Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN

PENELITIAN DASAR KEILMUAN

KEBIASAAN MAKAN, POLA MAKAN, PENGETAHUAN GIZI DAN STATUS


GIZI PADA MAHASISWA PRODI KESMAS ANGKATAN 2017
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UHAMKA

TIM PENELITI:

ALIB BIRWIN, SKM,M.Epid (0309087101)


NUR ASIAH, SKM, M.Kes (0313077403)

Nomor Surat Kontrak Penelitian : 358/F.03.08/2018


Nilai Kontrak : Rp. 10.000.000

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2018
DAFTAR ISI
Judul Halaman
Halaman Pengesahan ii
Daftar Isi iii
Abstrak iv
Bab I.Pendahuluan
1.1. Latar belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan penelitian 3
1.4. Urgensi Penelitian 3
BAB II. Tinjauan Pustaka
1.1. State of the art 5
1.2. Remaja 5
1.3. Status gizi 6
1.4. Status gizi remaja 6
2.4. Konsumsi pangan 7
2.5. Kebiasaan atau pola makan 8
2.6. Pengetahuan gizi 9
2.7. Kerangka Konsep 10
2.8. Road Map 11

BAB III. Metode Penelitian


3.1. Alur Penelitian 12
3.2. Jenis Desain penelitian 12
3.3. Tempat dan waktu penelitian 12
3.4. Populasi dan sampel penelitian 12
3.5. Jenis dan cara pengumpulan data 12
3.6. Pengolahan Data 13
3.7. Analisa Data 14
BAB IV. HAsil dan Pembahasan
4.1. Hasil Univariat dan Bivariat
1.1.1. Status Gizi 15
1.1.2. Pengetahuan gizi 17
1.1.3. Kebiasaan sarapan 20
BAB V. Keseimpulan dan Saran 24
BAB VI. Luaran Peneltian 26
Daftar Pustaka
Lampiran
Abstrak
Latar belakang :Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menjadi tren dikalangan
remaja. Aktivitas fisik yang tinggi ikut mempengaruhi kebutuhan energi dan zat gizi
remaja. Selain itu, tidak sedikit remaja yang mengkonsumsi makanan secara berlebihan
sehingga menyebabkan obesitas dan sebaliknya banyak juga remaja yang mengurangi
konsumsi makanan karena kecemasan akan bentuk tubuh sehingga mengalami masalah
gizi kurang (Badriah, 2011).
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kebiasaan makan, Pola makan,Pengetahuan
Gizi, Dan Status Gizi Pada Mahasiswa Prodi Kesmas Angkatan 2017 Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Uhamka
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan
desain cross sectional. Populasi Mahasiswa Prodi Kesmas FIKES angkatan 2017.
Sampel mahasiswa kelas 1G dan kelas 1H. yaitu sebanyak 65 orang. Tehnik Purposive
sampling. Analisa data dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan uji chi
square.
Hasil: mahasiswa dengan kategori status gizi baik (69.2%) lebih banyak dari responden yang
memiliki status gizi tidak baik (kurus sekali, kurus, overweight dan obesitas)(30.8 %) namun
harus tetap jadi perhatian karena masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (>30%).
Responden yang memiliki pengetahuan tinggi (55.4%) sedikit lebih banyak dibandingkan
responden yang memiliki pengetahuan rendah (44.6%). Hasil Uji Chi Square menunjukan ada
hubungan antara pengetahuan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,022 < =0,05).
Responden yang biasa sarapan pagi setiap hari (64.4%) lebih banyak berstatus gizi baik daripada
responden yang tidak biasa sarapan pagi (35.6%). Hasil Uji Chi Square menunjukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara Kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi. (Pvalue=0.583 
=0,05). Responden yang sering jajan (80.0%) lebih banyak berstatus gizi baik daripada
responden yang jarang jajan (20.0%. Hasil Uji Chi Square menunjukan ada hubungan antara
kebiasaan jajan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,013 < =0,05)..
Saran: Perlunya peningkatan pengetahuan remaja tentang gizi melaui penyuluhan tentang gizi
dan kesehatan remaja dengan menggunakan media yang menarik seperti melalui pemutaran film,
stand up comedy dan lain-lain. Pentingnya penyuluhan tentang jajanan sehat dan bergizi.serta
penyediaan makanan jajanan yang sehat, bergizi dan harga terjangkau di kantin kampus
sehingga mahasiswa yang tidak sempat sarapan pagi dan mahasiswa yang ada kuliah sampai
malam terjamin asupan gizi yang baik pada hari itu, kerjasama dengan mahasiswa gizi bisa
menjadi alternatif.

Kata kunci: Status gizi, kebiasaan jajan, sarapan pagi, pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan salah satu periode dalam proses pematangan fisik dan
perkembangan dari anak-anak sampai dewasa. Tiga periode perkembangan remaja yaitu
remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21
tahun). Mahasiswa dapat dikatakan sebagai remaja, dengan kisaran umur antara 17-22
tahun. Remaja adalah periode kehidupan antara pubertas dan maturitas penuh (10-21
tahun). Masalah gizi pada remaja akan timbul jika terdapat ketidakseimbangan antara
makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuhnya. Pola makan yang tidak menentu
dan perubahan transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa merupakan faktor
terjadinya gizi kurang pada remaja. Masalah gizi buruk pada remaja ini akan
menyebabkan masalah-masalah lain, yakni menurunnya daya tahan tubuh terhadap
penyakit, meningkatkan angka kesakitan, pertumbuhan tidak normal, tingkat kecerdasan
rendah, produktivitas rendah dan terhambatnya organ reproduksi (Emilia, 2009).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gemuk pada remaja umur 16 –
18 tahun sebanyak 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Provinsi
dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%). Sedangkan untuk
prevalensi kurus pada remaja umur 16 – 18 tahun secara nasional sebesar 9,4% (1,9%
sangat kurus dan 7,5% kurus). Data Riskesdas DKI Jakarta tahun 2013 menyebutkan
proporsi kurus pada remaja umur 16 – 18 tahun di DKI Jakarta sebesar 11,1% dengan
nilai proporsi terbesar berada di wilayah Jakarta Selatan (17,8%). Masalah kurus lebih
banyak ditemukan pada laki laki yaitu sebesar 11,5%, sedangkan pada perempuan
masalah obesitas yang mendominasi yaitu sebesar 40,8%. Prevalensi remaja kurus dan
sangat kurus dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 tidak ada perubahan yang
berarti. Sebaliknya, prevalensi gemuk mengalami peningkatan dari 1,4% pada tahun
2007 menjadi 7,3% tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013).

Hasil penelitian Anidya Kusuma (2014), Status gizi mahasiswa FKM UNHAS
Makasar berdasarkan IMT ditemukan sebesar 28.8% yang status gizinya underweight,
60.4% yang normal, dan 3.6% yang status gizinya overweight. Dari penelitian ini juga
diketahui pola makan mahasiswa FKM UNHAS Makasar berdasarkan jenis makanan,
100% mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok, 98.2% mengonsumsi tempe, 99.1%
mengonsumsi kangkung, 92.8% mengonsumsi mangga, 87.4% mengonsumsi santan,
93.7% mengonsumsi kecap, 90.1% mengonsumsi teh. 100%. Sedangkan pola makan
berdasarkan frekuensi makan, sebagian besar mengonsumsi makanan pokok dengan
frekuensi 2-3 kali/hari, lauk pauk dengan frekuensi 5-6 kali seminggu, sayur-sayuran
dengan frekuensi 5-6 kali seminggu, buah dengan frekuensi 2-4 kali/minggu. Minyak
dengan frekuensi 1 kali/hari, makanan olahan dengan frekuensi 5-6 kali seminggu dan
minuman dengan frekuensi 2-4 kali/minggu. cemilan dengan frekuensi 5-6 kali
seminggu dan makanan jadi dengan frekuensi 2-4 kali/minggu, tetapi dalam konsumsi
energi 81,1% mahasiswa sudah mencukupi kebutuhan. Demikian juga dengan konsumsi
protein 92,8% mahasiswa sudah mencukupi kebutuhan.
Mahasiswa Fikes UHAMKA adalah remaja millenial yang hidup di Ibukota dengan
gaya hidup millenial, senang mengkonsumsi makanan western , dan akses informasi gizi
dan kesehatan remaja yang sangat mudah. Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada
beberapa mahasiswa diperoleh informasi beberapa mahasiswi FIKES UHAMKA yang
kurang energi kronis dengan LILA <23cm. dan IMT < 18,5. Hal ini tentu saja
menimbulkan kekhawatiran karena kekurangan gizi pada remaja putri berdampak pada
tumbuh kembangnya untuk menjadi calon ibu yang berkualitas. Berdasarkan hal ini
peneliti ingin mengetahui lebih jauh gambaran kebiasaan makan, pola makan,
pengetahuan gizi dan status gizi mahasiswa program kesehatan masyarakat FIkes
UHAMKA.

1.2. Rumusan Masalah


Mahasiswa remaja yang masuk periode remaja akhir dan dewasa awal
membutuhkan asupan zat gizi yang lebih banyak daripada masa anak-anak, namun pada
kenyataannya mahasiswa cenderung melakukan perilaku makan yang salah yaitu zat
gizi yang diasup tidak sesuai dengan kebutuhan atau rekomendasi diet yang dianjurkan.
Perilaku makan yang salah dapat menyebabkan munculnya masalah gizi. Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 secara nasional menunjukkan kecenderungan peningkatan
prevalensi kekurusan remaja pada tahun 2007 dan 2013 sebesar 0,4%. Begitu pula
dengan prevalensi kegemukan meningkat dari 1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3% pada
tahun 2013 yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan
prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) (Riskesdas, 2013). Mahasiswa
Prodi Kesmas Fikes UHAMKA merupakan remaja akhir yang masih mengalami
berbagai pertumbuhan, baik secara fisik maupun seksual yang membutuhkan
seperangkat zat gizi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Selain
itu, remaja diusia ini dapat dikatakan masih labil dan mudah dipengaruhi oleh teman
sebaya dan social media sehingga pemilihan makanan pada remaja tidak lagi didasarkan
pada kebutuhan dan kandungan gizi melainkan untuk sekedar bersosialisasi dan
penampilan. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan status gizi remaja serta factor
apa saja yang berhubungan dengan status gizi mahasiswa Fikes UHAMKA, namun hal
tersebut belum diketahui.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1.Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kebiasaan makan, pola makan, pengetahuan gizi dan status gizi
mahasiswa prodi Kesehatan Masyarakat FIkes UHAMKA.

1.3.2 Tujuan Khusus


2. Diketahui gambaran kebiasaan makan (sarapan pagi, dan jajan) mahasiswa prodi
Kesehatan Masyarakat FIkes UHAMKA
3. Diketahui gambaran pengetahuan remaja mahasiswa prodi Kesehatan Masyarakat
FIkes UHAMKA
4. Diketahui gambaran status gizi remaja mahasiswa prodi Kesehatan Masyarakat
FIkes UHAMKA
5. Diketahui hubungan antara kebiasaan makan,pola makan, pengetahuan gizi dengan
status gizi remaja mahasiswa prodi Kesehatan Masyarakat FIkes UHAMKA

1.3.2. Urgensi Penelitian


Beberapa alasan yang mendasari bahwasanya remaja sangat membutuhkan zat gizi
diantaranya adalah
1. Remaja secara fisik terjadi pertumbuhan yang sangat cepat di tandai dengan
bertambahnya berat badan dan tinggi badan.
2. Berfungsi dan berkembangnya organ-organ reproduksi. Pada wanita terjadi
menstruasi tidak lancar, gangguan kesuburan, rongga panggul tidak berkembang
sehingga sulit ketika melahirkan, kesulitan pada saat melahirkan, dan wanita
yang fisiknya tidak tumbuh dengan sempurna kaena kurang gizi juga beresiko
melairkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
3. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yang mempengaruhi asupan gizinya.
4. Pencapaian prestasi belajar yang baik dari seorang mahasiswa salah satunya
dipengaruhi oleh status gizinya, begitu juga keadaan kesehatan dan keberhasilan
tumbuh kembang seorang remaja sangat ditentukan oleh asupan gizi yang
tercermin pada keadaan atau status gizinya.
5. Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang
terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi
gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%). prevalensi remaja kurus relatif sama
tahun 2007 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4 persen dari 7.1%
menjadi 7.5% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

BAB 2

KAJIAN TEORI
2.1. State of The Art
penelitian yang dilakukan oleh Sada (2012) mengenai status gizi Mahasiswa
Politeknik kesehatan Jayapura tahun 2012 menggunakan data primer, diketahui
presentase remaja dengan status gizi obesitas sebesar 14.1%, overweight 15.5%, normal
52.8%, dan kurus 17.6%. Hasil penelitian status gizi remaja yang dilakukan oleh Ruslie
(2012) menunjukkan status gizi normal sebesar 70,83%, overweight 20,14%, dan
underweight 9,03%. Hasil penelitian Intan Puspitasari (2018) mahasiswa yang memiliki
status gizi baik sebesar70,6% untuk mahasiswa gizi dan 61,8% untuk mahasiswa non-
gizi. Mahasiswa gizi dan non-gizi di Universitas Muhammadiyah Surakarta ini memiliki
gambaran kebiasaan sarapan dan status gizi yang tidak terlalu berbeda secara signifikan.
Pengetahuan gizi yang dimiliki oleh mahasiswa gizi tidak secara langsung mengubah
perilaku hidup sehat sehari-hari. Hal ini disebabkan karena ada banyak faktor yang
mempengaruhi status gizi serta perilaku seseorang
Nurohmi, Susi (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan pada subjek bukan
merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi ataupun Ilmu Teknologi Pangan dengan
hasil status gizi subjek pada umumnya adalah normal dan cenderung gemuk, yaitu
masing-masing 64.0% dan 18.6%. Terdapat 5.8% subjek yang memiliki status gizi obes
I. Meskipun demikian, secara rata-rata, status gizi subjek masih berada dalam kategori
normal yaitu dengan IMT 21.7±2.9 kg/ m2.
Dari keempat hasil penelitian tersebut, status gizi normal yang paling besar
presentasenya. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian ini namun yang menarik status
gizi mahasiswa bidang kesehatan dan gizi sama dengan mahasiswa diluar bidang
kesehatan dan gizi, dimana ditemukan status gizi buruk (gizi kurang dan gizi
lebih/overweight dan obesitas) dengan prosentase yang hampir sama. Penelitian lebih
lanjut dapat dilakukan untuk melihat keadaan ini.

2.1.Remaja

Menurut Dieny (2014) Remaja atau adolescene berasal dari bahasa Latin yang
berarti “tumbuh”. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Pada masa ini terdapat berbagai karakteristik unik yang dimiliki
oleh remaja. Suasana, sikap dan perilaku remaja dapat berubah dengan mudahnya,
masa ini dapat disebut sebagai periode badai dan stress (strom and stress) karena pada
masa ini remaja dihadapkan dengan konflik-konflik yang muncul didalam kehidupan
mereka yang dapat mempengaruhi suasana hatinya termasuk dalam pemilihan
makanan yang disukainya. Pemilihan makanan pada remaja putri seringkali keliru
dalam mengartikan diet yang berarti tidak makan dikarenakan kekhawatiran menjadi
gemuk dan image tentang langsing menurutnya.

2.2.Status Gizi

Menurut Supariasa (2012), gizi merupakan suatu proses pengolahan makanan


yang dialami oleh manusia meliputi digesti (penguraian), absorpsi (penyerapan),
transportasi (pengedaran), penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang
tidak diperlukan oleh tubuh serta menghasilkan energy.

Gizi adalah sesuatu yang dikonsumsi oleh manusia yang mengandung unsur-
unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang akan digunakan dalam proses
pertahanan hidup, pertumbuhan serta perkembangan organ-organ manusia (Sartika,
2010).Status gizi merupakan gambaran seimbang atau tidaknya keadaan seseorang
yang dapat dilihat dalam bentuk variabel-variabel tertentu (Supariasa, 2012). Asupan
gizi yang cukup akan diperoleh jika pada saat proses perencanaan, pemilihan,
pengolahan, dan penyajian makanan dapat lebih diperhatikan (Sediaoetama, 2000).
Masalah gizi utama di Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu gizi kurang
(undernutrition) dan gizi lebih (overnutrition).Gizi kurang terjadi karena kekurangan
konsumsi pangan secara relative dan absolut pada periode tertentu sehingga zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh tidak terpenuhi (Supariasa, 2012). Kekurangan zat gizi
secara umum akan menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga,
pertahanan tubuh, perkembangan struktur dan fungsi otak, dan perilaku yang negative
(Almatsier, 2009). Sedangkan gizi lebih merupakan keadaan dimana tubuh seseorang
mendapatkan kelebihan zat gizi dalam periode tertentu (Supariasa, 2012). Kelebihan
energy yang dikonsumsi akan disimpan didalam tubuh dalam bentuk lemak. Lemak
akan menyebabkan seseorang mengalami kegemukan bahkan obesitas dan selanjutnya
akan memiliki risiko yang tinggi akan penyakit-penyakit degenerative, seperti
hipertensi, diabetes, jantung coroner, dan lain-lain (Almatsier, 2009).
2.3. Status Gizi Remaja
Status gizi remaja merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan tubuh terhadap
zat gizi yang dialami pada masa remaja. Kebutuhan zat gizi remaja umumnya relative
lebih besar, hal ini dikarenakan para remaja masih dalam proses pertumbuhan dan
biasanya memiliki aktivitas fisik yang banyak. Zat gizi yang dikonsumsi oleh para
remaja dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan mereka.Misalnya pada remaja putri
yang memiliki riwayat pertama kali menstruasi pada waktu yang tepat biasanya
memiliki status gizi yang baik (Dieny, 2014).
Pada umumnya, keadaan status gizi remaja dipengaruhi oleh kebiasaan makan,
asupan makanan dan penyakit infeksi. Masalah gizi kurang yang banyak dialami oleh
remaja putri terjadi akibat kenginginan mereka untuk memiliki berat badan dan bentuk
tubuh yang sesuai.Hal tersebut membuat remaja membatasi asupan makanan yang
dikonsumsinya. Pembatasan konsumsi makanan yang keliru dan tidak memperhatikan
kaidah gizi serta kesehatan, justru akan menimbulkan dampak negative pada status gizi
remaja (Widianti, 2012).
Masalah status gizi yang dialami oleh para remaja akan mengakibatkan
penurunan daya tahan tubuh, meningkatkan angka kesakitan (morbiditas),
pertumbuhan tidak normal, tingkat kecerdasan rendah, menurunnya tingkat
produktivitas, dan terhambatnya pertumbuhan organ reproduksi (Epridawati, 2012).
Status gizi remaja berkaitan dengan berbagai macam faktor yang akan
mempengaruhi perilaku makan remaja. Menurut Worthtington-Robert (2000) faktor-
faktor yang mempengaruhi konsumsi pada remaja terbagi menjadi faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status
gizi yang berasal dari luar diri manusia.Sedangkan faktor internal adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi status gizi yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri.
Faktor eksternal yang dapat berkaitan dengan perilaku makan diantaranya adalah :
jumlah dan karakteristik keluarga, peranan orang tua, teman sebaya, social budaya,
nilai dan norma, media massa, pengetahuan gizi, dan pengalaman dari masing-masing
individu. Sedangkan faktor internal yang berkaitan dengan perilaku makan individu,
seperti : kebutuhan fisiologi seseorang, body image, nilai dan kepercayaan individu,
pemilihan dan arti makanan, psikososial serta kesehatan individu.

2.4. Konsumsi Pangan


Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat hidup sehat
(Harper et al. 1985). Semakin beragam bahan pangan yang dikonsumsi maka akan
semakin beragam pula zat gizi yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan mutu
gizinya. Konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang dikonsumsi
oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dengan jenis tunggal atau
beragam. Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas dan ragam
pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi
(Wulandari 2000). Konsumsi makanan diartikan sebagai jumlah makanan yang
dinyatakan dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas
maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan adalah faktor
yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang (Sediaoetama 1996 dalam
Dasuki 2002). Sanjur (1982) menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada
lingkungan baik masyarakat maupun keluarga.

Penilaian konsumsi pangan dilakukan sebagai cara untuk mengukur keadaan


konsumsi pangan yang kadang-kadang merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
menilai status gizi. Penilaian konsumsi pangan dilakukan dengan cara survei (Suhardjo
et al. 1980). Pada prinsipnya ada empat metode untuk menggali informasi konsumsi
pangan secara kuantitatif, yaitu : metode inventaris, metode pendaftaran, metode
mengingat-ingat dan metode penimbangan.

Metode mengingat-ingat (Metode recall) dilakukan dengan mencatat jumlah dan


jenis pangan yang dikonsumsi pada masa lalu ( biasanya recall 24 jam). Penentuan
jumlah hari recall sangat ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu, antar
tipe responden dalam memperoleh pangan. Metode recall membutuhkan biaya yang
sangat murah dan tidak memakan waktu yang banyak. Kekurangannya adalah data yang
dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan
tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversi URT kedalam satuan
berat serta adanya variasi URT antar daerah, dan ada variasi interpretasi besarnya
ukuran antar responden (besar, sedang, kecil, dll) (Kusharto & Sa’diyyah 2006).
2.5. Kebiasaan atau pola Makan
Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu memilih
pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik,
dan sosial budaya (Sanjur 1982). Sedangkan menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan
merupakan istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan
dengan makanan dan makan seperti tata krama makan, frekuensi makan, pola makanan
yang dimakan, kepercayaan tentang makan, distribusi makan antar anggota keluarga.
Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang,
pola makanan atau susunan hidangan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan
dalam anggota keluarga.
Kebiasaan makan anak remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
teman sebaya, keadaan emosional, pelaksanaan diet, penurunan berat badan, lingkungan
termasuk snack dan fast food, dan pengetahuan gizi remaja (Burtis et al. 1988).
Kebiasaan makan remaja sangat khas dan berbeda jika dibandingkan dengan usia
lainnya, kebiasaan makan mereka seperti 1) tidak makan, terutama makan pagi atau
sarapan, 2) kegemaran makan snack dan kembang gula, 3) mereka cenderung memilih-
milih makanan, ada makanan yang disukai dan ada makanan yang tidak disukai.
Kebiasaan makan adalah suatu tingkah laku seseorang atau sekelompok orang
dalam memenuhi kebutuhannya akan makan, sikap kepercayaan dan pemilihan
makanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan terdiri dari faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu
yang meliputi emosi, kesehatan, dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar individu antara lain
adalah lingkungan alam, sosial budaya, dan ekonomi.
2.6. Pengetahuan Gizi
Makanan merupakan kebutuhan vital yang diperlukan oleh seluruh makhluk
hidup. Bagi manusia makanan tidak hanya berfungsi untuk mengenyangkan, tetapi yang
lebih penting lagi adalah fungsinya dalam memelihara kesehatan tubuh melalui manfaat
zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Untuk memperoleh kesehatan tubuh yang
optimal, perlu diketahui kualitas susunan makanan yang baik dan jumlah makanan yang
seharusnya dimakan. Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan
kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi ses2.6.eorang dalam
memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985).
Pengetahuan merupakan kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan
panca indera (Soekanto 1981). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan
formal, informal dan non formal. Tingkat pengetahuan gizi berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan
kejelasan konsep mengenai obyek tertentu.
Engel et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan adalah informasi yang disimpan
di dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang. Menurut Harper et al.
(1985), suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan:
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,
pemeliharaan dan energi.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Pengetahuan gizi menjadi andalan yang menentukan konsumsi pangan. Individu yang
memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan
pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi
pangan mencukupi kebutuhan (Nasoetion & Khomsan 1995). Tingkat pengetahuan gizi
seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin
tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya
(Irawati et al. 1992).
2.7.KerangkaKonsep

1. Konsumsi pangan

Energi, Protein dan


lemak

2. Pengetahuan gizi

Body Image Status Gizi


3. Kebiasaan sarapan Remaja
pagi

4. kebiasaan Jajan

Gambar 3.2 KerangkaKonsep


Konsumsi Pangan, kebiasaan makan, Pengetahuan Gizi Dan Status Gizi Pada
Mahasiswa Prodi Kesmas Angkatan 2017 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
UHAMKA

2.8.Road Map Penelitian

Adapun peta penelitian ini:

Analisis factor-
Deskripsi Deskripsi faktor yang Pengemban
status gizi status gizi berhubungan Pembuatan gan model
pada remaja pada remaja dengan sttaus media edukasi pendidikan
di Daerah Kesehtan(2 gizi Gizi gizi (2022)
perkotaan, 018) remaja(2019) remaja(2020)
pedesaan
(2014-2016)
Advokasi model
pendidikan gizi
integrasi dengan
program atau
kegiatan sekolah
(2025)

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian

Mulai
Pengumpulan
data Primer dan Pengolahan
sekunder data
Studi Literatur dan
studi lapangan
Populasi dan Analisa data dan
sampel hubungan variabel
Rumusan Masalah dan
tujuan penelitian dan
urgensi penelitian Desain Hasil dan
Penelitian pembahasan

Metode Penelitian,
kuesioner Kesimpulan
Selesai dan saran

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan
desain yang digunakan adalah cross sectional, yaitu pengambilan data yang berkaitan
dengan variabel dependen dan independen dilakukan sekali waktu pada saat yang
bersamaan.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan
Januari tahun 2018, pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2017. Penelitian
dilakukan di UHAMKA,Jakarta.
3.4.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah MAhasiswa Fikes UHAMKA tahun 2017, sampel
mahasiswa kelas IG dan IH sebanyak 65 orang., Tehnik pengambilan sample adalah
Purposive sampling.

3.5. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer, meliputi :
a. Data karakteristik individu konsumsi pangan, Kebiasaan makan pagi, Kebiasaan
jajan, frekuensi makan dan pengetahuan gizi.
b. Data antropometri mahasiswa meliputi berat badan dan tinggi badan diperoleh
melalui pengukuran secara langsung. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur
berat badan yaitu dengan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 Kg
dan tinggi badan dengan alat pengukur tinggi badan (microtoise) dengan ketelitian
0.1 cm.

3.6. Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program perangkat lunak
statistic dimana data yang dikumpulkan akan diolah secara deskriptif. Langkah-langkah
pengolahan data dengan computer adalah sebagai berikut :
1. Coding
Suatu kegiatan pemberian kode-kode pada seluruh variabel dalam kuesioner agar
mempermudah dalam proses olah data. Coding dapat dilakukan pada saat
sebelum atau setelah pengumpulan data dilaksanakan (Budiarto, 2002).
2. Editing
Proses pemeriksaan data yang telah dikumpulkan. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengkoreksi apakah data yang dikumpulkan terdapat kesalahan atau tidak.Proses
editing sebaiknya dilakukan pada saat pengumpul data masih berada dilapangan,
agar jika ditemukan data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri
dan dikonfirmasi kembali kepada responden (Budiarto, 2002).
3. Processing
Merupakan pemrosesan data agar dapat dianalisis. Data di input kedalam
computer untuk diproses dan di entri menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution). Kegiatan ini dilakukan setelah proses coding dan
editing dilakukan oleh peneliti (Hastono, 2010). Dalam kegiatan ini, biasanya
peneliti dibantu oleh beberapa orang yang sudah dilatih terlebih dahulu.
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan lembar data yang sudah di entri apakah terdapat
kesalahan dalam entry data atau tidak (Hastono, 2010).
5. Scoring
Merupakan proses pemberian skor atau nilai pada data yang telah dikumpulkan
dengan menghitung jumlah skor yang ada pada variabel pengetahuan gizi.
a. Pengetahuan Gizi
Pengukuran variabel pengetahuan gizi dilakukan dengan pengisian kuesioner.
Skor 1 diberikan pada setiap jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban
yang salah. Jumlah soal ada 20, nilai maksimal 20 dan nilai minimal 0.
Kemudian dibuat variabel Total Skor Pengetahuan.Dari hasil total skor
pengetahuan, didapatkan hasil memiliki distribusi tidak normal, sehingga
total skor pengetahuan dikelompokkan berdasarkan nilai median. Selanjutnya
total skor pengetahuan dikelompokkan menjadi :
2. Tinggi, jika total skor pengetahuan ≥ nilai median (13)
3. Rendah, jika total skor pengetahuan < nilai median (13)
3.7. Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis menggunakan satu variabel yang dilakukan
dengan menggunakan tabel yang diberi tambahan penjelas berupa narasi.Analisis
univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik dari variabel dependen maupun
variabel independen (Hastono, 2007).Analisis univariat pada penelitian ini akan
digunakan untuk beberapa variabel yang terdapat dalam penelitian.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat desain cross sectional menggunakan uji Chi-Square dengan
tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Jika nilai Pvalue < 0,05 berarti hasil perhitungan
statistic bermakna (ada hubungan), jika nilai P value ≥ 0,05 berarti hasil perhitungan
statistic tidak bermakna (tidak ada hubungan).

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, seperti jenis penelitian yang


menggunakan desain cross sectional sehingga tidak dapat melihat hubungan sebab
akibat karena pengukuran antar variabel dependen dengan variabel independen
dilakukan diwaktu yang bersamaan.Secara kajian teoritis terdapat banyak faktor yang
berhubungan dengan status gizi remaja.Namun karena keterbatasan waktu dan tenaga
peneliti, maka penelitian ini hanya memuat variabel-variabel seperti yang ada di dalam
kerangka konsep, sehingga hasil yang diperoleh mungkin belum menggambarkan
kejadian yang sebenarnya.

Kemungkinan data yang diperoleh tidak valid karena pengisian kuesioner dilakukan
sendiri oleh responden walaupun diawasi oleh peneliti, tetapi dapat saja responden tidak
mengisi kuesioner sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, yakni menjawab dengan
jujur berdasarkan kehidupan masing-masing responden tersebut.

5.1. Hasil Univariat dan Bivariat


4.1.1 Status Gizi

Gambaran status gizi responden berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel
4.1a berikut ini :
Tabel 4.1a
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi
Kategori N %
Sangat Kurus 3 4.6
Kurus 10 15.4
Normal 45 69.2
Overweight 5 7.7
Obesitas 2 3.1
Status gzi responden diukur dengan menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh)
yaitu BB/Kg² per umur. Yang dilakukan dengan menggunakan WHO
antropometri.

Tabel 4.1a diatas menunjukkan bahwa sebesar 69.2% responden memiliki status
gizi normal, sebesar 7.7% responden mengalami overweight, 3.1% responden
mengalami obesitas, sebesar 15.4% responden kurus, dan sebesar 4.6%
responden sangat kurus.

Tabel 4.1b
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi
Kategori N %

Baik 45 69.2

Tidak baik 20 30.8

Responden yang masuk dalam kategori status gizi baik (69.2%) lebih banyak
dari responden yang memiliki status gizi tidak baik (kurus sekalia, kurus,
overweight dan obesitas)(30.8 %).
Diagram Status Gizi Responden

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sada (2012) mengenai status gizi
Mahasiswa Politeknik kesehatan Jayapura tahun 2012 menggunakan data primer,
diketahui presentase remaja dengan status gizi obesitas sebesar 14.1%, overweight
15.5%, normal 52.8%, dan kurus 17.6%. Hasil penelitian status gizi remaja yang
dilakukan oleh Ruslie (2012) menunjukkan status gizi normal sebesar 70,83%,
overweight 20,14%, dan underweight 9,03%. Hasil penelitian Intan Puspitasari (2018)
mahasiswa yang memiliki status gizi baik sebesar70,6% untuk mahasiswa gizi dan
61,8% untuk mahasiswa non-gizi.
Nurohmi, Susi (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan pada subjek bukan
merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi ataupun Ilmu Teknologi Pangan dengan
hasil status gizi subjek pada umumnya adalah normal dan cenderung gemuk, yaitu
masingmasing 64.0% dan 18.6%. Terdapat 5.8% subjek yang memiliki status gizi obes
I. Meskipun demikian, secara rata-rata, status gizi subjek masih berada dalam kategori
normal yaitu dengan IMT 21.7±2.9 kg/ m2.
Dari keempat hasil penelitian tersebut, status gizi normal yang paling besar
presentasenya. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian ini namun yang menarik status
gizi mahasiswa bidang kesehatan dan gizi sama dengan mahasiswa diluar bidang
kesehatan dan gizi, dimana ditemukan status gizi buruk (gizi kurang dan gizi
lebih/overweight dan obesitas) dengan prosentase yang hampir sama. Penelitian lebih
lanjut dapat dilakukan untuk melihat keadaan ini.

4.1.2. Pengetahuan Gizi


Pengetahuan gizi merupakan landasan penting untuk terjadi perubahan sikap
dan perilaku gizi. Perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama, oleh
sebab itu penting bagi remaja untuk memperoleh bekal pengetahuan gizi dari berbagai
sumber seperti keluarga, sekolah, media cetak, maupun media elektronik.
Variabel pengetahuan gizi pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan responden mengenai gizi dan kandungan gizi yang terdapat pada makanan
serta fungsinya bagi tubuh manusia. Distribusi jawaban responden berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan variabel pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1.c
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi
Jawaban Responden
No Pertanyaan Benar Salah
N % n %
1 Yang dimaksud dengan makanan bergizi 65 100 0 0
Lima komponen makanan yang dibutuhkan
2 45 69.2 20 30.8
oleh tubuh manusia
3 Guna makanan bagi tubuh manusia 60 92.3 5 7.7
Zat gizi untuk mempertahankan hidup,
4 menunjang pertumbuhan, dan melakukan 20 30.8 45 69.2
aktivitas fisik
Daging ayam, telur, tahu, tempe, ikan
5 merupakan sumber makanan utama yang 23 35.4 42 64.6
menghasilkan
Minyak, daging merah, mentega, dan keju
6 merupakan sumber makanan utama yang 35 53.9 30 46.1
menghasilkan
Apel, papaya, jeruk, dan mangga merupakan
7 50 76.9 15 23.1
makanan utama yang menghasilkan
8 sumber karbohidrat 40 61.5 25 38.5
9 banyak mengandung serat 30 46.1 35 53.9
10 Makanan yang kandungan zat besinya tinggi 16 24.6 49 75.4
11 Susunan menu yang bergizi seimbang 47 88.5 18 11.5
Konsumsi makanan sumber energy yang
12 melebihi kebutuhan secara terus menerus akan 50 76.9 15 23.1
menyebabkan
Yang termasuk jenis makanan cepat saji
13 35 53.9 30 46.1
(Fastfood)
Yang dimaksud dengan makanan cepat saji
14 16 24.6 49 75.4
(Fastfood)
Yang terjadi jika seseorang mengkonsumsi
15 makanan tidak sesuai dengan kebutuhan 41 63.1 24 36.9
gizinya
16 Manfaat utama mengkonsumsi sayur dan buah 33 50.8 32 49.2
17 Makanan yang mengandung kolesterol tinggi 10 6,5 55 97,5
18 Akibat jika remaja mengalami kekurangan gizi 45 69.2 20 30.8
19 Cara mengatasi obesitas yang efektif 23 35.4 42 64.6
20 Penyakit degeneratif akibat obesitas 41 63.1 24 36.9

Tabel 4.1.c diatas menunjukkan bahwa responden responden paling banyak menjawab
benar pada pertanyaan “Yang dimaksud dengan makanan bergizi” yaitu sebesar 100%.
Sedangkan responden yang paling banyak menjawab salah adalah pada pertanyaan
“Makanan yang mengandung kolesterol tinggi” yaitu sebesar 97,5%.

Tabel 4.1.d
Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Pengetahuan Gizi
PvalueKolmogorov
Mean Median Modus SD Min Maks
Smirnov
11.37 13 13 3.24 6 18 0,000
Tabel 4.1.d diatas menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan responden adalah
12,05 dengan skor pengetahuan terendah adalah 6 dan skor pegetahuan tertinggi adalah
18. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan data diatas adalah Ho ditolak yang
berarti data diatas memiliki distribusi tidak normal (Pvalue 0,000) sehingga cut off point
yang digunakan berdasakan nilai median (Tinggi ≥13 dan Rendah <13).

Tabel 4.1.e
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Kategori N %
Tinggi 36 55.4
Rendah 29 44.6

Total 65 100

Tabel 4.1.e diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan


tinggi sedikit lebih banyak yaitu sebesar 55.4% dibandingkan responden yang memiliki
pengetahuan rendah (44.6%).

Diagram Pengetahuan tentang Gizi

Hubungan antara status gizi dengan pengetahuan responden dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Tabel 4.1.f
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dengan Status Gizi
Status Gizi
Pengetahu Tidak Jumlah PR (95% Confident
Baik Interval)
Pvalue
an gizi Baik
n % n % n %
Tinggi 29 64.4 7 35.0 36 55.4 4.124 (1.225-13.889) 0,022
Rendah 16 35.6 13 65.0 29 44.6

Total 45 100 20 100 65 100

Tabel 4.1.f. menunjukan pengetahuan tentang gizi responden dengan Status gizi.
Dimana responden yang berpengetahuan gizi yang tinggi (64.4%) lebih banyak
berstatus gizi baik daripada responden yang berpengetahuan gizi yang rendah (35.6%).
Hasil Uji Chi Square menunjukan ada hubungan antara pengetahuan responden dengan
Status gizi (Pvalue=0,022 < =0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR)
menunjukan responden yang berpengetahuan tinggi berpeluang 4.124 kali berstatus gizi
baik daripada responden yang berpengetahuan rendah (95% CI 1.225-13.889).
Masalah gizi yang masih ditemukan dimasyarakat seringkali disebabkan karena
ketidaktahuan dan kurangnya informasi tentang gizi yang memadai.Dalam kehidupan
sehari-hari, pemilihan makanan sehat dan bergizi serta mencukupi kebutuhan tubuh
dipengaruhi oleh pengetahuan gizi setiap individu.Terdapat hubungan bermakna antara
status gizi dengan tingkat pendidikan remaja (Dieny, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi baik lebih banyak ditemukan
pada responden dengan pengetahuan gizi yang tinggi (64.4%). Hasil uji Chi Square
menunjukkan ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan status gizi
mahasiswa Fikes UHAMKA (Pvalue 0,034).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Emilia (2009) yang
menyatakan bahwa persentase tingkat pengetahuan gizi baik lebih tinggi pada responden
yang bersekolah dibandingkan dengan responden yang putus atau tidak bersekolah.
Namun berbeda dengan hasil penelitian Wuryani (2007) yang menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi remaja.Demikian juga
dengan Utami (2012) dalam penelitiannya menemukan tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan status gizi remaja. Ketidakbermaknaan antara variabel pengetahuan
dengan status gizi ini kemungkinan terjadi karena jumlah sampel yang kurang untuk
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang didasari dengan
pemahaman yang tepat akan menumbuhkan sikap yang positif sehingga akhirnya
tumbuh satu tindakan yang diharapkan (Notoatmodjo, 2015).

4.1.3. Kebiasaan Sarapan


Dari hasil penelitian yang dilakuakn kebiasaan sarapan pagi mahasiswa Fikes
dapat dilihat dalam tabel 4.1.g. berikut ini:

Tabel 4.1.g. Distribusi frekuensi kebiasaan sarapan pagi


responden

Cumulative
Kebiasaan sarapan
pagi jumlah persen Percent
Ya (setiap hari) 40 61.5 61.5

Tidak (tidak setiap 25 38.5 100.0


hari)
Total 65 100.0

Pada tabel 4.1.g menunjukkan mahasiswa Fikes UHAMKA angkatan 2017 kelas
1G dan 1H mempunyai kebiasaan sarapan pagi setiap hari lebih banyak(61.5%)
dibandingkan mahasiswa yang kebiasaan sarapan paginya tidak setiap hari, 28.5%

Ket: 1.00 adalah responden yang sarapan pagi tiap hari


2.00 adalah responden yang sarapan pagi tidak setiap hari

Hasil penelitian ini juga menunjukkan hubungan atau peran sarapan pagi
terhadap status gizi responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.h berikut:

Tabel 4.1.h
Distribusi Responden Berdasarkan kebiasaan sarapan pagi dengan Status
Gizi responden
Status Gizi
Kebiasaan
Tidak Jumlah PR (95% Confident
sarapan Baik Interval) Pvalue
Baik
pagi
n % N % n %
Ya 29 64.4 11 55.0 40 55.4 1.332 (0.392-4.526)
Tidak 16 35.6 9 45.0 25 44.6 0,583
Total 45 100 20 100 65 100

Tabel 4.1h menunjukan hubungan Kebiasaan sarapan pagi dengan sttaus gizi.
Dimana responden dengan biasa sarapan pagi setiap hari (64.4%) lebih banyak berstatus
gizi baik daripada responden yang tidak biasa sarapan pagi (35.6%). Hasil Uji Chi
Square menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara Kebiasaan sarapan pagi
dengan status gizi. (Pvalue=0.583  =0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR)
menunjukan responden dengan biasa sarapan pagi 1.332 kali berstatus gizi baik daripada
responden dengan yang tidak sarapan pagi (95% CI 0.392-4.526).

Sarapan memiliki arti penting dalam hal penyediaan energi untuk menunjang
aktivitas pagi hari sampai tiba saatnya waktu makan selanjutnya. Untuk anak sekolah,
penyediaan energi sangat penting untuk membantu dalam berkonsentrasi pada saat
belajar di sekolah. Menurut Effendi (2003) kebiasaan tidak makan pagi disebabkan
karena tidak adanya nafsu makan, terbiasa tidak makan pagi, dan tidak mempunyai
waktu cukup untuk melakukannya.
Remaja umumnya mempunyai kegiatan fisik yang sangat aktif setiap hari yang
sangat banyak membutuhkan energi. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan
kegiatan sehari-hari sangat dianjurkan untuk membiasakan makan pagi di rumah
sebelum meninggalkan rumah (Nurhayati 2000). Kontribusi gizi sarapan adalah sekitar
25 persen. Karenanya sarapan pagi setiap hari menjadi penting. Namun dalam penelitian
ini kebiasaan sarapan pagi responden tidak berhubungan secara bermakna dengan status
gizi hal ini mungkin disebabkan ada factor lain yang lebih dominan.

4.1.4. Kebiasaan Jajan

Gambaran status gizi responden berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel
4.1.i berikut ini :

Tabel 4.1.i Distribusi Frekuensi berdasarkan kebiasaan jajan

Responden
Cumulative
kebiasaan jajan Jumlah Persen Percent
Sering (setiap hari) 46 70.8 70.8
Jarang (tidak setiap 19 29.2 100.0
hari)
Total 65 100.0
Tabel 4.1i menunjukkan bahwa sebesar 70.8% responden memiliki kebiasaan jajan
sering dan sebesar 29.2% responden jarang jajan. Hal dapat dilihat juga pada gambar
barchart dibawah ini,

Hubungan antara status gizi dengan kebiasaan jajan responden dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Tabel 4.1.j
Distribusi Responden Berdasarkan kebiasaan jajan
dengan Status Gizi
Status Gizi
Kebiasaan Tidak Jumlah PR (95% Confident
Baik Interval) Pvalue
jajan Baik
n % n % n %
sering 36 80.0 10 50.0 36 55.4 4.957 (1.403-17.515)
jarang 9 20.0 10 50.0 29 44.6 0,013
Total 45 100 20 100 65 100

Tabel 4.1.j. menunjukan kebiasaan jajan responden dengan Status gizi.


Dimana responden yang sering jajan (80.0%) lebih banyak berstatus gizi baik
daripada responden yang jarang jajan (20.0%. Hasil Uji Chi Square menunjukan
ada hubungan antara kebiasaan jajan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,013
< =0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukan responden yang
sering jajan berpeluang 4.957 kali bersttus gizi baik daripada responden yang
jarang jajan (95% CI 1.403-17.515).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Sebesar 69.2% responden memiliki status gizi normal, sebanyak 7.7% responden
mengalami overweight, 3.1% responden mengalami obesitas, sebesar 15.4%
responden kurus, dan 4.6% responden sangat kurus. Setelah dikategorikan menjadi
gizi baik dan gizi tidak baik maka diperoleh responden yang masuk dalam kategori
status gizi baik (69.2%) lebih banyak dari responden yang memiliki status gizi
tidak baik (kurus sekalia, kurus, overweight dan obesitas)(30.8 %).
2. Responden yang memiliki pengetahuan tinggi (55.4%) sedikit lebih banyak
dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan rendah (44.6%).
3. Responden yang berpengetahuan gizi yang tinggi (64.4%) lebih banyak berstatus
gizi baik daripada responden yang berpengetahuan gizi yang rendah (35.6%). Hasil
Uji Chi Square menunjukan ada hubungan antara pengetahuan responden dengan
Status gizi (Pvalue=0,022 < =0,05)
4. Responden mempunyai kebiasaan sarapan pagi setiap hari lebih banyak (61.5%)
dibandingkan mahasiswa yang kebiasaan sarapan paginya tidak setiap hari, 28.5%
5. Responden dengan biasa sarapan pagi setiap hari (64.4%) lebih banyak berstatus
gizi baik daripada responden yang tidak biasa sarapan pagi (35.6%). Hasil Uji Chi
Square menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara Kebiasaan sarapan
pagi dengan status gizi. (Pvalue=0.583  =0,05).
6. 70.8% responden memiliki kebiasaan jajan sering dan sebesar 29.2% responden
jarang jajan
7. Responden yang sering jajan (80.0%) lebih banyak berstatus gizi baik daripada
responden yang jarang jajan (20.0%. Hasil Uji Chi Square menunjukan ada
hubungan antara kebiasaan jajan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,013 <
=0,05).
5.2. Saran
Status zat gizi remaja perlu diperhatikan karena sebanyak 30.9% berstatus gizi
buruk yang dapat berdampak pada kecerdasan dan kesehatan. Perlunya peningkatan
pengetahuan remaja tentang gizi melaui penyuluhan tentang gizi dan kesehatan remaja
dengan menggunakan media yang menarik seperti melalui pemutaran film, stand up
comedy dan lain-lain. Pentingnya penyuluhan tentang jajanan sehat dan bergizi.serta
penyediaan makanan jajanan yang sehat, bergizi dan harga terjangkau di kanting
kampus sehingga mahasiswa yang tidak sempat sarapan pagi dan mahasiswa yang
ada kuliah sampai malam terjamin asupan gizi yang baik pada hari itu, kerjasama
dengan mahasiswa gizi bisa menjadi alternatif.
BAB 6
LUARAN YANG DICAPAI

Luaran yang dicapai pada penelitian ini adalah artikel yang akan diterbitkan
pada Jurnal Arkesmas FIKES UHAMKA. (draft artikel terlampir).
DAFTAR PUSTAKA

Almaeida MJ, Blair SN. 2002. Hand Book of International and Food : Energy Assessment
(Physical Activity) (Edited : C. D. Bardanier). USA : CRC Press.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Apriadji WH. 1986. Gizi Keluarga. Jakarta: Penebar Swadaya.
Aritonang, Irianton, and Endah Priharsiwi. 2009 "Manajemen Penyelenggaraan Makanan dan
Asuhan Gizi." Yogyakarta: Leutika (2009).
Asih WF. 2001. Status Gizi Remaja dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Siswa SMUN
3 Bogor Tahun 2001. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.
Chandra B. 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : EGC.
Dasuki. 2002. Konsumsi Lemak dan Status Gizi Remaja di Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Depkes RI. 1994. Pedoman Praktis untuk Mempertahankan Berat Badan Normal
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Gizi Seimbang. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 1997. Pedoman Umum Gizi Seimbang untuk Remaja. Jakarta: Direktorat Bina
Gizi Masyarakat.
Dyah Intan Puspitasari(2018) Gambaran Kebiasaan Sarapan Dan Status Gizi Mahasiswa Gizi
Dan Non-Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta, MPPKI Media Publikasi
Promosi Kesehatan Indonesia, The Indonesian Journal Of Health
Engel JF, Backwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Ed ke-1. Budiyato,
penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara.
Gibson RS. 2005. Principal of Nutrition Assesment. Oxford : Oxford University
Press
Gunarsa SA, Gunarsa YSA. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi
Pangan. Bogor: Wirasari.
Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah.
Jakarta: UI Press.

Hermina. 1993. Keamanan dan Gizi. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Jakarta: LIPI.
Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Husaini MA, Husaini YK. 1989. Tumbuh Kembang dan Gizi Remaja. Buletin Gizi: Jakarta
Irawati, Damanhuri, Fachrurrozi. 1992. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kotamadya
Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
Kartasapoetra G, Marsetyo H. 2005. Ilmu Gizi : Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas
Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral, Besi, Iodium, Seng, Mangan,
Selenium, Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta : LIPI.
Kartono K. 1992. Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Karyadi D, Muhilal. 1995. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 1982. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam
Berbagai Bagian-Bagiannya. Jakarta: UGM Press.
Muhilal, Idrus J, Husaini, Jalal F, Tarwotjo. 1998. Angka Kecukupan Gizi yag Dianjurkan.
Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V. Jakarta :LIPI.
Hardinsyah. 2004. Penenetuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia
Tenggara. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI.
M Sada, (2012) Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2012 - academia.edu Hubungan Body
Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, Dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi
Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura
Nasoetion A, Khomsan A. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian.
Makalah yang Disajikan dalam Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi
Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian, Bogor.
Novikasari M. 2003. Perubahan Berat Badan dan Status Gizi Mahasiswa Putra Jalur USMI
Tahun 2002 pada Empat Bulan Pertama di IPB. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Notoatmodjo, S. Ilmu Tindakan Kesehatan. (Rineka Cipta, 2015).
Panuju P, Ida U. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta :Tiara Wacana.
Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.
Riyadi H. 1995. Metode Penelitian dan Pengukuran Status Gizi. Diktat Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri . Diktat Program Studi
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sanjur. 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition. Englewood Cliffts, Prentice-
Hall, New Jersey.
Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi I. Jakarta: Dian Rakyat.
Soekanto.1981. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press.
Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan . Bogor: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
WHO. 2000. Body Mass Index (bmi) = Indeks massa tubuh.
http://www.obesitas.web.id/indonesia/bmi(i).htm [Desember 2007].
WHO. 2007. Growt Reference 5-19 years. [terhubung berkala]. www.who.int. [Desember
2007]
Draft artikel

INDEKS MASSA TUBUH DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN PADA MAHASISWA PRODI
KESMAS,FIKES UHAMKA

Nur Asiah1 Alib Birwin2


1
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
nur_asiah@uhamka.ac.id

ABSTRAK

Latar belakang :Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menjadi tren dikalangan
remaja. Aktivitas fisik yang tinggi ikut mempengaruhi kebutuhan energi dan zat gizi remaja.
Selain itu, tidak sedikit remaja yang mengkonsumsi makanan secara berlebihan sehingga
menyebabkan obesitas dan sebaliknya banyak juga remaja yang mengurangi konsumsi
makanan karena kecemasan akan bentuk tubuh sehingga mengalami masalah gizi kurang
(Badriah, 2011).

Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kebiasaan makan, Pola


makan,Pengetahuan Gizi, Dan Status Gizi Pada Mahasiswa Prodi Kesmas Angkatan 2017
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Uhamka

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain
cross sectional. Populasi Mahasiswa Prodi Kesmas FIKES angkatan 2017. Sampel mahasiswa
kelas 1G dan kelas 1H. yaitu sebanyak 65 orang. Tehnik Purposive sampling. Analisa data
dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan uji chi square.

Hasil: mahasiswa dengan kategori status gizi baik (69.2%) lebih banyak dari responden yang
memiliki status gizi tidak baik (kurus sekali, kurus, overweight dan obesitas)(30.8 %) namun
harus tetap jadi perhatian karena masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (>30%).
Responden yang memiliki pengetahuan tinggi (55.4%) sedikit lebih banyak dibandingkan
responden yang memiliki pengetahuan rendah (44.6%). Hasil Uji Chi Square menunjukan ada
hubungan antara pengetahuan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,022 < =0,05).
Responden yang biasa sarapan pagi setiap hari (64.4%) lebih banyak berstatus gizi baik
daripada responden yang tidak biasa sarapan pagi (35.6%). Hasil Uji Chi Square menunjukan
tidak ada hubungan yang bermakna antara Kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi.
(Pvalue=0.583  =0,05). Responden yang sering jajan (80.0%) lebih banyak berstatus gizi
baik daripada responden yang jarang jajan (20.0%. Hasil Uji Chi Square menunjukan ada
hubungan antara kebiasaan jajan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,013 < =0,05)..

Saran: Perlunya peningkatan pengetahuan remaja tentang gizi melaui penyuluhan tentang
gizi dan kesehatan remaja dengan menggunakan media yang menarik seperti melalui
pemutaran film, stand up comedy dan lain-lain. Pentingnya penyuluhan tentang jajanan
sehat dan bergizi.serta penyediaan makanan jajanan yang sehat, bergizi dan harga
terjangkau di kantin kampus sehingga mahasiswa yang tidak sempat sarapan pagi dan
mahasiswa yang ada kuliah sampai malam terjamin asupan gizi yang baik pada hari itu,
kerjasama dengan mahasiswa gizi bisa menjadi alternatif.

Kata kunci: Status gizi, kebiasaan jajan, sarapan pagi, pengetahuan

PENDAHULUAN
Remaja merupakan salah satu periode dalam proses pematangan fisik dan
perkembangan dari anak-anak menjadi dewasa. Mahasiswa dapat dikatakan sebagai
remaja, dengan kisaran umur antara 17-22 tahun. Periode kehidupan antara pubertas
dan maturitas penuh (10-21 tahun) disebut periode remaja.Pada masa remaja terjadi
percepatan pertumbuhan (growth spurt). Karenanya masalah gizi rentan terjadi pada
remaja disebabkan ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan
kebutuhan tubuhnya yang sedang mengalami percepatan pertumbuhan. Masalah gizi
buruk pada remaja ini akan menyebabkan masalah-masalah lain, yakni menurunnya
daya tahan tubuh terhadap penyakit, meningkatkan angka kesakitan, pertumbuhan
tidak normal, tingkat kecerdasan rendah, produktivitas rendah dan terhambatnya
organ reproduksi (Emilia, 2009).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gemuk pada remaja umur
16 – 18 tahun sebanyak 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas.
Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%). Sedangkan
untuk prevalensi kurus pada remaja umur 16 – 18 tahun secara nasional sebesar 9,4%
(1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Data Riskesdas DKI Jakarta tahun 2013
menyebutkan proporsi kurus pada remaja umur 16 – 18 tahun di DKI Jakarta sebesar
11,1% dengan nilai proporsi terbesar berada di wilayah Jakarta Selatan (17,8%).
Masalah kurus lebih banyak ditemukan pada laki laki yaitu sebesar 11,5%, sedangkan
pada perempuan masalah obesitas yang mendominasi yaitu sebesar 40,8%. Prevalensi
remaja kurus dan sangat kurus dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 tidak ada
perubahan yang berarti. Sebaliknya, prevalensi gemuk mengalami peningkatan dari
1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3% tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013).
Mahasiswa Fikes UHAMKA adalah remaja millenial yang hidup di Ibukota
dengan gaya hidup millenial, senang mengkonsumsi makanan western , dan akses
informasi gizi dan kesehatan remaja yang sangat mudah. Dari studi pendahuluan yang
dilakukan pada beberapa mahasiswa diperoleh informasi beberapa mahasiswi FIKES
UHAMKA yang kurang energi kronis dengan LILA <23cm. dan IMT < 18,5. Hal ini
tentu saja menimbulkan kekhawatiran karena kekurangan gizi pada remaja putri
berdampak pada tumbuh kembangnya untuk menjadi calon ibu yang berkualitas.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan desain
yang digunakan adalah cross sectional. Variabel yang diteliti adalah Satus Gizi
dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh IMT/U. Kebiasaan makan pagi,
Kebiasaan jajan, frekuensi makan dan pengetahuan gizi. Populasi penelitian ini
adalah Remaja yaitu Mahasiswa Prodi Kesmas FIkes UHAMKA. sampel mahasiswa
kelas IG dan IH sebanyak 65 orang., Tehnik pengambilan sample adalah Purposive
sampling.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Status Gizi

Gambaran status gizi responden berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1
berikut ini :

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi

Kategori N %

Sangat Kurus 3 4.6

Kurus 10 15.4

Normal 45 69.2

Overweight 5 7.7
Obesitas 2 3.1

Status gzi responden diukur dengan menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) yaitu
BB/Kg² per umur. Diukur dilakukan dengan menggunakan WHO antropometri.

Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa sebesar 69.2% responden memiliki status gizi
normal, sebesar 7.7% responden mengalami overweight, 3.1% responden
mengalami obesitas, sebesar 15.4% responden kurus, dan sebesar 4.6% responden
sangat kurus.

Tabel 2

Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

Kategori N %

Baik 45 69.2

Tidak baik 20 30.8


Responden yang masuk dalam kategori status gizi baik (69.2%) lebih banyak dari
responden yang memiliki status gizi tidak baik (kurus sekali, kurus, overweight dan
obesitas)(30.8 %).

Diagram Status Gizi Responden

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sada (2012) mengenai status gizi Mahasiswa
Politeknik kesehatan Jayapura tahun 2012 menggunakan data primer, diketahui presentase
remaja dengan status gizi obesitas sebesar 14.1%, overweight 15.5%, normal 52.8%, dan
kurus 17.6%. Hasil penelitian status gizi remaja yang dilakukan oleh Ruslie (2012)
menunjukkan status gizi normal sebesar 70,83%, overweight 20,14%, dan underweight
9,03%. Hasil penelitian Intan Puspitasari (2018) mahasiswa yang memiliki status gizi baik
sebesar70,6% untuk mahasiswa gizi dan 61,8% untuk mahasiswa non-gizi.

Nurohmi, Susi (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan pada subjek bukan
merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi ataupun Ilmu Teknologi Pangan dengan hasil
status gizi subjek pada umumnya adalah normal dan cenderung gemuk, yaitu masingmasing
64.0% dan 18.6%. Terdapat 5.8% subjek yang memiliki status gizi obes I. Meskipun demikian,
secara rata-rata, status gizi subjek masih berada dalam kategori normal yaitu dengan IMT
21.7±2.9 kg/ m2.

Dari keempat hasil penelitian tersebut, status gizi normal yang paling besar
presentasenya. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian ini namun yang menarik status gizi
mahasiswa bidang kesehatan dan gizi sama dengan mahasiswa diluar bidang kesehatan dan
gizi, dimana ditemukan status gizi buruk (gizi kurang dan gizi lebih/overweight dan obesitas)
dengan prosentase yang hampir sama. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk melihat
keadaan ini.
Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan landasan penting untuk terjadi perubahan sikap dan
perilaku gizi. Perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama, oleh sebab itu
penting bagi remaja untuk memperoleh bekal pengetahuan gizi dari berbagai sumber
seperti keluarga, sekolah, media cetak, maupun media elektronik.

Variabel pengetahuan gizi pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


pengetahuan responden mengenai gizi dan kandungan gizi yang terdapat pada makanan
serta fungsinya bagi tubuh manusia. Distribusi jawaban responden berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan variabel pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi

Jawaban Responden

No Pertanyaan Benar Salah

N % n %

1 Yang dimaksud dengan makanan bergizi 65 100 0 0

Lima komponen makanan yang dibutuhkan oleh


2 45 69.2 20 30.8
tubuh manusia

3 Guna makanan bagi tubuh manusia 60 92.3 5 7.7

Zat gizi untuk mempertahankan hidup, menunjang


4 20 30.8 45 69.2
pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik

Daging ayam, telur, tahu, tempe, ikan merupakan


5 23 35.4 42 64.6
sumber makanan utama yang menghasilkan

Minyak, daging merah, mentega, dan keju


6 merupakan sumber makanan utama yang 35 53.9 30 46.1
menghasilkan

Apel, papaya, jeruk, dan mangga merupakan


7 50 76.9 15 23.1
makanan utama yang menghasilkan

8 sumber karbohidrat 40 61.5 25 38.5

9 banyak mengandung serat 30 46.1 35 53.9

10 Makanan yang kandungan zat besinya tinggi 16 24.6 49 75.4

11 Susunan menu yang bergizi seimbang 47 88.5 18 11.5


Konsumsi makanan sumber energy yang melebihi
12 kebutuhan secara terus menerus akan 50 76.9 15 23.1
menyebabkan

13 Yang termasuk jenis makanan cepat saji (Fastfood) 35 53.9 30 46.1

Yang dimaksud dengan makanan cepat saji


14 16 24.6 49 75.4
(Fastfood)

Yang terjadi jika seseorang mengkonsumsi


15 41 63.1 24 36.9
makanan tidak sesuai dengan kebutuhan gizinya

16 Manfaat utama mengkonsumsi sayur dan buah 33 50.8 32 49.2

17 Makanan yang mengandung kolesterol tinggi 10 6,5 55 97,5

18 Akibat jika remaja mengalami kekurangan gizi 45 69.2 20 30.8

19 Cara mengatasi obesitas yang efektif 23 35.4 42 64.6

20 Penyakit degeneratif akibat obesitas 41 63.1 24 36.9

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa responden responden paling banyak menjawab benar
pada pertanyaan “Yang dimaksud dengan makanan bergizi” yaitu sebesar 100%. Sedangkan
responden yang paling banyak menjawab salah adalah pada pertanyaan “Makanan yang
mengandung kolesterol tinggi” yaitu sebesar 97,5%.

Tabel 4

Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Pengetahuan Gizi

PvalueKolmogorov
Mean Median Modus SD Min Maks
Smirnov

11.37 13 13 3.24 6 18 0,000

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan responden adalah 12,05
dengan skor pengetahuan terendah adalah 6 dan skor pegetahuan tertinggi adalah 18. Hasil
Uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan data diatas adalah Ho ditolak yang berarti data diatas
memiliki distribusi tidak normal (Pvalue 0,000) sehingga cut off point yang digunakan
berdasakan nilai median (Tinggi ≥13 dan Rendah <13).
Tabel 5

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Kategori N %

Tinggi 36 55.4

Rendah 29 44.6

Total 65 100

Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi


sedikit lebih banyak yaitu sebesar 55.4% dibandingkan responden yang memiliki
pengetahuan rendah (44.6%).

Diagram Pengetahuan tentang Gizi

Hubungan antara status gizi dengan pengetahuan responden dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dengan Status Gizi

Pengetahua Status Gizi Jumlah PR (95% Confident Pvalue


Baik Tidak Baik
n gizi Interval)
n % n % n %

Tinggi 29 64.4 7 35.0 36 55.4 4.124 (1.225-13.889)


0,022
Rendah 16 35.6 13 65.0 29 44.6

Total 45 100 20 100 65 100

Tabel 6. menunjukan pengetahuan tentang gizi responden dengan Status gizi.


Dimana responden yang berpengetahuan gizi yang tinggi (64.4%) lebih banyak berstatus gizi
baik daripada responden yang berpengetahuan gizi yang rendah (35.6%). Hasil Uji Chi
Square menunjukan ada hubungan antara pengetahuan responden dengan Status gizi
(Pvalue=0,022 < =0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukan responden
yang berpengetahuan tinggi berpeluang 4.124 kali berstatus gizi baik daripada responden
yang berpengetahuan rendah (95% CI 1.225-13.889).

Masalah gizi yang masih ditemukan dimasyarakat seringkali disebabkan karena


ketidaktahuan dan kurangnya informasi tentang gizi yang memadai.Dalam kehidupan sehari-
hari, pemilihan makanan sehat dan bergizi serta mencukupi kebutuhan tubuh dipengaruhi
oleh pengetahuan gizi setiap individu.Terdapat hubungan bermakna antara status gizi
dengan tingkat pendidikan remaja (Dieny, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi baik lebih banyak ditemukan pada
responden dengan pengetahuan gizi yang tinggi (64.4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan
ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan status gizi mahasiswa Fikes
UHAMKA (Pvalue 0,034).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Emilia (2009) yang menyatakan
bahwa persentase tingkat pengetahuan gizi baik lebih tinggi pada responden yang
bersekolah dibandingkan dengan responden yang putus atau tidak bersekolah.

Namun berbeda dengan hasil penelitian Wuryani (2007) yang menyebutkan bahwa
tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi remaja.Demikian juga dengan
Utami (2012) dalam penelitiannya menemukan tidak ada hubungan antara pengetahuan
dengan status gizi remaja. Ketidakbermaknaan antara variabel pengetahuan dengan status
gizi ini kemungkinan terjadi karena jumlah sampel yang kurang untuk menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam


membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang didasari dengan
pemahaman yang tepat akan menumbuhkan sikap yang positif sehingga akhirnya tumbuh
satu tindakan yang diharapkan (Notoatmodjo, 2015).

Kebiasaan Sarapan

Dari hasil penelitian yang dilakuakn kebiasaan sarapan pagi mahasiswa Fikes dapat
dilihat dalam tabel 7. berikut ini:

Tabel 7. Distribusi frekuensi kebiasaan sarapan pagi responden

Kebiasaan sarapan
Cumulative
pagi jumlah persen Percent

Ya (setiap hari) 40 61.5 61.5

Tidak (tidak 25 38.5 100.0


setiap hari)

Total 65 100.0

Pada tabel 7 menunjukkan mahasiswa Fikes UHAMKA angkatan 2017 kelas 1G dan
1H mempunyai kebiasaan sarapan pagi setiap hari lebih banyak(61.5%) dibandingkan
mahasiswa yang kebiasaan sarapan paginya tidak setiap hari, 28.5%
Ket: 1.00 adalah responden yang sarapan pagi tiap hari

2.00 adalah responden yang sarapan pagi tidak setiap hari

Hasil penelitian ini juga menunjukkan hubungan atau peran sarapan pagi terhadap
status gizi responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.h berikut:

Tabel 8

Distribusi Responden Berdasarkan kebiasaan sarapan pagi dengan Status Gizi


responden

Status Gizi
Kebiasaan Jumlah PR (95% Confident
Baik Tidak Baik Pvalue
sarapan pagi Interval)
n % N % n %

Ya 29 64.4 11 55.0 40 55.4 1.332 (0.392-4.526)


0,583
Tidak 16 35.6 9 45.0 25 44.6

Total 45 100 20 100 65 100

Tabel 8 menunjukan hubungan Kebiasaan sarapan pagi dengan sttaus gizi. Dimana
responden dengan biasa sarapan pagi setiap hari (64.4%) lebih banyak berstatus gizi baik
daripada responden yang tidak biasa sarapan pagi (35.6%). Hasil Uji Chi Square menunjukan
tidak ada hubungan yang bermakna antara Kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi.
(Pvalue=0.583  =0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukan responden
dengan biasa sarapan pagi 1.332 kali berstatus gizi baik daripada responden dengan yang
tidak sarapan pagi (95% CI 0.392-4.526).

Sarapan memiliki arti penting dalam hal penyediaan energi untuk menunjang
aktivitas pagi hari sampai tiba saatnya waktu makan selanjutnya. Untuk anak sekolah,
penyediaan energi sangat penting untuk membantu dalam berkonsentrasi pada saat belajar
di sekolah. Menurut Effendi (2003) kebiasaan tidak makan pagi disebabkan karena tidak
adanya nafsu makan, terbiasa tidak makan pagi, dan tidak mempunyai waktu cukup untuk
melakukannya.

Remaja umumnya mempunyai kegiatan fisik yang sangat aktif setiap hari yang
sangat banyak membutuhkan energi. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan kegiatan
sehari-hari sangat dianjurkan untuk membiasakan makan pagi di rumah sebelum
meninggalkan rumah (Nurhayati 2000). Kontribusi gizi sarapan adalah sekitar 25 persen.
Karenanya sarapan pagi setiap hari menjadi penting. Namun dalam penelitian ini kebiasaan
sarapan pagi responden tidak berhubungan secara bermakna dengan status gizi hal ini
mungkin disebabkan ada factor lain yang lebih dominan.

Kebiasaan Jajan

Gambaran status gizi responden berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.i
berikut ini :

Tabel 9 Distribusi Frekuensi berdasarkan kebiasaan jajan

Responden

Cumulative
kebiasaan jajan Jumlah Persen Percent

Sering (setiap hari) 46 70.8 70.8

Jarang (tidak setiap 19 29.2 100.0


hari)

Total 65 100.0
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebesar 70.8% responden memiliki kebiasaan jajan sering dan
sebesar 29.2% responden jarang jajan. Hal dapat dilihat juga pada gambar barchart dibawah
ini,

Hubungan antara status gizi dengan kebiasaan jajan responden dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Tabel 10

Distribusi Responden Berdasarkan kebiasaan jajan

dengan Status Gizi

Status Gizi
Kebiasaan Jumlah PR (95% Confident
Baik Tidak Baik Pvalue
jajan Interval)
n % n % n %

sering 36 80.0 10 50.0 36 55.4 4.957 (1.403-17.515)


0,013
jarang 9 20.0 10 50.0 29 44.6

Total 45 100 20 100 65 100

Tabel 10 menunjukan kebiasaan jajan responden dengan Status gizi. Dimana


responden yang sering jajan (80.0%) lebih banyak berstatus gizi baik daripada
responden yang jarang jajan (20.0%. Hasil Uji Chi Square menunjukan ada hubungan
antara kebiasaan jajan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,013 < =0,05). Hasil
perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukan responden yang sering jajan
berpeluang 4.957 kali bersttus gizi baik daripada responden yang jarang jajan (95% CI
1.403-17.515).

KESIMPULAN
1. Sebesar 69.2% responden memiliki status gizi normal, sebanyak 7.7% responden
mengalami overweight, 3.1% responden mengalami obesitas, sebesar 15.4%
responden kurus, dan 4.6% responden sangat kurus. Setelah dikategorikan
menjadi gizi baik dan gizi tidak baik maka diperoleh responden yang masuk
dalam kategori status gizi baik (69.2%) lebih banyak dari responden yang
memiliki status gizi tidak baik (kurus sekalia, kurus, overweight dan obesitas)
(30.8 %).
2. Responden yang memiliki pengetahuan tinggi (55.4%) sedikit lebih banyak
dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan rendah (44.6%).
3. Responden yang berpengetahuan gizi yang tinggi (64.4%) lebih banyak berstatus gizi
baik daripada responden yang berpengetahuan gizi yang rendah (35.6%). Hasil Uji Chi
Square menunjukan ada hubungan antara pengetahuan responden dengan Status gizi
(Pvalue=0,022 < =0,05)
4. Responden mempunyai kebiasaan sarapan pagi setiap hari lebih banyak (61.5%)
dibandingkan mahasiswa yang kebiasaan sarapan paginya tidak setiap hari, 28.5%
5. Responden dengan biasa sarapan pagi setiap hari (64.4%) lebih banyak berstatus gizi
baik daripada responden yang tidak biasa sarapan pagi (35.6%). Hasil Uji Chi Square
menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara Kebiasaan sarapan pagi dengan
status gizi. (Pvalue=0.583  =0,05).
6. 70.8% responden memiliki kebiasaan jajan sering dan sebesar 29.2% responden jarang
jajan
7. Responden yang sering jajan (80.0%) lebih banyak berstatus gizi baik daripada
responden yang jarang jajan (20.0%. Hasil Uji Chi Square menunjukan ada hubungan
antara kebiasaan jajan responden dengan Status gizi (Pvalue=0,013 < =0,05).

REKOMENDASI
Status zat gizi remaja perlu diperhatikan karena sebanyak 30.9% berstatus gizi buruk
yang dapat berdampak pada kecerdasan dan kesehatan. Perlunya peningkatan pengetahuan
remaja tentang gizi melaui penyuluhan tentang gizi dan kesehatan remaja dengan
menggunakan media yang menarik seperti melalui pemutaran film, stand up comedy dan lain-
lain. Pentingnya penyuluhan tentang jajanan sehat dan bergizi.serta penyediaan makanan
jajanan yang sehat, bergizi dan harga terjangkau di kanting kampus sehingga mahasiswa yang
tidak sempat sarapan pagi dan mahasiswa yang ada kuliah sampai malam terjamin asupan gizi
yang baik pada hari itu, kerjasama dengan mahasiswa gizi bisa menjadi alternatif.

UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah,syukur pada Allah SWT yang telah memberi segala kemudahan kepada
penulis. Ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penelitian ini, antara lain : Rektor UHAMKA, Lemlitbang UHAMKA,
Pimpinan FIKES dan Prodi Kesmas UHAMKA, Dosen dan mahasiswa Prodi Kesmas
FIKES UHAMKA.

REFERENSI

Almaeida MJ, Blair SN. 2002. Hand Book of International and Food : Energy Assessment
(Physical Activity) (Edited : C. D. Bardanier). USA : CRC Press.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Apriadji WH. 1986. Gizi Keluarga. Jakarta: Penebar Swadaya.
Aritonang, Irianton, and Endah Priharsiwi. 2009 "Manajemen Penyelenggaraan Makanan dan
Asuhan Gizi." Yogyakarta: Leutika (2009).
Asih WF. 2001. Status Gizi Remaja dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Siswa SMUN
3 Bogor Tahun 2001. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.
Chandra B. 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : EGC.
Dasuki. 2002. Konsumsi Lemak dan Status Gizi Remaja di Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Depkes RI. 1994. Pedoman Praktis untuk Mempertahankan Berat Badan Normal
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Gizi Seimbang. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 1997. Pedoman Umum Gizi Seimbang untuk Remaja. Jakarta: Direktorat Bina
Gizi Masyarakat.
Dyah Intan Puspitasari(2018) Gambaran Kebiasaan Sarapan Dan Status Gizi Mahasiswa Gizi
Dan Non-Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta, MPPKI Media Publikasi
Promosi Kesehatan Indonesia, The Indonesian Journal Of Health
Engel JF, Backwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Ed ke-1. Budiyato,
penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara.
Gibson RS. 2005. Principal of Nutrition Assesment. Oxford : Oxford University
Press
Gunarsa SA, Gunarsa YSA. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi
Pangan. Bogor: Wirasari.
Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah.
Jakarta: UI Press.
Hermina. 1993. Keamanan dan Gizi. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Jakarta: LIPI.
Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Husaini MA, Husaini YK. 1989. Tumbuh Kembang dan Gizi Remaja. Buletin Gizi: Jakarta
Irawati, Damanhuri, Fachrurrozi. 1992. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kotamadya
Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
Kartasapoetra G, Marsetyo H. 2005. Ilmu Gizi : Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas
Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral, Besi, Iodium, Seng, Mangan,
Selenium, Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta : LIPI.
Kartono K. 1992. Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Karyadi D, Muhilal. 1995. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 1982. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam
Berbagai Bagian-Bagiannya. Jakarta: UGM Press.
Muhilal, Idrus J, Husaini, Jalal F, Tarwotjo. 1998. Angka Kecukupan Gizi yag Dianjurkan.
Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V. Jakarta :LIPI.
Hardinsyah. 2004. Penenetuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia
Tenggara. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI.
M Sada, (2012) Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2012 - academia.edu
Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, Dan Aktifitas
Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan
Jayapura
Nasoetion A, Khomsan A. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian.
Makalah yang Disajikan dalam Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi
Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian, Bogor.
Novikasari M. 2003. Perubahan Berat Badan dan Status Gizi Mahasiswa Putra Jalur USMI
Tahun 2002 pada Empat Bulan Pertama di IPB. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Notoatmodjo, S. Ilmu Tindakan Kesehatan. (Rineka Cipta, 2015).
Panuju P, Ida U. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta :Tiara Wacana.
Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.
Riyadi H. 1995. Metode Penelitian dan Pengukuran Status Gizi. Diktat Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Sanjur. 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition. Englewood Cliffts, Prentice-
Hall, New Jersey.
Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi I. Jakarta: Dian Rakyat.
Soekanto.1981. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press.
Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan . Bogor: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
WHO. 2000. Body Mass Index (bmi) = Indeks massa tubuh.
http://www.obesitas.web.id/indonesia/bmi(i).htm [Desember 2007].
WHO. 2007. Growt Reference 5-19 years. [terhubung berkala]. www.who.int. [Desember
2007]

Anda mungkin juga menyukai