Anda di halaman 1dari 10

Warga Kota Kupang Krisis Air Bersih

KUPANG, KOMPAS.com - Warga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat ini
kesulitan untuk memeroleh air bersih yang disalurkan dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Hal itu disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT, Darius
Beda Daton, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (11/9/2020) malam.
"Hingga saat ini semua wilayah di kota ini mengeluh air macet. PDAM belum ketemu
solusinya," ungkap Darius. Darius menuturkan, keluhan warga itu disampaikan melalui pesan
singkat dan juga pesan multimedia.

Keluhan warga Kota Kupang dan Kabupaten Kupang itu sejak Juli hingga saat ini. "Ternyata
setelah saya diskusi dengan PDAM, katanya debit air turun drastis. Dan PDAM tak bisa
memastikan kapan debit air normal," ujar Darius.

"Jalan El Tari saja yang sumber dari mata air Oepura sudah tak mengalir satu bulan ini,"
sambung dia. Terkait persoalan kekurangan sumber air baku di kota ini, maka pihaknya akan
mengomunikasikan dengan Wali Kota Kupang. Hal itu untuk memastikan rencana
pemerintah kota menggunakan sumber air dari Kali Dendeng dan penggunaan sumur bor
milik warga, dapat berjalan secepat mungkin. Sebab, kata Darius, baru bulan Juli saja air
sudah macet. "Bisa kita bayangkan hingga Desember warga masih kesulitan air bersih,"
imbuh dia.

Pihaknya menginginkan ada terobosan PDAM untuk mencari sumber air baru. "Bukan saja
pasrah pada soal menurunnya debit air, sebab air bersih adalah hak dasar warga yang harus
dipenuhi," ujar dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Warga Kota Kupang Krisis Air
Bersih", Klik untuk baca:
https://regional.kompas.com/read/2020/09/11/21401371/warga-kota-kupang-krisis-air-
bersih?page=all.
Penulis : Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere
Editor : Robertus Belarminus

Krisis Air Bersih Kota Kupang, Walhi:


Sumur Bor Kurangi Cadangan Air Tanah
Kupang, NTTOnlinenow.com – Warga Kota Kupang saban tahun pasti akan alami krisis air
bersih dalam rumah. Pemenuhan air bersih mulai terasa tak lagi normal jika memasuki musim
kemarau. Layanan jasa penyedia air bersih oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
daerah itu pun tak lagi berjalan normal. Air tak lagi terlayani ke rumah konsumen melalui
pipa-pipa yang terpasang saban hari. Pun jika sempat mengalir, maka kualitas airnya pasti tak
laik minum.

“Sudah hampir dua pekan tak ngalir lagi. Pun jika sewaktu-waktu ngalir, pasti warna airnya
kuning dan tak laik konsumsi. Hanya bisa dipakai untuk menyiram tanaman,” kata seorang
warga Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Melkiades.
Dia mengaku, layanan air bersih versi PDAM Kota Kupang memang tak pernah berjalan
normal dan memuaskan warga sebagai konsumen, meskipun saat musim normal, atau tak
sedang kemarau. “Apalagi kalau kemarau macam begini, ya, nikmati saja layanannya yang
tanpa air mengalir,” tuturnya.

Untuk memenuhi kebutuhan air dalam rumah, Melkiades mengaku mengandalkan layanan
sumber air versi PDAM Kabupaten Kupang. Untuk layanan ini, kata dia, masih sedikit baik,
meskipun di musim kemarau, air hanya terlayanan dan mengalir satu kali dalam sepekan.
“Setiap hari Jumat pasti mengalir. Saat itulah kami berkesempatan mengisi semua tempayan
dengan air bersih,” katanya.

Selain tetap mengalir, sumber air yang dipakai manajemen PDAM Kabupaten Kupang sangat
baik dan laik konsumsi. “Airnya bersih dan memang sangat laik dikonsumsi, tidak sama
seperti PDAM Kota Kupang,” katanya.

Selain PDAM Kabupaten Kupang, sumber pemenuhan air bersih warga Kota Kupang adalah
membeli air tangki. Jika kebetuhan air memang sangat banyak dan tak bisa ditunda, maka
tangki menjadi solusinya. “Kami harus memesan tangki ukuran 5000 liter, dengan harga
berkisar Rp60 ribu sampai Rp70 ribu,” katanya.

Hal sama disampaikan Ruth, warga Keluarahan Oebobo, yang juga mengaku bergantung
pada layanan tangki, untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam rumahnya. “Kami terpaksa
beli air tangki, karena tak bisa berharap dari layanan pipa PDAM Kota Kupang,” katanya.

Gambaran yang dialami Melkiades dan Ruth, menjadi potret umum kondisi krisis air bersih
di wilayah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu. Saban tahun, kondisi itu selalu
saja terjadi. Pergantian pemimpin (wali kota) tak juga mampu mengatasi persoalan dasar
masyarakat tersebut. Janji politik tuntaskan persoalan air bersih terus digemakan. Namun tak
ada satu pun yang mampu mengatasinya.

Mengeluh ke Ombudsman RI

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton mengaku telah mendapatkan
laporan serta pengeluhan warga Kota Kupang terkait sulitnya mengakses air bersih, akibat
layanan PDAM tak lancar dan air tak mengalir. Dia mengaku telah meneruskan semua
pengeluhan kepada pihak yang berkompeten yaitu PDAM.

Menurut Darius, persoalan air bersih harus mendapatkan langkah serius pemecahan, karena
dialami hampir semua warga daerah itu. Dan lagi-lagi masalah alam, yaitu pasokan debit di
sumber air baku yang menjadi penyebab karena menurun di tengah kemarau.

Direktur PDAM Kota Kupang Johny Oetemoesoe, mengaku terjadi penurunan debit pada
sejumlah sumber air baku milik perusahaan daerah tersebut, yang menyebabkan suplai air ke
konsumen tersendat.

Dia mengaku saat ini, debit air turun drastis berkisar 20 persen sampai 30 persen. “Yang
turun signifikan itu terjadi pada sumur bor di Kelurahan Fontein dan mata air Oeba,” katanya.

Sejauh ini, kata bekas Direktur PDAM Kabupaten Kupang itu, pihaknya memanfaatkan 19
sumber air baku sebagai andalan layanan air bersih kepada warga. Dari 19 sumber air baku
tersebut, 16 di antaranya adalah berupa sumur bor dan sisanya tiga sumber air permuakaan.
Jumlah sumber air baku yang didominasi sumur bor itulah, lanjut Johny yang dipakai
melayani 12.764 pelanggan warga Kota Kupang. “Kalau musim kemarau pasti menurun
debitnya,” katanya. Dia juga mengaku tak lagi memiliki sumber cadangan air baku lainnya.

Pemerintah sediakan 500 tangki

Mengatasi kesulitan air bersih warga, Pemerintah Kota Kupang lalu menerbitkan kebijakan
pembagian air melalui tangki-tangki ke sejumlah kelurahan yang dinilai paling
membutuhkan. Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kupang,
pemerintah lalu menyediakan 500 tangki air. Kepala BPBD Kota Kupang Jimy Didok
mengaku program itu hanya akan menyasar warga marginal yang alami krisis air bersih.

Dia mengaku sedang mengusulkan dana senilai Rp1 miliar kepada DPRD setempat. “Kita
antisipasi ancaman kekeringan selama tiga bulan ke depan, kita masukkan dalam anggaran
perubahan,” jelasnya.

Kritik Walhi

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang mengatakan, kebijakan
pemerintah yang lebih mengandalkan sumur bor sebagai sumber air baku sangatlah keliru.

Menurut dia, penggunaan sumur bor sebenarnya merupakan salah satu bentuk eksploitasi
terhadap air tanah. Penggunaan sumur bor berpotensi mengurangi cadangan air tanah.
“Apalagi dengan kondisi curah hujan yang berkurang akhir-akhir ini sehingga berkurangnya
air tanah lebih cepat dari pengisian kembali. Akibatnya akan menimbulkan kekeringan pada
sumber-sumber air permukaan yang ada (seperti mata air),” katanya.

Ketiadaan dan daerah tangkapan air untuk merangsang dan memeilihara sumber mata air,
menjadi hal yang harus dibikin pemerintah sesegara mungkin. Untuk itu Walhi menyarankan
agar Pemerintah Kota Kupang melestarikan titik-titik mata air yang ada di Kota Kupang dari
pada memanfaatkan sumur bor. “Walhi pernah menyampaikan masukan ini kepada
pemerintah sejak pak wali kota janjikan air bagi masyarakat kota dua tahun silam, namun tak
ada aksi sampai sekarang,” katanya.

Potret Kekeringan di Kupang, Warga Kini Terpaksa Beli Air Tangki

KUPANG - Warga Kota Kupang saban tahun pasti akan mengalami krisis air bersih dalam
rumah. Pemenuhan mulai terasa tak lagi normal jika memasuki musim kemarau seperti
sekarang. Air tak lagi terlayani secara baik ke rumah konsumen melalui pipa-pipa PDAM.
Pun jika sempat mengalir, kualitas tak laik minum.

"Sudah hampir dua pekan tak ngalir lagi. Pun jika sewaktu-waktu ngalir, pasti warna airnya
kuning dan tak laik konsumsi. Hanya bisa dipakai untuk menyiram tanaman," kata seorang
warga Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Melkiades beberapa waktu lalu.

Dia mengaku, layanan air bersih versi PDAM Kota Kupang memang tak pernah berjalan
normal dan memuaskan warga sebagai konsumen saat kemarau. "Apalagi kalau kemarau
macam begini, ya, nikmati saja layanannya yang tanpa air mengalir," tuturnya.
Selain dari PDAM Kabupaten Kupang, sumber pemenuhan air bersih warga adalah membeli
air tangki. Jika kebetuhan air memang sangat banyak dan tak bisa ditunda, maka tangki
menjadi solusinya. "Kami harus memesan tangki ukuran 5.000 liter dengan harga berkisar
Rp60 ribu sampai Rp70 ribu," katanya.

Hal sama disampaikan Ruth, warga Keluarahan Oebobo yang juga mengaku bergantung
kepada layanan tangki untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam rumahnya. "Kami
terpaksa beli air tangki, karena tak bisa berharap dari layanan pipa PDAM Kota Kupang,"
katanya.

Gambaran yang dialami Melkiades dan Ruth menjadi contoh kondisi krisis air bersih di
wilayah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.

Mengeluh ke Ombudsman RI

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton mengaku telah mendapatkan
laporan serta pengeluhan warga Kota Kupang terkait sulitnya mengakses air bersih akibat
layanan PDAM tak lancar dan air tak mengalir. Dia mengaku telah meneruskan semua
pengeluhan kepada pihak yang berkompeten yaitu PDAM.

Menurut Darius, persoalan air bersih harus mendapatkan langkah serius, karena dialami
hampir semua warga daerah itu. Dan lagi-lagi masalah alam, yaitu pasokan debit di sumber
air baku yang menjadi penyebab karena menurun di tengah kemarau.

Direktur PDAM Kota Kupang Johny Oetemoesoe, mengakui terjadi penurunan debit pada
sejumlah sumber air baku milik perusahaan daerah tersebut, yang menyebabkan suplai air ke
konsumen tersendat.

Dia mengatakan saat ini debit air turun drastis berkisar 20 persen sampai 30 persen. "Yang
turun signifikan itu terjadi pada sumur bor di Kelurahan Fontein dan mata air Oeba," katanya.

Sejauh ini pihaknya memanfaatkan 19 sumber air baku sebagai andalan layanan air bersih
kepada warga. Dari 19 sumber air baku tersebut, 16 di antaranya adalah berupa sumur bor
dan sisanya tiga sumber air permuakaan.

Jumlah sumber air baku yang didominasi sumur bor itulah, lanjut Johny yang dipakai
melayani 12.764 pelanggan warga Kota Kupang. "Kalau musim kemarau pasti menurun
debitnya," katanya. Dia juga mengaku tak lagi memiliki sumber cadangan air baku lainnya.

Pemerintah Sediakan 500 Tangki

Mengatasi kesulitan air bersih warga, Pemerintah Kota Kupang lalu menerbitkan kebijakan
pembagian air melalui tangki-tangki ke sejumlah kelurahan yang dinilai paling
membutuhkan. Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kupang,
pemerintah lalu menyediakan 500 tangki air.

Kepala BPBD Kota Kupang Jimy Didok mengaku program itu hanya akan menyasar warga
yang terimbas krisis air bersih.
Dia menjelaskan sedang diusulkan dana Rp1 miliar kepada DPRD setempat. "Kita antisipasi
ancaman kekeringan selama tiga bulan ke depan, kita masukkan dalam anggaran perubahan,"
jelasnya.

Kritik Walhi

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang mengatakan, kebijakan
pemerintah yang lebih mengandalkan sumur bor sebagai sumber air baku sangatlah keliru.

Menurut dia, penggunaan sumur bor sebenarnya merupakan salah satu bentuk eksploitasi
terhadap air tanah. Penggunaan sumur bor berpotensi mengurangi cadangan air tanah.
"Apalagi dengan kondisi curah hujan yang berkurang akhir-akhir ini sehingga berkurangnya
air tanah lebih cepat dari pengisian kembali. Akibatnya akan menimbulkan kekeringan pada
sumber-sumber air permukaan yang ada (seperti mata air)," katanya.

Ketiadaan dan daerah tangkapan air untuk merangsang dan memeilihara sumber mata air,
menjadi hal yang harus dibikin pemerintah sesegara mungkin. Untuk itu Walhi menyarankan
agar Pemerintah Kota Kupang

Warga Kota Kupang Krisis Air Bersih,


Lihat Apa Saja yang Dilakukan Pemkot
Kupang
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Warga Kota Kupang tengah mengalami
krisis air bersih, dampak dari kemarau panjang dan terhentinya pasokan air dari
Bendungan Tilong yang selama ini melayani pelanggan PDAM Kota Kupang di 14
Kelurahan.

Pemkot Kupang, Kamis (26/9/2019) menggelar diskusi bersama Media desk Kota Kupang.
Krisis air bersih menjadi salah satu topik hangat dalam diskusi tersebut.

Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore menegaskan, Pemkot Kupang tidak diam melihat warga
Kota Kupang yang dilanda krisis air bersih.

"Berbagai upaya sedang dijalankan dan program jangka panjang atasi masalah air bersih,
sudah kita pikirkan dan akan kita kerjakan," ungkap mantan anggota DPR RI itu.

Pasca ditetapkan siaga krisis air bersih, Senin (23/9/2019) Jefri memerintahkan para lurah
untuk segera memasukkan data keluarga-keluarga tidak mampu yang paling membutuhkan
pasokan air bersih di wilayah masing-masing.

Lanjut Jefri, semua armada mobil tangki yang dimiliki BPBD Kota Kupang, Dinas Pemadam
Kebakaran (Damkar) Kota Kupang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Kupang
(LHK) Kota Kupang, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang
dikerahkan untuk mendistribusikan air bersih, terutama kepada masyarakat tidak mampu.
Selain itu, kata dia, Pemkot Kupang telah bersurat kepada para pemilik usaha tempat
pengisian air di wilayah Kota Kupang agar pelayanan buka 24 jam selama masa
krisis air bersih.

Dijelaskannya, progam jangka panjang untuk mengatasi masalah air bersih Pemkot Kupang
mencanangkan program tanam pohon dan air. Penjabarannya, setiap keluarga wajib menanam
satu pohon dan untuk ASN yang sudah berkeluarga wajib menanam dua pohon.

Selain itu, lanjutnya, Pemkot Kupang akan menanamkan sebanyak lima ribu pohon. Tiga ribu
pohon akan ditanam pohon beringin dan jenis pohon besar lainnya di beberapa lokasi, antara
lain, Naioni, Fatukoa, Sikumana, Kolhua dan Bello.

Kelima lokasi ini dipilih karena berada diatas ketinggian sehingga bisa menampung air yang
dapat dialirkan ke dataran rendah. Penanaman dilakukan pada Oktober atau November.
Sementara itu dua ribu pohon kecil/sedang, seperti bunga kertas, akasia, tapak lencana dan
sepe akan ditanam di taman-taman di Kota Kupang.

BPBD Kota Kupang Suplai Air Bersih Warga Tak Punya Bak Penampung

Menindaklanjuti arahan Wali Kota Kupang, Badan Penanggulan Bencana Daerah Kota
Kupang sudah mulai beroperasi mendistribusikan air bersih ke warga sesuai data dari pihak
Kelurahan.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Kupang, Judi R. Taulo, diwawancarai
POS-KUPANG.COM, Rabu (25/9/2019) di Hotel Neo Aston, Kota Kupang mengatakan,
pihaknya saat ini sudah beroperasi mensuplai air ke warga.

"Tim kami setiap hari suplai air ke lokasi-lokasi warga, menurut data yang kami terima dari
pihak kelurahan. Memang kita belum menjangkau semua kelurahan. Air itu kami beli dari
penyedia air kemersil. Ada empat mobil tangki yang beroperasi setiap hari, empat ret dalam
sehari di lokasi yang berbeda" ungkapnya.

Namun, lanjutnya, di kelurahan atau di RT/RW tidak ada bak penampung umum yang bisa
diakses oleh warga, sehingga distribusi air kepada warga memakan waktu karena warga harus
mengantre.

"Ini jadi kendala juga untuk kami. Karena kami harus melayani warga satu-satu, kalau ada
bak penampung yang bisa diakses oleh warga, maka sehari kita bisa suplai air bersih lebih
dari empat ret," ungkapnya.

Menurutnya, berdasarkan perkiraan dari BMKG, musim hujan diperkirakan mulai pada akhir
November atau awal Desember sementara itu debet air Tilong yang melayani 14, kelurahan
turun.

"Tahun anggaran kita akan distribusikan sebanyak 250 tanki air ke semua kelurahan, tentu
yang mendapat porsi yang lebih banyak yakni di kelurahan krisis air bersihnya tinggi,"
jelasnya.
Terkait kendala, tidak adanya bak penampung, kata Judi, pihaknya sudah membuat proposal
ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat untuk pengadaan tandon.

Terpisah Plt. Direktur Marius Seran di ruang kerjanya mengatakan, Bendungan Tilong yang
dikelola oleh BLUD SPAM NTT untuk melayani pelanggan air minum PDAM Kota Kupang
dan Kabupaten Kupang dalam sebulan terakhir ini tidak beroperasi sehingga membuat warga
Kota Kupang mengalami krisis air bersih.

Di Kota Kupang tercatat ada 14 Kelurahan yang mendapat air dari bendungan tersebut, yakni,
Kelurahan Naimata, Penfui, Liliba, Tuak Daun Merah (TDM), Kayu Putih, Oebobo, Lasiana,
Oesapa Barat, Oesapa Selatan dan Pasir Panjang.

Tiga kelurahan terparah mengalami krisis air bersih yakni, Naimata, Penfui, dan Tuak Daun
Merah.

Ia mengatakan dari total jumlah pelanggan PDAM Kota Kupang sebanyak 12 ribu pelanggan,


empat ribu pelanggan diantaranya, merupakan warga dari 14 kelurahan tersebut.

Menurutnya, pada Agustus 2019 lalu, warga mengeluh air dari Bendungan Tilong yang
dikelola oleh BLUD SPAM Provinsi NTT tersebut, keruh. Menindaklanjuti keluhan warga,
PDAM Kota Kupang meminta BLUD SPAM NTT agar segera memperbaiki kualitas air.

"Kami komplain ke mereka, karena kita juga pelanggan berdasarkan fakta yang ditemukan
oleh warga bahwa air dari Tilong itu keruh dan berwarna kekuningan," ungkapnya.

Marius mengatakan sudah sebulan Tilong berhenti, tidak beroperasi, sementara Pihak BLUD
SPAM NTT meminta waktu untuk melakukan treatmen khusus untuk memperbaiki kualitas
air.

"Kemarin, mereka sempat coba mengoperasikan kembali, alirkan air, tapi belum pastikan
apakah akan konsisten. Nah karena debet airnya juga turun maka nanti ada pengurangan
jadwal, jadi tidak seperti jadwal yang sebelumnya," jelas Marius.

Dijelaskannya, untuk mengatasi masalah krisis air bersih tersebut, PDAM Kota Kupang


tengah berupaya membangun komunikasi dengan pihak Balai Sungai Wilayah NTT II.

Menurutnya, sumber-sumber air dari sumur bor air tanah dan air baku yang dibangun dekat
dengan jaringan existing PDAM yang tersuplai dari Bendungan Tilong bisa menjadi alternatif
untuk membantu mengatasi krisis air bersih.

Warga TDM Mengeluh Sudah Sebulan Krisis Air

Pasokan air dari Bendungan Tilong ke pelanggan PDAM Kota Kupang dan Kabupaten


Kupang sudah sebulan terakhir ini berhenti.

Akibatnya, warga kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), mengalami krisis air dan terpaksa
beralih membeli air tanki.

Kelurahan TDM merupakan satu dari tiga kelurahan terparah di Kota Kupang yang
mengalami krisis air bersih. Dua kelurahan lainnya, yakni Naimata dan Penfui.
Agnes Save, warga RT 11 diwawancarai POS-KUPANG.COM, di kediamannya, Kamis
(26/9/2019) mengatakan, sudah sebulan terakhir ini mereka membeli tanki.

"Yah kita terpaksa beli air tanki, walaupun harganya juga sudah naik, dulu enam puluh ribu,
sekarang, tujuh puluh sampai delapan puluh ribu," ungkapnya.

Karena sudah sebulan, air dari keran tidak mengalir, kata Agnes, mereka sampai enggan
mengecek atau membuka keran air. "Kami sampai jengkel, karena memang percuma. Tapi
sudahlah, kami tunggu hujan saja," keluhnya.

Menurutnya, kualitas air dari Bendungan Tilong yang selama ini mereka konsumsi juga tidak
bagus, keruh dan berwarna kekuningan. "Jadi itu untuk mandi dan mencuci, kalau untuk
masak, kami kadang harus beli galon," ungkapnya.

Hal senada diungkapkan tetangga Agnes, yang tak mau namanya ditulis. Menurutnya,
memang bukan hanya Kota Kupang saja yang alami krisis air bersih, tetapi pemerintah dan
masyarakat harus segera menemukan solusi krisis air bersih baik jangka pendek maupun
jangka panjang.

"Jadi sebenarnya sudah sering nih krisis air bersih dan kami ini sudah sebulan tapi tidak ada
tanggapan atau upaya dari pemerintah. Bagaimana ini? Harus ada solusi jangka pendek dan
panjang agar masalah yang sama setidaknya bisa diminimalisir," jelasnya.

Terkait program Pemkot Kupang melalui Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kota
Kupang, mendistribusi air secara gratis ke warga, kata dia, belum sampai ke kelurahan TDM.

Ia mengaku sudah mendengar program untuk mengatasi krisis air tersebut, namun sampai
saat ini, menurutnya, mereka belum menerima bantuan dimaksud.

"Yah mungkin masih di Kelurahan lain. Saya tidak tau, tapi jangan lupa perhatikan kami di
sini, karena kami juga parah. Kalau tidak salah air gratis itu juga diperuntukan bagi keluarga
pra sejahtera. Itu untuk jangka pendek, tapi jangan lupa Pemkot Kupang pikirkan solusi
jangka panjangnya," tegasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)

Air Bersih Masalah Klasik Kota Kupang


POS-KUPANG.COM - SETIAP tahun di musim kemarau, warga Kota Kupang menjerit
masalah air bersih. Dari Wali Kota Kupang, SK Lerik (almarhum), Daniel Adoe, Jonas
Salean sampai Jefri Riwu Kore masalah klasik di Kota Kasih ini belum terselesaikan.

Kesulitan air bersih terus dirasakan oleh masyarakat Kota Kupang. Air bersih menjadi mahal,
karena warga selain membayar pemakaian air di PDAM, baik Kota Kupang maupun
Kabupaten Kupang, juga harus membeli air tangki seharga Rp 100 ribu/tangki karena aliran
air PDAM sering macet.

Masalah air bersih akan berimbas pada dimensi kehidupan manusia, mulai dari kesehatan
apalagi di tengah Covid-19 yang menuntut warga terus mencuci tangan, ekonomi produktif,
sosial politik, dan segala kebutuhan primer maupun sekunder yang bersentuhan langsung
dengan kebutuhan air bersih.
Kita berharap Pemkot Kupang yang dinahkodai Jefri Riwu Kore berkoordinasi dengan
Pemerintah Kabupaten Kupang dan Pemerintah Provinsi NTT dalam pengalihan aset dan
pengelolaan air bersih yang bersifat satu pintu.

Sumber air bersih yang selama ini dikelola Pemkab Kupang perlu diserahkan ke Pemkot
Kupang agar manajemen pendistribusiannya betul-betul menjawab kebutuhan warga. Tinggal
disepakati sistem bagi hasil antara Pemkot Kupang dan Pemkab Kupang.Langkah ini bisa
terjadi jika Pemprov NTT memfasilitasinya.

Kita masih ingat pertemuan antara Wali Kota Jefri Riwu Kore dengan Ayub Titu Eki (mantan
Bupati Kupang) di awal kepemimpinan. Pertemuan itu dilatari tekad Jefri Riwu Kore
menyelesaikan masalah air bersih dalam 100 hari kerja, namun kandas hingga saat ini.

Kita berharap komunikasi persuasif terus dilakukan agar masalah ini tuntas sebelum
berakhirnya kepemimpinan Jefri Riwu Kore-Herman Man.

Memang benar apa yang dikeluhkan Jefri Riwu Kore bahwa Kota Kupang kekurangan


sumber air baku. Kita mendukung upaya pemerintah kota bersama pemerintah provinsi yang
akan memberikan bantuan masalah air bersih, dan juga permohonan bantuan ke pemerintah
pusat.

Sumber air baku terbanyak ada di Kabupaten Kupang sedangkan Kota Kupang hanya
mengandalkan sumur bor, itupun kapasitas terbatas sehingga tidak sanggup memenuhi
kebutuhan warga kota yang setiap tahun terus bertambah.

Pemerintah Kota Kupang bukannya tinggal diam, namun tetap melakukan upaya-upaya.


Pemkot pun sudah berupaya menghubungi pemerintah provinsi untuk membantu dan
menyurati pemerintah pusat namun hasilnya belum maksimal.

Persediaan air bersih sebelum kerja sama dengan pihak lain 90 Liter/detik, namun setelah
kerja sama meningkat menjadi 140 Liter/detik, namun kebutuhan air bersih di Kota Kupang
800 liter/detik. Untuk mendapatkan kekurangan ini, Pemkot Kupang terus mencari jalan
keluar.

Warga Kota Kupang Paling Banyak


Keluhkan Masalah Air Bersih
Kupang, Vox NTT- Warga Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) paling banyak mengeluhkan kekurangan air minum bersih.

“Selama reses di beberapa titik, keluhan paling banyak itu soal air minum bersih,” aku
Anggota DPRD Kota Kupang, Theodora Ewalda Taek saat reses di RT 1 dan 2, RW 1,
Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Jumat (07/02/2020) malam.

Menurut Anggota Komisi IV DPRD Kota Kupang itu, selama reses di kurang lebih 5 titik,
keluhan warga memang beragam.
Namun yang paling dominan adalah keluhan soal kesulitan mendapatkan air minum bersih.

Kemudian disusul dengan keluhan sampah, urusan bantuan sosial, proses pengurusan kartu
kesehatan atau BPJS, dan lain-lain.

“Kalau keluhan lain seperti lampu penerangan jalan bisa dikomunikasikan ke Lurah juga RT
dan RW setempat,” kata Theodora.

Ia mengaku, masalah air minum bersih belum dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
Theodora beralasan Dirut PDAM Kota Kupang baru saja dilantik dan belum bekerja.

“Kan belum kerja, baru saja dilantik. Kita lihat saja ke depannya,” imbuhnya.

Sebagai Anggota DPRD Komis IV yang menangani bidang kesehatan, Theodora mengaku
keluhan yang berpautan dengan komisinya direkam dan akan masuk Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD), untuk selanjutnya dibahas pada Juni 2020 mendatang.

Untuk diketahui, saat reses di RT 1 dan 2, RW 1, Kelurahan Kelapa Lima, Theodora hadir
bersama anggota DPRD Kota Kupang lain atas nama Simon A. Dima.

Simon sendiri menjelaskan, masalah-masalah seperti penerangan dan sampah harus ada
pengaturan yang jelas dari pihak kelurahan.

“Untuk air kita lihat ke depan, ya karena ada bantuan 150 meter (saluran air) dari Pemerintah
Pusat,” pungkasnya usai reses kepada VoxNtt.com.

Anda mungkin juga menyukai