Anda di halaman 1dari 15

KONSEP CERDAS MATEMATIKA SEBAGAI SEBUAH “PRIVILEGE” DALAM

DUNIA PENDIDIKAN (STUDI NILAI DAN RELEVANSINYA DENGAN


KOMPETENSI GURU)

1Ulfah Isnaini Najiyah, 2Sigit Raharjo, M.Pd

1,2Universitas Muhammadiyah Tangerang

ulfahisnaininajiyah@gmail.com
Abstract
This study aims to explain the importance of collaboration between the four
competencies that a teacher must have in carrying out their profession and the
importance of understanding the type of intelligence of each student. In this study
aims, the method used is library research with a qualitative descriptive approach
and data collection techniques through various literatures derived from several
electronic books, journals, and several previous studies. The results showed that
there were 8 types of human intelligence including: linguistic, special, musical,
naturalist, kinetic and physical intelligence, intrapersonal, interpersonal and
logical mathematical. Not merely intelligent mathematics is a real intelligent
concept. Not only children who excellent in mathematics create their own
privilages. The teacher must recognize the strengths of each student. So the
teacher can provide instructions where students can bring their abilities so that
they can be useful for themselves and others.

Keywords: Intelligent in math, teacher competence, privilege

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tentang pentingnya kolaborasi antar
empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan
profesinya serta pentingnya memahami tipe kecerdasan setiap peserta didik. Pada
penelitian kali ini metode yang digunakan adalah library research dengan
pendekatan deskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui berbagai
literatur yang berasal dari beberapa buku elektronik, jurnal-jurnal serta beberapa
penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukan terdapat 8 jenis tipe
kecerdasan manusia diantaranya adalah: Kecerdasan linguistik, spasial, musikal,
naturalis, kinetik dan jasmani, interpersonal, intrapersonal dan logis matematik.
Tidak semata-mata cerdas matematika adalah konsep cerdas yang sesungguhnya.
Tidak semata-mata anak yang unggul di bidang matematika melahirkan
“privilege“nya sendiri. Guru harus mengenali betul kelebihan masing-masing
peserta didik. Agar guru pun dapat memberikan petunjuk kemana peserta didik
bisa membawa kemampuannya agar dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan
orang lain.

Kata Kunci: Cerdas Matematika, kompetensi guru, privilege

1
PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang pasti ditemui


peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Mempelajari
matematika akan melatih seseorang untuk dapat berfikir kritis, logis, inisiatif,
sistematis, dan kreatif dimana kemampuan berfikir logika dan penalaran yang
terbentuk akan menjadi semakin berkembang sehingga kedepannya dapat
membentuk karakteristik peserta didik sedemikian rupa agar mampu
menyelesaikan berbagai bentuk permasalahan dalam kehidupan. Belajar
matematika sepertinya sudah menjadi suguhan pokok dalam kegiatan
pembelajaran. Senang atau tidaknya, gemar atau tidaknya, pandai atau tidaknya
dengan mata pelajaran matematika memang harus tetap dipelajari. Sebab
matematika memiliki peranan penting bagi kehidupan, bekal dalam proses
pemecahan permasalahan dan amat berpengaruh besar terhadap kemajuan
berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Bagi guru khususnya yang mengampu mata pelajaran matematika sudah
menjadi tanggung jawab untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran
dengan sebaik mungkin agar apa yang diajarkannya dapat diterima dan
dipahami peserta didiknya. Disinilah kompetensi guru diuji. Ke empat
kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang guru harus bisa berkolaborasi
antara satu dengan yang lainnya. Guru dituntut pula untuk bisa menciptakan
suasana belajar yang asyik dan menyenangkan agar pembelajaran matematika
tidak terkesan menakutkan, kaku dan membosankan.
Seperti yang sudah disampaikan oleh Prayogi, prihal lima mitos yang
berkonotasi negatif sehingga menciptakan perspektif negatif terhadap
matematika, diantaranya: Matematika merupakan ilmu yang sulit dipelajari
sehingga hanya sedikit peserta didik tertentu dengan IQ minimum yang mampu
melewati sukarnya pemahaman matematika, matematika merupakan ilmu yang
dipenuhi dengan banyaknya hafalan rumus sehingga timbul dalam diri peserta
didik sikap malas mempelajari matematika padahal matematika bukan

2
dipelajari lewat pandai menghafal melainkan dipelajari untuk bisa memahami
konsep-konsepnya, matematika selalu berhubungan dengan kecepatan
berhitung padahal kecepatan dalam menghitung tidaklah penting karena yang
diperlukan adalah pemahaman konsep sehingga kemampuan penalarannya akan
terasah, matematika merupakan ilmu abstrak yang tidak ada hubungannya
dengan realita padahal faktanya matematika merupakan ilmu yang sangat
realistis dan selalu memiliki korelasi dengan kenyataan yang terjadi di dalam
kehidupan, serta matematika dianggap sebagai ilmu yang membosankan, kaku,
dan tidak rekreatif. Jelas pernyataan ini sangat keliru, karena biarpun
penjelasannya sebagian besar adanya angka tetap saja solusi yang dapat
memecahkan masalah tersebut pastilah begitu fleksibel dan bermacam-macam.1
Disinilah peran dari guru untuk para peserta didik yang ditunggu-tunggu
aksi cerdas mengajarnya. Agar mitos negatif yang telah beredar di masyarakat
tidak terbukti demikian adanya.
Disamping itu hal penunjang lainnya agar pembelajaran matematika
dapat ditempuh sesuai dengan rencana adalah terletak pada kemampuan
kompetensi yang dimiliki guru. Peserta didik yang menunggu kedatangan
seorang guru bukan untuk diperlihatkan dan sekedar diberikan penjelasan.
Peserta didik tidak hanya membutuhkan tumpukan rumus-rumus yang akan
membuatnya pandai matematika. Tetapi juga membutuhkan hal-hal lain untuk
menunjang ketercapaiannya mereka selama di kelas untuk bekal di masa
mendatang.2
Selain empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, hal lain yang
tak kalah penting adalah mengenal karakteristik, kelebihan dan kekurangan,
serta minat dan bakat yang dimiliki tiap-tiap peserta didik. Guru harus dapat
menilai setiap hal dari berbagai sudut pandang, dari berbagai sisi- sisi yang lain.

1
Marisa, “Belajar Matematika Yang Menyenangkan Melalui Metode Permainan,” Jurnal
Ilmiah VISI PTK-PNF 5, no. 1 (2010): 106.
2
Dyah Kirana D, “Pentingnya Penguasaan Empat Kompetensi Guru Dalam Menunjang
Ketercapaian Tujuan Pendidikan Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar 1, no. 1
(2019): 4–5.

3
Tidak terfokus pada titik A dengan menghiraukan titik lainnya. Seorang guru
harus sadar bahwa objek yang sedang ia ajak berinteraksi adalah makhluk hidup
yang memiliki kemampuan, kelebihan maupun kekurangan, dan kecerdasannya
masing-masing. Jangan sampai ada seorang pendidik yang memberikan label
tidak baik pada peserta didiknya. Hanya karena mereka tak mampu mengikuti
mata pelajarannya. Padahal hal luar biasa besar telah tersimpan secara
tersembunyi dibaliknya.
Kecerdasan yang dimiliki setiap peserta didik berbeda. Sebab, memang
kecerdasan pun terbagi ke beberapa bidangnya masing-masing. Guru memang
ditugaskan untuk mengampu mata pelajaran yang ditempuhnya terdahulu.
Tetapi guru tidak bisa memaksakan kemampuan setiap anak untuk bisa berhasil
dalam bidang kecerdasan sesuai dengan keinginan guru. Matematika misalnya.
Tidak semua peserta didik memang memiliki kelebihan menonjol pada bidang
ini. Sehingga guru harus bisa mengelola dan terus berinovasi agar apa yang
disampaikan tetap bisa diterima seluruh peserta didiknya, walau mereka tidak
berada didalam bidang tersebut. Guru tidak boleh memaksa, pun guru tidak
boleh bersikap acuh karena telah mengetahui bahwa ada peserta didiknya tak
senang dan tak pandai dalam pembelajaran matematika. Guru harus tetap adil di
dalam kelas. Tidak meninggalkan peserta didik yang belum memahami materi
pembelajaran, dan tidak menciptakan “privilege” kepada peserta didik yang
pandai dengan matematika. Karena konsep cerdas bukan hanya datang dari
cerdas logis matematis saja.3

METODE
Penelitian ini berfokus pada pembahasan pentingnya mengenali tipe
kecerdasan pada tiap-tiap peserta didik agar konsep dari sebuah kata “cerdas”
tidak melulu berasal dari peserta didik yang memiliki “privilege” di bidang
matematika serta relevansinya dengan kompetensi guru. Dengan menggunakan
metode library research atau studi kepustakaan, dimana peneliti mencari dan
3
Fathani and Abdul Halim, Pendidikan Tanpa Ranking, 2019.

4
mengumpulkan data-data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di
perpustakaan seperti buku referensi, artikel, hasil penelitian sejenis, catatan,
serta melalui beberapa jurnal terdahulu.4 Menurut M. Nazir dalam bukunya yang
berjudul “Metode Penelitian” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
“Studi Kepustakaan” adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.5
Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dimana peneliti
mencari, membaca, mencatat, mengumpulkan dan mempelajari data-data
berdasarkan topik penelitian termasuk tentang pandangan-pandangan atau
pendapat yang sedang berkembang. Sedangkan untuk teknik yang digunakan
adalah pengumpulan data literatur dengan analisis medalam terhadap data yang
ditemukan. Analisis data pada penelitian ini adalah analisis isi atau dapat
disebut dengan analysis content dengan sumber data sekunder. Analisis isi atau
analysis content, artinya penelitian bertujuan membahas secara mendalam
terkait isi, konten atau informasi yang telah ada dalam media tersebut.
Sedangkan data sekunder merupakan kumpulan data yang diperoleh bukan dari
tangan pertama penelitian di lapangan. Melainkan data-data yang telah
diperoleh berasal dari buku-buku, jurnal-jurnal, serta penelitian-penelitian
terdahulu.6 Teknik analisis data yang digunakan dalam analisis kualitatif
memiliki empat tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data dapat dikatakan
sebagai penyederhanaan, penggolongan, dan membuang data yang tidak perlu
sehingga menghasilkan informasi yang bermakna, penyajian data atau (display
data) artinya peneliti menyajikan data-data penting dari data yang dikaji dan

4
Sari Milya and Asmendri, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam Penelitian
Pendidikan IPA,” E-Jurnal Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang dan Institut Agama Islam
Negeri batusangkar 6, no. 1 (2020): 41.
5
Nazir M., Metode Penelitian, 2003.
6
Alda Ismi Azizah, “Konsep Pembentukan Kepribadian Pada Anak Usia 0-7 Tahun Dalam
Perspektif Psikologi Dan Al-Quran,” E-Jurnal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo (2021).

5
langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, yakni peneliti
memberikan gambaran akhir atau hasil dari penelitian yang telah dilakukan.7

PEMBAHASAN
A. Definisi Kecerdasan
Berbicara tentang definisi sebuah kecerdasan, bayangan yang tampak
dalam fikiran yaitu suatu kemampuan seseorang dalam memahami
sesuatu. Dimana stigma positif yang diberikan masyarakat teradap orang
yang memiliki kecerdasan adalah ketika ia semakin cepat saat memahami
sesuatu hal baru, berarti semakin cerdas pula otaknya.
Kecerdasan menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan,
dan kesempurnaan dalam sesuatu. Dalam arti kemampuan (al-qudrah)
dalam mengerti beragam suatu hal secara cepat dan sempurna. Ibnu Sina,
seorang psikolog falsafi menyebut kecerdasan sebagai kekuatan intuitif. 8
Pada mulanya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur
akal seperti logika dan aspek kognitif saja. Seperti yang kita kenal,
khususnya di Indonesia, tingkat kecerdasan seseorang dapat diukur
melalui tes Intelligence Quotient (IQ). Dimana hasil dari tes tersebut akan
melabelkan bahwa seseorang dikatakan “cerdas” disaat kemampuan
logika, matematika, dan kognitifnya baik atau diatas lebih dari cukup
tanpa mempertimbangkan kemampuan afektif maupun motorik dan
lainnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan hanya mengukur kecerdasan
secara sempit.
Namun, seiring berjalannya waktu dan pekembangan zaman yang
terus merambak maju, manusia semakin tersadar bahwa kecerdasan
tidak hanya sekedar mampu berfikir secara logika dan kognitif tetapi juga

7
“Teknis Analisis Data Kualitatif,” accessed October 28, 2021, http://www.dqlab.id/data-
analisis-pahami-teknik-pengumpulan-data.
8
Jusuf Mudzakir and Abdul Mujid, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta, 2001).

6
pentingnya mengenali dan memahami berbagai aspek afektif seperti
moral, emosional dan spiritual atau agama.
Selanjutnya, ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa kecerdasan
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menyelesaikan permasalahan atau menghasilkan sesuatu yang baru
dimana hal tersebut dapat memberikan manfaat didalam latar budaya
tertentu.9
B. Teori Kecerdasan Howard Gardner
Teori kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh salah seorang
ahli, Howard Gardner begitu kontra dengan teori dari konsep kecerdasan
IQ yang hanya melibatkan kemampuan logika, bahasa, matematika dan
spasial. Gardner berpendapat bahwa kecerdasan merupakan kecakapan
dalam hal penyelesaian masalah, serta melalui kecerdasan, seseorang
akan dapat menciptakan produk atau jasa baru yang akan bermanfaat
bagi kelangsungan hidup manusia. Menurut Gardner, ada 9 aspek
kecerdasan dan indikatornya yang berpotensi untuk dikembangan oleh
setiap anak yang lahir tanpa disertai oleh cacat fisik di otaknya, yaitu:
1. Kecerdasan Verbal-Bahasa, dengan ciri: mampu mengekspresikan
fikiran secara verbal dan mampu menulis dengan bahasa yang
baik. Contoh orang yang memiliki tipe kecerdasan ini adalah: guru,
penulis, dll.
2. Kecerdasan Interpersonal- Mengenal diri sendiri, dengan ciri:
mudah mengenali perasaan diri sendiri, pandai bercerita, dapat
menghayati puisi dan drama, dan suka bermeditasi. Mereka
adalah: penyair, story-teller, sastrawan dan lain sebagainya.
3. Kecerdasan Musikal, yaitu kemampuan terhadap bunyi dan cepat
mempelajari lagu, jenis musik dan alat musik. Mereka adalah
penyanyi, penulis lagu dan lain sebagianya.
9
Syarifah, “Jurnal Ilmiah Sustainable,” E-Jurnal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syaikh
Abdurrahman Siddik Bangka Belitung 2, no. 2 (2019): 176.

7
4. Kecerdasan Naturalis, yaitu kemampuan cepat saat mempelajari
fenomena alam, mengamati dan cinta dengan tumbuhan maupun
binatang dan gemar dengan kegiatan pecinta alam. Mereka adalah
para petualang, pecinta alam dan aktivis lingkungan hidup.
5. Kecerdasan Spasial, yaitu mereka yang mampu memvisualisasikan
fenomena dalam bentuk gambar, menyenangi warna dan garis dan
sebagainya. Orang yang memiliki tipe kecerdasan ini adalah:
arsitek, pelukis, disainer dan pilot.
6. Kecerdasan Interpersonal merupakan tipe kecerdasan dimana
mereka senang bergaul, senang mencari teman terlibat dalam
kelompok serta mampu menyelesaikan konflik dengan orang lain.
Mereka adalah: psikolog, konselor, pemimpin dan lain-lain.
7. Kecerdasan Kinetik dan fisik, berciri antara lain: cepat memahami
dan menguasai kegiatan yang melibatkan fisik, mampu
menggunakan seluruh anggota tubunya untuk bekerja. Mereka
adalah: atlet, penari dan artis.
8. Kecerdasan Logika Matematika yaitu kemampuan yang ditandai
dengan kecepatan dalam mempelajari angka, pandai
mengelompokan, dan berfikir logis. Mereka adalah para ilmuwan,
filosof, ahli matematika dan programmer komputer.10
C. Teori Kompetensi Guru
Peran guru di sekolah merupakan peran penganti orang tua di rumah.
Peran guru bukan hanya sekedar mengajar, tetapi juga mendidik semua
murid-muridnya agar mereka kelak tumbuh menjadi pribadi cerdas
akalnya, mulia akhlaknya, beradab perangainya, serta cerah masa
depannya. Peran guru tidak untuk menjejalkan pelajaran. Guru harus bisa
menghidupkan ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah profesi mulia, gurupun

10
Muskinul Fuad, “Jurnal Teori Kecerdasan, Pendidikan Anak, Dan Komunikasi Dalam
Keluarga,” Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia 6, no. 1 (2012): 2.

8
harus memenuhi beberapa kompetensi yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh pendidik
baik guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.11
Ada 4 macam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar
dapat menjalankan profesinya secara profesional sehingga hasil yang
nantinya akan ditorehkan dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Diantaranya adalah:
a) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan kegiatan belajar,
pengkajian hasil belajar, dan upaya peningkatan prestasi peserta
didik untuk mengkonkretkan berbagai potensi yang dimilikinya.
b) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah sebuah kemampuan kepribadian
yang berciri dewasa, arif, bijaksana dan berwibawa, sebagai cerminan
bagi peserta didik agar mereka dapat mencontoh kepribadian baik
yang dimiliki gurunya supaya kelak nantinya mereka dapat menjadi
pribadi dengan akhlak mulia.
c) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan terhadap
materi pembelajaran yang akan diampu secara luas dan mendalam.
d) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian tak
terpisah dari masyarakat untuk berkomunikasi, bergaul dan berusaha

11
Erlinayanti A, Kajian Kompetensi Profesional Guru (Yogyakarta, 2012).

9
untuk selalu siap berkontribusi secara efektif terutama dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.12
D. Definisi Privilege
Seperti yang sedang ramai diperbincangkan saat ini, kata “Privilege”
sudah tidak terdengar asing lagi bagi masyarakat. Berbicara tentang
privilege, salah satu hal yang memiliki kaitan dengan faktor kesuksesan
yang dimiliki seseorang. Definisi privilege yaitu hak istimewa yang
dimiliki seseorang, atau pihak tertentu namun tidak dimiliki oleh pihak
lainnya. 13
Di dalam penelitian ini, bahasan prihal privilege yang akan dikaji
menekankan pada kepemilikan privilege sebab cerdas matematika.
Peneliti menemukan beberapa kejadian di lapangan pada dunia
pendidikan, bahwa peserta didik yang memiliki privilege pada bidang
matematika memperoleh perhatian lebih yang berbeda dengan teman
sejawatnya yng diberikan oleh pendidik atau gurunya.

Sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia nampaknya masih banyak


yang menekankan prestasi pada kecerdasan akademik yang hanya terdiri dari
dua-tiga aspek kecerdasan saja. Seperti contohnya cerdas pada bidang
matematika dan bahasa asing yang sudah menjadi sebuah tolak ukur kecerdasan
bagi peserta didik. Akibatnya banyak peserta didik yang merasa minder dan
kurang percaya diri karena tidak secara langsung mereka telah diberi cap atau
label sebagai seorang murid yang kurang pandai. Mereka mendapat stigma yang
mungkin dirasa sangat tidak menyenangkan. Ini berarti masih banyak
khususnya dari para pendidiknya pula yang belum memahami betul perbedaan

12
Sakdiyah, https://repository.radenintan.ac.id/1780/5/Bab_II 2017, diakses pada 30
oktober 2021
13
“Hak Istimewa Sosial,” accessed October 30, 2021,
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_istimewa_sosial.

10
karakteristik dan kecerdasan peserta didik yang berbeda antar satu dengan
lainnya.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, tiap-tiap individu lahir dan
tumbuh dengan kelebihannya masing-masing. Anak yang memiliki kecerdasan
pada bidang logika matematika bukanlah semata-mata memberitahukan kepada
kita semua bahwa ini merupakan konsep cerdas yang sesungguhnya. Peserta
didik yang tidak memiliki kelebihan pada bidang matematika, belum tentu tidak
mempunyai kelebihan yang menonjol pada bidang lainnya. Begitu pula
sebaliknya.
Sebagai seorang guru yang profesional, sikap serta perhatian yang
diberikan oleh para pendidik pun tidak boleh pilah-pilih. Menurut beberapa
artikel dan literatur terdahulu, matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang ditakuti para siswa. Sebab penuh dengan rumus dan angka-
angka, sulit difahami, banyak rumus yang harus diterapkan untuk
menyelesaikan tiap soalnya, pendidiknya yang kurang kreatif saat
menghidupkan pembelajaran di dalam kelas, kegiatan belajar monoton dan lain
sebagainya.
Bagi peserta didik yang memliki privilege pada bidang matematika,
mungkin tidak terasa begitu menyulitkan proses pemahamannya ketika materi
pelajaran di sampaikan oleh sang guru. Tetapi tidak demikian bagi peserta didik
yang tidak memilikinya. Penemuan yang ditemukan peneliti misalnya. Di dalam
kelas terdapat beberapa siswa yang pandai pada bidang matematika. Kurang
lebih sekitar 10% dari jumlah siswa dikelas. Pada saat guru menyampaikan
materi pembelajaran kemudian sang guru bertanya kepada seluruh peserta
didiknya, apakah sudah mengerti atau belum, apakah ada yang ingin ditanyakan,
kemudian reaksi peserta didik yang menjawab sudah mengerti adalah mayoritas
siswa yang cerdas dalam matematika namun sisanya hanya diam entah bingung,
belum mengerti atau karena memang tak tertarik dengan pembelajaran, respon
sang gurupun dirasa seperti tidak menghiraukan ke-90% siswa lainnya yang

11
saat ditanya hanya diam entah mungkin karena kebingungan, kurang mengerti
dan lain sebagainya. Sehingga seolah-olah hanya sedang mengajar ke-10%
siswanya saja (siswa yang memiliki kecerdasan/privilege di bidang matematika).
Seakan peserta didik yang memiliki privilege pada bidang matematika lebih di
perhatikan. Fenomena seperti ini justru yang membuat peserta didik yang tidak
memahami materi pelajaran matematika atau yang tidak memiliki privilege akan
semakin mengkerut semangat belajar pada dirinya.
Inilah yang sebenarnya pr bagi seorang guru. Bukan dengan memaksa
peserta didik untuk selalu belajar supaya materi yang diberikan dapat mereka
pahami. Jika memang kecerdasan yang dimiliki peserta didik tersebut bukan
terletak pada bidang matematika, jika memang itu bukan “passion” ataupun
sejenis privilege yang harusnya mereka bisa miliki, dari pihak guru lah yang
memang seharusnya dapat memahami dan meluruskan.
Guru mesti pandai menghidupkan suasana belajar, agar terutama mereka
yang tidak memiliki kecerdasan logika matematika, setidaknya dapat dibuat
cinta terhadap belajar. Guru harus dapat memahami bahwa privilege hadir sebab
anak didiknya cerdas matematika, bukanlah menjadi syarat mutlak untuk bisa
mendapatkan sebuah kesuksesan di masa mendatang. Balik lagi, guru harus bisa
memahami dan mengerti tipe kecerdasan setiap anak didiknya, kemudian terjun
ke lapangan menjadi garda depan pemberi secercah cahaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui hasil kerja keras mendidik anak
didiknya yang dilakoni dengan penuh rasa tanggung jawab dan profesionalitas
yang dibalut rasa cinta dan kasih sayang.

12
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, penulisan jurnal
yang dibuat dengan judul KONSEP CERDAS MATEMATIKA SEBAGAI SEBUAH
“PRIVILEGE” DALAM DUNIA PENDIDIKAN (STUDI NILAI DAN RELEVANSINYA
DENGAN KOMPETENSI GURU) merupakan sebuah temuan peneliti bahwa masih
banyak peristiwa di lapangan dalam dunia pendidikan yang mengukur tingkat
kecerdasan peserta didik hanya melalui kecerdasan akademik saja, terutama
kecerdasan dengan tipe logika-matematika. Sistem pendidikan yang sudah
dikenal oleh masyarakat luas dengan penekanan kecerdasan terhadap 2-3 aspek
kecerdasan justru hanya menghasilkan efek negatif kepada peserta didik berupa
sempitnya langkah kaki calon-calon generasi yang akan mengharumkan nama
Indonesia dengan karya.
Memang, pembelajaran matematika yang telah dikenalkan pendidik sejak
peserta didik duduk di bangku pendidikan usia dini sampai ke perguruan tinggi
dapat dikatakan prihal penting yang kita tidak bisa tinggalkan karena alasan
tidak menyukai bidang tersebut, tidak memiliki passion pada bidang matematika
atau lainnya. Sebab mempelajari matematika tetaplah penting. Dapat dikatakan,
tidak ada permasalahan yang tercipta tidak terselesaikan dengan matematika.
Bukan karena rumus, tetapi logika dan berfikir kritis yang dilakukan pada
pemecahan masalah tersebut dimana pelatihan otak untuk terus berfikir logis
dan kritis salah satunya terlatih karena sebab belajar matematika.
Konsep cerdas bukanlah melulu tentang cerdas matematika saja. Cerdas
dapat dilatih, dapat dimulai dan dapat digapai untuk semua orang tanpa
terkecuali. Privilege yang terbentuk sebab cerdas matematika memanglah baik,
tetapi privilege tersebut harus difahami bahwasannya bukan menjadi syarat
utama memperoleh kesuksesan. Di dalam kelas, kemampuan gurupun harus
totalitas tampak semua. Baik itu pedagogi, kepribadian, sosial maupun
profesional haruslah dapat berkolaborasi antara yang satu dengan lainnya.

13
Perlu diingat, kebenaran guru bukanlah sesuatu hal yang absolut, melalui
peserta didik pun guru dapat belajar darinya. Guru harus dapat menghidupkan
pembelajaran, guru harus selalu siap menerima pembaruan. Pekerjaan guru
bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik serta menginvestasikan ilmu
pengetahuan kepada semua anak didiknya. Perlu diingat baik-baik oleh guru,
ilmu bukanlah sebuah objek hapalan, ilmu untuk memahami dan menuntaskan
persoalan.

14
DAFTAR PUSTAKA

A, Erlinayanti. Kajian Kompetensi Profesional Guru. Yogyakarta, 2012.


Azizah, Alda Ismi. “Konsep Pembentukan Kepribadian Pada Anak Usia 0-7 Tahun
Dalam Perspektif Psikologi Dan Al-Quran.” E-Jurnal Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Ponorogo (2021).
D, Dyah Kirana. “Pentingnya Penguasaan Empat Kompetensi Guru Dalam
Menunjang Ketercapaian Tujuan Pendidikan Sekolah Dasar.” Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar 1, no. 1 (2019): 4–5.
Fathani, and Abdul Halim. Pendidikan Tanpa Ranking, 2019.
Fuad, Muskinul. “Jurnal Teori Kecerdasan, Pendidikan Anak, Dan Komunikasi
Dalam Keluarga.” Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia 6, no. 1 (2012): 2.
Marisa. “Belajar Matematika Yang Menyenangkan Melalui Metode Permainan.”
Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF 5, no. 1 (2010): 106.
Milya, Sari, and Asmendri. “Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam
Penelitian Pendidikan IPA.” E-Jurnal Universitas Islam Negeri Imam Bonjol
Padang dan Institut Agama Islam Negeri batusangkar 6, no. 1 (2020): 41.
Mudzakir, Jusuf, and Abdul Mujid. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta, 2001.
Nazir M. Metode Penelitian, 2003.
Syarifah. “Jurnal Ilmiah Sustainable.” E-Jurnal Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung 2, no. 2 (2019): 176.
“Hak Istimewa Sosial.” Accessed October 30, 2021.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_istimewa_sosial.
“Teknis Analisis Data Kualitatif.” Accessed October 28, 2021.
http://www.dqlab.id/data-analisis-pahami-teknik-pengumpulan-data.

15

Anda mungkin juga menyukai