Anda di halaman 1dari 6

Rabu, 1 Desember 2021 via WAG: AIK

Dosen Pengampu: DR. Pagga Kantoro, S.Pd., M.Pd.


Rangkuman Pertanyaan dan Jawaban DISKUSI :
Moderator : Ketua Tingkat (Bartami Amir)
Pemakalah : Djoeliharto- 120333003

HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM


1. Pertanyaan (Sari Astriani R)
Apa arti Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa allah ?
*Jawaban: Bartami Amir
* Dalam Alkitab di katakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang di ciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Berarti manusia itu adalah gambar yang menyerupai Allah
di dalam dunia ini. Jadi manusia memang tidak maha kuasa tetapi di berikan kuasa
(otoritas) oleh Allah.
* Pada hari terakhir dari penciptaan, Allah berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26).

* Jawaban: Djoeliharto
* Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Al – Ikhlas ayat 4)
ُۢ ُ َ ُ ُ ُ َّ ُ َ
‫َول ۡم َيكن لهۥكف ًوا أ َحد‬
Penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir dari (Surat Al Ikhlas : 4)
َّ ً
)٤( .‫ تبارك وتعاىل وتقدس‬،‫ وال يف أفعاله‬،‫ ال يف أسمائه وال يف صفاته‬،‫مشابها أحد من خلقه‬ ‫ولم يكن له مماثال وال‬
Dan tidak ada satu pun makhluk-Nya yang serupa atau serupa dengan-Nya, baik dalam
Nama-Nya, maupun dalam Sifat-Nya, maupun dalam Perbuatan-Nya, Maha Suci dan Maha
Suci Dia, dan disucikan. (4)

2. Pertanyaan (Nurhidayah Wahyuni)


Sebutkan 3 arti kesegambaran allah dengan manusia?
Jawaban:
*Bartami Amir
1.Segambar dengan Allah.

1
2.Sesifat dengan-Nya.
3.Menjadi mahluk yang paling tinggi derajatnya.

* Jawaban: Djoeliharto
Sama dengan jawaban dari pertanyaan (nomor 1):
* Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Al – Ikhlas ayat 4)
ُۢ ُ َ ُ ُ ُ َّ ُ َ
‫َول ۡم َيكن لهۥكف ًوا أ َحد‬
Penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir dari (Surat Al Ikhlas : 4)
َّ ً
)٤( .‫ تبارك وتعاىل وتقدس‬،‫ وال يف أفعاله‬،‫ ال يف أسمائه وال يف صفاته‬،‫مشابها أحد من خلقه‬ ‫ولم يكن له مماثال وال‬
Dan tidak ada satu pun makhluk-Nya yang serupa atau serupa dengan-Nya, baik dalam
Nama-Nya, maupun dalam Sifat-Nya, maupun dalam Perbuatan-Nya, Maha Suci dan Maha
Suci Dia, dan disucikan. (4)

3. Pertanyaan (Andi Budiman Nur)


Mengapa Allah menciptakan manusia?

*Jawaban: Djoeliharto
Dalam kitab suci Al-Quran, dengan tegas Allah menyatakan bahwa Allah menciptakan
manusia untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah (utusan) di muka bumi. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Adh Dhariyat:56)
ُ ُ ۡ َ َّ َ ۡ َ َّ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ
‫ون‬
ِ ‫وما خلقت ٱل ِجن و ِٱۡلنس ِإَّل ِليعبد‬
Penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir dari Al-Qur’an (Surat Adh Dhariyat:56):
)٥٦( .‫عبادت وحدي دون َمن سواي‬
‫ي‬ ‫ه‬
‫ ي‬،‫وما خلقت الجن واۡلنس وبعثت جميع الرسل إال لغاية سامية‬
Aku tidak menciptakan jin dan manusia dan Aku mengutus semua rasul kecuali untuk tujuan
yang mulia, yaitu menyembah Aku seorang diri tanpa seorang pun selain Aku. (56)

4. Pertanyaan (Sari Astriani R dan Andi Budiman Nur)


Mohon dijelaskan manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah dan kenapa ada manusia yang
berpaling dari fitrah tersebut?

2
*Jawaban: Djoeliharto
Manusia di ciptakan oleh Allah SWT ‘alal fitrah (berada diatas fitrah). Sebagaimana

disebutkan dalam firman –Nya :

                   

     


Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [1168],
(QS. Ar-Ruum:30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri

beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu

tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

Manusia diciptakan ‘alal fitrah maksudnya adalah bahwa manusia diciptakan oleh Allah

SWT berada dalam kecenderungan kepada kebenaran dan patuh kepada-Nya. Rasululllah

bersabda:

َ َ َ َ َْ ُ ُ َ ََْ َ َ َ َ َ َ َّ َّ َ
ْ ُ َ َ َ ُ ‫آد َم َو َبن‬ َ ْ ُ َّ َ َّ َ َ ْ ُ ُ ِّ َ ُ َ
ِ ‫ وأعطاهم المال حالال ال ح َرام ِف‬، ‫يه حنفاء مس ِل ِمي‬
‫يه‬ ِ ِ ‫ أن اَّلل خلق‬، ‫اب‬
ِ ‫أال أحدثكم ِبما حدث ِ ين اَّلل ِ يف ال ِكت‬
ُ َ ْ َ َّ
ُ َّ ‫اه ُم‬ ُ َ
‫اَّلل َحالال َو َح َر ًاما‬ ‫ ف َج َعلوا ِمما أعط‬،

“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah
kepadaku dalam Kitab-Nya? Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak
cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh kepada Allah. Allah memberi mereka
harta yang halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada
mereka itu menjadi halal dan haram.” (H.R. Iyad bin Himar)

Dalam hadist lain beliau SAW bersabda:


ِّ ُ َ َ ِّ َ ُ ْ َ َ ِّ َ ُ ُ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ ُّ ُ
‫ِّص ِان ِه أ ْو ي َمج َسا ِن ِه‬ ‫ فأبواه يهودا ِن ِه أو ين‬،‫كل مولو ٍد يولد عَل ال ِفطر ِة‬

3
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan ia
Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Sebagian ulama mengatakan bahwa arti fitrah adalah “Islam”. Hal ini dikatakan oleh Abu
Hurairah, Ibnu Syihab, dan lain-lain. Pendapat tersebut dianut oleh kebanyakan ahli
tafsir.
Penjelasan lebih lanjut:
Agama asli umat manusia adalah menyembah Allah SWT. Hal ini berkaitan dengan suatu

keyakinan kaum muslimin yang berdasarkan dari keterangan al-Qur’an bahwa manusia

setelah diciptakan membuat sebuah perjanjian atau ikatan dengan Tuhan. Sebagaimana

dilukiskan pada ayat 172 dari surat al-A’râf, Allah SWT telah menyatakan tentang fitrah

itu. Ketika manusia belum dilahirkan di muka bumi, Allah SWT telah bertanya: “Bukankah

Aku ini Tuhan kamu? mereka menjawab; Betul (Engkau Tuham kami) Kami bersaksi”. Jadi,

akidah tauhid itulah fitrah manusia. Merujuk kepada ayat tersebut dapat dikatakan,

sesungguhnya manusia telah bertauhid sejak ia di alam arwah. Hal ini juga bermakna,

Allah SWT menciptakan manusia dengan kodrat yang hanif, memihak kepada kebenaran,

sebagaimana juga Islam diciptakan atas kodrat yang hanif atau sesuai dengan fitrah

manusia, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengimani dan

mengamalkan ajaran Islam. Maka sejak awal tumbuh sebagai manusia, pengakuan

tentang adanya Maha Pencipta itu adalah fitrah, sama tumbuh dengan akal, bahkan bisa

dikatakan bahwa ia adalah sebahagian dari yang menumbuh-suburkan akal. (Hamka,

2007: 5516). Allah SWT menurunkan al-Qur'an adalah untuk mengatur konsekuensi

perjanjian itu. Setiap perjanjian mempunyai konsekuensi, yaitu hak dan kewajiban antara

kedua belah pihak yang berjanji. Tetapi karena perjanjian itu terjadi antara Allah SWT

dengan manusia, maka konsekuensinya tidak seperti perjanjian antara manusia dengan

4
manusia. Sebab Allah SWT bersifat Qiyâmuhu binafsihi (berdiri sendiri-Nya), maka pada

Allah tidak ada kewajiban dan pada manusia tidak ada hak. Jadi yang ada adalah hak pada

Allah SWT dan kewajiban pada manusia. Hak Allah SWT untuk disembah dan kewajiban

manusia untuk menyembah-Nya. Kepercayaan akan adanya Allah SWT adalah fitri atau

asli pada manusia. Sementara menentang akan adanya Allah SWT artinya telah

menentang terhadap fitrahnya sendiri. Seperti kaum komunis, mereka hendak

memperkokoh pendirian tidak percaya adanya Tuhan (atheis) adalah dengan paksaan.

Sebab kalau itu ada di kalangan mereka yang menyatakan rasa fitrahnya itu, dia akan

dipandang salah, kemudian diadakan apa yang mereka beri nama pembersihan otak.

(Hamka, 2007:5516). Seorang anak yang dilahirkan kedunia selain telah membawa

kesucian, juga pada hakikatnya telah membawa dan mengakui akan adanya Allah SWT

yang maha tunggal dan bersaksi bahwa Dia satu-satunya yang akan menjadi Tuhannya.

Sebagaimana perjanjiannya dengan Allah SWT yang telah diikrarkan ketika masih dalam

alam kandungan. Kesucian anak akan ternodai atau dipengaruhi dari orang tuanya dan

lingkungannya. Jika orang tua dan lingkungan tidak baik maka anak tersebut menjadi

tidak baik pula. Tetapi jika orang tua mendidik anak dengan baik dan menempatkannya

dalam lingkungan yang baik-baik maka anak tersebut akan tumbuh dewasa menjadi

orang yang baik. Maka Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esaan Allah

atau tauhid. Bahwasannya manusia sejak lahir membawa tauhid, atau paling tidak ia

berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari untuk

mencapai ketauhidan tersebut (Katsir, 2004: 432). Berdasarkan definisi ini dapat

ditangkap pengertian bahwa tauhidullah (meng-Esakan Allah SWT) telah dimiliki manusia

secara potensial. Potensi ini harus diperjuangkan dan dipelihara oleh manusia untuk

5
kehidupan selanjutnya agar mendapat kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.

Oleh karena potensi tauhid telah ditanamkan dalam penciptaan manusia, maka tidak ada

alasan bagi manusia untuk mengingkari-Nya, seperti dinyatakan pada bagian akhir surat

Al-Araf ayat 172. Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa

berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu

merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada

dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama yang benar.

Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan Islam.

Anda mungkin juga menyukai