PROCEDURES, AUDIT TEKNIK, RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS
8.1 AUDIT PLAN (PERENCANAAN PEMERIKSAAN)
Standar audit 300 Perencanaan suatu audit laporan keuangan (IAPI, 2013) yang berlaku efektif 1 januari 2013 (untuk emiten) dan 1 januari 2014 (untuk entitas selain emiten) merupakan pedoman dalam menyusun perenecanaan pemeriksaan. Perencanaan suatu audit melibatkan penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk perikatan tersebut dan pengembangan rencana audit. Perencanaan audit yang baik mempunyai beberapa manfaat, antara lain membantu auditor untuk memberikan perhatian yang tepat antara area yang penting dan mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah yang potensial secara tepat waktu. Standar pekerjaan lapangan pertama (IAPI, 2011: 310,1) berbunyi sebagai berikut : “Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya”. Begitu juga menurut AICPA auditing standards (Arens, 2017:261) Auditor harus merencanakan pekerjaan auditnya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan sebaik-baiknya. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas satuan usaha, pengalaman mengenai satuan usaha dan pengetahuan tentang bisnis satuan usaha. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertibangkan, antara lain: a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industry di mana satuan usaha tersebut beroperasi. b. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut. c. Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan. d. Penetapan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan. e. Perttimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penysuaian (adjustment). g. Kondsi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan dan ketidakberesan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. h. Sifat laporan audit yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi tugas (sebagai contoh, laporan audit tentang laporan keuangan konsolidasi, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak/ perjanjian). Agar dapat membuat perencanaan audit dengan sebaik-baiknya, auditor harus memehami bisnis klien dengan sebaik-baiknya (understanding client business), termasuk sifat dan jenis usaha klien, struktur organisasinya, struktur permodalan, metode produksi, pemasaran , distribusi dan lain-lain. Pengetahuan mengenai bisnis satuan usaha biasanya diperoleh auditor melalui pengalaman dengan satuan usaha atau industrinya serta dari pengajuan pertanyaan kepada pegawai perusahaan. Kertas kerja audit dari tahun sebelumnya dapat berisi informasi yang bermanfaat mengenai sifat bisnis, struktur organisasi, dan karakteristik operasi, serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus. Sumber lain yang dapat digunakan oleh auditor adalah publikasi yang dikeluarkan oleh industry, laporan keuangan satuan usaha lain dalam industri, buku teks, majalah dan perorangan yang memiliki pengetahuan mengenai industri. Menurut Hayes (2014 : 205) Rules of thumb yang biasanya digunakan dalam praktek adalah : a. 5-10% dari net income sebelum pajak. b. 5-10% dari current asets. c. 5-10% dari current liabilities. d. 0,5-2% dari total asset e. 0,5-2% dari total revenue. f. 1-5% dari total equity. 8.2 AUDIT PROGRAM Audit program yang baik harus mencantumkan: a. Tujuan pemeriksaan b. Prosedur audit yang akan dijalankan. c. Kesimpulan pemeriksaan. Sebagian KAP menggunakan audit program yang sudah distandarisasi dan digunakan di setiap kliennya, sebagian lagi menggunakan audit program yang disusun sesuai kondisi dan situasi di perusahaan (tailor made). 8.3 AUDIT PROCEDURES DAN AUDIT TEKNIK Audit procedures adalah langkah-langkah yang harus dijalankan auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak melakukan penympangan dan dapat bekerja secara efektif dan efisien. Audit procedures dilakukan dalam rangka mendapatkan bahan-bahan bukti (audit evidence) yang cukup untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan. Untuk itu diperlukan audit teknik yaitu cara-cara untuk memperoleh audit evidence seperti : konfirmasi, observasi, inspeksi, tanya jawab dan lain-lain. 8.4 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS Menurut SA 320.1 &320.2 Materialiata dalam konteks audit. Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas konsep materilitas dalam konteks penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan mungkin membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka tersebut secara umum menjelaskan bahwa : a. Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan tersebut. b. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian atau kombinasi keduanya dan. c. Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum yang diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan dampak kesalahan penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang kebutuhannya beragam, tidak dipertimbangkan. Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan professional, dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan oleh para pengguna laporan keuangan. Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. Materilitas yang ditetapkan pada tahap perencanaan audit tidak semena-mena menentukan bahwa kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, secara individual atau gabungan di bawah materialitas tersebut, akan selalu dievaluasi tidak material. Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan beberapa kesalahan penyajian dapat menyebabkan auditor menilai kesalahan penyajian tersebut sebagai kesalahan penyajian material walaupun kesalahan penyajian tersebut berada di bawah tingkat materialitas. Menurut SA 320.5, 320.6 &320.7 dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah untuk mendapatkan reasonable assurance bahwa laporan keuangan secara keseleruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan, oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan, dalam semua hal yang material, telah disusun sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan untuk melaporkan laporan keuangan tersebut serta mengkomunikasikan temuan-temuan auditor sebagaimana disyaratkan oleh SA. Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri atas (a) risiko yang meliputi risiko bawaan dan risiko pengendalian bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko (risiko deteksi (detection risk) bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Ada 3 risiko yaitu : a. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. b. Risiko Pengendalian adalah risiko suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat oleh pengendalian intern entitas. c. Risiko Deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima atau sebaliknya.