Anda di halaman 1dari 16

PAPER SEL PUNCA DAN REKAYASA GENETIKA

(How do Stem Cells?)


Dibuat sebagai salah satu syarat UTS (Ujian Tengah Semester) Mata Kuliah Sel Punca dan
Rekayasa Genetika

Oleh:

Zulfikran Moh. Rizki Azis NIM. 092024353001

Alfia Andriyani NIM. 092024353002

Talita Shofa Adestia NIM. 092024353010

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER IMUNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
1. Pendahuluan
Sel punca mesenkimal berkembang pada saat ini, tidak diragukan lagi bahwa MSC
mempunyai kemampuan untuk perbaikan beberapa jaringan yang rusak. Pada sel stroma
mesenkim mulipoten (MSC) dapat diisolasi dan efesien pada setiap jaringan tubuh dan
mempunyai kemampuan dalam perbaiakn sel, berdiferensiasi menjadi berbagai sel
mesodermal baru. MSC mempunyai fungsi sebagai efek untuk berbagai penyakit dan aplikasi
pengobatan regeneratif yang efektif dalam perbaikan kjaringan dan signaling. Hal dari
penelitian menunjukan bahwa MCS dalam keadaan perbaikan dan memiliki tindakan
pleiotropic dalam pelepasan faktor pro-survival ke mikrovesikel sitoprotektif. Oleh sebab iitu
bab ini meninjau dan mendiskusikan dugaan menganai mekanisme potensial MSC dalam
konteks hewan dan manusia. 

2. Biologi Mesenchymal Stem Cells (MSC): konsep, terminologi, sumber, profile gen
sel fenotipe dan senescence
"Stem cell" adalah sel yang memiliki dua sifat utama: 1) Pembelahan asimetris dan 2)
Kapasitas diferensiasi. Tidak semua sel dalam tubuh kita mempunyai kedua sifat ini. Ada dua
sel utama: embryonic stem cells dan adult stem cells. Adult stem cells kini diterima dengan
baik. Perbaikan jaringan setelah cedera dan juga pembaruan homeostatik yang terus menerus
dari beberapa jaringan memperkuat gagasan ini. Pada tahun 1970, Friendstein menjelaskan
untuk pertama kalinya bahwa sumsum tulang tidak hanya menyimpan hematopoetic stem
cells (HSC), tetapi juga jenis sel lain yang memiliki sifat klonogenik in vitro, yang
mencirikan sel-sel ini berdasarkan sifatnya untuk membentuk koloni fibroblas di sel primer
pada kultur (CFU-F: colony-forming unit fibroblastic).
Bertahun-tahun kemudian, Caplan dan rekan kerjanya menamai sel-sel ini sebagai
Mesenchymal Stem Cells (MSC). Pada tahun 1999, Pittenger et al menunjukkan bahwa sel-sel
ini adalah stem cell multipoten dengan potensi untuk berdiferensiasi menjadi sel lain dari
jaringan mesenkim. Sumber lain dari MSC telah dijelaskan sejak saat itu. MSC tidak hanya
ditemukan di sumsum tulang. Jaringan adiposa juga telah ditunjukkan sebagai tempat
potensial. Selain itu, pulpa gigi, limbus, selaput ketuban, cairan ketuban, ginjal. Dalam kultur,
semua sel ini memiliki fenotipe seperti fibroblas dan memiliki kesamaan dalam uji
imunofenotipe dan diferensiasinya.
International Society of Stem Cell Research (ISSCR) menyebut sel-sel ini sebagai sel-sel
multipotent mesenchymal stromal cells untuk fibroblast-like plastic adherent cells yang
diisolasi dari organ manapun. Dan jika sel ini mengikuti kriteria minimal stem cell, maka sel
ini bisa disebut Mesenchymal Stem Cells. Ada tiga kriteria utama untuk menentukan
indentitas MSC: 1) harus memiliki plastisitas (kemampuan organisme merubah fenotipenya
dalam merespon); 2) ekspresi CD105, CD73 dan CD90, dan kurangnya ekspresi molekul
permukaan CD45, CD34, CD14 atau CD11b, CD79alpha atau CD19 dan HLA-DR; 3) harus
memiliki potensi diferensiasi.
Meskipun sel-sel ini memiliki fenotip yang berbeda, mereka memiliki profil gen yang
berbeda. Marker  molekular stem lineage markers dan gen yang mengatur proses
perkembangan dan regeneratif lebih dapat dijelaskan. Peroni et al, dalam sebuah penelitian
menunjukkan bahwa MSC dari sumsum tulang memiliki profil molekuler yang identik jika
dibandingkan dengan MSC dari jaringan adiposa. Namun demikian, perbedaan dalam
beberapa ekspresi gen dapat terjadi dengan kondisi kultur. Namun, tempat asal MSC
mengarah pada ekspresi jalur gen tertentu. Studi perbandingan MSC dari sumsum tulang dan
MSC dari tali pusat menunjukkan bahwa ada beberapa gen yang lebih banyak diekspresikan
dalam satu sel daripada yang lain. Contohnya, gen yang terkait dengan aktivitas antimikroba
dan osteogenesis lebih banyak diekspresikan dalam MSC dari sumsum tulang; dan gen yang
terkait dengan remodeling matriks dan angiogenesis lebih banyak diekspresikan dalam MSC
dari tali pusat.
Untuk mempertahankan sifatnya, sel punca ditempatkan di Niche. Niche adalah
lingkungan yang ditentukan oleh matriks ekstraseluler dan sel-sel lain yang mengeluarkan
beberapa faktor untuk mempertahankan sel induk di bawah yang tidak berdiferensiasi, karena
sel induk dewasa sangat sensitif terhadap sinyal eksternal. Jadi, jika Niche tidak diatur
dengan baik, misalnya dalam keadaan patologis, stem cell mungkin tidak bereaksi seperti
yang diharapkan: untuk memperbaiki dan mempertahankan homeostasis. Selain itu, masalah
dalam keseimbangan yang rumit antara Stem cell dan Niche juga dapat menyebabkan kanker.
Kerusakan DNA dalam sel induk melanosit menginduksi diferensiasi prematur, yang
mengarah ke apoptosis dan penuaan. Mengenai bahwa penuaan sel mungkin karena
perubahan DNA; ini mungkin penjelasan untuk korelasi terbalik antara usia dan populasi
adult stem cell dan fungsinya. Terlepas dari semua upaya, Niche potensial untuk adult stem
cell in vivo belum diketehui, namun Niche perisvaskular adalah salah satu tempat yang
mungkin. 

3. Terapi MSC dan kemampuannya dalam memperbaiki beberapa penyakit


Manfaat MSC berfungsi untuk memperbaiki dalam permasalah penyakit misalnya
kapasitas pada hemeostasis pada semua jaringan. Apabila terjadi cedera disebabkan oleh
beberapa hal yaitu peradangan atau matriks ekstraseluler dan sel induk yang tidak berfungsi
dengan baik. Terapi MSC ini bertujuan dalam proses perbaikan dalam pemberian terapi sel
punca eksogen. Pada pemberian sel punca dewasa terdapat penyakit eksperimental yang
menjukan bahwa terjadi peningkatan dalam hasil uji klinis dan terjadi perbaikan pada
susunan jaringan. Namun terdapat mekanisme tidakan yang mengarah pada peningkatan pada
tidak berkahir dengan baik. Fusi pada sel dengan MSC terjadi peningkatan diferensiasi MSC
tipe sel lain atau parankankin. Sekresi ini terdapat beberapa faktor yang bioatif adalah terjadi
mekanisme utama. Mekanisme ini memerlukan pengetahuan tentang microRNA.

3.1   Model hewan terhadap penyakit pada manusia: ganjil, jantung, CNS, hati, paru-
paru dan pankreas
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental utama yang diberikan terapi sel punca
MSC yang dirangkum dalam table berikut:

  Metode
Cell ( jumlah, cara, waktu) Mekanisme dari injury
Eksperimetal

Ginjal Gagal ginjal akut MSC (Rat) , 2 x 105 cell e.v.,, Immunomodulasi
5 hari setelah ischemia perfusi

    Mikrovesikel (human) MSC, MRNA dan mikroRNA


15 µg/animal, e.v., 3 hari dari karier dari microvesicels
peningkatan glycerol. 

    MSC, 1x105 cell (hewan), Parakrin sekresi  VEGF,


intra-arteri, 30 menit setelah HGF, IGF-1
terjanya perfusi iskemia.

  Gagal ginjal Cronic MSC , 2x105 cell (hewan), e.v., Immunomodulasi dan
2 minggu sampai 5/6 minggu peningkatan pada
sampai 8 minggu. parakrin

    MSC (hewan), 1x105 cell/, e.v., Engraftment MCS dan


1-6 minggu setelah dilakukan  peningkatan parakrin
nephrotomy

  Gagal ginjal Cronik MSC (manusia), 1x106 cell, Immunomodulasi


(terjadi unilateral intra-arterially, setelah itu
obstruksi urete) terjadinya obstruksi ureter

   

  Glomulonephritis MSC (hewan), 2x106 cell, -Efek  parakrin (Hasil


intra-arterially,  2 hari setelah awal)
terjadi peningkatan parankrin
-Maldiferensisasi MSC
dari adipose (hasil dari
penelitian jangka
panjang)

Jantung Miokardial infark MSC (hewan swine), 6x107 Engraftment


cell, in situ pada daerah infark, Mycocardium
2 minggu setelah perbaikan
artery. 

SSP Spinal cord injury MSC (Hewan), 1.5x105 cell/, Immunomodulasi dan
kerusakan in situ, waktu engraftmet
terjadinya operasi

  Parkinson MSC (hewan), 1 x 106 cell/rat, Immunomodulasi, efek


intrasisil nasally, 3  hari setelah anti apoptosis dan
post operasi. engrafment

Liver/ Fibrosis hati (CCI4) MSC (hewan), 3x106 cell/rat, Parankrine dan efek anti
Hati e.v., 42 hari setelah terjadinya apoptosis
fibrosis hati 

Paru- Acute Lung Injury MSC (hewan), 1x105 cell e.v., Immunomodulasi
paru (LPS) 
2 jam setelah terajadi pertema
kali inhalasi LPS

  Cronic Lung Injury MSC, 2.5x105 cell e.v., 7 hari Engraftment,


(Bleomycin) setalah terjadinya  7 bleomycin Immunomodulasi
Pankreas Diabetes Tipe 1 MSC (hewan), 1x105 cell  e.v.,  Immunomodulasi
setalah 4 minggu terjadinya
(NOD animal)
diabetes 1 .

3.2    Percobaan Manusia dengan MSC


Pada penelitian pada manusia dengan MSC maka mendorong untuk melakukan
penlitian percobaan klinis pada manusia. Pada penelitian tentang “ sel induk dewasa “ dimana
terdapat 1530 pasien dilakukan uji klinis. Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme
MSC ini menunjukan bahwa terjadinya hasil yang meragukan pada jumlah sel, tempat
suntikan, memperhatikan sel mana yang terbaik digunakan dalam MSC pada setiap penyakit,
tingkat kelangsungan hidup sel dan engraftment, dll. Engraftment adalah terjadi proses
produk sel darah putih , trombosit. Permasalahan terjadi atau pertanyaan tersebut harus
dilakukan penelusuran sebelum melakukan uji klinis. Uji klinis yang telah mewadahi akan
menunjukan perbaikan dalam efektifitas pada hasil klinis.
Terapi MSC merupakan penyakit graft versus host (GvHD) misalnya cedera ginjal
akut, tungkai iskemia, cedera paru-paru, infark miokard, dijelaskan sebagai berikut :

No Penelitian Kondisi Status

1 Evaluasi dari peningkatan levels dari adult stem Gagal Jantung Recruiting
cells pada pasien gagal jantung dekompensasi akut
dan  dan diikuti dengan pasien sehat

2 Terapi Sel Punca (adult) pada Insufisiensi Hati Sirosis Hati Lengkap

3 Penelitian keamanan sel punca (adult) untuk Critical Limb Recruiting


pengobatan pasien leg artery disease Ishemia (Sumbatan
pembuluh darah)

4 Keamanan dan Kemanjuran Jangka Panjang Sel Complex Perianal Recruiting


Punca yang Berasaluntuk Mengobati Fistula Fistula (Fistula Ani)
Perianal Kompleks pada Pasien yang Berpartisipasi
dalam Uji Coba Terkendali Acak

Keamanan jangka panjang dan effikasi dari adipose


pada sel punca untuk pengobatan kompleks perianal
fistula pada pasien FATT-1 kontrol trial random

5 Evaluasi dari prochymal human stem cells (adult) Crohn’s Disease Recruiting
dengan menggunakan treatmen moderate
penanganan Crohn’s disease

6 autologous Mesenchymal Stem Cells dari  jaringan Mulitiple Sclerosis Recruiting


adiposa  pada pasien Secondary Progressive
Multiple Sclerosis

7 Mesenchymal Stem Cell Infusion sebagai preventif/ Keganasan Lengkap


pencegahan untuk Graft Rejection dan Graft- Hematologi
Versus-host Disease

8 intravena Stem Cells setelah terjadi Stroke Iskemik Stroke Recruiting

9 Penggunaan Terapi Induksi pada Sel Punca Transplantasi Rejeksi Lengkap


Mesenkimal Autologus untuk  Allograft Ginjal Ginjal

4. Mekanisme aksi dari MSC


4.1 Diferensiasi
Sebelum berbicara tentang diferensiasi, penting untuk mempertimbangkan dua kategori
di mana sel punca dapat diklasifikasikan (menurut status perkembangannya): embrionik dan
dewasa (setelah kelahiran/postnatal). Masing-masing mewakili status potensi diferensiasi
yang beragam dan pengaplikasian potensi yang berbeda. Sel embrionik adalah sel pluripoten
yang diisolasi dari massa sel bagian dalam blastokista, dan mampu memunculkan sel-sel
yang ditemukan di ketiga lapisan germinal embrio. Sel ini dianggap memiliki rentang potensi
diferensiasi terbesar. Di samping itu, sel induk dewasa memiliki kapasitas memperbaharui
jaringan setelah trauma, penyakit, atau penuaan. Sel-sel ini ditemukan dalam berbagai skala
kuantitas dan potensi (uni-, di-, tri-, dan multi-potent), dan status diferensiasinya berkaitan
dengan plastisitas sel, dimana sel-sel dari satu jenis menimbulkan sel-seljenis lain, namun
saling berkaitan erat (fleksibilitas sel) (48). Mesenchymal stem cell (MSC) adalah sel induk
yang sudah dewasa dengan kapasitas diferensiasi yang lebih rendah dan kapasitas plastisitas
yang lebih tinggi.
Karakteristik diferensiasi dan plastisitas yang disebutkan di atas menunjukkan
fleksibilitas dari MSC. Diketahui bahwa mesenchymal cell dapat berpindah dari satu jalur
diferensiasi ke kondisi eksternal yang dimodifikasi lainnya, dan dapat bergeser dari stase
diam ke stase proliferatif atau diferensiasi MSC dapat dibalik setidaknya hingga tahap
tertentu. MSC juga berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel epitel setelah administrasi
sistemik secara in vivo. Penelitian telah menunjukkan bahwa setelah paparan bleomycin,
MSC lung engraftment meningkat, menunjukkan persentase kecil MSC yang terlokalisasi ke
area paru-paru yang cedera. Selain itu, MSC juga dibedakan menjadi pneumosit tipe I atau
diasumsikan karakteristik fenotipik dari semua jenis sel utama di paru-paru termasuk
fibroblas, tipe I dan sel epitel tipe II, dan miofibroblas. MSC juga telah ditunjukkan untuk
dibedakan menjadi sel epitel pigmen retina, sel epitel kulit dan sel epitel tubulus di ginjal.
Teknik yang berbeda telah digunakan untuk diferensiasi MSC: penggunaan biologis dan
reagen farmakologis; isyarat mekanis dan mekanik eksternal serta gaya listrik. Stimulasi
mekanik dan listrik telah diterapkan secara terpisah dan dikombinasikan dengan faktor
terlarut untuk memfasilitasi diferensiasi MSC. Kriteria untuk diferensiasi perlu didefinisikan
secara ketat. Tampaknya sulit untuk dipastikan tentang proses diferensiasi. Beberapa penanda
khusus untuk sel tertentu; bagaimanapun cara melakukannya tidak memiliki hubungan
fungsional. Selain itu, penanda ini tidak unik untuk mencirikan suatu sel tertentu. Delorme et
al telah menemukan bahwa MSC biasanya mengekspresikan protein sitoskeletal dalam sel
induk saraf (nestin), hepatosit (sitokeratin-8 dan -18), sel bilier (cytokeratin-19), dan otot
sarkomer (troponin, a-C-actin), tanpa ekspresi faktor kunci transkripsi proneural atau
neuronal, prohepatositik, atau miogenik. Meskipun penanda sitoskeletal tetap merupakan
indikator yang memadai dari jalur diferensiasi, ada banyak pengecualian terhadap aturan
tersebut, seperti ekspresi sitokeratin-18 dalam pembuluh darah halus sel otot dalam fase
sintetis dan faktor ekspresi serupa lainnya yang menyesatkan sebagaimana yang dilaporkan
oleh Montzka.
Beberapa diferensiasi yang diamati juga dapat dihasilkan dari pemrograman ulang.
Dezawa et al telah menunjukkan bahwa MSC sumsum tulang tikus dan manusia dapat
diprogram ulang ke dalam sel dengan potensi otot rangka setelah perawatan khusus yang
terdiri dari sitokin pertama dan kemudian transfer gen dari domain intraseluler notch. Induksi
diferensiasi dapat juga ditandai dengan penurunan salah satu faktor dengan mengorbankan
yang lain, seperti penurunan regulasi faktor-2 transkripsi terkait-runt (RUNX2) dan
peningkatan regulasi reseptor-g (PPARγ) yang diaktifkan proliferator peroksisom dalam
kondisi adipogenik, yang masih harus diuji pada tingkat sel tunggal.
Telah ditunjukkan bahwa MSC dari berbagai spesies dapat mengalami diferensiasi
miogenik. Dalam model tikus infark miokard telah terlihat bahwa MSC mampu dari
pencangkokan di tempat cedera dan berdiferensiasi menjadi sel mirip kardiomiosit
mengekspresikan marker kardiomiosit yang khas. Studi lain menunjukkan bahwa pada tikus
yang menjalani gagal ginjal akut yang dimediasi cisplatin, injeksi sistemik MSC
menghasilkan akumulasi MSC di ginjal dan diferensiasi menjadi sel epitel tubulus yang
menunjukkan batas karakteristik sel tubulus proksimal. Selain itu, telah ada sejumlah laporan
yang menunjukkan bahwa MSC berdiferensiasi menjadi keratinosit epidermal dan sel endotel
in vivo. Secara in vivo, MSC yang diturunkan dari adiposa dapat bermigrasi melalui
penghalang hemato-ensefalik setelah adhesi ke endotelium, dan kemudian dapat
berdiferensiasi menjadi garis keturunan neuroglial setelah injeksi intraventrikular dalam
rahim pada tikus. Namun, pada manusia tidak ada bukti mengenai potensi regeneratif saraf
dari MSC. MSC yang diperoleh dari sumber jaringan yang berbeda menunjukkan beberapa
perbedaan mengenai potensi diferensiasi dan profil ekspresi gen. Dengan demikian, menjadi
jelas bahwa lingkungan mikro dimana MSC ditransplantasikan, faktor pertumbuhan dan
interaksi seluler lokal, berperan peran penting dalam menentukan biologi MSC
(kelangsungan hidup, proliferasi, dan diferensiasi spesifik) dan akhirnya perbaikan klinis
yang terukur.

4.2 Fusi
Fusi sel adalah proses yang memiliki peran biologis penting dalam perkembangan,
fisiologi dan penyakit organisme multiseluler. Misalnya, kita memiliki formasi zigot dan
organogenesis berbagai jaringan, seperti plasenta, tulang dan otot rangka. Ada berbagai jenis
fusi sel: fusi sel homotipik dan heterotipik. Fusi homotipik terjadi antara sel-sel dari jenis
yang sama; seperti fusi antara mioblas untuk pembentukan dan pertumbuhan myofibres
multinuklear dan sel berinti banyak selama kondisi inflamasi. Dalam fusi sel heterotipik,
yang menggambarkan fusi antara sel dari garis keturunan yang berbeda, terdapat sel punca, di
mana sel punca dewasa tertentu dapat digunakan untuk terapi klinis dengan memperkenalkan
nuklei atau gen fungsional pada sel tua atau sel degenerasi. Laporan terbaru menunjukkan
bahwa sel punca dapat menyatu dengan sel yang berdiferensiasi dalam berbagai jaringan,
termasuk otak, ginjal, jantung, paru-paru dan hati.
Diketahui bahwa peradangan mendorong migrasi dan infiltrasi yang berasal dari sumsum
tulang-sel punca ke tempat cedera jaringan. Selain itu, peradangan juga meningkatkan
frekuensi fusi sel induk. Di otak, peradangan kronis cen menyebabkan peningkatan peristiwa
fusi spontan melalui peningkatan kadar sitokin, dengan mengaktifkan sel imun atau dengan
merusak sawar darah otak yang menyebabkan peningkatan permeabilitas. Secara mekanis,
membran lipid bilayer tidak menyatu secara spontan, dan fusi antar membran melibatkan
koreografi lipid dan protein yang sangat rumit. Perubahan pada membran sel yang mungkin
terjadi selama peradangan kronis dan produksi berbagai sitokin secara bersamaan dapat
menjadi predisposisi sel-sel tertentu untuk peristiwa fusi.
Scolding et al berhipotesis bahwa faktor endogen terkait dengan peradangan, seperti:
sebagai tumor necrosis factor (TNF)-alpha dan interferon (IFN)-gamma, juga dapat secara
langsung mengaktifkan sel induk dan sel Purkinje untuk mempromosikan fusi. Fusi antara
MSC dan neuron serebelar dapat terjadi secara spontan pada in vitro, terkait dengan insiden
yang lebih tinggi dari mediator inflamasi seperti TNF-alpha dan IFNgamma. Kelompok yang
sama, telah menunjukkan bahwa MSC yang diturunkan dari sumsum tulang manusia juga
menunjukkan tindakan reparatif yang berpotensi pada in vivo ini, menyatu dengan sel
Purkinje pada otak kecil hewan pengerat. Fungsi ini juga meningkat di lingkungan
neuroinflamasi pada Experimental Autoimmune Encephalomyelitis (EAE), tanpa gejala
kehilangan yang jelas pada jumlah sel Purkinje. Untuk mengkonfirmasi hal ini, laporan
sebelumnya telah menunjukkan fusi antara sel induk hematopoietik hewan pengerat dan sel
Purkinje hewan pengerat, dengan peningkatan kadar yang terjadi dalam sistem saraf pusat
(SSP) atau peradangan sistemik. Dalam studi SSP lain, Bae et al menunjukkan bahwa
peristiwa seperti fusi neuron MSC/Purkinje yang diturunkan dari sumsum tulang berkembang
menjadi neuron yang aktif secara elektrik dengan pembentukan sinaptik fungsional di otak
kecil tikus dengan neurodegenerasi. Dengan demikian, MSC mungkin dapat berintegrasi ke
dalam SSP dan berkontribusi dengan sifat-sifat penting dari neuron dewasa.
Alvarez-Buylla et al menggunakan metode sederhana berdasarkan rekombinasi Cre/lox
untuk mendeteksi peristiwa fusi sel, menunjukkan bahwa sel yang diturunkan dari sumsum
tulang (BMDC) menyatu secara spontan dengan nenek moyang saraf in vitro. Selanjutnya,
transplantasi sumsum tulang menunjukkan bahwa BMDC menyatu dengan hepatosit di hati,
neuron Purkinje di otak dan jantung dan otot di jantung, menghasilkan pembentukan sel
berinti banyak, menunjukkan bahwa materi genetik yang berasal dari BMDC berkontribusi
melalui fusi sel untuk kelangsungan hidup dan fungsi sel-sel ini. Adnan et al  telah
menunjukkan bahwa BMDC dapat menyatu dengan populasi sel induk usus dari epitel usus
yang rusak akibat radiasi sinar gamma dan dapat juga menyatu dengan epitel tumor.
Penggabungan BMDC dengan sel induk mungkin berperan penting dalam regenerasi jaringan
yang rusak, dan pengamatan bahwa BMDCs dapat menyatu dengan epitel tumor merupakan
temuan penting juga, karena studi tentang peristiwa ini akan meningkatkan pemahaman
tentang biologi tumorigenesis dan dapat memberikan strategi untuk pengembangan terapi
antikanker.
Efek menguntungkan lainnya yang jelas dari fusi sel heterotipik BMDC dengan tipe sel
lain telah ditunjukkan dalam model tikus dari penyakit hati yang mematikan di mana enzim
fumarylacetoacetate hydrolase tidak ada, dan sejumlah besar wild-type BMDC menyatu
dengan sel-sel hati mutan mengoreksi defisiensi metabolik dan memperbaiki penyakit
fenotipe. Studi-studi ini menunjukkan bahwa sel induk mampu menyatu dengan sel-sel dari
jaringan yang berbeda. Namun, studi tambahan pada model hewan akan diperlukan untuk
menentukan apakah fusi sel dapat digunakan dalam terapi sel reparatif.

4.3 Faktor Parakrin


Meskipun ada banyak cara untuk stem cell dapat memperbaiki cedera, mekanisme utama
yang dipertimbangkan adalah melalui fungsi parakrin dan endokrin. Saat ini, berbagai sitokin
dan faktor diketahui saling berinteraksi dan menguntungkan antara MSC dan sel lain.

4.3.1 Imunomodulasi
Di antara semua teori mengenai aksi parakrin untuk MSC, yang paling banyak dibahas
oleh penelitian adalah imunomodulasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa peran utama
MSC dalam memperbaiki jaringan yang rusak bergantung pada meredakan peradangan di
tempat cedera. 
Monosit/Makrofag
Karena makrofag merupakan salah satu sel yang memproduksi  sitokin di lokasi cedera,
sel-sel ini adalah fokus utama saat imunomodulasi. Studi terbaru menunjukkan peran penting
dalam monosit MSC dan imunomodulasi makrofag. Maggini dkk. antara lain telah
menunjukkan bahwa MSC menghambat produksi sitokin pro-inflamasi makrofag, yaitu TNF-
a, IL-6 dan IFNg. MSC juga merangsang sitokin anti-inflamasi, produksi IL-10 dan IL-
12p40. Dengan cara ini, mengakibatkan aktivasi sel kekebalan dan proses inflamasi
terhambat dan mengurangi kerusakan jaringan. MSC juga meningkatkan fagositosis sel
apoptosis yang penting dalam membersihkan lokasi cedera. Selain itu, sel-sel ini
menghambat diferensiasi sel dendritik turunan monosit.
Sel Dendritik Sel 
Dendritik (DC) memiliki peran penting dalam presentasi antigen dan modulasi profil
limfosit. MSC mampu menghambat pematangan DC melalui kontak sel ke sel dan produksi
PDGE2 dan IL-6, seperti yang terlihat melalui ekspresi downregulated dari molekul CD1a,
IL-12p70, MHC kelas II, CD80 dan CD86.  Karena sel T sangat bergantung pada sel penyaji
antigen untuk diaktifkan, modulasi sel dendrit dianggap sebagai mekanisme yang mungkin
untuk induksi toleransi limfosit T. Selain itu, perlakuan MSC juga berdampak pada migrasi
DC, seperti terlihat pada penurunan ekspresi CCR7 dan pengurangan migrasi sebagai respons
terhadap CCL19. Juga, DC tipe 1 dewasa menurunkan produksi TNF-a dan DC tipe 2
meningkatkan ekspresi IL-10 yang juga dapat menginduksi limfosit profil Th2.
Limfosit T 
Penelitian telah menunjukkan bahwa modulasi limfosit T memiliki peran penting dalam
pada terapeutik MSC. Sebagai permulaan, dalam pengaturan penyakit, persentase yang cukup
besar dari MSC eksogen cenderung menumpuk di limpa dan kelenjar getah bening,
khususnya di sekitar sel imun seperti DC, limfosit T dan B, menunjukkan interaksi sel-
spesifik. MSC tidak dianggap menunjukkan sifat alogenik, karena memiliki keistimewaan
kekebalan, karena rendahnya HLA -DR dan ekspresi molekul kostimulator dan sifat
imunomodulator dasarnya. In vitro, MSC menghambat phytohemagglutinin mitogen-induced
dan mendorong proliferasi campuran limfosit reaksi alloantigen sel T. Ini dilakukan oleh
kontak sel ke sel dan faktor humoral secara spesifik, mensekresi IDO dan Galectin-1. Stem
sel ini juga menurunkan produksi TNF alpha dan IFN-gamma dan meningkatkan sekresi IL-
10 oleh sel T, kemungkinan dimediasi oleh IDO, PGE2 dan B7-H di antara molekul lain.
MSC juga menginduksi limfosit tipe Th2 dan diferensiasi sel T regulator melalui, HLA-G5
dan molekul lainnya.
Limfosit B 
Meskipun banyak penelitian telah mengaitkan regulasi MSC dan limfosit T, hanya
sedikit yang menunjukkan peran langsung dalam fungsi limfosit B, dan banyak penelitian
yang dipublikasikan masih kontroversial. Yanfei et al telah menunjukkan bahwa limfosit B
mengalami penurunan proliferasi dan produksi antibodi ketika kultur dengan DC alogenik
yang diregulasi oleh MSC. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa MSC secara
langsung menghambat diferensiasi sel plasma limfosit B melalui faktor humoral. Di sisi lain,
penelitian lain menunjukkan bahwa sel punca mesenkim menginduksi proliferasi dan
diferensiasi sel B menjadi plasmosit, ketika dirangsang dengan Toll-like receptor 9 agonis.
Hasil yang berbeda ini mungkin disebabkan oleh rangsangan yang berbeda yang digunakan
dan efek rincinya pada hasil sel B masih harus ditemukan.
Sel NK / iNKT 
Sedikit informasi yang masih diketahui tentang NK/Invariant Natural Killer T Cells
(iNKT) yang diperantarai MSC dibandingkan dengan jenis sel lainnya. Studi menunjukkan
bahwa MSC menghambat aktivasi sel NK dan iNKT dan produksi IFN-gamma dengan
sekresi mediator HLA-G5 dan PGE2. Sel NK menginduksi lisis MSC, mungkin karena
ekspresi molekul HLA kelas I yang rendah. Perlu dipertimbangkan mengenai efek MSC pada
sistem kekebalan sehubungan dengan pengendalian tumor, karena penghambatan sel NK.

4.3.2 Faktor Angiogenik


Dukungan angiogenik yang diberikan oleh MSC dapat dianggap sebagai satu lagi efek
suportif, karena pembentukan kembali suplai darah sangat penting untuk pemulihan jaringan
yang rusak. Efek pro-angiogenik MSC telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian in vitro
dan in vivo. Diketahui bahwa MSC mengekspresikan dan mensekresi Stromal cell-derived
factors 1 (SDF-1), vascular endothelial growth factor (VEGF), dan sitokin lain yang penting
untuk angiogenesis (Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF); Matrix metalloproteinases
(MMPs). VEGF telah diidentifikasi sebagai komponen kunci dalam perkembangan pembuluh
darah, tetapi VEGF saja mungkin tidak cukup untuk mencapai perkembangan fungsional dan
matur dari pembuluh darah. Pembuluh darah yang diinduksi VEGF sering bocor dan tidak
terhubung dengan tepat ke pembuluh darah yang ada. Aktivitas SDF-1 sangat penting untuk
kelangsungan hidup sel endotel, percabangan pembuluh darah dan perekrutan perisit.
Menariknya, SDF-1a bukan hanya sinyal mobilisasi yang mampu merekrut sel progenitor
positif CXCR4 ke dalam jaringan hipoksia tetapi juga sinyal retensi untuk sel punca yang
diturunkan dari sumsum tulang angiocompentent. Ia juga merekrut perisit dan sel otot polos
untuk menstabilkan dan mematangkan pembuluh darah yang baru terbentuk. Dengan
demikian, SDF-1 telah terbukti meningkatkan neovaskularisasi dengan endothelial progenitor
cell (EPC) rekrutmen ke fokus iskemik. Selain itu, VEGF adalah salah satu sitokin
angiogenik kuat yang juga dapat memobilisasi EPC dari sumsum tulang dan menghambat
apoptosis EPC.
Dalam ischemic hind limb model, angiogenesis yang dimediasi VEGF-A sebagian
bergantung pada aktivasi jalur SDF-1—CXCR4. Secara bersama-sama, kemokin SDF-1
kemungkinan memainkan peran penting dalam angiogenesis yang dimediasi ASC.
Menariknya, penelitian telah menunjukkan bahwa sel punca mesenkim memiliki sifat
angiogenesis yang sama. Shintani dkk menunjukkan bahwa implantasi sel mononuklear
sumsum tulang autologus ke dalam otot rangka iskemik berhasil meningkatkan angiogenesis
dan pembentukan pembuluh darah kolateral baik pada penelitian pada hewan maupun pada
percobaan pada manusia. Kelompok yang sama menemukan bahwa implantasi ASC secara
signifikan meningkatkan angiogenesis pada model tikus dengan iskemia tungkai belakang,
dengan melepaskan kemokin seperti SDF-1

4.3.3 Faktor Anti-apoptotik
Peran peting dalam perlindungan mediasi MSC adalah penghambatan terhadap
terjadinya apoptosis jaringan dan peningkatan terjadinya pergantian jaringan . Pada penelitian
menunjukan bahwa MSC mampu menghambat apoptosis pada cedera ginjal, hati dan otak.
Penelitian terbaru menunjukan peningkatan faktor pro survival seperti ekspresi Akt pada sel
yang terluka.BDNF dan faktor pertumbuhan dari ekspresi IGV, VEGF dan HGF yang dapat
menghambat apoptosis dan merangsang poliferasi sel. Dinamika terjadi kemungkinan
pergantian sel yang tinggi, perbaikan pada sel yang rusak dan pengurangan kematian sel yang
berlebihan sehingga dapat memulihkan dari fisiologi jaringan normal.

4.3.4 Faktor Anti-oksidatif


MSC diperantarai dalam perbaikan jaringan melalui mekanisme parakrin. Mediasi
secara langsung proses inflamasi. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa MSC
mempunyai karakteristik antioksidatif. MSC telah menghasilkan banyak mediator
antioksidatif seperti IGF, PDGF, superoksida dismutase (SOD), HGF dan IL-6. Pada kondisi
MSC mengandung faktor anti-oksidatif termasuk G-CSF, GM-CSF dan IL-12. Pada
penelitian MSC dan media terkondisi pada masing-masing diturunkan pada kerusakan
oksidatif pada kultur ketiak sel-sel fibroblas terpapar lingkungan yang menginduksi
kerusakan oksidatif seperti UVB atau tert-butil hidroperoksida (tbOOH). Pada penelitian
menunjukan bahwa MSC tidak memiliki kemampuan yang cukup besar dalam terjadinya
peningkatan stress oksidatif dengan memproduksi mediator anti-oksidatif, tetapi dirangsang
oleh ROS yang hipoksia (spesies oksigen reaktif). Pada kondisi stress oksidatif, MSC terjadi
peningkatan proliferasi dan migrasi yang telah diperantarai oleh jalur Akt dan Erk dan
fosforilasi reseptor faktor pertumbuhan turunan platelet-B (PDGFR-B). Pada penelitian
menunjukan bahwa stress oksidatif dengan penuaan MSC menunjukan hasil yang berbeda
yang disebabkan inductor ROS yang berbeda, yang diakibatkan oleh tingkatan produksi ROS
yang berbeda dan faktor lingkungan
4.4 Mikrovesikel dan miRNA
Pemberian uji coba dilakukan pada hewan yang berupa tikus dengan gagal ginjal dimana
hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan dalam hasil parameter klinis dan juga
berkorelasi terhadap penurunan apoptosis dan perbaikan parameter histologis. Molekul
bioaktif disekresikan oleh MSC dimana terdapat media yang telah dikondisikan dalam
beberapa mikrovesikel. Mikrovesikel (MVs) merupakan fragmen pada membrane pada
tempat sel. Mikrovesikel berfungsi sebagai membawa mRNA dan microRNA yang
menstabilkan komunikasi antara sel. Pelepasan mikrovesikel merupakan terjadi proses
fisiologi, namun terdapat kondisi stress sehingga terjadinya peningkatan jumlah pelepasan
MV. Sel punca mesenkim mampu melepaskan mikrovesikel sehingga membawa mRNA dan
mikroRNA yang dapat dalam perbaikan akut dan kronis pada gagal ginjal.  

5. Aspek jangka panjang dari terapi MSC: kanker, imunosupresi atau


maldiferensiasi?
Mayoritas studi pra-klinis dan klinis, yang sedang berlangsung, baru jadi. Mereka
menganalisis hasil pengobatan dalam beberapa bulan atau tahun, tidak memungkinkan
analisis jangka panjang. Pada awal hasil, terapi MSC belum menunjukkan efek samping, dan
dinyatakan aman oleh FDA. Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui apakah pengobatan
MSC itu sendiri dapat menyebabkan kanker. Namun demikian, beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa MSC setelah infus tidak tertanam di jaringan apa pun, menekankan
mekanisme aksi parakrin. Namun, jika pengobatan terus menerus atau administrasi MSC
diulang, MSC dapat ditemukan di jaringan yang terluka. Ketika MSC dicangkokkan atau
bahkan ketika ada pemberian in situ, MSC dapat berdiferensiasi buruk. Di sebuah model
glomerulonefritis, MSC berdiferensiasi menjadi sel adiposa di ginjal. Di tempat pemberian
terapi sel induk autologus manusia pada pasien dengan lupus nephritis telah menginduksi lesi
angiomyeloproliferative di tempat injeksi dan hematuria. Semua molekul bioaktif yang
disekresikan oleh MSC cenderung merangsang sel kanker untuk berkembang biak dan
bermigrasi. Beberapa hal menghubungkan MSC dengan penekanan pertumbuhan tumor.
Beberapa pertanyaan mungkin berkaitan dengan perbedaannya: inang hewan, waktu injeksi
MSC, perbedaan model tumor dan lain-lain. Selain itu, MSC dapat membedakan tumor
associated fibroblast (TAF), sel-sel yang mendukung pertumbuhan tumor. Dengan demikian,
terapi MSC harus mengecualikan pasien dengan riwayat keluarga yakni kanker. Selain itu,
tingkat imunosupresi terapi MSC tidak dapat dikontrol. Setelah MSC  disuntikkan secara
endoven, imunosupresi tercapai. Terapi MSC dapat membahayakan pertahanan sel host
terhadap agen infeksi.

6. Kesimpulan 
Banyak kemajuan telah dibuat di bidang mesenchymal stem cell. Saat ini banyak yang
diketahui tentang apa itu MSC dan bagaimana mekanisme kerjanya. Saat ini, terapi yang ada
mengadministrasikan MSC eksogen untuk mengobati beberapa penyakit. Mungkin,
pengetahuan lebih dalam tentang sel induk endogen dapat membawa kemajuan pada terapi
sel. Mengaktifkan sel induk endogen, melalui stimulasi niche adalah perspektif terapeutik
yang menarik. Selain itu, mencoba pahami apa yang terjadi pada sel punca endogen ini secara
patologis adalah salah satu highlights untuk ditemukan. Dalam terapi konvensional -
pemberian MSC eksogen - banyak masalah yang belum dipecahkan: jumlah MSC yang
disuntikkan, rute pemberian terbaik, kondisi kultur yang tidak terstandar dengan penggunaan
bahan asal hewan, mana sumber yang terbaik untuk sel-sel ini, dan lain-lain. Kesimpulannya,
bidang MSC sangat bermanfaat dan masih perlu dipelajari lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai