Anda di halaman 1dari 23

Critical Book Report

PENULISAN KARYA ILMIAH

Dosen : Prof.Dr.Abdul Muin Sibuea, M.Pd

Disusun Oleh :

Nama : ROMA MARIA SIHOMBING


NIM : 5183131024

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK-UNIMED
2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat-Nya pada kita
semua sehingga saya bisa menyelesikan Critical Book Report yang membandingkan dua
buku sekaligus.
Critical book report ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
“Teori Penulisan Karya Ilmiah” yang diberikan oleh dosen yang membimbing. Dalam
kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan ilmu yang sangat berharga buat penulis. Penulis amat menyadari
bahwa pembuatan critical book report ini tidak sempurna adanya, namun banyak kekurangan
baik dari sisi substansi, maupun teknis penulisan. Dengan demikian, kritik dan saran untuk
menyempurnakan critical book report ini amat penulis harapkan

Medan, November 2021

Roma Maria R Sihombing

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama ini kita memahami bahwa karya tulis ilmiah didefinisikan sebagai tulisan
yang didasari hasil pengamatan, peninjauan, penelitian, dan perenungan dalam bidang
keilmuan tertentu. Selain kebenaranisinya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
karya tulis ilmiah sering kali pula dikatakan harus disajikan melalui penggunaan laras bahasa
ilmiah, yakni jenis bahasa tulis resmi yang baik, benar, dan sarat bertaburan istilah teknis.
Bahasa yang digunakan dalam menulis karya ilmiah adalah bahasa baku dan
menggunakan bahasa keilmuan, yaitu ragam bahasa yang menggunakan istilah-istilah
keilmuan yang khusus dan hanya dapat dipahami oleh pakar pada bidang tertentu. Untuk itu,
karya tulis seharusnya ditulis oleh orang yang mendalami bidangnya sehingga karya ilmiah
yang dihasilkan menggali suatu permasalahan secara mendalam. Namun, tidak jarang orang
melakukan beberapa kesalahan umum dalam penulisan karya ilmiah. Untuk itu, kita perlu
mempelajari kesalahan umum tersebut sehingga kita dapat menulis karya tulis yang banar

B. Tujuan
1. Mengulas isi sebuah buku.
2.   Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku.
3.   Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi dalam bab
4.   Membandingkan isi buku pertama dan buku kedua.

C. Manfaat
1. Mengetahui apa saja yang ada di dalam penulisan karya ilmiah.
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan dari setiap buku

3
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

A. Identitas Buku 1
Judul buku           :  Menulis Karya Ilmiah
Pengarang            :  Etty Indriati, Ph.D
Penerbit               :  PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit         :  2013
Kota Terbit          :  Jakarta
Tebal Buku          : 105 halaman

B. Identitas Buku 2
Judul Buku : Menulis Artikel Ilmiah Yang Komunikatif
Nama Pemulis : Wahyu Wibowo
Penerbit : Bumi Aksara
Tempat Dan Tahun Terbit : Jakarta, Desember 2013
ISBN : 978-602-217-400-4

RINGKASAN BUKU I
Karya ilmiah (bahasa Inggris: scientific paper) adalah laporan tertulis dan diterbitkan
yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau
sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh
masyarakat keilmuan.
BAB I
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis
menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara
lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada
dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan
informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan
lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

4
Penyususnan karangan ilmiah memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi masyarakat
yaitu : pertama, penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan memebaca yang efektif
karena sebelum menulis karangan ilmiah ia mesti membaca terlebih dahulu kepustakaan yang
ada relevansinyadengan topic yang akan dibahas. Kedua, penulis akan berkenalan dengan
kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan bacaan dalam catalog pengarang atau judul
buku. Ketiga, penulis akan terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai buku sumber,
dan yangterakhir penulis akan turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.
Waktu yang diperlukan untuk penyususnan karangan ilmiah berbeda-beda bergantung
pada luas atau sempitnya masalah yang dibahas dan dangkal atau tidaknya pembahasan.
Untuk karang ilmiah sederhana, seperti makalah atau kertas kerja dengan ketebalan kurang
dari lima belas halaman, hanya diperlukan waktu sekitar tiga bulan, tetapi untuk karangan
ilmiah yang luas dan emdalam seperti skripsi, diperlukan waktu enam sampai 12 bulan.
Bahkan untuk penyususnan disertasi diperluka waktu lebih lama lagi.
BAB II
            Dalam penyusunan karya ilmiah terdapat lima tahap yaitu persiapan, pengumpulan
data, pengorganisasian dan pengonsepan, pemeriksaan atau penyuntingan konsep serta
penyajian. Dalam tahap persiapan dilakukan pemilihan topic,penentuan judul, dan pembuatan
rangka karangan. Dalam hubungan dengan pemilihan topik yang akan diangkat kedalam
karangan ilmiah, penyusun karangan ilmiah lebih baik menulis sesuatu yang menarik
perhatian dengan pokok persoalan yang benar-benar diketahui daripada menulis pokok pokok
yang tidak menarik atau tidak diketaahui sama sekali.
Jika topik sudah ditentukan dengan pasti sesuai dengan petunjuk-petunjuk, tinggal menguji
sekali lagi: apakah topik itu betul betul cukup sempit dan terbatas ataukah masih terlalu
umum dan mengambang. Jika sudah dilakukan pembatasan topic, judul karangan ilmiah
bukanlah hal sulit ditentukan karena pada dasarnya, langkah langkah yang ditempuh dalam
pembatasan topic sama saja dengan langkah langkah dalam penantuan judul. Pembatas topik
harus dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah. Judul karangan ilmiah harus berbentuk frasa
bukan kalimat.
Jika data sudah tertkumpul, penyusun menyeleksi dan mengorganisasi data tersebut.
Penyusun hatus menggolongkan data menurut jenis, sifat atau bentuk. Sebelum mengetik
konsep, penyusun memeriksa dahulu konsep itu. Pemeriksaan konsep mencakupi
pemeriksaan isi karangan dan cara penyajian karangan, termasuk penyuntingan bahasa yang
digunakannya.

5
BAB III
            Konvensi penulisan karangan ilmiah itu menyangkut (1) bentuk karangan ilmiah dan
(2) bagian-bagian karangan ilmiah. Pembicaraan bentuk karangan ilmiah mencakupi (a)
bahan yang digunakan, (b) perwajahan,dan (c) penomoran halaman. Kertas yang digunakan
untuk mengetik karangan ilmiah sebaiknya kertas HVS berukuran kuarto, sedangkan kulitnya
digunakan kertas agak tebal. Tata letak dan penulisan unsure unsure karangan ilmiah harus
diusahan sebaik-baiknya agar karangan ilmiah tampak rapi dan menarik. Supaya setiap
halaman ketikan tampak rapi, sebaiknya ketika mengetik gunakan kertas pola ukuran. Isi
pernyataan atau keterangan yang tercantum dalam kartu hasil studi pustaka ditampilkan
dalam naskah untuk menunjang dan memperkuat ide-ide yang dikemukakan dalam karangan
ilmiah tersebut.
BAB IV
            Sistematika karangan ilmiah adalah aturan meletakkan bagian-bagian karangan
ilmiah, bagian mana yang harus didahulukan dan bagian mana pula yang harus
dikemudiankan. Secara garis besarnya, bagian yang diletakkan di depan lazim disebut bagian
pembuka karangan ilmiah, yang terdiri atas 1. Kulit luar 2. Halaman judul 3. Halaman
pengesahan (jika diperlukan) 4. Halaman penerimaan (jika diperlukan) 5. Prakata 6. Daftar isi
7. Daftar tabel (jika ada) 8. Daftar grafik, bagan, gambar (jika ada)  9. Daftar singkatan dan
lambang (jika ada). Bagian – bagian selanjutnya disebut bagian inti karangan ilmiah, yang
terdiri atas 1. Bab pendahuluan 2. Bab analisis atau pembahasan dan 3. Bab simpulan.
Selanjutnya , bagian yang ada setelah simpulan disebut bagian penutup karangan ilmiah, yang
terdiri atas 1. Daftar pustaka 2. Indeks (jika diperlukan) dan 3. Lampiran (jika diperlukan).
BAB V
Karangan ilmiah disebut sistematis jika keterangan yang ditulisnya disusun dalam satuan-
satuan yang berurutan dan saling berhubungan. Karangan ilmiah disebut lugas jika
keterangan yang diuraikannya disajikan dalam bahasa yang langsung menunjukkan persoalan
dan tidak berbelit-belit. Dalam hubungan dengan penggunaan bahasa, bab ini akan
membicarakan pemakaian ejaan yang disempurnakan, pembentukan kata, pemilihan kata,
penyusunan kalimat efektif dan penyususnan paragraph dalam karangan ilmiah.

6
1.      Penuisan yang Efektif : Singkat, Jelas, Tepat, Aliran, Logika Lancar, Dan Koheren
Tulisan yang efektif harus mengandung unsure-unsur : jelas,tepat,aliran logika lancar,
serta koheren. Singkat dalam arti tidak perlu menambahkan hal-hal di luar isi poko tulisan,
serta tidak mengulang-ulang yang sudah di jelaskan (redundant). Jelas,kejelasan (clarity)
dalam arti pemilihan kosa kata harus tepat menggambarkan apa yang di maksudkan penulis.
Aliran logika (logical flow) lancardalam arti paparan ide pokokdi dukung oleh penjelasan
dari kesimpilan .
            Menulis secara efektif tidak mudah, karena pengarang harus berfikir kritis untuk
menyampaikan gagasannya. Howard dan Barton(1986) menyebutkan bahwa menulis pada
dasarnya adalah kegiatan berfikir,selain berkomunikasi. Menurut Howard dan Barton
( 1986:20) menulis adalah:
-          Kegiatan simbolik yang membuahkan makna
-          Bagaikan kegiatan di atas pentas untuk menyampaikan makna kepada orang lain.
-          Cara untuk mengekspresikan diri dan alat untuk berkonsumsi denganorang lain.
Poin pertama menyebutkan bahwa menulis adalah kegiatan simbolik yang membuahkan
makna, itu berarti menulis merupakan kegiatan berfikir diatas kertas. Bahan tulisan yang
disampaikan di atas kertas bagaikan penampilan pemain drama di atas pentas. Penyampaian
ini meliputi alur logika, koherensi, dan ketiadaan pengulangan gagasan yang telah
disampaikan. Dalam penulisan akan menjelaskan langkah-langkah untuk membuat tulisan
yang efektif. Pertama akan membahas cara penulisan kalimat efektif di tingkat intrakalimat
dan antarkalimat (sentence level) sampai ketingkat paragraph ( paragraph level), sedangkan
bagian kedua membahas jenis-jenis paragraph dan pengembangannya, selanjutnya, bagian
ketiga akan membahas cara menulis gagasan yang panjang dan komplek dengan prinsip
paralelisme dan keseimbangan. Bagian keempat menguraikan cara menulis argumentasi yang
kuat,lalu bagian kelima mengulas kesinambungan antarbab.
3.1 Penulisan yang Efektif di Tingkat Kalimat dan Tingkat Paragraf
            Sebuah kalimat dikatakan efektif jika dapat menginformasikan satu gagasan
atau maksud penulis dengan jelas dan tanpa kemungkinan mengandung arti ganda
lebih-lebih di dalam tulisan karya ilmiah. Sebuah kalimat efektif harus dirangkaikan
dengan kalimat-kalimat efektif yang lain untuk membentuk paragrafyang efektif.
Penulisan yang efektif pada tingkat intrakalimat dan antar kalimat akan membentuk
fundamen yang kuat bagi pembentukan paragraph yang baik. Program penulisan
ilmiah di University of Chicago, The little Red Schoohouse of Chicago ( LRS 1995),
7
menganjurkan jurus-jurus penulisan yang mudah dimengerti yang dikemas dalam
sepuluh perintah ( commandments) .
1.      Ungkapan tindakan penting dengan kata kerja yang tepat,bukan dengan kata benda.
2.      Letakkan pelaku sebagai subjek sedekat mungkin dengan kata kerja.
3.      Letakkan informasinnya yang lebih singkat sebelum informasi yang panjang dan
kompleks .
4.      Pelihara integritas atau kesatuan ( Co-Core-Others )
5.      Letakkan informasinya yang familier dan berulang di awal kalimat.
6.      Letakkan informasinya baru dan tidak terduga di akhir kalimat dan berlatih
penekanan.
7.      Susunlah tali-tali topic untuk membentuk paparan informasi  yang koheren dan
konsisten.
8.      Buatlah rancangan issue untuk setiap paragraph tulisan anda. Setiap issue harus
berkaitan dengan isi diskusi di bagian akhir paragraph sebelumnya.
9.      Rumuskan sentence points ( maksud-maksud kalimat ) yang tepat untuk setiap
discourse( unit tulisan) .
10.  Biasakan untuk meletakkan sentence point di bagian akhir issue, jangan di bagian
akhir diskusi.
Penekanan Teks (stress) : bagian yang berisi informasi yang perlu ditekan kan dan
diletakkan pada akhir kalimat. Penekanan teks menuntun pembaca ke isi informasi
kalimat-kalimat berikutnya.
Tali- tali topik ( thematic strings ) : topik kalimat adalah hal yang menjadi topik
pembicaraan dalam kalimat utama,tetapi bukan ide utama. Topik kalimat yang satu
dengan yang berikutnya harus saling berkaitan membentuk tali pokok untuk
mendukung koherensi dan konsistensi.
Issue : terdapat pada tingkat antarkalimat, letaknya di awal paragraph. Konteks issue
adalah bagian pendahuluan pada paragraph yang mengantar pembaca ke masalah
yang akan di diskusikan dalam paragraph tersebut.
Diskusi (discuation) istilah diskusi menerangkantentang posisi/letak yaitu pada bagian
akhir paragraph. Isinya melanjutkan informasi yang anda tulis pada bagian issue di
awal paragraph.
      Ada juga istilah point (maksud) :
1.      Sentence point (maksud kalimat)
2.      Paragraph point ( maksud paragraph)
8
3.      Anticipatory point ( maksud antisipasi)
4.      Paper point ( maksud tulisan )
-          Solusi masalah pembaca
-          Jawaban terhadap pertanyaan yang anda ajukan
-          Klaim utama tentang argument keseluruhan
-          Tesei anda
1.      Tindakan penting dikemukakan dengan kata kerja yang tepat bukan dengan kata benda.
a.       Rector membuat keputusan untuk mengakhiri program kuliah kerja nyata.
b.      Rector memutuskan untuk mengakhiri program kuliah kerja nyata.
2.      Letakkan pelaku sebagai subjek sedekat mungkin dengan kata kerjanya.
a.       Ahli psikologi dengan berbagai cara telah mempelajari kretivitas .
b.      Kreativitas oleh ahli psikologi telah dipelajari dengan berbagai cara.
c.       Kreativitas dengan berbagai cara telah dipelajari oleh ahli psikologlogi.
d.      Ahli psikologi telah mempelajari kreativitas dengan berbagai cara.
3.      Letakkan informasi yang lebih singkat/ mudah sebelum informasi yang panjang dan
kompleks.
4.      Pelihara integritas atau kesatuan ( Co-Core-Others)
5.      Letakkan informasi yang familier dan berulang di awal kalimat.
3.2 jenis- jenis Paragraf dan Pengembangan nya
            - paragraph pengembangan dengan perincian dan pelukisan
            - paragraph pengembangan dengan penegasan kembali atau pengeluaran
            - paragraph pengembang dengan perbandingan dan pengontrasan.
            - paragraph pengembangan dengan analogi
            - paragrafpengembang dengan sebab dan akibat
            - paragraph pengembang dengan defenisi

RINGKASAN BUKU 2
BAB I Mengapa Artikel Ilmiah?

Artikel ilmiah, yakni tulisan khusus yang diolah (di- baca: ditulis kembali)
dari suatu hasil penelitian, dewasal ini adalah keniscayaan yang tak terbantahkan bagi
insan kampus atau kaum akademkus. Pasainva, penemuan s penulis- nya akan tersebar
luas ketika artikel ilmiahnva dipublikasikan melalui jurnal akademik yang bereputasi.
Pertanyaannya, buat apa insan kampus harus repot-repot menulis artikel ilmiah?

9
Pasalnya, seperti masih terhat, mereka cenderung lebih suka mengajar dan
membimbing mahasiswal daripada harus bertekun berjam-jam di depan lavar komputer
guna menulis artikel ilmiah. Apalagi, jumlah honorarium meng- ajar atau membimbing
mahasiswa lebih pasti dan langsung bisa. diterima, sementara kecenderungan jurnal
akademik bereputasi dewasa ini justru meminta "kontribusi bagi penulis yang artikel
ilmiahnya telah dimuat. Kecenderungan itu, celakanya, lantas menuai kepahitan bagi
dunia akademik kita. Sejak 1994, misalnya, jurnal Scientific American udah
menyebutkan bahwa kontribusi peneliti lndonesia pada khazanah pengembangan dunia
ilmu setiap tahunnya hanya sekitar 0.12% (Rifai, 2011).

GAYA ILMIAH POPULER DAN INTELEKTUAL KOLEKTIF

Setiap insan kampus pasti pernah menulis karya tulis ilmiah, entah itu skripsi,
tesis, disertasi atau mungkin laporan penelitian Setiap insan kampus tentu pernah pula
merasakan bagaimana dibimbing oleh pembimbing killer, yang berkesan memaksakan
kehendaknya demi terwujudnya kecendekiaan bimbingannya. Boleh saja diandaikan
bahwa menulis karya tulis ilmiah berkorelasi dengan tingkat kecendekiaan si
penulisnya. Masalahnya, benarkah seorang penulis pasti cendekia? Istilah cendekia
(intelek) dan kecendekiaan (intelektualitas), merujuk pada kemampuan berpikir dan
memahami yang lebih tinggi sehubungan dengan akal budi. Oleh karena itu, pernah ada
anggapan bahwa seorang penulis pasti cendekia, tentulah karena dipicu oleh kenyataan
bahwa pekerjaan menulis memang bertalian dengan sejumlah hal vang bertumpu pada
kecerdasan. Itu sebabnya, tidak sedikit pembimbing yang bersikap killer. Sebagai
contoh, cobalah perhatikan komentar Edward Said profesor sastra di Universitas
Columbia, AS, terhadap pemenang. Nobel 1988 Najib Mahfuz. Dikatakan Said, karya-
karya Mahfuz mengandung makna intelektual dan sastra sehingga mampu mendorong
penduduk pribumi Mesir bersikap kuat, langsung, dan tajam. Karakter-karakter dalam
karya Mahfuz, menurut Said, akan menenggelamkan kita dalam alur naratif yang
kental, membiarkan kita merenanginya dan diperdaya oleh pusaran gelombang
karakter-karakter yang hidup di dalamnya.

Dengan demikian, penggunaan metafora di dalam artikel ilmiah tidaklah perlu di


persoalkan, sepanjang selaras dengan tujuan dan amanat penulisnya, yakni tampil
komunikatif sehubungan dengan penyebarluasan penemuan penelitian. Oleh karena itu,
menurut saya, penulis artikel ilmiah yang cerdas harus mencerminkan kecendekianya
melalui gaya menulis ilmiah populer. Bagi sebagian orang gaya menulis ilmiah populer

10
sering kali dikatakan "longgar", alias tidak berbobot ilmiah karena hanya bersifat
pengenalan terhadap kulit luar persoalan ilmiah sehingga pembacanya tidak akan
memperoleh ketuntasan penggarapan masalah, kehebatan teori, dan keorisinalan
pendekatan yang dipakai (bdk. Rifai, 2012).

Secara lebih khusus, bahkan sebagian orang juga masih menganggap bahwa
gaya menulis ilmiah populer bertentangan dengan pedoman berbahasa baku.
Penggunaan kata-kata "penipuan dan penggelapan" dalam "si Aceng dihukum karena
melakukan penipuan dan penggelapan, contohnya, dikatakan termasuk dalam ategori
kata-kata populer alias tidak ilmiah. Menurut mereka, gar ilmiah kata-kata "penipuan
dan penggelapan" itu harus di diubah menjadi "tindak pidana" (bdk. Finoza, 2004).
Akan tetapi, cermat saya, sebagai istilah teknis di dalam artikel ilmiah justru arus
dijelaskan secara populer agar pembaca bisa memperoleh informasi yang terang-
benderang sehingga komunikasi yang terbangun adalah komunikasi yang
emansipatoris. Dari sudut strategi komunikasi, patut ditegaskan kita memang tidak
perlu "bersembunyi" di balik kata-kata teknis hanya untuk mengesankan diri kita
ilmiah. Menjadi benar, pilihan terhadap gaya menulis ilmiah populer untuk artikel
ilmiah adalah pilihan yang cerdas. Pasalnya, selain membuktikan bahwa bahasa
merupakan suatu tata permainan di dalam kehidupan yang beraneka ragam, sekaligus
meneguh- kan bahwa ada banyak cara dalam menggunakan bahasa untuk
menyampaikan sesuatu yang bersifat ilmiah. Pilihan terhadap gaya menulis ilmiah
populer juga memiliki alasan epistemo- ogisnya, mengingat selama ini artikel ilmiah
masih dianggap sebagai ragam tulis yang"wajb" membuat pembacanya berkerut dahi,
akibat sarat oleh istilah teknis dan jargon keilmuan yang berat-berat. Alhasil,
sebagaimana telah saya singgung, artikel imiah yang ditulis seperti itu tidak
mengesankan komunikasi yang emansipatoris. Apalagi, menurut Rifai (2011),
belakangan ini jurnal akademik internasional yang bereputasi sudah meningkatkan
kualitas dalam rangka memapankan tradisi ilmiah: mereka dengan cara mewajibkan
para penulisnya menulis artikel ilmiah yang berpijak dari hasil penelitian, dengan
catatan artikel ilmiah tersebut harus mudah ditelaah dan dirujuk oleh sesama imuwan
dan pakar berkeahlian sejenis, Dalam penegasan lain, pilihan terhadap gaya menulis
ilmiah populer menyebabkan artikel ilmiah kita menjadi enak dibaca yakni mudah
dipahami karena dinarasikan secara komunikatif, emansipatoris, singkat, jelas, tepat,
mencerahkan, dan objektif. Boleh pula digarisbawahi, asal tetap berbasis pada hasil

11
penelitian, dan tetap sesuai dengan konteks format kepenulisannya, penggunaan gaya
menulis ilmiah populer untuk artikel ilmiah justru akan lebih memiliki nilai
kegunaannya sehubungan dengan sumbangannya bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi bangsa.

HAKIKAT BAHASA DAN LEGITIMASI INTELEKTUAL KEHIDUPAN

Akademik kita dewasa ini, sehubungan dengan intelektual kolektif ala


Bourdieu, haruslah tercermin melalui gairah para insan kampus dalam penulisan artikel
ilmiah. Sudah ditegaskan, menulis artikel ilmiah melalui gaya ilmiah populer adalah
pilihan yang cerdas, karena di situlah terletak pertautannya dengan tingkat
kecendekiaan penulisnya. Oleh karena itu, sebaiknya akan saya pertegas kembali
pertalian antara cendekiawan, ilmu, dan penelitian. Cendekiawan, yang juga disebut
intelektual atau ilmuwan, merujuk pada seseorang yang. mempunyai banyak
pengetahuan dalam suatu ilmu atau sese- orang yang secara mendalam berkecimpung
dalam suatu ilmul (Wibowo, 2011). Dari segi etimologinya, istilah ilmu (dari katal L
atinsceta) bermakna: (a) pengetahuan tentang atau mengetahuil tentang; dan (b)
pengetahuan yang mendalam (Prent, 1969). Darisegi denotasinya, ilmu juga bermakna:
(l) pengetahuan; (2) tubuh pengetahuan yang terorganisasi, (3) studi sistematis; dan (4)
pengetahuan teoretis (The, 1982). Dengan demikian, istilah "ilmu' merujuk pada
lingkup pengertian yang sangat luas, baik itu pe- ngetahuan sebagaimana dimiliki oleh
tiap-tiap manusia maupun pengetahuan ilmu yang disusun secara sistematis dan di
kembangkan melalui prosedur tertentu. Dari segi konotasinya, ilmu merujuk pada
serangkaian aktivitas manusia yang manusiawi (human), memiliki tujuan (purposeful),
dan berhubungan dengan kesadaran (cognitive). Aktivitas vang dimaksud adalah segala
kegiatan, rangkaian kegiatan, atau proses yang dijalani sang cendekia untuk
membangun pengetahuan ilmiah. Mengingat tiap-tiap ilmuwan memiliki"filsufnya"
masing-masing dalam hal "memahami dunia", tidak heran jika kemudian terjadi
perbedaan dan pluralitas dalam tujuan ilmu (Tjahyadi, 2003).

Di dalam sejarah ilmu, hal ini tergambar dengan amat jelasnya bahwa pada
awalnya aktivitas ilmiah berkembang dari sekadar hasrat untuk mengerti, menjelaskan,
menguasai, dan memantaatkan alam sebagaimana tercermin dari pemunculan ilmu
kealaman, seperti fisika, biologi, dan kosmologi, kemudian berkembang pada tujuan
untuk memahami, mengatasi, dan memanfaatkan daya-daya kehidupan sebagaimana
muncul dalam ilmu-ilmu kehidupan, seperti kedokteran dan farmasi, hingga pada

12
tujuan untuk memahami dan memanfaatkan. kekuatan-kekuatan yang bersifat sosial
dan langsung melibatkan manusia, sebagaimana tercermin dalam ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Menurut Peursen (1990), perkembangan imumenvebabkan manusia kian
memfokuskan hanya pada dirinya sendiri dan berdampak pada kian kompleksnya
penelitian ilmiah sehingga tujuan ilmu pada akhirnya melahirkan pembagian objek
formal imu yang masing-masing menyesuaikan diri dengan objek material yang hendak
diungkapkan melalui ilmu-ilmu tersebut.

LOGIKA ILMIAH DAN BERPIKIR KRITIS

Sumber petaka yang saya katakan tadi sesungguhnya merupakan dampak


semangat pembelengguan wacana yang disebut ” rezim kebenaran". Rezim ini lebih
berupa ulah dan perilaku suatu institusi dalam menguasai wacana sehingga masyarakat
terbelenggu dan memercayai wacana tersebut sebagai kebenaran tunggal. Sebagai
contoh, perhatikanlah bagaimana institusi media massa menyusun strategi pengemasan
beritanya dalam rangka menamakan diri sebagai "rezim kebenaran". Ketika
memberitakan boleh juga dikatakan, logika ilmiah adalah pross berpikir kritis dalam
menarik suatu simpulan atau pernyataan baru berdasarkan informasi yang tersedia.

Dalam konteks menulis artikel ilmiah, logika ilmiah diwujudkan melalui langkah-
langkah: (1). mengenali masalah: (2) menemukan cara yang dapat dipakai untuk
menangani masalah tersebut (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang
dibutuhkan untuk menangani masalah tersebut, kemudian membongkar apa-apa yang
tersembunyi melalui dialog, argumentasi, atau penafsiran; (4) menyajikannya. dalam
bahasa yang enak dibaca alias komunikatif dan emansipatoris melalui gaya penulisan
ilmiah populer sehingga mudah dipahami karena singkat, jelas, tepat, mencerahkan,
bertanggung jawab: dan (5) menyajikan simpulan.

Mungkin benar jika ada yang mengatakan bahwa tidak semua orang yang
berakal dapat berpikir kritis. Akan tetapi, pada hak katnya logika ilmiah bertalian
dengan akal karena logika ilmiah itu sendiri berada dalam cakupan kerangka berpikir
kritis ltu sebabnya, para filsuf membagi jenis berpikir kritis (dibaca: berpikir ilmiah) ke
dalam tiga jenis penalaran, yang mungkin sudah kita ketahui, yaitu pertama, deduksi,
yaitu penyimpulan khusus berdasarkan data atau premis umum. Penalaran deduktif
pada umumnya diungkapkan melalui pola silogisme (gabungan penalaran) antara
premis (pernyataan) umum dan khusus. Kedua, induksi, yakni penyimpulan umum

13
berdasarkan data atau premis khusus. Penalaran induktif pada umumnya dibangun
melalui pola analogi, yakni premis-premis khusus yang saling ber- analogi disimpulkan
menjadi pernyataan umum tentangnya. Ketika abduks yaitu penyimpulan yang ditarik
berdasarkan fenomena atau hipotesis alias penyimpulan yang ditarik bukan dari hal-hal
yang empiris.

Berkenaan dengan hal ini, para filsuf juga membagi dua jenis penyimpulan,
yaitu: (l) penyimpulan langsung atau konklusi, yakni penyimpulan yang berasal hanya l
dari satu premis; dan (2) penyimpulan tidak langsung alias penyimpulan yang berasal
dari lebih dari satu prernis. Dengan demikian, memang tidak selayaknva kita
membiarkan hidup kita ditelikung oleh suatu "rezim kebenaran" yang mempertahankan
perannya sebagai subjek bahasa alias penentu kebenaran tunggal.

CIRI ARTIKEL ILMIAH

Selama ini kita memahami bahwa karya tulis ilmiah didefinisikan sebagai
tulisan yang didasari hasil pengamatan, peninjauan, penelitian, dan perenungan dalam
bidang keilmuan tertentu. Selain kebenaranisinya harus dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, karya tulis ilmiah sering kali pula dikatakan harus disajikan melalui
penggunaan laras bahasa ilmiah, yakni jenis bahasa tulis resmi yang baik, benar, dan
sarat bertaburan istilah teknis. Berdasarkan kedalaman kajian permasalahannya, karya
tulis ilmiah juga kerap dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni: (a) laporan
penelitian, yaitu tulisan yang melaporkan hasil percobaan, peninjauan, atau observasi
sementara; (2) karya tulis akademik, berupa skripsi, tesis, dan disertasi; dan (3) buku
teks, yakni buku ajar atau buku-buku ilmiah yang digunakan sebagail penunjang
perkuliahan (Wibowo, 2008; Achmadi, 2011), Berkaitan dengan hal ini, menurut saya
kita harus menambahkan satu.

Lepas dari masalah pendekatan ilmiah tersebut, baik artikel penelitian maupun
artikel ulasan juga sama-sama mencerminkan suatu tata permainan bahasa tersendiri,
yakni tata permainan bahasa artikel ilmiah. Sebagaimana telah disebutkan, suatu tata
permainan bahasa mencerminkan suatu nilai kehidupan yang diyakini masyarakat
penggunanya, yang mewujud pada aturan ciri-ciri tata permainan bahasa tersebut.
Mengingat artikel ilmiah juga harus dipahami sebagai tulisan pendek dan mengingat
pilihan terhadap karya menulis ilmiah populer merupakan pilihan yang tepat, agar
artikel ilmiah kita enak dibaca, alias komunikatif, maka menurut saya tata permainan

14
bahasa artikel ilmiah dapat disimak melalui aturan dan ciri-cirinya, yakni: (a)
emansipatoris; (b) singkat; (c) jelas; (d) tepat; (e) mencerahkan, dan (f) bertanggung
jawab. Berikut ini adalah penjelasannya.

A. Emansipatoris

Semangat kritis dan emansipatoris dalam berkomunikasi dicetuskan pada 1980-an oleh
filsuf kontemporer Jerman jurgen Habermas melalui teori tindak komunikasi, yang
prinsip-prinsipnya dipinjam dari konsep Filsafat Bahasa Biasa, khususnya konsep
Austin tentang tindak tutur (Habermas, 2006; Wibowo, 2011). Menurut Habermas,
komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang tiap-tiap partisipannya bebas
menentang klaim- klaim apa pun tanpa takut pada apa pun karena tiap-tiap partisipan
pada dasarnya memilik kesempatan vang sama untuk berbicara dan membuat keputusan
yang saling berbeda (dibaca: emansipatoris). Dalam ucapan lain, kita harus kritis
terhadap suatu paradigma yang seolah-olah beraya atau berkuasa.

A. Singkat

Sebuah artikel ilmiah yang komunikatif dan emansipatoris tidak perlu memuat
ihwal yang tidak berkaitan langsung dengan topik utama tulisan. Tatkala membahas
masalah zat berbahaya yang dikandung narkoba, misalnya, si penulis itu tidak perlu
menjelaskan secara panjang lebar di dalam bagian pendahuluan artikel ilmiahnya
perihal searah narkoba, jaringan penjualan narkoba atau mengisahkan para artis yang
gemar pesta narkoba. Dalam penegasan lain hilangkanlah "bunga-bunga" tulisan yang
mungkin dapat memesona pembaca, namun tidak memberikan intormasi apa-apa.
Ungkapkanlah topik utama kita melalui kalimat atau ungkapan bahasa yang singkat,
yang penting penting saja dan gunakanlah kata kerja yang tepat

C. Jelas

Suatu ungkapan bahasa dikatakan "jelas" jika disusun secara koheren alias
harmonis sehingga maknanya mudah dipahami oleh pembaca. Dalam mengungkapkan
suatu masalah dan pemecahannya, koherensi memang amat dibutuhkan. Secara umum,
koherensi selama ini dipahami sebagai hubungan yang jelas antara unsur-unsur yang
membentuk suatu kalimat dan paragraf. Dalam ungkapan ain, koherensi menekankan
segi struktur (interelast) di antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas dalam
kalimat. Oleh karena itu, bisa terjadi suatu ungkapan bahasa (kalimat atau alinea)
ditengarai telah mengandung suatu ide pokok yang tunggal, namun koherensinya

15
ternyata kurang baik. Akan tetapi, dari perspektif Filsafat Bahasa. Biasanya akan segera
terlihat bahwa koherensi tidak semata-mata berkaitan dengan segi struktur pembentuk
kalimat. Di dalam tata permainan bahasa artikel ilmiah yang komunikatif, koherensi
justru terletak pada bagaimana kemampuan seorang penulis dalam menyajikan pokok-
pokok pikirannya secara satu kesatuan “utuh" sehingga jelas bagi pembacanya
(Wibowo, 2008).

D. Tepat

Dalam mengungkapkan masalah dan pemecahannya secara ilmiah kita


memang harus berpikir secara tepat, yakni konsisten dalam pengertian kita bersedia
menyungguhkan bahwa jalan ilmiah yang kita tempuh sudah benar. Oleh karena itu,
artikel ilmiah yang komunikatif harus di dukung oleh fakta atau data yang cukup dan
terpercaya, tanpa mempersoalkan banyak-sedikitnya jumlah data tersebut. Hal ini patut
digarisbawahi, mengingat tidak sedikit fakta atau data yang jumlahnya hanya satu,
namun memiliki kecukupan dan keterpercayaan yang tinggi jika dijadikan objek
penelitian, seperti Candi Borobudur atau Gunung Tangkuban Perahu (Wibowo, 2011).

Suatu pendapat yang tidak didukung oleh fakta atau data yang cukup dan
terpercaya dengan sendirinya akan memunculkan analisis yang tidak tepat dan lebih
bersifat opini. Bahkan, sering kali penulisnya melakukan peloncatan ide atau
menghubungkan ide-ide yang pertaliannya saling berjauhan. Berimplikasi dengan hal di
atas, penulis artikel ilmiah yang komunikatif mesti mampu membatasi masalah
penelitiannya. Hal ini mengindikasikan bahwa si penulis itu adalah ilmuwan yang
mampu berpikir secara tepat. Dalam ungkapan lain, ia adalah ilmuwan yang selain
komunikatif juga emansipatoristis, yakni paham mengenai tujuannya meneliti,
mengetahui siapa saja calon pembacanya, dan mengerti sampai di mana batas-batas
yang diketahuinya.

Bab 3 Format artikel ilmiah

FORMAT (UNIVERSAL) ARTIKEL ILMIAH

Ada empat alasan mengapa jurnal akademik harus diterbitkan yaitu: (1) dalam
rangka meregistrasi kegiatan kecendekiaan. (2) dalam kaitan menyertifikasi hasil

16
kegiatan yang memersyaratan ilmiah; (3) sehubungan dengan pendiseminasian
penelitian kepada masyarakat; dan (4) demi kegiatan per semua temuan hasil kegiatan
kecendekiaan ilmuwan Senyampang dengan hal di atas, jurnal akademik yang
bereputasi tentu memiliki gaya selingkungnya sendiri, berupa panduan tentang syarat
dan keharusan yang wajib diturut oleh, (calon) penulisnva. Panduan tersebut pada
jurnal cetak tertera di. halaman tersendiri, namun jurnal cetak yang bereputasi biasanya
mencantumkan pula alamat situs (website) khusus mereka sehingga (calon) penulis
artikel ilmiah dapat mencermati panduan tersebut secara lebih rinci. Hal ini, selain
membuktikan bahwa di dunia akademik banyak sekali gaya selingkung jurnal atau tatal
permainan bahasa artikel ilmiah, juga sekaligus menegaskan. bahwa penulis artikel
ilmiah adalah objek bahasa, bukan lagi subjek bahasa sehingga tidak mungkin lagi
baginya untuk ngotot mengatakan bahwa menulis artikel ilmiah harus seperti
pengalamannya menulis ketika sedang studi lanjut di luar negeri. Tidak ada korelasi
positif antara pengalaman studinva itu dan pedoman selingkung suatu jurnal akademik
sebab vang diutama- kan dalam konteks ini adalah kepiawaiannya menulis. Siapa pun
yang menyimak perkembangan publikasi ilmiah dengan empati tanpa diurapi sikap
angkuh, pasti akan memaklunu. bahwa rata-rata jurnal akademik bereputasi selalu
berpijak pad aturan akademik yang universal, misalnya judul yang ditulis tidak lebih
dari 12 kata, tidak menuliskan singkatan pada judul dan abstrak yang hanya ditulis
dalam 200 kata. Aturan akademis yang universal ini bukanlah berupa panduan tertulis,
melainkan lebih berupa kesepakatan etis di kalangan imuwan internasional

Tujuan memperluas pengetahuan sebagaimana disebutkan di atas haruslah


dilambari oleh strategi komunikasi yang kontekstual, yang dalam hubungan ini berupa
kepiawaian kita dalam memahami dan mendayagunakan format universal artikel
ilmiah, yaitu: (a) judul; (b) baris kepemilikan; (c) pendahuluan; (d) abs- trak dan kata
kunci; (e) pendahuluan; (f)analisis dan pembahasan; . (g) hasil pembahasan; (h)
simpulan; (i) persantunan; dan (i) refe- rensi. Berikut ini adalah penjelasannya (lihat
juga: Pascawacana).

A. Judul yang Provokatif dan "Seksi"

Banyak istilah lain untuk menyebut judul, seperti "nama". "gelar",


"panggilan", "sebutan", "kepala", "kop", "tajuk", "titel". atau "mahkota" sebuah tulisan.

17
Apa pun sebutan itu, judul haruslah disusun dalam bentuk frasa (bukan kalimat) yang
singkat dan tepat. Dalam konteks artikel ilmiah, judul yang singkat berarti disusun tidak
lebih dari dua belas kata. Penyusunannya pun harus melalui model judul-topik (bukan
judul-tema) sehingga membayangkan objek formal sekaligus objek material artikel
ilmiah tersebut. Tujuannya adalah agar pembaca dapat langsung mengetalui ruang
lingkup permasalahan yang dikaji penulisnya. Agar menarik perhatian pembaca, judul
artikel ilmiah juga harus memenuhi syarat provokatif (menimbulkan rasa penasaran)
dan "seksi" (menarik) demi menimbulkan gairah membaca.

B. Baris Kepemilikan

Baris kepemilikan (bline) adalah keterangan tentang nama penulis artikel


ilmiah yang ditulis tanpa gelar apa pun. Di bawahnya, diterakan alamat surel (e-mail)
yang bersangkutan dengan tujuan agar memudahkannva berkorespondensi dengan
pembaca yang tertarik. Surel yang diterakan biasanya surel lembaga perguruan tinggi
tempat si penulis itu bekerja. Baris kepemilikan diletakkan di bawah judul artikel
ilmiah. Menurut Rifai (2012), baris kepemilikan selain merujuk pada hak
kepengarangan si penulisnya, juga merujuk pada hak kepemilikan artikel ilmiah
tersebut. Hal ini berarti, hak kepengarangan tetap berada di tangan penulisnya,
sedangkan hak penerbitan dan hak penyebarluasannya berada di tangan jurnal
akademik yang menerbitkannya. Jika penelitian dilakukan ketika si penulisnya sedang
studi pascasarjana di perguruan tinggi lain, alamat surel yang dicantumkan adalah
alamat surel perguruan tinggi lain tersebut. Sementara itu, alamat surel lembaga tempat
si penulis itu be- kerja cukup ditempatkan pada catatan kaki dan tidak perlu dibubuhi
kata-kata "penulis adalah staf pengajar pada Fakultas X Universitas

1. Abstrak dan Kata Kunci

Abstrak adalah miniatur isi artikel ilmiah yang hanya menginformasikan: (1)
latar belakang atau alasan mengapa penelitian dilakukan: (2) metode dan teori yang
digunakan; dan (3) hasil penelitian atau penemuan apa yang diperoleh. Ketiga hal ini
dinarasikan sebanyak dua ratus kata dalam satu paragrat tanpa l dibubuhi rujukan atau
referensi. Secara harfiah, abstrak (abstract) bermakna "ditarik dari" atau proses
pemisahan yang menghasilkan pandangan ringkas. Kata lnggris abstract ini dipungut
dari bahasa Latin, abstracus atau abstrahere yang memang bermakna "ditarik dari".
Perlu dicatat banyak di antara kita yang hingga kini masih menulis istilah abstrak

18
dengan "abstraksi". Kedua istilah ini tentu berbeda makna karena dalam perspektif
Filsafat Bahasa istilah “abstraksi” bermakna menarik dari atau proses yang ditempuh
pikiran untuk sampai pada konsep yang bersitat universal. Dalam ungkapan lain,
abstraksi adalah proses yang memungkinkan ide-ide universal dijadikan milik pikiran
atau sesuatu yang masih dalam pikiran (bdk. Bagus, 2002).

2. Pendahuluan

Pendahuluan dalam artikel ilmiah merupakan penjelasan dilakukannya


penelitian atau latar belakang mengapa sesuatu objek material dianggap menarik untuk
diteliti. Oleh karena itu, tidak ada masalah jika si penulis hendak menyinggung
identifikasi (pembatasan) masalah, tujuan, dan manfaat penelitiannya. Patut dicatat
bahwa tujuan penelitian berisikan hal spesifik yang menjadi tujuan yang hendak dicapai
berkaitan dengan masalah penelitian, sedangkan manfaat penelitian berisikan hal yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik secara pragmatik, teoretis, maupun normatif.
Andai si penulis hendak membangun argumentasi, pendahuluan artikel ilmiahnya dapat
dikaitkan dengan masalah, keadaan, atau peristiwa faktual dalam kehidupan sehari-hari.
Pendahuluan artikel ilmiah juga bisa berupa kritik si penulis terhadap suatu teori,
pemikiran, atau metode tertentu. Dalam konteks ini, si penulis dipersilakan mengutip
pendapat atau teori terdahulu, namun hanya yang dianggapnya paling kuat sehingga
tidak berkesan sedang menarasikan tinjauan pustaka. Jurnal akademik bereputasi
dewasa ini memang cenderung tidak lagi menjadikan tinjauan pustaka dan metode
sebagai subbab tersendiri.

3. Analisis dan Pembahasan

Analisis adalah proses mengatur urutan data sebagai hasil pengumpulan data
ke dalam terorganisasikan. Dalam ucapan lain, analisis adalah proses mengategorikan
data mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menyajikan melalui suatu metode,
model, dan teknik penelitian yang relevan yang sesuai dengan paradigma penelitian si
peneliti. Di dalam artikel ilmiah, analisis diupayakan berwujud uraian atau narasi yang
deskriptif sehubungan dengan rancangan analisis data. Itu sebabnya, analisis di dalam
penelitian kuantitatif pada umumnya berupa uraian argumentatif tentang pengkajian
hipotesis berdasarkan teori-teori yang digunakan. Uraian hasil uji hipotesis ini, karena
menggunakan angka-angka, sering kali dibantu oleh grafik, bagan, atau tabel. Karena
bersifat "bantuan", upayakanlah grafik, bagan, atau tabel di narasikan secara deskriptif.

19
Janganlah graflk, bagan, atau tabel dibiarkan berdiri sendiri yang akan menimbulkan
kebingungan bagi pembacanya. Sementara itu, analisis di dalam penelitian kualitatif
pada umumnya berupa narasi yang argumentatif berkenaan dengan perumusan masalah.
Perlu disinggung bahwa data yang (dianggap) cukup di dalam penelitian kualitatif tidak
ditentukan oleh sedikit banyaknya jumlah yang dikumpulkan tetapi bagaimana
keterpercayaan atau esensi data tersebut dapat dirumuskan ke dalam suatu konstruksi
narasi deksriptif yang sistematis, teoritis, dan logis sebagaimana tercermin dalam
perumusan masalah dan tujuan penelitian.

Hasil Pembahasan

Hasil pembahasan di dalam artikel ilmiah adalah bagian paling dicari oleh
pembaca, mengingat di situlah akan tergambar state of the art, frontier of knowledge
atau kecendekiaan si penelitinya. Sudah dielaskan bahwa struktur aktivitas ilmiah
terdiri dari, yaitu bagian substansi (isi) dan bagian prosedural (metode). Kedua bagian
ini tentu dipahami secara sederhana, mengingat aktivitas ilmiah berkelindan dengan
proses, prosedur, dan produk. Jika aktivitas imiah dipandang dari sudut proses, ia
merujuk pada penelitian ilmiah. Bila aktivitas ilmuah diperbincangkan sebagai suatu
prosedur ia mengacu pada metode ilmiah. Sementara itu, andai aktivitas ilmiah dilihat
sebagai produk, ia identik dengan pengetahuan ilmiah. Kendati demikian, aktivitas
ilmiah selalu menampilkan kebenaran imiah. Hasil pembahasan atau penelitian
merupakan cerminan hasil diskusi dan penafsiran si peneliti. Hasil pembahasan
memperlihatkan kepiawaian si peneliti dalam merelevansikan hasil analisis dan
pembahasannya dengan kondisi terkini sehingga hasll pembahasannya juga dapat
disebut sebagai " temuan terbaru. Perelevansian analisis dan pembahasan dengan
kondisi terkini sehingga diperoleh hasil pembahasan dapat pula dilakukan melalui
sejumlah metode yang sesuai dan sudah dikenal secara umum.

4. Simpulan

Rata-rata jurnal akademik bereputasi dewasa ini tidak mengharuskan penulis


artikel ilmiah menulis simpulan dan (apalagi) saran. Itu sebabnya, saya setuju dengan
pendapat Rifai (2012) bahwa simpulan dan Saran merupakan ciri khas jurnal akademik
di Indonesia, yang bisa jadi bertalian dengan "keinginan" pihak penyandang dana.

Simpulan atau hasil menyimpulkan diupayakan merujuk pada temuan-temuan empiris


di dalam hasil pembahasan, sehubungan dengan hipotesis atau perumusan masalah.

20
Dalam pernyataan lain, simpulan hanya merujuk pada populasi atau konteks tertentu
sehingga tidak berlaku universal. Dengan demikian tidak dibenarkan simpulan
menguraikan atau menarasikan suatu yang tidak kita teliti.

5. Persantunan

Secara etis, persantunan (acknowledgement) harus dicantumka karena


merupakan ekspresi rasa terima kasih penulis artikel ilmiah terhadap pihak-pihak yang
kontribusinya sangat nyata dalam penelitian. Persantunan cukup dinarasikan dalam satu
dua kalimat dan ditulis di bawah subbab simpulan.

6. Perujukan, bibliografi, dan referensi

Bertalian dengan hal di atas ini, terdapat dua sistem penulisan daftar
perujukan, yakni bibliografi dan referensi. Jika kita menyebut bibliografi berarti kita
harus mencantumkan semua pustaka yang kita baca, baik yang dirujuk dalam teks
maupun tidak. Sementara itu, jika kita menyebut referensi berarti hanya
mencantumkan pustaka yang dirujuk didalam teks. Akan tetapi, jurnal akademik
bereputasi di Indonesia rata-rata menyebut istilah "daftar bacaan”.

Dalam konteks etika penelitian akademik, perujukan merupakan hal yang amat digaris
bawahi karena bertujuan untuk: (1) menunjukkan kesenjangan antara hasil-hasil
penelitian terdahulu dalam bidang yang sedang diteliti; (2) menunjukkan garis depan
perkembangan keilmuan dalam bidang tertentu sebagai hasil akumulasi temuan-temuan
penelitian sebelumnya (state of the art); (3) mengakui adanya penelitian terdahulu yang
serupa yang bisa digunakan sebagai bahan pembanding: (4) mendukung ide dan
argumentasi yang dipaparkan oleh si peneliti; dan (5) menghindari plagiatrisme yang
tidak disengaja. Akan tetapi, dalam konteks penulisan artikel ilmiah, kualitas rujukan
justru tampak apabila artikel ilmiah tersebut memenuhi tiga kriteria, antara lain: (a) jika
rujukan relevan dengan bidang ilmu yang diteliti; (b) jika kemutakhiran rujukan
minimal sepuluh tahun terakhir; dan (c) jika 80%-nya terdiri atas pustaka primer yang
jumlahnva 60% dari keseluruhan daftar rujukan (bdk. Saukah, 2010). Oleh karena itu,
dapat segera ditegaskan pula, kualitas artikel ilmiah itu sendiri tidak ditentukan dari
banyak-sedikitnya jumlah pustaka yang dirujuk.

21
BAB III
PEMBAHASAN

.    Kelebihan

Dalam buku yang pertama, memiliki rincian mengenai penulisan karangan ilmiah yang
begitu jelas dan lebih lengkap. Dalam buku ini dijelaskan dengan begitu jelas dan padat.
Ketika kita menguasai buku ini maka kita secara bertahap akan mengetahui dan menguasai
materi yang sudah dikaji. Dan buku ini penting untuk dipelajari, dikarenakan daftar pustaka
yang lengkap setiap halamannya, serta banyak pendapat ahli didalam buku ini.
Buku yang kedua adalah buku yang, menjelaskan buku secara rinci dan bertahap
sehingga pembaca mudah dalam membaca dan memahami isi buku tersebut. Didalam buku
ini kita tidak hanya menemukan bahan untuk pembelajaran saja melainkan banyak bahan-
bahan yang ada didalam buku ini.

B.     Kelemahan
Dalam buku yang Pertama memang dijelaskan secara detail, tetapi penjelasannya kurang
panjang atau kurang banyak, sehingga ketika kita mempelajari buku ini,  kurang merasa puas
membaca buku ini, karena penjelasannya yang begitu singkat. Dan bahasa nya terlalu baku
sehingga tidak mudah dipahami dan sastranya begitu kuat.
Sedangkan dalam buku yang Kedua beberapa penjelasan memberikan bahasa yang sulit
dipahami sehingga pembaca harus sering mengulang bacaannya.  Buku itu terlalu sulit kata-
kata nya, saya saja cukup detail untuk meringkas buku ini, dan ketika kita tidak fokus
membaca bahan bacaan ini kita tidak mengetahui arti dari kata yang ditulis oleh si penulis
tersebut.

22
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan

Karya ilmiah merupakan suatu cabang mata kuliah yang mempelajari apa dan
bagaimana penulisan karya ilmiah itu berpengaruh pada tugas akhir. Dimana dengan
mengetahui penulisan karya ilmiah ini, kita jadi bias membuat sebuah karya ilmiah sesuai
dengan prosedur serta syarat pembuatan karya ilmiah. Untuk menjadi seorang sarjana
pendidikan teknik elektro yang berkualitas itu dia harus bisa mengetahui bagaimana membuat
sebuah laporan yang baik. Oleh sebab itu, menjadi ahli Pendidikan Teknik Elektro itu adalah
tugas yang besar dan penuh tanggung jawab, karena keselamatan orang lain bergantung pada
kita.

2. Saran

Sebaiknya dalam proses pembuatan sebuah karya ilmiah selain harus


memperhatikan hal-hal yang ada di dalam sebuah karya ilmiah tersebut kita juga harus
benar-benar memperhatikan ketikan-ketikan dan kata kata yang digunakan dalam
menyusun sebuah karya ilmiah agar tidak terjadi salah penulisan pada karya ilmiah
yang akan dibuat sebaiknya banyak membaca buku-buku referensi penulisan sebuah
karya ilmiah agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan tersebut.

23

Anda mungkin juga menyukai