Oleh :
Kelompok 3
DOSEN PEMBIMBING :
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Landasan Ilmu Pendidikan mengenai “Hakikat Manusia dan Pendidikan
(Pandangan Barat, Indonesia dan Islam) sebagai Mekanisme Peningkatan Mutu
Kehidupan”.
Dalam penyelesaian tugas ini penulis banyak menemui kendala. Namun
dengan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pengampu mata kuliah Landasan Ilmu
Pendidikan, Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
KAJIAN TEORI......................................................................................................3
A. Landasan Agama..........................................................................................3
B. Landasan Filosofis.......................................................................................4
C. Landasan Psikologis.....................................................................................5
D. Hakikat Manusia dan Pendidikan Dalam Pandangan Islam.........................6
E. Hakikat Manusia dan Pendidikan Dalam Pandangan Barat.......................23
F. Hakikat Manusia dan Pendidikan Dalam Pandangan Indonesia................28
G. Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan.......................................32
BAB III..................................................................................................................34
PEMBAHASAN....................................................................................................34
A. Matriks Pemikiran Filosofis Yang Telah Diungkapkan Oleh Para Filosof
Mengenai Hakikat Manusia Dalam Pandangan Islam, Barat, dan Indonesia
....................................................................................................................34
B. Matrik Perbandingan Hakikat Manusia Menurut Islam, Barat, dan
Indonesia....................................................................................................35
C. Matriks Definisi Pendidikan Menurut Para Ahli Dalam Pandangan Islam,
Barat, Dan Indonesia..................................................................................37
D. Matrik Perbandingan Hakikat Pendidikan Menurut Islam, Barat, dan
Indonesia....................................................................................................38
BAB IV..................................................................................................................41
PENUTUP..............................................................................................................41
A. Kesimpulan................................................................................................41
B. Saran...........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan akal dan
pikiran. Hal itu membuatnya memiliki derajat paling tinggi di antara ciptaannya
yang lain. Hal yang paling penting dalam membedakan manusia dengan makhluk
lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal, pikiran, perasaan, dan
keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya di dunia.
Manusia telah dianugerahi potensi-potensi dasar sejak lahir. Potensi ini
masih harus dikembangkan dalam lingkungan melalui bantuan pihak lain, berupa
pendidikan. Untuk dapat memilih dan melaksanakan cara-cara hidup yang baik
dalam berbagai masalah kehidupan, manusia harus mendapatkan pendidikan.
Pendidikan menjadikan manusia semakin manusiawi dan mampu menjadi diri
sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia.
Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan. Jadi dalam hal ini pendidikan adalah proses atau perbuatan mendidik.
Karena manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan berbekal akal
dan pikiran, maka manusia membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan
kehidupannya demi memuaskan rasa keingintahuannya.
Tidak dapat dipungkiri hubungan manusia dengan pendidikan sangatlah
erat, dalam arti luas dari pendidikan yaitu segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Manusia bukan hanya
mempunyai kemampuan-kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan-
keterbatasan, dan juga tidak hanya mempunyai sifat-sifat yang baik, namun juga
mempunyai sifat-sifat yang kurang baik. Tampaklah bahwa manusia itu sangat
membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai
kemampuan-kemampuan mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya
sendiri.
Jelaslah bahwa pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia, baik pendidikan yang berlangsung secara alami oleh orang tua atau
masyarakat terlebih pendidikan tersistem yang diselenggarakan oleh sekolah. Jadi
kesimpulannya adalah manusia memiliki beberapa potensi yang ada pada dirinya,
yaitu potensi intelektual, rasa. karsa, karya dan religi yang bisa dan akan ditumbuh
dan kembangkan melalui proses pendidikan yang baik dan terarah.
Peningkatan kualitas dunia pendidikan diperlukan pemahaman yang baik
mengenai hakikat dari manusia sebagai subjek pendidikan dan hakikat dari
pendidikan itu sendiri. Makalah ini berisi tentang hakikat manusia dan pendidikan
dalam berbagai pandangan, yaitu pandangan Islam, pandangan umum di Indonesia
dan pandangan Barat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hakikat manusia dan pendidikan menurut pandangan Islam?
2. Bagaimanakah hakikat manusia dan pendidikan menurut pandangan umum di
Indonesia?
3. Bagaimanakah hakikat manusia dan pendidikan menurut pandangan Barat?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami hakikat manusia dan pendidikan menurut pandangan Islam
2. Memahami hakikat manusia dan pendidikan menurut pandangan umum di
Indonesia
3. Memahami hakikat manusia dan pendidikan menurut pandangan Barat
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai modal dasar untuk mengembangkan diri dalam bidang
penulisan, menambah pengetahuan dan pengalaman.
2. Pembaca, sebagai tambahan wawasan mengenai hakikat manusia dan
pendidikan.
3. Penulis lain, sebagai sumber ide dan referensi.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Agama
Manusia memiliki bebagai kesempurnaan dan juga memiliki kelemahan.
Manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan yang paling sempurna dibandingkan
dengan makhluk lain ciptaan-Nya, yang berfungsi menampung serta mendorong
manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Manusia dalam kehidupannya
senantiasa menghadapai berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar.
Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (QS.
Yusuf: 5 dan QS. Al-Isra: 53).
Artinya: “Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu
kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk
membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi manusia" (QS. Yusuf: 5)
Nilai esensi dalam Al-Qur’an selamanya abadi dan selalu relevan pada
setiap zaman, tanpa ada perubahan sama sekali. Kehujjahan Al-Qur’an dapat
dibenarkan karena ia merupakan sumber segala macam aturan tentang hukum,
sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, moral, dan sebagainya, yang harus
dijadikan pandangan hidup bagi seluruh umat islam dalam memecahkan seluruh
persoalan. Pendidikan yang ideal harus sepenuhnya mengacu pada pada nilai
dasar Al-Qur’an karena Al-Qur’an diantaranya memuat tentang sejarah
pendidikan. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa
perintah tentang membaca dan hal tersebut sangat jelas kaitannya dengan
pendidikan yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5.
B. Landasan Filosofis
Menurut Rapar (2010:5) manusia adalah makhluk yang bernyawa, makhluk
antromorphen dan merupakan binatang yang menyusui, akan tetapi juga
merupakan makhluk yang dapat mengetahui dan menguasai kekuatan-kekuatan
alam di luar dan di dalam dirinya, baik lahir maupun batin. Konsep manusia juga
tidak bisa dilepaskan dari hakikat penciptaannya. Dalam hubungannya dengan
hakikat penciptaannya, manusia baru akan bermakna apabila pola hidupnya
dibangun dengan blue print yang sudah ditetapkan Sang Khaliq (Jalaluddin,
2003).
Manusia pada hakikatnya diciptakan untuk mengemban tugas-tugas
pengabdian kepada Penciptanya. Agar tugas-tugas dimaksud dapat dilaksanakan
dengan baik, maka Sang Pencipta telah menganugerahkan manusia seperangkat
potensi yang dapat ditumbuhkembangkan. Mengacu pada prinsip penciptaan
tersebut menurut filsafat pendidikan Islam manusia adalah makhluk yang
berpotensi untuk dididik.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
C. Landasan Psikologis
Landasan psikologi manusia dan pendidikan merupakan salah satu landasan
yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam
menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta
didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan
kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi
hingga dewasa.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti
mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan
usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik, anak didik dan lingkungan.
Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di
dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan
yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya.
Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut
psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari
pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang
sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan
psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian
keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan
psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para
pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya,
sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009: 111) berpendapat bahwa ilmu perilaku,
khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan
teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (dalam Miarso, 2009: 111) menyatakan
bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu untuk
menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan
pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Tujuan
perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembangan
pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang sangat
menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif.
Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan
bias dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan saat ini dihasilkan
dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36).
D. Hakikat Manusia dan Pendidikan Dalam Pandangan Islam
Kata hakikat merupakan kata benda yang berasal dari bahasa arab yaitu dari
kata “Al-Haqq”, dalam bahasa indonseia menjadi kata pokok yaitu “hak” yang
berarti milik (kepunyaan), kebenaran, atau yang hakikat benar-benar ada,
sedangkan secara etomologi Hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari
segala sesuatu. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Hakikat memiliki
dua definisi, yaitu:
1. Intisari atau dasar. Contohnya: dia yang menanamkan “hakikat” ajaran islam di
hatiku;
2. Kenyataan yang sebenarnya (sesungguhnya). Contohnya pada “hakikat”nya
mereka orang baik-baik.
Dapat disimpulkan bahwa hakikat adalah kalimat atau ungkapan yang
digunakan untuk menunjukkan makna yang sebenarnya atau makna paling dasar
dari sesuatu seperti benda, kondisi, atau pemikiran.
1. Hakikat Manusia Dalam Pandangan Islam
Salah satu spesies makhluk hidup di bumi adalah manusia. Keberadaannya
di bumi tidak diketahui secara pasti. Sejarah panjangnya merupakan rangkaian
yang terputus-putus. Namun sebagaimana yang kita pikirkan bahwa keberadaan
bumi seharusnya mendahului keberadaan manusia penghuninya. Walaupun
mungkin saja terjadi, sebelum menghuni bumi ini manusia telah berada di tempat
lain kemudian mengadakan eksodus ke atas bumi. Teori evolusi mengatakan
bahwa alam ini termasuk manusia yang berada di dalamnya berkembang secara
evolusionis dari makhluk yang sederhana berkembang sedemikian rupa menjadi
makhluk yang lebih kompleks.
Pandangan ahli agama mengatakan bahwa manusia pertama tidak diciptakan
di muka bumi. Manusia pertama yang disebut Adam diciptakan di surga. Dalam
Al-quran disebutkan bahwa ketika Tuhan hendak menciptakan manusia, Dia
berdialog dengan malaikat. Malaikat memiliki presepsi buruk tentang keberadaan
makhluk baru tersebut. Akan tetapi Tuhan akan memberikan penagajaran dan
pendidikan kepadanya. Dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 31.
Tuhan telah mencipatakan Adam A.S di dalam surga dengan aturan tidak
boleh mendekati atau memakan buah pohon khuldi. Peristiwa tentang keluarnya
Nabi Adam dan Hawa dari surga karena mendekati sebuah pohon dan memakan
buah yang telah Allah larang telah diceritakan beberapa kali oleh Alquran.
Larangan untuk menjauhi sebuah pohon di surga ada yang hanya menyebut
dengan syajarah saja, namun ada pula yang menyebut dengan syajaratul khuldi.
Dalam surat Thaha ayat 120,
Artinya: kemudian setan membisikkan kepadanya dengan berkata, “wahai Adam!
Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang
tidak akan binasa?” (Q.S Thaha: 120).
Selain dalam surat Thaha: 120, Allah mengisahkan larangan kepada Nabi
Adam dan Hawa untuk menjauhi sebuah pohon di surga juga termaktub dalam
surat Al-Baqarah ayat 35,
Artinya: Dan telah kami katakan, “wahai Adam! diamilah oleh engkau surga
bersama istrimu. Dan makanlah (apa yang ada di dalamnya) dengan nikmat
sesukamu dan janganlah kalian berdua dekati pohon ini maka nanti kalian
termasuk orang-orang yang zalim.”
Atas pelanggaran tersebut Adam dan Hawa diturunkan dari surga ke bumi.
Jadilah mereka penghuni bumi pertama yang datang dari tempat lain, kemudian
dilanjutkan dengan anak keturunannya. Anak keturunannya dicipatakan dari sel-
sel sperma dan ovum sebagaimana dijelaskan Alquran secara gamblang mengenai
proses pembentukan embrio manusia. Alquran telah berbicara tentang
pertumbuhan janin di dalam perut ibu fase demi fase, padahal janin dan
pertumbuhannya tidaklah terlihat dengan mata kepala dan tidak mungkin juga
dijelaskan hanya dengan duga dan kira. Sains modern baru mengetahui proses
penciptaan di alam rahim setelah ditemukannya alat–alat pemeriksaan modern
Proses penciptaan manusia di dalam rahim dijelaskan dalam Alquran surat
al-Mu'minun ayat 12-14.
١٢)
١٣)
١٤)
Artinya : (12) Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. (13) Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(14) Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian
Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.
QS. al-Mu’minun ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang
sangat unik. Proses penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses
perkembangan dan pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk
yang sempurna dan siap lahir menjadi seorang anak manusia. Pada ayat 12, Allah
Swt. menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati yang berasal dari tanah
( ٰلَلَ ٍة ِّمن ِطي ٍنZ ) ُس. Selanjutnya, pada ayat 13, dengan kekuasaan-Nya saripati yang
berasal dari tanah itu dijadikan-Nya menjadi nuthfah (air mani).
Ketika keduanya bertemu dalam proses konsepsi atau pembuahan, maka
kemudian tersimpan dalam tempat yang kokoh yaitu rahim seorang wanita.
Selanjutnya, pada ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita
tersebut, selama kurun waktu tertentu (40 hari) nuthfah tersebut berkembang
menjadi ’alaqah (segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu pula (40
hari) ’alaqah berubah menjadi mudghah (segumpal daging), lalu selama kurun
waktu tertentu (40 hari) berubah menjadi tulang-belulang yang terbungkus daging,
dan akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia, sebagaimana
disebutkan dalam ayat tersebut (”kemudian Kami menjadikan dia makhluk yang
berbentuk lain”).
Kehidupan Adam dan keturunannaya mempunyai peran besar dalam
kehidupan di bumi ini dengan mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan
kehidupan bumi. Peran itu diwujudkan pula untuk mengembangkan diri dan
lingkungannya. Peran itu kemudian ditransformasi kepada generasi berikutnya
melalui pendidikan. Oleh karna itu, pendidikan tidak terlepas dari manusia dan
selalu berpusat pada manusia dan kehidupannya, baik sebagai subjek maupun
objek. Tiada pendidikan tanpa manusia dan tiada manusia tanpa pendidikan.
Persoalan mengenai hakikat manusia dapat diketahui dan dipahami melalui
pemikiran filosofis yang telah diungkapkan oleh para filosof di dunia timur
(diwakili oleh para filsuf Muslim). Adapun pemikiran dari beberapa para filosof
itu, yaitu:
a. Ibnu Miskawaih
Miskawaih berpendapat bahwa manusia merupakan kombinasi dua
substansi yang secara diametrik bertentangan baik esensi, kualitas, maupun di segi
fungsinya, yakni jiwa dan raga.
b. Raghib al Isfahani
Al Isfahani berpendapat bahwa manusia tersusun oleh unsur bahimah di
satu sisi dan malakiyan di sisi lainnya; yang pertama merupakan unsur syahwat
badani yang terlihat aktivitas-aktivitas seperti makan,minum, nikah, dan bentuk-
bentuk kelezatan badan lainnya. Sedangkan yang kedua adalah potensi ruhaniah
seperti hikmah `adala, juud, hilm, `ilm, naatiq dan fahm (Muhmidayeli, 2011).
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah perkaitan antara badan dan ruh.
Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang
tidak tergantung adanya oleh yang lain. Dalam al-Qur‘an (Q.S. al- Mukminun:12-14).
Islam secara tegas menyatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam,
sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah, dijelaskan
bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam
material (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 1997: 108). Jadi, manusia itu terdiri dari dua
substansi yaitu materi yang berasal dari bumi dan ruh yang berasal dari Tuhan.
Maka hakikat manusia itu adalah ruh itu, sedangkan jasadnya hanyalah alat yang
digunakan oleh ruh untuk menjalani kehidupan material di alam material yang
bersifat sekunder dan ruh adalah yang primer, karena ruh saja tanpa jasad yang
material tidak dapat dinamakan manusia (Zuhairini, dkk., 1995: 75-77).
Dimensi manusia dalam pandangan Islam menurut Khasinah (2013) dalam
jurnalnya adalah sebagai berikut.
a. Manusia sebagai Hamba Allah (Abd Allah)
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah
selaku Pencipta karena adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan.
Bentuk pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada
ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati, seperti
yang diperintahkan dalam surah Bayyinah ayat 5:
Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu
merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia
diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah yang
harus dipertanggungjawabkan. Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai
wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini. Seperti
dijelaskan dalam surah al- Jumu’ah ayat 10.
Artinya: “Maka apabila telah selesai shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka
bumi ini dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak
agar kamu beruntung.”
Selanjutnya dalam surah Al- Baqarah disebutkan:
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami
berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah
daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah
mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah
rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka
bumi dengan berbuat kerusakan.”
d. Manusia sebagai Bani Adam
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan
alam al- Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan
bukan berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada nilai-
nilai kemanusiaan. Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan
persaudaraan antar sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia
berasal dari keturunan yang sama.
Maka manusia dengan latar belakang sosia kultural, agama, bangsa dan
bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan dengan sama.
Dalam surah al- A’raf (26-27) dijelaskan.
Artinya: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.
Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga mereka selalu
ingat.(26) Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari
surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-
syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak berima
(27)”
e. Manusia sebagai al- Insan
Manusia disebut al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi yang
diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara
(QS.Ar-Rahman:4).
Artinya: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian
rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi
tidak berterima kasih.”
f. Manusia sebagai Makhluk Biologis (al-Basyar)
Menurut Langgulung (2008) sebagai makhluk biologis manusia terdiri atas
unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar (ragawi). Dengan
kata lain manusia adalah makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada
kaedah umum makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami fase
pertumbuhan dan perkembangan, serta memerlukan makanan untuk hidup, dan
pada akhirnya mengalami kematian. Dalam al- Qur’an surah al-Mu’minūn ayat
12-14 seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Allah yang paling
potensial. Artinya potensi yang dibekali oleh Allah untuk manusia sangatlah
lengkap dan sempurna. Hal ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan
dirinya melalui potensi-potensi (innate potentials atau innate tendencies) tersebut.
Secara fisik manusia terus tumbuh, secara mental manusia terus berkembang,
mengalami kematangan dan perubahan. Kesemua itu adalah bagian dari potensi
yang diberikan Allah kepada manusia sebagai ciptaan pilihan. Potensi yang
diberikan kepada manusia itu sejalan dengan sifat-sifat Tuhan, dan dalam batas
kadar dan kemampuannya sebagai manusia. Karena jika tidak demikian, menurut
maka manusia akan mengaku dirinya Tuhan.
Jalaluddin (2003) mengatakan bahwa ada empat potensi yang utama yang
merupakan fitrah dari Allah kepada manusia.
a. Potensi Naluriah (Emosional) atau Hidayat al- Ghariziyyat
Potensi naluriah ini memiliki beberapa dorongan yang berasal dari dalam
diri manusia. Dorongan-dorongan ini merupakan potensi atau fitrah yang
diperoleh manusia tanpa melalui proses belajar. Makanya potensi ini disebut juga
potensi instingtif, dan potensi ini siap pakai sesuai dengan kebutuhan manusia dan
kematangan perkembangannya. Dorongan yang pertama adalah insting untuk
kelangsungan hidup seperti kebutuhan akan makan, minum penyesuaian diri
dengan lingkungan.
Dorongan yang kedua adalah dorongan untuk mempertahankan diri.
Dorongan ini bisa berwujud emosi atau nafsu marah, dan mempertahankan diri
dari berbagai macam ancaman dari luar dirinya, yang melahirkan kebutuhan akan
perlindungan seprti senjata, rumah dan sebagainya. Yang ketiga adalah dorongan
untuk berkembang biak atau meneruskan keturunan, yaitu naluri seksual. Dengan
dorongan ini manusia bisa tetap mengembangkan jenisnya dari generasi ke
generasi.
b. Potensi Inderawi (Fisikal) atau Hidayat al- Hasiyyat
Potensi fisik ini bisa dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang
dimiliki manusia seperti indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan
perasa. Potensi ini difungsikan melalui indra-indra yang sudah siap pakai hidung,
telinga, mata, lidah, kulit, otak dan sisten saraf manusia. Pada dasarnya potensi
fisik ini digunakan manusia untuh mengetahui hal-hal yang ada di luar diri
mereka, seperti warna, rasa, suara, bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu. Jadi bisa
dikatkan poetensi merupakan alat bantu atau media bagi manusia untuk mengenal
hal-hal di luar dirinya. Potensi fisikal dan emosional ini terdapat juga pada
binatang.
c. Potensi Akal (Intelektual) atau Hidayat al- Aqliyat
Potensi akal atau intelektual hanya diberikan Allah kepada manusia
sehingga potensi inilah yang benar-benar membuat manusia menjadi makhluk
sempurna dan membedakannya dengan binatang. Potensi akal memberi
kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal yang
abstrak, menganalisa, membandingkan, maupun membuat kesimpulan yang
akhirnya memilih dan memisahkan antara yang benar dengan yang salah.
Kebenaran akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan
kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa
lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman, dan nyaman
d. Potensi Agama (Spiritual) atau Hidayat al- Diniyyat
Selain potensi akal, sejak awal manusia telah dibekali dengan fitrah
beragama atau kecenderungan pada agama. Fitrah ini akan mendorong manusia
untuk mengakui dan mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki
kelebihan dan kekuatan yang lebih besar dari manusia itu sendiri. Nantinya,
pengakuan dan pengabdian ini akan melahirkan berbagai macam bentuk ritual
atau upacara-upacara sakral yang merupakan wujud penyembahan manusia
kepada Tuhannya. Dalam pandangan Islam kecenderungan kepada agama ini
merupakan dorongan yang bersal dari dalam diri manusia sendiri yang merupakan
anugerah dari Allah.
2. Hakikat Pendidikan Dalam Pandangan Islam
Menurut Frimayanti (2017) dalam jurnalnya konsep pendidikan adalah nilai
didalam Islam yang mempunyai dua istilah yang dapat digunakan yaitu nilai
menurut bahasa Arab, yaitu “fadilah” atau“qimah”, yang dapat dipakai dan
berkaitan dengan nilai-nilai moral yaitu: “fadilah” sedangkan “qimah” yaitu lebih
dipakai untuk menyatakan nilai dalam konteks ekonomi dan hal-hal yang
berhubungan dengan benda materi.
Banyak pendapat yang dikemukakan dari para ahli mengenai definisi
pendidikan. Di antaranya adalah:
a. Abdullah Idi dan Toto Suharto
Mereka mengatakan bahwa pendidikan adalah sebuah proses bimbingan dan
pembinaan semaksimal mungkin yang diberikan kepada seseorang melalui ajaran
Islam agar orang tersebut tumbuh dan berkembang sesuai tujuan yang diharapkan.
b. Yusuf al-Qardawi
Menurut Yusuf al-Qardawi sebagaimana dikutip Bashori Muchsin, Moh.
Sulthon, dan Abdul Wahid mengemukakan, pendidikan Islam merupakan pendidikan
manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan
ketrampilannya
Keragaman dalam memberikan definisi terhadap pendidikan Islam karena para
ahli menggunakan beberapa istilah untuk menggambarkan konsep pendidikan yang
tepat. Sebut saja seperti istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang menjadi
perbincangan hangat di kalangan para ahli. Dari ketiga istilah tersebut istilah yang
populer digunakan dalam praktik pendidikan dalam Islam adalah al-tarbiyah.
Sedangkan dua istilah lainnya jarang sekali digunakan. Kendatipun demikian
dalam hal-hal tertentu, ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan makna. Namun
secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun
kontekstual. Berikut adalah uraian dan analisis terhadap ketiga istilah tersebut:
a. Istilah al-tarbiyah
Penggunaan istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata ini
memiliki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna
tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian
atau eksistensinya. Dalam penjelasan lain, kata al-tarbiyah berasal dari tiga kata,
yaitu: Pertama rabba-yarbu yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang.
Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu yang
berarti memperbaiki, mengurusi urusan, menuntun, dan memelihara.
Dalam jurnal Shaifudin (2016), berdasarkan tiga kata (raba, rabiya, dan
rabba), Abdurrahman an- Nahlawi merumuskan definisi pendidikan Islam dari kata
tarbiyah.Al-Baidlawi sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir juga sependapat dengan an-
Nahlawi, menurutnya arti asal ar-rabb adalah at-tarbiyah, yaitu menyampaikan
sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurna. Dengan demikian, definisi
pendidikan Islam dengan bertolak dari tiga kata tersebut adalah sebuah proses
pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.
Kata rabb sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah ayat 2
(alhamdulillaallahi rabb al-'alamin) mempunyai kandungan makna yang
berkonotasi dengan istilah al-tarbiyah. Sebab kata rabb (Tuhan) dan murabbi
(pendidik) berasal dari akar kata yang sama. Berdasarkan hal ini, maka Allah
adalah Pendidik Yang Maha Agung bagi seluruh alam semesta.
Penjelasan mengenai pendidikan dalam pandangan Islam dijelaskan dalam
jurnalnya oleh Yunus (2010) secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses
pendidikan menurut Islam bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah
sebagai "pendidik" seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang
luas, pengertian pendidikan menurut Islam terdiri atas empat unsur pendekatan,
yaitu: (1) memelihara dan menjaga finah anak menjelang dewasa (baligh). (2)
mengembangkan seluruh porensi menuju kesempurnaan. (3) mengeml-:angkan
seluruh fitrah menuju kesempurnaan. (4) melaksanakan pendidikan secara
bertahap.
b. lstilah al-ta’lim
Istilah al-ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan
dalam Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan
al-tarbiyah maupun al-ta'dib. Al-Ta'1im sebagai proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Argumentasinya didasarkan dengan merujuk pada Quran Surah Al-Baqarah ayat
151.
A. Matriks Pemikiran Filosofis Yang Telah Diungkapkan Oleh Para Filosof Mengenai Hakikat Manusia Dalam Pandangan
Islam, Barat, dan Indonesia
Filosof di Dunia Timur diwakili oleh para Para Filosof di Dunia Barat Pandangan Indonesia
filsuf Muslim
a. Ibnu Miskawaih a. Plato Hakikat manusia Indonesia seutuhnya
Plato berpendapat bahwa manusia itu sebagai dikembangkan atas pandangan hidup
Manusia merupakan kombinasi dua substansi suatu pribadi yang tidak terbatas pada saat bangsa Indonesia yakni pancasila
yang secara diametrik bertentangan baik bersatunya jiwa dengan raga. Jiwa dan raga
esensi, kualitas, maupun di segi fungsinya, bukan diciptakan secara bersamaan. Jiwa telah
yakni jiwa dan raga. ada jauh sebelum ia muncul di dunia,
b. Raghib al Isfahani sedangkan raga manusia diciptakan setelahnya
merupakan instrumen bagi penyempurnaan
Manusia tersusun oleh unsur bahimah di satu jiwa di dunia
sisi dan malakiyan di sisi lainnya; yang
pertama merupakan unsur syahwat badani b. Aristoteles
yang terlihat aktivitas-aktivitas seperti
makan,minum, nikah, dan bentuk-bentuk Aristoteles berpendapat bahwa manusia
kelezatan badan lainnya. Sedangkan yang merupakan makhluk organis yang
kedua adalah potensi ruhaniah seperti hikmah fungsionalisasinya tergantung pada jiwa
`adala, juud, hilm, `ilm, naatiq dan fahm
c. Rene Descartes
Descartes mengungkapkan bahwa jiwa adalah
terpadu, rasional, dan konsisten yang dalam
aktivitasnya selalu terjadi interaksi dengan
Filosof di Dunia Timur diwakili oleh para Para Filosof di Dunia Barat Pandangan Indonesia
filsuf Muslim
tubuh
d. Schopenhauer
Schopenhauer berpendapat bahwa eksistensi
manusia adalah tarik-menarik daya kehendak
dan daya inteleknya
Manusia itu terdiri dari dua substansi Dilihat dari beberapa pernyataan yang Manusia Pancasila adalah
yaitu materi yang berasal dari bumi dan ruh telah diungkapkan para filosofis di atas, dapat manusia yang bebas dan bertanggung
yang berasal dari Tuhan. Maka hakikat disimpulakan yaitu bahwa jiwa merupakan jawab terhadap perkembangan dirinya
manusia itu adalah ruh itu, sedangkan hakikat manusia yang sesungguhnya dan raga sebagai individu dan perkembangan
jasadnya hanyalah alat yang digunakan oleh merupakan instrumen bagi pengembangan jiwa masyarakat (makhluk sosial) Indonesia.
ruh untuk menjalani kehidupan material di manusia. Manusia ciptaan Tuhan Yang
alam material yang bersifat sekunder dan ruh Mahakuasa dianugerahi kemampuan
adalah yang primer, karena ruh saja tanpa atau potensi untuk bertumbuh dan
jasad yang material tidak dapat dinamakan berkembang sepanjang hayat.
manusia
A. Kesimpulan
1. Hakikat manusia dalam pandangan Islam adalah hakikat manusia itu
adalah ruh itu, sedangkan jasadnya hanyalah alat yang digunakan oleh ruh
untuk menjalani kehidupan material di alam material yang bersifat
sekunder dan ruh adalah yang primer, karena ruh saja tanpa jasad yang
material tidak dapat dinamakan manusia. Sedangkan Hakikat pendidikan
adalah mengembalikan nilai-nilai ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan
bimbingan Alquran dan asSunnah (Hadits) sehingga menjadi manusia
berakhlakul karimah (insan kamil). Berdasarkan hal ini, maka tugas dan
fungsi yang harus diemban oleh pendidikan lslam adalah pendidikan
manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini
bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran agar
manusia senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari
kandungan sampai akhir hayatnya.
2. Hakikat manusia dalam pandangan barat adalah manusia yang
sesungguhnya dan raga merupakan instrumen bagi pengembangan jiwa
manusia. Sedangkan Hakikat Pendidikan adalah suatu alat yang digunakan
oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik
sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dengan begitu tujuan
pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup. Di sinilah perbedaan
pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan hidup.
3. Hakikat manusia dalam pandangan Indonesia adalah Manusia Pancasila
yaitu manusia yang bebas dan bertanggung jawab terhadap perkembangan
dirinya sebagai individu dan perkembangan masyarakat (makhluk sosial)
Indonesia. Manusia ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa dianugerahi
kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang sepanjang
hayat. Sedangkan hakikat pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
B. Saran
Makalah ini masih belum sempurna, penulis menyarankan pada pembaca
agar membaca referensi lain tentang manusiad dan kemanusiaan. Manusia pada
hakikatnya adalah mahluk yang selalu belajar dan dipelajari. Oleh karena itu,
disarankan untuk membahas tentang hakikat manusia pada seluruh pengkajian
tentang pendidikan, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuh
kembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur
dan hal itu menjadi keharusan.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Muhammad. 2010. Asas-asas Negara Hukum Modern dalam Islam; Kajian
Komprehensif Islam dalam ketatanegaraan. Yogyakarta: LKIS.
Khasinah, Siti. 2013. “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”.
Jurnal Ilmiah Didaktika. Vol. XIII, No. 2, Hlm. 296-317.
Nata, NA & Barnawi. 2012. Ilmu Pendidikan Islam Rancang Bangun Konsep
Pendidikan Monokotomik-Holistik. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.