
menggantikan pemegang tali jika
melanggar peraturan yang telah
ditetapkan dalam permainan.
3
main, kerjasama dengan tim, minimal 8
mengetahui hak dan kewajiban. orang
Bermain bagi anak merupakan refleksi pembebasan jiwa dan keterikatan
dengan aturan orang tua. Pada saat bermain anak dapat mengungkapkan berbagai
cerita hati, keceriaan jiwa, dan kegembiraan serta menangkap makna interaksi dengan
sesama temannya. Sehingga anak dapat sekaligus belajar bergaul, bersosialisasi,
mendapat pengalaman lingkungan, mengendalikan perasaan dan sebagai proses
perkembangan diri. Bermain merupakan proses belajar. Pengalaman yang diperolah
pada saat bermain dapat diterapkan untuk masa depannya kelak.
D. PENUTUP
1. SIMPULAN
Permainan tradisional sebenarnya mempunyai karakteristik yang berdampak
positif pada perkembangan anak. Pertama, permainan itu cenderung menggunakan
atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan kita tanpa harus membelinya
sehingga perlu daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Banyak alat-alat
permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir
dan lain sebagainya. Kedua, permainan anak tradisional dominan melibatkan
pemain yang relatif banyak. Ketiga, permainan tradisional menilik nilai-nilai luhur
dan pesan-pesan moral tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung
jawab, sikap lapang dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan.
2. SARAN
Lembaga pendidikan untuk senantiasa turut menjaga dan melestarikan
keberadaan permainan tradisional serta mengembangkan nilai-nilai budaya lokal.
Guru hendaknya turut serta melestarikan keberadaan permainan tradisional
dengan cara mengajarkan permainan tersebut dalam kegiatan sekolah dengan
melibatkan semua warga sekolah. Orang tua dan masyarakat. Masyarakat dan
orang tua adalah ujung tombak dalam pelestarian permainan tradisional agar tetap
bermakna dan bernilai.
DAFTAR PUSTAKA
4
Andriyanto. 2009. Membentuk Anak Cerdas dan Tangguh. Yogyakarta: Universitas
Atmajaya.
Bredekamp, Sue (ed), 1992..Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood
Programs Serving Children from Birth Through Age 8, Washington: NAEYC.
Robert, Bogdan and Steven J. Taylor, 1975. Introduction to Qualitative Research
Methods, New York: John Wiley & sons.
Carol and Nita Barbour, 1993. Early Childhood Education, New York: Macmillan.
Heartsill, W. 2008. The Miracle of Positive Thinking (Mukjizat Berpikir Positif).
Yogyakarta: Quills.
Mayke S, Tedjasaputra, 2001. Bermain, Main dan Permainan Untuk Pendidikan Anak
Usia Dini, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Syah, Muhibbin, 2004.Psikologi Perkembangan dan Pendekatan Baru, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Moeslichatoen R, 2004.Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Rineka Cipta,
Jakarta.
Nurlaila. N.Q Tientje dan Yul Iskandar, 2004.Pendidikan Anak Usia Dini (PADU) Untuk
Mengembangkan Multiple Inteligensi, Dharma Graha Group, Jakarta.
Robin Fogarty, 1991.How to Integrated the Curricula. Skylight Training and Publishim,
INC, New York.
Semiawan, Conny R, 2002. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini
(Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar), Prehallindo, Jakarta.
Sue Bredekamp and Teresa Rosegrant. Reaching Potentials: 1992.Apropriate Curriculum
and Assesment for Young Children. Volume 1, Washington DC.
Sugiyono, 2009.Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.
Supriadi, Dedi, 2003. Pendidikan Anak Usia Dini dalam UU Sisdiknas, www.pikiran–
rakyat.com/cetak.
Timotheus, Yunus. Seandainya Semua Orang Berpikir Positif. (Buku Saku, tanpa
keterangan tentang penerbit)