* Jawaban: Djoeliharto
* Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Al – Ikhlas ayat 4)
ُۢ ُ َ ُ ُ ُ َّ ُ َ
َول ۡم َيكن لهۥكف ًوا أ َحد
Penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir dari (Surat Al Ikhlas : 4)
َّ ً
)٤( . تبارك وتعاىل وتقدس، وال يف أفعاله، ال يف أسمائه وال يف صفاته،مشابها أحد من خلقه ولم يكن له مماثال وال
Dan tidak ada satu pun makhluk-Nya yang serupa atau serupa dengan-Nya, baik dalam
Nama-Nya, maupun dalam Sifat-Nya, maupun dalam Perbuatan-Nya, Maha Suci dan Maha
Suci Dia, dan disucikan. (4)
1
2.Sesifat dengan-Nya.
3.Menjadi mahluk yang paling tinggi derajatnya.
* Jawaban: Djoeliharto
Sama dengan jawaban dari pertanyaan (nomor 1):
* Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Al – Ikhlas ayat 4)
ُۢ ُ َ ُ ُ ُ َّ ُ َ
َول ۡم َيكن لهۥكف ًوا أ َحد
Penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir dari (Surat Al Ikhlas : 4)
َّ ً
)٤( . تبارك وتعاىل وتقدس، وال يف أفعاله، ال يف أسمائه وال يف صفاته،مشابها أحد من خلقه ولم يكن له مماثال وال
Dan tidak ada satu pun makhluk-Nya yang serupa atau serupa dengan-Nya, baik dalam
Nama-Nya, maupun dalam Sifat-Nya, maupun dalam Perbuatan-Nya, Maha Suci dan Maha
Suci Dia, dan disucikan. (4)
*Jawaban: Djoeliharto
Dalam kitab suci Al-Quran, dengan tegas Allah menyatakan bahwa Allah menciptakan
manusia untuk beribadah kepada-Nya dan menjadi khalifah (utusan) di muka bumi. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an (Surat Adh Dhariyat:56)
ُ ُ ۡ َ َّ َ ۡ َ َّ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ
ون
ِ وما خلقت ٱل ِجن و ِٱۡلنس ِإَّل ِليعبد
Penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir dari Al-Qur’an (Surat Adh Dhariyat:56):
)٥٦( .عبادت وحدي دون َمن سواي
ي ه
ي،وما خلقت الجن واۡلنس وبعثت جميع الرسل إال لغاية سامية
Aku tidak menciptakan jin dan manusia dan Aku mengutus semua rasul kecuali untuk tujuan
yang mulia, yaitu menyembah Aku seorang diri tanpa seorang pun selain Aku. (56)
2
*Jawaban: Djoeliharto
Manusia di ciptakan oleh Allah SWT ‘alal fitrah (berada diatas fitrah). Sebagaimana
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu
tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Manusia diciptakan ‘alal fitrah maksudnya adalah bahwa manusia diciptakan oleh Allah
SWT berada dalam kecenderungan kepada kebenaran dan patuh kepada-Nya. Rasululllah
bersabda:
َ َ َ َ َْ ُ ُ َ ََْ َ َ َ َ َ َ َّ َّ َ
ْ ُ َ َ َ ُ آد َم َو َبن َ ْ ُ َّ َ َّ َ َ ْ ُ ُ ِّ َ ُ َ
ِ وأعطاهم المال حالال ال ح َرام ِف، يه حنفاء مس ِل ِمي
يه ِ ِ أن اَّلل خلق، اب
ِ أال أحدثكم ِبما حدث ِ ين اَّلل ِ يف ال ِكت
ُ َ ْ َ َّ
ُ َّ اه ُم ُ َ
اَّلل َحالال َو َح َر ًاما ف َج َعلوا ِمما أعط،
“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah
kepadaku dalam Kitab-Nya? Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak
cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh kepada Allah. Allah memberi mereka
harta yang halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada
mereka itu menjadi halal dan haram.” (H.R. Iyad bin Himar)
3
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan ia
Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Sebagian ulama mengatakan bahwa arti fitrah adalah “Islam”. Hal ini dikatakan oleh Abu
Hurairah, Ibnu Syihab, dan lain-lain. Pendapat tersebut dianut oleh kebanyakan ahli
tafsir.
Penjelasan lebih lanjut:
Agama asli umat manusia adalah menyembah Allah SWT. Hal ini berkaitan dengan suatu
keyakinan kaum muslimin yang berdasarkan dari keterangan al-Qur’an bahwa manusia
setelah diciptakan membuat sebuah perjanjian atau ikatan dengan Tuhan. Sebagaimana
dilukiskan pada ayat 172 dari surat al-A’râf, Allah SWT telah menyatakan tentang fitrah
itu. Ketika manusia belum dilahirkan di muka bumi, Allah SWT telah bertanya: “Bukankah
Aku ini Tuhan kamu? mereka menjawab; Betul (Engkau Tuham kami) Kami bersaksi”. Jadi,
akidah tauhid itulah fitrah manusia. Merujuk kepada ayat tersebut dapat dikatakan,
sesungguhnya manusia telah bertauhid sejak ia di alam arwah. Hal ini juga bermakna,
Allah SWT menciptakan manusia dengan kodrat yang hanif, memihak kepada kebenaran,
sebagaimana juga Islam diciptakan atas kodrat yang hanif atau sesuai dengan fitrah
manusia, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengimani dan
mengamalkan ajaran Islam. Maka sejak awal tumbuh sebagai manusia, pengakuan
tentang adanya Maha Pencipta itu adalah fitrah, sama tumbuh dengan akal, bahkan bisa
2007: 5516). Allah SWT menurunkan al-Qur'an adalah untuk mengatur konsekuensi
perjanjian itu. Setiap perjanjian mempunyai konsekuensi, yaitu hak dan kewajiban antara
kedua belah pihak yang berjanji. Tetapi karena perjanjian itu terjadi antara Allah SWT
dengan manusia, maka konsekuensinya tidak seperti perjanjian antara manusia dengan
4
manusia. Sebab Allah SWT bersifat Qiyâmuhu binafsihi (berdiri sendiri-Nya), maka pada
Allah tidak ada kewajiban dan pada manusia tidak ada hak. Jadi yang ada adalah hak pada
Allah SWT dan kewajiban pada manusia. Hak Allah SWT untuk disembah dan kewajiban
manusia untuk menyembah-Nya. Kepercayaan akan adanya Allah SWT adalah fitri atau
asli pada manusia. Sementara menentang akan adanya Allah SWT artinya telah
memperkokoh pendirian tidak percaya adanya Tuhan (atheis) adalah dengan paksaan.
Sebab kalau itu ada di kalangan mereka yang menyatakan rasa fitrahnya itu, dia akan
dipandang salah, kemudian diadakan apa yang mereka beri nama pembersihan otak.
(Hamka, 2007:5516). Seorang anak yang dilahirkan kedunia selain telah membawa
kesucian, juga pada hakikatnya telah membawa dan mengakui akan adanya Allah SWT
yang maha tunggal dan bersaksi bahwa Dia satu-satunya yang akan menjadi Tuhannya.
Sebagaimana perjanjiannya dengan Allah SWT yang telah diikrarkan ketika masih dalam
alam kandungan. Kesucian anak akan ternodai atau dipengaruhi dari orang tuanya dan
lingkungannya. Jika orang tua dan lingkungan tidak baik maka anak tersebut menjadi
tidak baik pula. Tetapi jika orang tua mendidik anak dengan baik dan menempatkannya
dalam lingkungan yang baik-baik maka anak tersebut akan tumbuh dewasa menjadi
orang yang baik. Maka Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esaan Allah
atau tauhid. Bahwasannya manusia sejak lahir membawa tauhid, atau paling tidak ia
mencapai ketauhidan tersebut (Katsir, 2004: 432). Berdasarkan definisi ini dapat
ditangkap pengertian bahwa tauhidullah (meng-Esakan Allah SWT) telah dimiliki manusia
secara potensial. Potensi ini harus diperjuangkan dan dipelihara oleh manusia untuk
5
kehidupan selanjutnya agar mendapat kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Oleh karena potensi tauhid telah ditanamkan dalam penciptaan manusia, maka tidak ada
alasan bagi manusia untuk mengingkari-Nya, seperti dinyatakan pada bagian akhir surat
Al-Araf ayat 172. Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa
berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu
merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada
dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama yang benar.