Anda di halaman 1dari 2

Nama: Geovani Taqiuddin Jamil

NIM: 17105020038

Mercia Eliade: Sakral dan Profane

Eliade merupakan seorang sosiolog yang mempunyai pandangan berbeda terhadap anggapan yang
sudah ada. Ia memberikan sebuah tanggapan terhadap peristiwa yang di lihat nya sebagai sebuah arti
penting dalam menghubungkan antara manusia dengan Tuhan nya. Selain itu, ia juga secara khusus ia
menerangkan apa yang di anggapnya “Hierofani”, yaitu manifestasi dari sang kudus dalam konteks dunia
sekuler. Manifestasi yang seperti itu menurut Eliade selalu di wujudkan dan kemudian hari di kenang
melalui simbol simbol. Menurut Eliade, yang dapat menyatukan semua keyakinan dan pengalaman
manusia tidak lain dan tidak bukan adalah simbol. Simbol dan penciptaan simbollah yang paling memadai
untuk mencakup aneka segi ungkapan pengalaman manusia yang di lukiskan nya. Juga melalui bentuk
bentuk simbolislah manusia menanggapi hierofani hierofani, tidak sekedar dengan berusaha
menghasilkan suatu refleksi atau cerminan dari apa yang sudah di lihat atau di dengar tetapi dengan
menghubungkan diri nya pada apa yang menciptakan manifestasi itu melalui semacam tanggapan timbal
balik.

Dalam pandangan Eliade, yang perlu di garis bawahi dalam hal ini adalah bahwa fungsi sejati
sebuah simbol tetap tidak berubah: fungsi nya ialah mengubah suatu barang atau tindakan menjadi
sesuatu yang lain daripada yang kelihatan dari barang atau tindakan itu di mata pengalaman profan.
Peranan yang di mainkan paling penting oleh simbolisme dalam pengalaman magis-religius bangsa
manusia tidak di sebabkan oleh hal bahwa hierofani dapat di ubah menjadi simbol. Tidak karena simbol
mendukung hierofani atau mengambil tempatnya maka kemudian simbol itu menjadi penting. Namun
karena memang simbol mampu meneruskan proses hierofanisasi khusus nya dan kadangkala menjadi
hierofani sendiri. Simbol menyatakan satu realitas suci atau kosmologis yang tidak dapat dinyatakan oleh
manifestasi lainnya. Perbedaan pokok yang di adakan oleh Eliade adalah perbedaan antara yang profan
dan yang suci. Mula mula manusia di benamkan dalam dunia profan, tetapi simbolisme menciptakan
solidaritas tetap antara manusia dan sang kudus.

Eliade dalam buku nya yang berjudul The History of Religions: essay in Methodology menjelaskan
sekaligus menekankan ciri ciri simbol yang multivalen dan metaempiris: simbol menunjuk lebih jauh dari
diri nya sendiri kepada yang kudus. Pada waktu yang sama sebuah simbol tidak pernah asal menunjuk
sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan manusia. sebuah simbol selalu tertuju kepada realitas atau situasi
yang melibatkan manusia. dengan demikian dapat di artikan bahwa simbol tidak datang dengan sendiri
nya, ia mempunyai historis yang sangat erat kaitannya dengan pengalaman manusia. kebanyakan simbol
tercipta karena manusia mengalami pengalaman religiusitas, kemudian pengalaman itu di manifestasikan
kedalam sebuah media apa saja, yang pada akhir nya nanti simbollah yang bekerja untuk mengumpulkan
manusia lain yang mungkin satu frekuensi dengan hal tersebut, atau hanya sekedar ingin menjadi
pengikutnya. Melalui simbol keagamaan yang autentik manusia di bebaskan dari isolasi nya,
subjektivitasnya, dan pamrih dirinya serta di bawa masuk ke dalam yang kudus, dan roh roh.
Setidaknya ada dua pembagian fungsi simbol keagamaan yang dapat di pahami oleh manusia
secara ekslpisit. Kedua nya itu adalah pemanduan dan pendamaian: simbol keagamaan memungkinkan
manusia untuk menemukan kesatuan tertentu dunia dan pada saat yang sama membukakan kepada dirinya
sendiri tujuan hidupnya yang semestinya sebagai bagian dari integral dunia. Selanjutnya, simbol
keagamaan juga berfungsi untuk mempersatukan apa yang tampak sebagai ciri ciri dunia pengalaman
yang secara langsung bersifat kontradiktif atau paradoks.

Pengalaman manusia mengenai dunia organis pertama tama adalah pengalaman bertemu dengan
aneka macam unsur yang membutuhkan suatu pusat integrasi/perpaduan: pengalaman bermasyarakat,
hubungan antar pribadi bersifat ambigu dan embivalen. Orang kristen percaya bahwa melalui simbolisme
kristus yang menjelma, di salibkan dan bangkit itu adalah kepuasan tersendiri bagi penganutnya. Bagi
mereka itu adalah simbo yang dalam konteks tertentu bisa secara radikal di pahami dan di praktekkan
sebagai bentuk Re-experience diri nya ketika waktu itu merasakan. Hal tersebur merupakan fungsi dari
simbol. Terkait pemaknaan Re-experience tersebut setuju atau tidak tergantung pada manusia itu sendiri.
Tidak ada paksaan untuk melakukan hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai