DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kelompok dalam mata pelajaran PENJAMINAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN.
Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang
pengetahuan secara meluas.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairani,S.ST.,M.KES selaku dosen
PENJAMINAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN yang telah memberikan tugas
kelompok ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan
Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penjaminan mutu Pendidikan Tinggi merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu
Pendidikan Tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Penjaminan mutu pada pendidikan
tinggi dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan
Standar Pendidikan Tinggi (SPT).
1. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi
2. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) yang dilakukan melalui akreditasi.
SPMI yang dilaksanakan oleh ITS adalah menjamin pemenuhan Standar Nasional Dikti
secara sistemik dan berkelanjutan sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu di setiap
Program Studi di ITS. Menurut UU. Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 54, dan dijelaskan kembali
pada SN Dikti, Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015, standar Nasional Pendidikan Tinggi
meliputi satuan standar2: 1. Standar Nasional Pendidikan, 2. Standar Nasional Penelitian, 3.
Standar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat.
B. Rumusan masalah
1. S PESIFIC
2. M EASUREABLE
3. A CHIEVEABLE
4. R ATIONAL
5. T IMEFRAME
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana cara mengukur
indicator di atas besarnya contohnya dan penjelasannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Spesific
Spesific adalah sasaran kinerja harus bersifat spesifik. Artinya harus secara rinci dan detil
menggambarkan apa yang ingin kita raih. Sebagai misal, ketika hendak meningkatkan
penjualan, kita mencantumkan secara spesifik jenis produk apa saja yang akan ditingkatkan
penjualannya, pada wilayah apa saja, dan dalam satuan apa kenaikan terjadi (dalam volume
atau persentase). Demikian juga, jika kita hendak merumuskan sasaran untuk menyelesaikan
sebuah projek/kegiatan maka kita perlu menyebutkan jenis projeknya secara detil dan
cakupan tugas yang akan dikerjakan.
Misal bagi seorang direktur Rumah Sakit, penting untuk menetapkan sebuah indikator
yang jelas. “Mencetak tim yang menguasai dunia akhirat” tentu bukan sebuah indikator yang
spesifik. Yang spesifik misalnya adalah “mencetak tim kesehatan yang bisa diandalkan“.
2. Measureable
Measurable adalah sasaran kinerja yang kita susun dapat diukur. Ukuran yang dicantumkan
bisa berupa volume, rupiah, persentase, atau angka nominal. Misalnya menurunkan angka
kecelakaan kerja menjadi nol (angka). Atau meningkatkan pendapatan sebesar 10%
(persentase).
Konsep measurable ini juga sejalan dengan metode penentuan key performance
indicators (KPI). Artinya setiap jenis tugas seharusnya memiliki indikator kinerja yang
terukur (atau paramater yang terukur). Beberapa contoh performance indicators yang lazim
digunakan antara lain : % jumlah tugas yang dapat diselesaikan sesuai deadline; jumlah
kesalahan dalam pelaksanaan tugas; jumlah kecelakaan kerja; jumlah produksi; jumlah
pendapatan perusahaan; skor kompetensi pegawai, dll.
Contoh measurable, alias dapat diukur. “Tim Kesehatan yang bisa diandalkan” tentunya
akan sulit diukur mengingat “bisa diandalkan” belum terlalu menjelaskan cara mengukurnya.
Agar indikator ini tergolong bisa diukur, ada dua cara yang bisa diambil. Yang pertama
adalah mencari indikator lain seperti “mencetak tim yang bisa diharapkan”. Yang kedua
adalah menetapkan ukuran ukuran untuk “bisa diandalkan” seperti “bisa diandalkan adalah
bisa bertahan dan mnegetahui banyak hal tentang kesehatan dan bidang yang diperlukan ”.
3. Achieveable
Achieveable artinya target yang ditetapkan masih bisa dicapai dengan dukungan sumber
daya yang tersedia. Aspek yang ketiga ini amat berkaitan dengan proses penetapan target.
Selain melihat kesiapan sumber daya yang dimiliki, penetapan target ini lazimnya dilakukan
dengan melihat pada tiga jenis data.
Data yang pertama adalah data kinerja tiga tahun terakhir (atau disebut juga sebagai
historical performance). Data yang kedua adalah membandingkan dengan kinerja
perusahan/industri yang sama di negara lain (atau disebut juga bechmark data). Data yang
ketiga biasanya merujuk pada kondisi ekonomi makro dan prospek pertumbuhan bisnis yang
terjadi di tanah air. Data-data ini akan memberikan pengaruh signifikan bagi proses
penetapan target kinerja perusahaan dan juga pada gilirannya target kinerja pegawai.
Pada sisi lain, penetapan target yang achieveable juga mesti memperhatikan prinsip
“stretching goals” (atau menggantungkan target setinggi dan sejauh mungkin). Berbagai
pengalaman di beragam perusahaan dunia menunjukkan, penetapan target yang sangat
menantang (very challenging goals) memberikan dapak positif bagi peningkatan kinerja
pegawai secara dramatis.
ACHIEVEABLE contohnya bisa dicapai. Apakah “mencetak tim Kesehatan yang bisa
diandalkan” ini adalah sesuatu yang masuk akal untuk dicapai? Apakah manusia bisa
diandalkan tanpa pengetahuan? Bagaimana caranya? Kalau sekedar jawaban umum untuk
pertanyaan itu tidak bisa dijawab, maka sebaiknya lupakan indikator itu. Karena tidak bisa
dicapai, maka indikator “mencetak tim yang bisa diandalkan” diganti dengan “Mencetak tim
yang bisa bekerja sama dengan baik“, indikator yang sama sama specific, measurable, namun
juga attainable.
4. Rational
Rational adalah sasaran kinerja yang ditetapkan bersifat relevan dengan tugas pokok dan
tanggungjawab yang diemban oleh pegawai. Prinsip ini meminta kita untuk menyusun
sasaran- sasaran kinerja yang fokus dan relevan dengan tugas utama pekerjaan, atau tujuan
utama unit kerja dimana kita berada. Dengan demikian, sasaran yang ditetapkan juga menjadi
lebih tajam dan bersifat kritikal bagi peningkatan kinerja bisnis secara keseluruhan.
Contoh berikutnya R adalah rational. Okelah indikator “mencetak tim kesehatan yang
bisa yang bisa bekerja sama dengan baik” itu spesifik, bisa diukur, dan bisa dicapai, namun
apakah indikator itu relevan? Apakah penting bagi sebuah tim Kesehatan untuk bisa bekerja
sama dengan baik? Apakah sebanding hasilnya bagi tim dibanding usaha yang dilakukan?
Jika tidak, maka saatnya indikator “mencetak tim yang bisa diandalkan dan bekerja sama
dengan baik” tampil ke depan.
5. Timeframe
Timeframe artinya sasaran kinerja yang kita susun memiliki target waktu yang jelas.
Kapan projek atau kegiatan ini harus selesai. Apakah minggu pertama atau kedua bulan ini,
ataukah minggu terakhir bulan depan. Target waktu ini juga bisa diterapkan pada pekerjaan-
pekerjaan yang bersifat rutin. Misal kapan laporan bulanan harus selesai tiap bulannya. Atau
kapan saja proses pemeliharaan rutin harus dilakukan.
Contoh terakhir T yaitu Timeframe alias bisa dijabarkan dalam fungsi waktu atau terikat
waktu. Pertanyaan seperti “kapan kita bisa diandalkan?” “apa saja yang harus kita lakukan?
Bisakah dibuat time schedule-nya?” harus bisa dijawab. Kalau ternyata tim anda adalah tim
yang bahkan belum cukup karyawannya, mungkin sudah saatnya melihat indikator lain yang
lebih mudah.
KESIMPULAN
Penjaminan mutu adalah seluruh aktivitas dalam berbagai bagian dari sistem untuk
memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan
yang direncanakan/ dijanjikan. Dalam penjaminan mutu terkandung proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan,
sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan. SPM-Dikti meliputi Sistem Penjaminan
Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) atau yang lebih
dikenal dengan akreditasi. SPMI dipandang sebagai salah satu solusi untuk menjawab
berbagai permasalahan pendidikan tinggi di Indonesia. Selain itu SPMI dianggap mampu
untuk menjawab tantangan pendidikan tinggi.Secara awam, SMART (dibaca seperti ngomong
pandai dalam bahasa inggris) adalah akronim dari Specific, Measurable,
Attainable/Achievable, Relevant, Time Bound. Konon sekarang ada tambahan Continuously
improve sehingga menjadi SMART-C. Tapi biarlah, kita abaikan sementara C di belakang,
pembahasan mengenai SMART saja sudah cukup menarik. Perlu menggunakan akal sehat dan
logika yang baik untuk bisa menentukan apakah sebuah indikator benar-benar secara logis
bisa dicapai ataukah hanya khayalan berbumbu teori. Di sinilah letak pentingnya pengetahuan
dan pengalaman di lapangan. Jika tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman, tidak masalah
selama ada itikad baik untuk mau berusaha mengetahui dan belajar.
Data memegang peranan yang sangat penting. Di zaman secanggih ini, berbagai teori dan alat
untuk memperoleh data sudah bertebaran, memperoleh data bukan lagi hal yang sulit. Yang
membedakan orang berakal sehat dan tidak adalah dari caranya membaca data dan kemudian
menyimpulkannya. Orang yang berpikiran pendek, ketika disajikan data sensus (bukan
sampling) bahwa karyawan yang berangkat naik angkot bisa menghasilkan lebih banyak
produk dari yang naik motor, akan langsung menyimpulkan bahwa naik angkot bisa memacu
produktivitas .
Karena itu, alih-alih mengoleksi data sebanyak mungkin yang membutuhkan effort luar biasa,
penting sekali bagi manusia menggunakan akal sehatnya untuk memilih mana data yang
benar-benar penting serta relevan dan mana data yang meskipun berguna, tapi tidak
sebanding dengan usaha mengumpulkannya.
DAFTAR PUSTAKA
12. Marsuli. (2004). Mutu pelayanan pasien peserta askes dan umum di instalasi rawat
jalan rumah sakit umum daerah dr. M.yunus propinsi bengkulu. Tugas Akhir. Tidak
diterbitkan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
13. Miftah Toha. (2003). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :
Grafindo Persada.
15. Azwar, A 2010, Pengantar administrasi kesehatan, edk 3, Binarupa Aksara, Tangerang.
16. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755 Tahun 2011, Penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit.
19. Dedi, Uus, Fitriyani 2013, ‘Analisis Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Islam
Karawang’,Jurnal Manajemen, vol. 10, no. 3, April
20. Jeffrey AA, Bryan JW, Stephen MS, Laurence CB, 2007, ‘Does quality improvement
implementation affect hospital quality of care?’, Hospital topics : Research and perspectives on
healthcare, vol. 85,no. 2, hh. 3-12.
21. Seetharaman H, Ramesh J,Errol W, Harley M, 2006, ‘Knowledge, Attitudes and Practise of
Healthcare Ethics and Law among Doctors and Nurses in Barbados’, BMC Medical Ethics,7:7.
23. Amruddin 2006, Analisis program kerja komite medik dan utilisasi fasilitas unit RS Haji Medan, Tesis.
24. Notoatmodjo, S., 2014, Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
25. Muchlas, M 2008, Perilaku Organisasi, edk 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
27. Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin, K., Supradi, 2007, Promosi Kesehatan: Sebuah
28. Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan, Graha Ilmu, Yogyakarta.