Anda di halaman 1dari 10

Nama : Nilam

Nim :

Program Studi :
Semester :

TUGAS TUTORIAL 1

PEMBELAJARAN PKN di SD

1. Apabila dikaji secara historis kurikuler mata pelajaran tersebut mengalami pasang surut pemikiran dan praksis.Sejak
lahir kurikulum tahuan 1946 di awal kemerdekaan sampai era reformasi saat ini . Dalam Kurikulum 1946, Kurikulum
1957, dan Kurikulum 1961 tidak dikenal adanya mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dalam kurikulum 1946
dan 1957 materi tersebut itu dikemas dalam mata pelajaran Pengetahuan Umum di SD atau Tata Negara di SMP dan
SMA. Baru dalam Kurikulum SD tahun 1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Menurut
kurikulum SD 1968 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics yang diartikan
sebagai pengetahuan Kewargaan Negara. Dalam kurikulum SMP 1968 PKN tersebut mencakup materi sejarah
Indonesia dan Tata Negara, sedang dalam kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisikan materi UUD 1945.
Sementara itu,, menurut kurikulum SPG 1969 PKN mencakup sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan, dan Hak Asasi
Manusia (HAM). Dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) 1973 terdapat mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan Pengetahuan Kewargaan Negara. Sedikit berbeda, menurut kurikulum PPSP
(Proyek Perintis Sckolah Pembangunan) 1973 diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/Studi
Sosial untuk SD 8 tahun yang berisikan integrasi materi ilmu pengetahuan sosial. Sedangkan di Sekolah Menengah 4
tahun selain "Studi Sosial" terpadu, juga terdapat mata pelajaran "PKN" sebagai program inti dan "Civics dan Hukum"
sebagai program utama pada jurusan sosial. Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang perlu
dibedakan, yakni kewargaannegara dan kewarganegaraan. Seperti dibahas oleh Somantri (1967) istilah
Kewargaannegara merupakan terjemahan dari "Civics" yang merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan
membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara yang baik (good citizen). Warga negara yang
baik adalah warga negara yang tahu, mau, dan mampu berbuat baik" (Somantri 1970) atau secara umum yang
mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara" (Winataputra 1978). Di lain
pihak, istilah kewarganegaraan digunakan dalam perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu
negara, misalnya sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 1949 dan peraturan tentang diri kewarganegaraan serta
peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia bagi orang-orang atau
warga negara asing. Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk kedua-duanya dengan istilah
kewarganegaraan yang secara konseptual diadopsi dari konsep citizenship, yang secara umum diartikan sebagai hal-
hal yang terkait pada status hukum (legal standing) dan karakter warga negara, sebagaimana digunakan dalam
perundang-undangan kewarganegaraan untuk status hukum warga negara, dan pendidikan kewarganegaraan untuk
program pengembangan karakter warga negara secara kurikuler.

2. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memiliki salah satu misinya sebagai pendidikan
nilai. Dalam proses pendidikan nasional PKn pada dasarnya merupakan wahana pedagogis pembangunan watak atau
karakter. Secara makro PKn juga merupakan wahana sosial-pedagogis pencerdasan kehidupan bangsa. Hal ini sejalan
dengan konsepsi fungsi pendidikan nasional peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional PKn secara substantif-pedagogis
menyentuh semua esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab". PKn sebagai pendidikan nilai memiliki kontribusi terhadap semua substansi tujuan. Oleh karena
itu, PKn sebagai pendidikan nilai memiliki misi psiko-pedagogis dan sosio-pedagogis dalam pengembangan nilai-nilai:
keberagamaan dalam konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; moral sosial keberagamaan
dalam konteks nilai ketahanan jasmani dan rohani dalam konteks sehat; kebenaran dan kejujuran akademis dalam
konteks berilmu me dalam konteks cakap; kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif, ketekunan dan percaya diri
dalam konteks mandiri; dan kebangsaan, demokrasi dan patriotisme dalam konteks warga bertanggung jawab.

Karakteristik PKN sebagai pendidikan nilai dan moral adalah:

 Melakukan pembentukan dari generasi bangsa yang akan dianggap lebih melakukan penghargaan
terhadap bangsanya sendiri.
 Melakukan penanaman dari sifat yang nasionalis
 Melkaukan pembentukan dari pribadi yang dimana akan sangatlah taat terhadpa segala macam aturan
dan juga hukum
 Melakukan penanaman dari sikap yang bertanggungjawab
 Melakukan pendidikan dari masyarakat yang dimana akan lebih mengontrol seluruh kebabasan hak
yang dimana dimiliki olehnya.

PKN adalah sebuah bentuk pendidikan yang memilikitujuan  untuk membawa sebuah misi dari pendidikan moral
bangsa, melakukan pembentukan dari warga negara yang cerdas, demokratis hingga memiliki sebuah akhlak yang
dimana baik yang dalam hal ini bertujuan utnuk melakukan pelestarian dan juga melkaukan pengembangan dari cita-
cita demokrasi dan juga melakukan pembangunan dari karakter bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
merupakan mata pelajaran yang memiliki salah satu misinya sebagai pendidikan nilai. Dalam proses pendidikan
nasional PKn pada dasarnya merupakan wahana pedagogis pembangunan watak atau karakter. Secara makro PKn
juga merupakan wahana sosial-pedagogis pencerdasan kehidupan bangsa. Hal ini sejalan dengan konsepsi fungsi
pendidikan nasional peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional PKn secara substantif-pedagogis menyentuh semua esensi tujuan
pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, schat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab". PKn sebagai pendidikan nilai
memiliki kontribusi terhadap semua substansi tujuan, Oleh karena itu, PKa sebagai pendidikan nilai memiliki misi
psiko-pedagogis dan sosio-pedagogis dalam pengembangan nilai-nilai: kaberagamaan dalam konteks beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; moral sosial keberagamaan dalam konteks berakhluk mulia: nilai ketahanan
jasmani dan rohani dalam kontek sehat, kebenaran dan kejujuran akadomis dalam konteks berilmu melekat, terampil
dan cermat dalam konteks cakap: kebaruan (uovelty) dalam kontcks kreatif: ketekunan percaya diri dalam konteks
mandiri, dan kebangsaan, demokrasi dan patriotisme dalam konteks warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.Untuk dapat memahami konsep pendidikan nilai secara teoritik, Hermann (1972) mengemukakan suatu prinsip
yang sangat mendasar, yakni bahwa value is neither taugh HOF Cought, ir is learned yang artinya bahwa substansi
nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap,
diinternalisasi, dan dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar.
Adalah suatu kenyataan bahwa proses belajar memang tidaklah terjadi dalam ruang bebas- budaya tetapi dalam
masyarakat yang syarat-budaya karena kita hidup dalam kehidupan masyarakat yang berkebudayaan. Oleh karena itu
memang betul bahwa proses pendidikan pada dasanya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk
menghasilkan manusia yang berkeadaban, termasuk di dalamnya yang berbudaya. Dalam latar kehidupan
masyarakat, proses pendidikan nilai sudah berlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi.
Tradisi ini dapat dilihat dari petatah-petitih adat, tradisi lisan turun-temurun seperti dongeng, nasihat, simbol-simbol,
kesenian daerah seperti "kakawihan" di Walaupun demikian patut dicatat bahwa dengan begitu pesatnya
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, seperti Siaran Radio, dan tayangan TV dari berbagai saluran
dengan jam tayang yang panjang dan jaringan internet yang menyuguhkan aneka ragam informasi secara global, saat
ini unsur-unsur tradisional tersebut terasa mulai terpinggirkan dan malah terkalahkan. Contohnya tradisi dongeng
dan sejenisnya yang dulu biasa dilakukan oleh orang tua terhadap anak atau cucunya semakin lama semakin tergeser
oleh film kartun atau sinetron dalam media massa tersebut. Di situlah pendidikan nilai menghadapi tantangan
konseptual, instrumental, dan tatar Pasundan dan "berbalas pantun" di Latar Melayu. Operasional pada dasarnya
merupakan produk budaya masyarakat yang melukiskan penghayatan tentang nilai yang berkembang dal lingkungan
masyarakat pada masing-masing jamannya.Berkaitan dengan nilai-nilai dalam masyarakat, proses "indiginasi", yakni
pemanfaatan kebudayaan daerah untuk pembelajaran mata pelajaran lain dengan tujuan untuk mendekatkan
pelajaran itu dengan lingkungan sekitar siswa menjadi sangat penting. Hasil belajar akan lebih bermakna sebagai
wahana pengembangan watak individu sebagai warganegara. Contohnya legenda dari seluruh penjuru tanah air
seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, dan Sangkuriang dari Jawa Barat, digunakan sebagai stimulus dalam
pembahasan suatu konsep nilai atau moral surga ada di telapak kaki ibu. Dalam konteks pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang merupakan mata pelajaran yang sarat dengan nilai
sosial, pendidikan nilai mencakup substansi dan proses pengembangan nilai patriotisme, seperti cinta tanah air,
hormat pada para pahlawan yang sengaja dikemas untuk melahirkan invidu sebagai warganegara yang cerdas dan
baik, rela berkorban untuk bangsa dan negara. Dalam pengertian generik, konsep dan proses pendidikan merupakan
proses yang sengaja dirancang dan dilakukan untuk mengembangkan potensi individu dalam interaksi dengan
lingkungannya sehingga menjadi dewasa dan dapat mengarungi kehidupan dengan baik, dalam arti selamat di dunia
dan di akhirat. Oleh karena itu tepat sekali dikatakan bahwa pada dasarnya pendidikan mempunyai dua tujuan besar
yakni mengembangkan individu dan masyarakat yang (smart and good) (Lickona, 1992:6). Konsepsi tujuan tersebut
mengandung arti bahwa tujuan pendidikan tidak lain adalah mengembangkan individu dan masyarakat agar cerdas
(smart) dan baik (good). Secara elaboratif dimensi tujuan ini oleh Bloom dkk (1962) dirinci menjadi tujuan
pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik, yakni pengembangan pengetahuan dan pengertian, nilai dan
sikap, dan keterampilan psikomotorik. Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal 1
butir 1 UU Sidikan 20/2003, ditegaskan bahwa pendidikan adalah: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut dalam Pasal 3 dikemukakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Selanjutnya, sebagai prinsip pendidikan
ditegaskan hal-hal sebagai berikut.

1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan sen. tidak diskriminatiff dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nila keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

2) Pendidikan diselenggarakan secbagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna

3) Pendidikan disclenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung at.

4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan


kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap
warga masyarakat

6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Pasal 4) Namun demikian perlu ditekankan bahwa
aspek cerdas dan baik itu seyogianya dipandang sebagai suatu keutuhan, seperti dua sisi dari satu mata uang. Hal itu
tercermin dari konsep kecerdasan pada saat ini, dimana kecerdasan tidak semata-mata berkenaan dengan aspek
nalar atau intelektualitas atau kognitif tetapi melingkupi segala potensi individu. Sebagaimana kiní kita kenal konsep
kecerdasan mencakup kecerdasan rasional, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual.
Dalam konteks konsepsi terscbut maka konsep cerdas dan baik seyogianya diartikan cerdas rasional, emosional,
sosial, dan spiritual. Namun demikian pengembangannya tidaklah mungkin dapat dilakukan hanya melalui suatu
program pendidikan. Di dalam konteks pemikiran Taksonomi Bloom pengembangan nilai dan sikap termasuk dalam
kategori afektif, yang secara khusus berisikan unsur perasaan dan síkap Tvalues and attifudes). Proses pendidikan
yang memusatkan perhatian pada pengembangan nilai dan sikap ini di dunia Barat dikenal dengan “value education,
affective education, moral education, character education" (Winataputra: 2001), Di Indonesia wacana pendidikan
nilai tersebut secara kurikuler terintegrasi antara lain dalam pendidikan agama,pendidikan
kewarganegaraan,pendidikan bahasa dan seni.

3. Pembahasan tentang hubungan atau keterkaitan antarmata pelajaran di SD, khususnya antara mata pelajaran
lainnya, seperti Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dengan IPA dan dengan
Kurikulum Muatan Lokal, ada baiknya jika hal itu diawali dengan membahas terlebih dahulu gambaran atau
karakteristik mata-mata pelajaran tersebut. Maksudnya tiada lain adalah agar upaya mengaitkan antarmata-mata
pelajaran dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan dasar-dasar pertimbangan psikologis untuk tujuan-tujuan
pendidikan. Dengan diperolehnya gambaran seperti itu diharapkan dalam melakukan upaya keterkaitan, tidak
terdapat kesan adanya keterkaitan atau hubungan yang "terpaksa atau dipaksakan" sebab yang terbaik dalam
melaksanakan keterkaitan itu adalah keterkaitan itu nampak sebagai keterkaitan yang bersifat alami. Keterkaitan
yang alami akan lebih mampu mengakomodasi kepentingan siswa dan memberi kemungkinan bagi pengembangan
materi pelajaran yang lebih bermakna bagi kehidupan anak kelak di masyarakat. Dasar pertimbangan untuk hal
tersebut adalah siswa SD berpikir dalam kerangka yang bersifat holistik (menyeluruh) dan belum bersifat
fragmentaris dan detail. Artinya, upaya mengaitkan secara alami tersebut memang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kematangan anak, dengan demikian anak akan belajar secara lebih wajar, bermakna, dan dalam
suasana yang menantang. Untuk memenuhi tuntutan itu maka uraian berikut akan dimulai dengan gambar umum
atau karakteristik mata pelajaran PKn, kemudian tentang mata-mata pelajaran lainnya yang relevan.Pembaharuan
dan inovasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan kewarganegaraan) serta keterkaitan dan aplikasinya menjadi sebuah
pembelajaran yang kreatif, produktif yang bersifat kooperatif dan kolaboratif, menuntut konsep pembelajaran
terpadu melalui pengkajian dan pelatihan yang berwawasan demokrasi dan Hak Asasi. Manusia (HAM). Pendidikan
sebagai kewarganegaraan salah satu bidang kajian (Undang-undang sistem pendidikan No. 20 Tahun 2003) dan
program studi, yang berfungsi dan berdasarkan, antara lain sebagai pendidikan hukum, pendidikan politik dan
pendidikan kewarganegaraan sendiri. Pendidikan sebagai mana diketahui sejak diberlakukannya kurikulum sekolah
tahun 1975 adalah mata kuliah yang berdiri sendiri yang tujuan umumnya adalah membentuk warga negara yang
baik. Dalam perkembangannya menjadi bidang studi Pendidikan Moral Pancasila yang kemudian dikenal melalui
pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4) dan BP7 untuk. Perubahan orientasi tidak hanya sampai
KEWARGANEGARAAN tersebut berubah lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Pendidikan
Kewarganegaraan) berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang isinya didominasi oleh materi P4 tersebut di atas dan melalui Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, nama Pendidikan Kewarganegaraan diubah lagi menjadi
Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mengalami
perubahan nama dengan sangat cepat karena mata pelajaran tersebut sangat rentan terhadap perubahan politik,
namun ironisnya nama berubah berkali-kali, tetapi secara umum serta pendekatan dan sistem penerapannya paling
sering tidak berubah. Dari sisi pengetahuan, misalnya lebih penting untuk memikirkan dan mempelajari materi
pembelajaran yang mendorong untuk berpikir tentang kritis. Dan pendekatan segi maka yang lebih ditonjolkan
adalah pendekatan politis dan kekuasaan, dari segi proses pembelajaran atau sistem penyampaiannya lebih
menekankan pada pembelajaran satu arah dengan dominasi guru yang menonjol sehingga hasilnya sudah dapat
diduga, yaitu verbalisme yang memang selama ini telah dianggap sangat melekat pada pendidikan umumnya di
Indonesia. Untuk dapat mengatasi hal itulah kiranya dibutuhkan perubahan-perubahan dalam pendidikan
kewarganegaraan paling tidak untuk ketiga aspek tersebut.

4. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SD NEGERI 06 BALAI INGIN

Alamat : Jl.Raya Desa Balai Ingin.RT/RW. :1/1.Dusun.: Balai Ingin Hilir

Tema : Semangat Kebangsaan,Cinta Tanah Air,dan Bela Negara

Alokasi Waktu  : 2 x 50 menit

A.    STANDAR KOMPETENSI

1. Memiliki Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia

2. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya

3. Memiliki perilaku jujur,disiplin,tanggung jawab,santun,peduli,dan percaya diri dalam berinteraksi,dengan


keluarga,teman dan guru
4. Memahami pengetahuan factual dengan cara mengamati mendengar,melihat,membaca dan menanya
berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya,dan benda-benda yang
yang dijumpainya di rumah,sekolah

5. Menyajikan pengetahuan factual dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis,dalam karya yang estetis
dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat,dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.

B.     KOMPETENSI DASAR

Menampilkan rasa bangga sebagai anak Indonesia

Memahami pentingnya melestarikan budaya

C.    INDIKATOR

~        Menunjukan ciri rasa bangga menjadi anak Indonesia

~        Menyontohkan perwujudan rasa bangga sebagai anak Indonesia terhadap  kebudayaan Indonesia

~        Menampilkan salah satu wujud rasa bangga sebagai anak Indonesia dalam melestarikan kebudayaan
Indonesia

~         Menumbuhkan rasa cinta tanah air

~        Menerapkan sikap menghargai kebudayaan Indonesia

~         Menumbuhkan semangat kebangsaan

D.    TUJUAN PEMBELAJARAN

~         Melalui kegiatan Tanya jawab siswa dapat menyontohkan perwujudan rasa bangga terhadap kebudayaan
Indonesia.

~         Melalui kegiatan menggambar motif batik siswa dapat menampikan salah satu wujud rasa bangga sebagai
anak Indonesia dalam melestarikan kebudayaan Indonesia.

~        Melalui metode ekspositori siswa dapat mendefinisikan arti semangat kerja.

~         Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran siswa diharapkan memiliki rasa cintatanah air, menghargai
kebudayaan Indonesia,semangat kebangsaan.
E.     KARAKTER YANG DIHARAPKAN

~         Cinta tanah air

~         Menghargai kebudayaan Indonesia

~         Semangat kebangsaan

F.     MATERI POKOK

~         Arti anak Indonesia

~         Arti Rasa bangga

~         Ciri rasa bangga menjadi anak Indonesia

G.    METODE PEMBELAJARAN

~         Ekspositori

~         Tanya jawab

~         Praktek menggambar

H.    LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN INTI

~         Kegiatan awal ( 10 menit )

~ Fasilitator menyapa dan menanyakan kabar audience

~  Mengkondisikan audience siap dengan memeriksa kerapihan duduk siswa.

~   Membimbing audience berdoa

~   Fasilitator melakukan apersepsi

~  Menyampaikan tujuan diskusi

~      Kegiatan inti (45 menit )

~  Fasilitator menceritakan sosok tokoh idola anak Indonesia

~ Audience ditugaskan untuk mengamati gambar yang diperlihatkan Fasilitator didepan kelas

~  Audience memilih gambar yang diperlihatkan Fasilitator.

~  Fasilitator melakukan tanya jawab mengenai gambar yang audience pilih dan alasan mereka memilihnya.

~ Fasilitator menjelaskan beberapa contoh perilaku yang menunjukkan rasa bangga sebagai anak Indonesia
berdasarkan gambar..
~  Fasilitator meminta audience menyebutkan contoh perilaku yang menunjukkan rasa bangga sebagai anak
Indonesia selain yang telah disebutkan dan tertulis di buku.

~  Fasilitator mengingatkan audience untuk selalu menampilkan rasa bangga sebagai anak Indonesia.

~    Audience diingatkan untuk mempelajari kembali materi mengenai keanekaragaman Indonesia dan bangga
menjadi orang Indonesia.

~  Audience menemutunjukan ciri rasa bangga menjadi anak Indonesia


~  Fasilitator memberikan contoh perwujudan rasa bangga terhadap kebudayaan Indonesia
~  Fasilitator bertanya jawab dengan audience
~  Audience menyontohkan perwujudan rasa bangga terhadap kebudayaan Indonesia.
~  Fasilitator memberikan reward kepada audience yang bisa menyelesaikan gambar motif batik sederhana
dengan tepat.

~  Fasilitator menugaskan audience membuat gambar motif batik sederhana .

~  Audience menggambar motif batik dengan bimbingan dari Fasilitator.

~         Kegiatan akhir ( 20 menit )

~  Bersama-sama dengan seluruh audience membuat kesimpulan dari materi yang telah dibelajarkan

~  Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari selama pertemuan itu, untuk mengetahui ketercapai
indikator dan kompetensi dasar

~  Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran

~  Pemberian tugas.

~  Mengakhiri pelajaran dengan mengajak semua audience berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing

I.       ALAT/MEDIA

Media/alatpembelajaran :

~      Proyektor

~        HVS F4

~        Alat tulis

~        Foto tokoh idola


Bentuk Instrumen Penilaian

a. Penilaian sikap

Aspek yang Dinilai


No Nama Peserta Didik
Percaya Diri Teliti Disiplin

3
Keterangan: 1: Kurang 2 : Cukup 3 : Baik 4 : baik sekali

Anda mungkin juga menyukai