Anda di halaman 1dari 34

STRUKTUR BETON PRATEGANG

Materi ke-6
Ultimate Strength Design
REGANGAN PADA TENDON
Regangan yang dialami tendon terbagi kedalam tiga tahap pembebanan, yaitu
kondisi awal, dekompresi dan kondisi akhir.

Kondisi Awal
Kondisi awal adalah kondisi saat tendon diberi gaya prategang. Regangan
prategang efektif (Ɛpe) pada tendon yang dihasilkan oleh gaya tersebut (lihat
Gambar) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑃𝑒
𝜎𝑝𝑒 𝐴𝑝 𝑃𝑒
𝜀𝑝𝑒 = = =
𝐸𝑝 𝐸𝑝 𝐴𝑝 × 𝐸𝑝
REGANGAN PADA TENDON
Regangan pada kondisi ini dapat divisualisasi sebagai berikut:

Dimana:
Pe = Gaya Prategang (N)
Ep = Modulus Elastisitas
Tendon (MPa)
Ap = Luas Penampang
Tedon (mm2)
REGANGAN PADA TENDON
Dekompresi
Pada kondisi awal, dapat dilihat bahwa pada beton timbul
regangan tekan akibat adanya tendon prategang sebesar Ɛce (lihat
gambar 6.1). Saat beton prategang mulai memikul beban,
regangan tekan tersebut berkurang hingga bernilai nol sebelum
berubah menjadi regangan tarik di bagian bawah dan regangan
tekan dibagian atas (Karena pada umumnya ditinjau balok
prategang yang memiliki arah pembebanan ke bawah).
Dekompresi didefinisikan sebagai proses dari regangan tekan
menjadi bernilai nol. Proses ini sendiri mengakibatkan perubahan
regangan sebesar Ɛce (lihat Gambar 6.2) yang dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
REGANGAN PADA TENDON
Dekompresi
𝟏 𝑷𝒆 𝑷𝒆 × 𝒆𝟐
𝜺𝒄𝒆 = +
𝑬𝒄 𝑨𝒄 𝑰𝒄

Dengan:
Ec = Modulus Elastisitas Beton (MPa)
Ac = Luas Penampang Beton (mm2)
e = Eksentrisitas Tendon (mm)
Ic = Inersia Penampang Beton (mm4)
REGANGAN PADA TENDON
Kondisi Akhir
Kondisi akhir adalah kondisi semua beban sudah dipikul oleh beton prategang sehingga
terdapat regangan tarik dibagian bawah dan regangan tekan dibagian atas. Regangan yang
terjadi ditendon pada kondisi ini (Ɛpt) mengikut regangan beton pada level yang sama
(lihat Gambar 6.3). Sehingga regangannya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
Dengan:
𝒅𝒑 − 𝒄 Ɛcu = Regangan Ultimit Beton (0,003)
𝜺𝒑𝒕 = 𝜺𝒄𝒖 Dp = Jarak dari serat tekan beton sampai ke lokasi
𝒄
tendon (mm)
c = Jarak dari serat tekan beton sampai ke cgc (mm)
Regangan pada kondisi ini dapat divisualisasikan sabagai berikut:
Regangan Total
Dari tiga kondisi ang sudah
disebutkan diatas, regangan total
(Ɛpn) yang dialami tendon
prategang (yang berada di bawah
cgc) dapat dihitung sebagai berikut
(lihat Gambar 6.4):

𝜺𝒑𝒏 = 𝜺𝒑𝒆 + 𝜺𝒄𝒆 + 𝜺𝒑𝒕


Untuk tendon yang berada diatas cgc nilai Ɛpt secara matematis bernilai negatif, apabila
nilai regangan tetap bernilai positif, maka persamaan regangan total diubah menjadi
Dimana:
Ɛpn = Regangan Total Tendon di Bawah cgc
Ɛpe = Regangan Prategang Efektif Tendon di Bawah cgc
Ɛce = Regangan Dekompresi Tendon di Bawah cgc
Ɛpt = Regangan Beton pada Level Tendon di Bawah cgc
Ɛ’pn = Regangan Total Tendon di Atas cgc
Ɛ’pe = Regangan Prategang Efektif Tendon di Atas cgc
Ɛ’ce = Regangan Dekompresi Tendon di Atas cgc
Ɛ’pt = Regangan Beton pada Level Tendon di Atas cgc
TEGANGAN PADA TENDON
Bila tidak ada informasi dari pihak manufaktur tentang hubungan
konstitutif tegangan dan regangan baja prategang, maka tegangan pada
tendon (fpn) dapat diasumsikan dengan menggunakan persamaan
konstitutif yang merupakan fungsi dari regangan total berikut (sesuai
dengan rekomendasi Prestress Concrete Institute (PCI):
Dimana:
𝟏 − +𝑨 A = 0,0332
𝒇𝒑𝒏 = 𝑬𝒑 𝜺𝒑𝒏 𝑨 + 𝟏
𝒄 𝒄
B = 114
𝟏 + 𝑩𝜺𝒑𝒏 C = 12
Ep = Modulus Elastisitas Tendon (MPa)
KAPASITAS PENAMPANG BETON PRATEGANG

Kapasitas penampang beton prategang secara keseluruhan dapat dihitung


dengan menggunakan ilmu mekanika bahan. Berikut prosedur
perhitungannya:
1. Menghitung parameter-parameter penampang beton
2. Menghitung regangan yang dialami tendon dan tulang
3. Menghitung gaya yang dialami tendon, tulangan, dan beton.
4. Mencari lokasi pusat massa beton/cgc dengan melkukan iterasi.
5. Menghitung momen nominal penampang.
CONTOH SOAL

Diketahui struktur beton prategang seperti pada gambar dibawah. Struktur dibebani
oleh beban hidup (tidak terfaktor) = 25 kN/m dan beban mati termasuk berat sendiri
(tidak terfaktor) sebesar 30 kN/m. Beban terfaktor = 1,2 DL + 1,6 LL. 2 (dua) tendon
prategang lurus dan 1 (satu) tendon parabolik pada struktur dengan ketentuan sbb :
1. Tendon lurus Ap1 = 1000 mm2 dengan eksentrisitas e1 = -300 mm (di atas cgc)
seperti pada gambar. Gaya prategang efektif Pe1 = 1000 kN konstan disepanjang
bentang.
2. Tendon lurus Ap2 = 600 mm2 dengan eksentrisitas e2 = 200 mm seperti pada
gambar. Gaya prategang efektif Pe2 = 1000 kN konstan disepanjang bentang.
3. Tendon Parabolik Ap3 = 4500 mm2 dengan eksentrisitas e3min = 150 mm di
tumpuan dan e3max di tengah tendon seperti pada gambar. Gaya prategang efektif
Pe3 = 6000 kN konstan disepanjang bentang.
4. fc’ = 50 MPa; fy = 400 MPa dan fp vs Ɛp prategang seperti pada rumus dibawah ini.
Tegangan ultimate prategang fpu = 1860 MPa.
Periksa apakah penampang ditengah bentang cukup kuat menahan momen
lentur beban terfaktor (beban ultimate) atau ɸMn ≥ Mu sesuai dengan ketentuan
SNI 2847-2013.
Rekapitulasi Soal
Tendon dan Tulangan
Material
Ap1 1000 mm2
fc’ 50 MPa
Ap2 600 mm2
Ap3 4500 mm2
fy 400 MPa

As 1963,495 mm2 fpu 1860 MPa


Pe1 1000 kN Ep 195000 MPa
Pe2 1000 kN Beban
Pe3 6000 kN qDL 30 kN/m
ƩPe 8000 kN
qLL 25 kN/m
e1 -300 mm
e2 200 mm
e3 yb - 250 mm
dp1 yt - 300 mm
dp2 yt + 200 mm
dp3 1450 mm
ds 1650 mm
b. Parameter penampang dan material
Untuk memudahkan perhitungan, penampang
dibagi tiga dengan pembagian sebagai berikut:
Kenangan: biru = 1, kuning = 2, dan merah = 3

Ac = A1 + A2 + A3 = 400 × 1700 + 600 × 150 + 100 × 300


= 800000 mm2

𝐴1 𝑦1 + 𝐴2 𝑦2 + 𝐴3 𝑦3
𝑦𝑡 =
𝐴𝑐
1700 150 300
400 × 1700 × + 600 × 1500 × + (100 × 300) × (1700 −
𝑦𝑡 = 2 2 2 )
800000
= 789,063 mm
yb = 1700 – yt = 1700 – 789,063 = 910,938 mm
e3 = yb – 250 = 910,938 – 250 = 660,938 mm
dp1 = yt – 300 = 789,063 – 300 = 489,063 mm
dp2 = yt + 200 = 789,063 + 200 = 989,063 mm
1
𝐼1 = 𝑏1 ℎ13 + 𝐴1 𝑦1 − 𝑦𝑡 2
12
2
1 1700
= × 400 × 17003 + 400 × 1700 − 789,063 = 166291764323 mm4
12 2
1
𝐼2 = 𝑏2 ℎ23 + 𝐴2 𝑦2 − 𝑦𝑡 2
12
2
1 150
= × 600 × 1503 + 600 × 150 − 789,063 = 46058422852 𝑚𝑚4
12 2
1
𝐼3 = 𝑏3 ℎ33 + 𝐴3 𝑦3 − 𝑦𝑡 2
12
2
1 300
= × 100 × 3003 + 100 × 300 1700 − − 789,063 = 17595776367 𝑚𝑚4
12 2

IC = I1 + I2 + I3 = 229945963542 mm4 = 2,299 × 1011 mm4


Kemudian dari data material penampang pada tabel diatas juga dapat dihitung modulus
elastisitas beton dan β1 sebagai berikut:
𝐸𝑐 = 4700 𝑓 ′ 𝑐 = 4700 × 50 = 33234 𝑀𝑃𝑎

𝑓 ′ 𝑐 − 28 50 − 28
𝛽1 = 0,85 − 0,05 = 0,85 − 0,05 = 0,6929
7 7

Perhitungan Gaya (Iterasi 1)


Untuk dapat menghitung gaya pada penampang, diperlukan asumsi c terlebih dahulu.
Pada iterasi pertama diambil:
ℎ 1700
𝑐= = = 566,667 ≈ 570 𝑚𝑚
3 3
Perhitungan gaya dibagi menjadi gaya pada tendon 1, tendon 2, tendon 3, beton, dan baja tulangan.
Tendon 1
𝑃𝑒1 1000 × 1000
𝜀𝑝𝑒1 = = = 5,128 × 10−3
𝐴𝑝1 𝐸𝑝 1000 × 195000

1 𝑃𝑒 𝑃𝑒1 𝑒1 𝑒1 𝑃𝑒2 𝑒2 𝑒1 𝑃𝑒3 𝑒3 𝑒1


𝜀𝑐𝑒1 = − − − −
𝐸𝑐 𝐴𝑐 1𝑐 1𝑐 1𝑐

1 8000 × 1000 1000 × 1000 × −300 × 300 1000 × 1000 × 200 × −300
= − − −
33234 800000 2,299 × 1011 2,299 × 1011
6000 × 1000 × 660,938 × −3000
− 11
= 𝟏, 𝟒𝟗𝟏 × 𝟏𝟎−𝟒
2,299 × 10
𝑑𝑝1 − 𝑐 489,063 − 570
𝜀𝑝𝑡1 = × 0,003 = × 0,003 = −4,260 × 10−4
𝑐 570
Catatan:
Nilai negatif yang didapatkan hanya merupakan persoalan matematis agar pada persamaan
selanjutnya tidak perlu ada perubahan tanda yang dipengaruhi lokasi c. Semua angka yang
didapatkan dari perhitungan dapat langsung dimasukkan ke dalam persamaan.
𝜺𝒑𝒏𝟏 = 𝜺𝒑𝒆𝟏 + 𝜺𝒄𝒆𝟏 + 𝜺𝒑𝒕𝟏 = 𝟓, 𝟏𝟐𝟖 × 𝟏𝟎−𝟑 + 𝟏, 𝟒𝟗𝟏 × 𝟏𝟎−𝟒 − 𝟒, 𝟐𝟔𝟎 × 𝟏𝟎−𝟒 = 𝟒, 𝟖𝟓𝟏 × 𝟏𝟎−𝟑

1 − +𝐴
𝑓𝑝𝑛1 = 𝐸𝑝 𝜀𝑝𝑛1 𝐴 + 1
𝑐 𝑐
1 + 𝐵𝜀𝑝𝑛1
Dengan A = 0,0332, B = 114, dan C = 12.
1 − 0,0332
𝑓𝑝𝑛1 = 195000 × 4,851 × 10−3 × 0,0332 + 1
1 + 114 × 4,851 × 10 −3 12 2
1 − 0,0332
𝑓𝑝𝑛1 = 195000 × 4,851 × 10−3 × 0,0332 + 1 = 945,954 𝑀𝑃𝑎
1 + 114 × 4,851 × 10 −3 12 2

𝑇𝑝1 = 𝐴𝑝1 × 𝑓𝑝𝑛1 = 1000 × 945,954 = 954954 𝑁

Tendon 2
𝑃𝑒2 1000 × 1000
𝜀𝑝𝑒2 = = = 8,547 × 10−3
𝐴𝑝2 𝐸𝑝 600 × 195000

1 𝑃𝑒 𝑃𝑒1 𝑒1 𝑒2 𝑃𝑒2 𝑒2 𝑒2 𝑃𝑒3 𝑒3 𝑒2


𝜀𝑐𝑒2 = − − − −
𝐸𝑐 𝐴𝑐 1𝑐 1𝑐 1𝑐
1 8000 × 1000 1000 × 1000 × −300 × 200 1000 × 1000 × 200 × 200
= − − −
33234 800000 2,299 × 1011 2,299 × 1011
6000 × 1000 × 660,938 × 200
− 11
= 𝟒, 𝟎𝟐𝟏 × 𝟏𝟎−𝟒
2,299 × 10

𝑑𝑝2 − 𝑐 98,063 − 570


𝜀𝑝𝑡2 = × 0,003 = × 0,003 = 2,206 × 10−3
𝑐 570

𝜀𝑝𝑛2 = 𝜀𝑝𝑒2 + 𝜀𝑐𝑒2 + 𝜀𝑝𝑡2 = 8,547 × 10−3 + 4,021 × 10−4 + 2,206 × 10−3
= 1,115 × 10−2
1 − +𝐴
𝑓𝑝𝑛2 = 𝐸𝑝 𝜀𝑝𝑛2 𝐴 + 1
𝑐 𝑐
1 + 𝐵𝜀𝑝𝑛2
Dengan A = 0,0332, B = 114, dan C = 12.
1 − 0,0332
𝑓𝑝𝑛2 = 195000 × 1,115 × 10−2 × 0,0332 + 1
1 + 114 × 1,115 × 10 −2 12 2
= 1718,469 𝑀𝑃𝑎

𝑇𝑝2 = 𝐴𝑝2 × 𝑓𝑝𝑛2 = 600 × 1718,469


= 1031081 𝑁
Tendon 3
𝑃𝑒3 6000 × 1000
𝜀𝑝𝑒3 = = = 6,838 × 10−3
𝐴𝑝3 𝐸𝑝 4500 × 195000
1 𝑃𝑒 𝑃𝑒1 𝑒1 𝑒3 𝑃𝑒2 𝑒2 𝑒3 𝑃𝑒3 𝑒3 𝑒3
𝜀𝑐𝑒3 = − − − −
𝐸𝑐 𝐴𝑐 1𝑐 1𝑐 1𝑐
1 8000 × 1000 1000 × 1000 × −300 × 660,938 1000 × 1000 × 200 × 660,938
= − − −
33234 800000 2,299 × 1011 2,299 × 1011
6000 × 1000 × 660,938 × 660,938
− 11
= 𝟔, 𝟑𝟓𝟐 × 𝟏𝟎−𝟒
2,299 × 10

𝑑𝑝3 − 𝑐 1450 − 570


𝜀𝑝𝑡3 = × 0,003 = × 0,003 = 4,632 × 10−3
𝑐 570
𝜀𝑝𝑛3 = 𝜀𝑝𝑒3 + 𝜀𝑐𝑒3 + 𝜀𝑝𝑡3 = 6,838 × 10−3 + 6,352 × 10−4 + 4,632 × 10−3
= 𝟏, 𝟐𝟏𝟎 × 𝟏𝟎−𝟐

1 − +𝐴
𝑓𝑝𝑛3 = 𝐸𝑝 𝜀𝑝𝑛3 𝐴 + 1
Dengan A = 0,0332, B = 114, dan C = 12
𝑐 𝑐
1 + 𝐵𝜀𝑝𝑛3

1 − 0,0332
𝑓𝑝𝑛3 = 195000 × 1,210 × 10−2 × 0,0332 + 1
1 + 114 × 1,210 × 10 −2 12 2
= 1729,242 𝑀𝑃𝑎

𝑇𝑝3 = 𝐴𝑝3 × 𝑓𝑝𝑛3 = 4500 × 1729,242


= 𝟕𝟕𝟖𝟏𝟓𝟖𝟖 𝑵
Beton
Luas beton yang memberikan pengaruh terhadap gaya pada penampangan adalah sejauh a
= β1 × c = 0,6929 × 570 = 394,929 mm > tf (150 mm)
Karena a > tf, maka penampang gaya pada penampang beton akan dibagi 2 agar
memudahkan dalam perhitungan momen sebagai berikut:

Keterangan:
hijau = 1, magenta = 2.
𝐶𝑐1 = 0,85 𝑓 ′ 𝑐 𝐴1 = 0,85 × 50 × 400 × 394,929 = 6713785,71 𝑁
𝐶𝑐2 = 0,85 𝑓 ′ 𝑐 𝐴2 = 0,85 × 50 × 600 × 150 = 3825000 𝑁

𝐶𝑐 = 𝐶𝑐1 + 𝐶𝑐2 = 10538785,71 𝑁

Baja Tulangan
Gaya pada baja tulangan dipengaruhi oleh regangan yang terjadi pada level baja tulangan
yang besarnya:
𝑑𝑠 − 𝑐 1650 − 570
𝜀𝑠 = × 0,003 = × 0,003 = 5,684 × 10−3
𝑐 570
𝑓𝑦 400
𝜀𝑦 = = = 0,002 𝜀𝑠 > 𝜀𝑦 → 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 = 400 𝑀𝑃𝑎
𝐸𝑠 200000
Sehingga didapatkan:
𝜋
𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 × 𝑓𝑠 = 4 × × 252 × 400 = 785398,16 𝑁
4
Result Gaya
Setelah medapatkan gaya- gaya dari perhitungan di atas maka didapatkan resultan gaya
sebagai berikut:

𝐻= 𝐶− 𝑇

= 𝐶𝑐 − (𝑇𝑝1 + 𝑇𝑝2 + 𝑇𝑝3 + 𝑇𝑠 )

= 10538785,71 − 945954 + 1031081 + 7781588 + 785398,163 = −𝟓𝟐𝟑𝟓, 𝟑𝟖𝟓 𝑵


Pengecekan Error
Dari resultan gaya yang didapatkan maka error dapat dihitung sebagai berikut:
𝐻 −5235,385
𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = × 100% = × 100% = 0,05% < 1% → 𝑂𝐾
𝐶 10538785,71

Karena nilai error sudah lebih kecil dari 1 persen, maka dianggap nilai c sudah cukup
tepat dan tidak perlu dilakukan iterasi lagi.
Perhitungan Momen Nominal
Momen nilai nominal dihitung dengan titik acuan pada level baja tulangan sebagai berikut
𝑎 𝑡𝑓
𝑀𝑛 = 𝐶𝑐1 𝑑𝑠 − + 𝐶𝑐2 𝑑𝑠 − − 𝑇𝑝1 𝑑𝑠 − 𝑑𝑝1 − 𝑇𝑝2 𝑑𝑠 − 𝑑𝑝2 − 𝑇𝑝3 𝑑𝑠 − 𝑑𝑝3
2 2
394,929 150
= 6713785,71 × 1650 − + 3825000 × 1650 − − 945954
2 2
× 1650 − 489,063 − 1031081 × 1650 − 989,063 − 7781588
× 1650 − 1450

= 12440397707 𝑁 − 𝑚𝑚 = 12440,398 𝑘𝑁 − 𝑚

Penentu ɸ (faktor reduksi kekuatan)


Nilai ɸ ditentukan berdasarkan regangan Tarik terluar pada penampang, yaitu regangan baja
tulangan. Pada bagian perhitungan gaya baja tulangan, regangan baja tulangan sudah didapatkan
sebesar:
𝜀𝑠 = 5,684 × 10−3 > 0,005
Karena nilai Ɛ > 0,05, maka nilai ɸ untuk kasus ini adalah 0,9
Perhitungan Momen Ultimit
Momen ultimit didapatkan dari beban mati dan beban hidup yang bekerja sebagai berikut:

𝑞𝑢 = 1,2 𝐷𝐿 + 1,6 𝐿𝐿 = 1,2 × 30 × 1,6 × 25 = 76 𝑘𝑁/𝑚


1 1
𝑀𝑢 = 𝑞𝑢 𝐿2 = × 76 × 302 = 8550 𝑘𝑁 − 𝑚
8 8
Pengecekan Kapasitas Penampang
Penampang dianggap memiliki kapasitas yang cukup jika memenuhi persamaan berikut:
∅𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan
0,9 × 12440,398 ≥ 8550 bahwa penampang sudah memiliki kapasitas yang
11196,358 ≥ 8550 → 𝑂𝐾 cukup untuk memikul beban ultimate yang ada

Anda mungkin juga menyukai