Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

RANCANGAN DAN EVALUASI PROGRAM OLAH RAGA UNTUK


BERBAGAI TUJUAN KESEHATAN

Oleh :

GLORIA ELOK FARESA DINI NIM : 212107258

MARIA AGUSTINA NIM : 212107256

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGAM SARJANA AHLI JENJANG

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MALANG

WIDYA CIPTA HUSADA

2022

Jl. Jend. Sudirman (Sidotopo) No. 11 Kepanjen, Malang 65163


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Rancangan dan Evalusi program olahraga
untuk berbagai tujuan kesehatan“ dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah penjaskes.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang telah
membimbing kami dalam pembuatan Makalah ini, juga kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan,
baik dalam penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan dari para pembaca.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
masyarakat.

Malang, Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6


2.1 Mothering.........................................................................................5
2.1.1 Definisi Mothering.......................................................5
2.1.2 Menjadi orang tua........................................................5
2.1.3 Pengasuhan..................................................................6
2.1.4 Tujuan pengasuhan......................................................7
2.1.5 Peran, tugas dan tanggung jawab menjadi orang tua dan seorang
ibu...............................................................................7
2.1.6 Gaya pengasuhan dan interaksi orangtua-anak..........8
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang
tua.............................................................................10
2.1.8 Attachment dan bonding..........................................10
2.1.9 Komunikasi orang tua (ibu)-anak..............................11
2.1.10 Perlakuan orang tua kepada anak..............................12
2.1.11 Adaptasi maternal seorang ibu..................................13
2.1.12 Stress yang dialami ibu dalam pengasuhan...............14
2.1.13 Baby blues ................................................................14
2.1.14 Dukungan sosial........................................................15

2.2 Teori adaptasi...............................................................................15


2.2.1 Definisi adaptasi.......................................................15

BAB 3. PENUTUP.........................................................................................20
3.1 Kesimpulan..................................................................................20
3.2 Saran............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah organisasi pada umumnya dibangun dengan tujuan untuk mencapai target

tertentu, demikian juga dengan organisasi yang bergerak dibidang kesehatan. Dan untuk

mencapai target yang telah ditentukan tersebut maka manajemen organisasi akan melakukan

berbagai langkah perencanaan (planning) sesuai dengan analisa situasi yang sudah

dilaksanakan sebelumnya.

Ketika perencanaan itu sudah dilaksanakan maka akan dihasilkan capaian-capain

tertentu dari masing-masing program dan unit organisasi. Maka kegiatan selanjutnya dari

organisasi tersebut adalah mengukur sejauh mana capaian dari masing-masing program

dibandingkan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan diawal kegiatan organisasi. Dari

keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja inilah maka evaluasi dilaksanakan, baik

terhadap program itu sendiri maupun terhadap langkah-langkah dalam pelaksanaan program.

Evaluasi  program, merupakan suatu istilah dalam manajemen yang cukup populer

pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah suatu hal yang baru. Secara historis

evaluasi program berkembang dan muncul dalam administrasi secara independen.

Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses

manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena

adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan

pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan  evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau

pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh
mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai atau

belum.

Banyak batasan tentang evaluasi, namun secara umum dapat dikatakan bahwa

evaluasi adalah suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah

ditetapkan tercapai. Dimana dalam kegiatan evaluasi sebuah organisasi akan membandingkan

antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian perencanaan dan evaluasi ?
2. Apa pengertian rancangan dan program kesehatan ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perencanaan Kesehatan


Perencanaan atau planning adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut
apa yang akan dilakukan di masa mendatang, kapan, bagaimana dan siapa yang akan
melakukannya. Rancangan memiliki persamaan kata dengan rencana, program atau
design
Perencanaan merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen
diatur dan diarahkan oleh perencanaan tersebut. Dengan perencanaan itu memungkinkan
para pengambil keputusan atau manajer untuk menggunakan sumber daya mereka secara
berhasil guna dan berdaya guna. [1]
Perencanaan merupakan suatu fungsi penganalisaan tujuan yang telah di tetapkan
terlebih dahulu menjadi urutan tindakan yang sistematis. Perencanaan merupakan suatu
organisasi adalah suatu proses yang berkesinambungan, tidak akan pernah berhenti, karena
organisasi akan terus menghasilkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh unit-unit
pelaksanaan. [2]
Dari batasan-batasan yang telah ada dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perencanaan
adalah suatu kegiatan atau proses penganalisaan dan pemahaman sistem, penyusunan
konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan demi masa
depan yang baik. Dari batasan ini dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan antara lain [1] :
a. Perencanaan harus didasarkan kepada analisis dan pemahaman sistem dengan baik.
b. Perencanaan pada hakekatnya menyusun konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan dan misi organisasi.
c. Perencanaan secara implisit mengemban misi organisasi untuk mencapai hari depan
yang lebih baik.

Secara sederhana dan awam dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses
yang menghasilkan suatu uraian yang terinci dan lengkap tentang suatu program atau
kegiatan yang akan dilaksanakan. Oleh sebab itu, hasil proses perencanaan adalah
"rencana" (plan). [1]
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah
kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang
tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah
praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[2]
Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan
berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau angan-angan saja. Fakta-fakta
diungkap dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Perencanaan
juga merupakan proses pemilihan alternative tindakan yang terbaik untuk mencapai
tujuan. Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu di masa
akan datang, yaitu suatu tindakan yang diproyeksikan di masa yang akan datang. Salah
satu tugas manajer yang terpenting di bidang perencanaan adalah menetapkan tujuan
jangka panjang dan pendek organisasi berdasarkan analisis situasi di luar (eksternal) dan
di dalam (internal) organisasi. [2]

B. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen. Fungsi ini akan
menentukan fungsi – fungsi manajemen selanjutnya. Perencanaan merupakan landasan
dasar dari fungsi manajemen. Tanpa perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen
lainnya dapat dilaksanakan dengan baik. Perencanaan manajerial terdiri dari perumusan
strategi dan penerapan strategi. Dalam perumusan strategi, manajer kesehatan harus
memiliki kemampuan ketrampilan konseptual, dan pada penerapan strategi, manajer
kesehatan harus memiliki ketrampilan teknis.
Fungsi perencanaan dapat dilihat dari 4 aspek utama:
1. Kontribusi pada tujuan
2. Keutamaan perencanaan
3. Penembusan rencana
4. Efisiensi perencanaan
Sebagai berikut:
1. Kontribusi Pada Tujuan
Tujuan semua perencanaan adalah memfasilitasi perusahaan dalam mencapai semua
tujuannya. Merupakan prinsip utama dalam mencapai tujuan bersama perusahaan.
2. Keutamaan Perencanaan
Perencanaan adalah perintah yang berfungsi untuk melakukan eksekusi berjalannya
fungsi manajemen.
Walaupun perencanaan juga bersifat aksi, tapi juga bisa menunjang tujuan bersama
perusahaan. Selain itu perencanaan harus dibuat sebelum fungsi manajemen yang lain.
Tentu saja semua fungsi harus juga direncanakan agar berjalan secara efektif.

Perencanaan dan pengawasan tidak bisa dipisahkan. Kegiatan yang tidak direncanakan
tidak dapat direncanakan, kontrol mengikuti jalur – jalur yang ada pada perncanaan.

3. Penembusan Rencana
Perencanaan merupakan fungsi dari manajer, meskipun karakter dan pelaksanaannya
dari perencanaan bermacam – macam tergantung dengan otoritas dan kebijakan alami
serta dibatasi oleh kekuatan. Hal tersebut secara virtual tidak mungkin untuk membatasi
dari lingkupan pilihan perencanaan.
Pengenalan terhadap penembusan perencaaan melangkah jauh dalam mengklarifikasi
pada bagian dari sejumlah siswa yang mempelajari ilmu manajemen menuju
pembedaan antara pembuatan kebijakan (penyiapan penuntun untuk berfikir dalam
membuat keputusan) dan pekerja administrasi, atau antara manajer dan pekerja
administrasi atau pengawas. dikarenakan delegasi autoritas atau posisinya dalam
organisasi, mungkin membutuhkan lebih banyak perencanaan atau perencanaan yang
lebih penting dibandingkan yang lain, atau perencanaannya mungkin lebih mendasar
dan lebih aplikatif pada porsi yang luas terhadap perusahaan / swasta dibanding
terhadap yang lain. Bagaimanapun juga, semua rencana manajer - dari presiden hingga
pengawas -. dibatasi oleh prosedur – prosedur garis pandu yang jelas dan tegas.

4. Effisiensi dari Rencana


Efisiensi terhadap rencana diukur menurut kontribusi sejumlah rencana terhadap
beberapa tujuan dan obyektivitas sebagai hasil dari pengeluaran biaya dan kosekuensi
lain yang diperlukan untuk merumuskan dan menjalankannya. Konsep efisiensi ini
mempunyai implikasi terhadap rasio normal daripada pemasukan dan pengeluaran.

Banyak manajer memiliki berbagai recana yang mungkin tidak efisien jika biaya
yang dikeluarkan lebih besar dari pada hasil yang dicapai. Rencana mungkin juga tidak
efisien dalam mencapai obyek bila membahayakan kepentingan/kepuasan kelompok.
C. Manfaat Perencanaan
Manfaat perencanaan bagi organisasi kesehatan adalah manajer dan staf organisasi
kesehatan tersebut dapat mengetahui :
1. Tujuan yang ingin di capai organisasi dan cara mencapainya
2. Jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan.
3. Sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan.
4. Bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan.
5. Aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan dapat dilaksanakan secara teratur.
6. Menghilangkan aktivitas yang tidak produktif.
7. Mengukur hasil kegiatan.
8. Sebagai dasar pelaksanaan fungsi manajemen lainnya.
D. Istilah Yang Identik Dengan Perencanaan
1. Peramalan
Peramalan (Forcasting) adalah suatu upaya mendga apa yang akan terjadi pada masa
depan, yang juga merupakan ciri perencanaan. Tetapi peramalan bukan perencanaan,
karena pada peramalan tidak ditemukan adanya unsur-unsur yang bersifat pasti dan
karena itu dapat diperhitungkan.
2. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah (problem solving) adalah suatu upaya menghilangkan hambatan
atau masalah, yang juga merupakan ciri perencanaan. Tetapi penyelesaian masalah
bukan perencanaan, karena pada penyelesaian masalah tidak terkandung uraian yang
lengkap tentang bagaimana melaksanakan berbagai kegiatan.
3. Penyusunan program (programming)
Penyusunan program adalah satu upaya menysusn rangkaian kegiatan yang akan
dilaksanakan, yang juga merupakan ciri perencanaan.
4. Penyusunan Rancangan
Penyususnan rancangan (designing) adalah suatu upaya menghasilkan pedoman
(bagan) kerja, yang juga merupakan ciri perencanaan. Tetapi penyusunan rancangan
bukan perencanaan, karena hasil akhir perencanaan tidak terbatas hanya pada
penyusunan pedoman (bagan) kerja saja.
E. Aspek Perencanaan
Ada 3 aspek pokok yang di perhatikan dalam perencanaan :
1. Hasil dari pekerjaan perencanaan.
Hasil perencanaan disebut plan, berbeda antara satu perencanaan kegiatan dengan
perencana kegiatan yang lain Ex : rencana kesehatan atau rencana pendidikan.
2. Perangkat pelaksanaan
Perangkat pelaksanaan (Mechanic of planning) adalah suatu organisasi yang
ditugaskan/yang bertanggung jawabmenyelenggarakan pekerjaan pelaksanaan.
3. Proses perencanaan
Proses perencanaan (process of planning) adalah langkah-langkah yang harus
dilaksanakan pada pekerjaan perencanaan
Ciri-Ciri Perencanaan
1. Bagian dari sistem administrasi
2. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.
3. Berorentasi pada masa depan.
4. Mampu menyelesaikan masalh.
5. Mempunyai tujuan
6. Bersifat mampu kelola.
Unsur – Unsur Perencanaan
Menurut Manullang (2009:41), rencana yang baik pada umumnya memuat enam
unsur yaitu what, why, where, when, who, how. Selanjutnya menurut Hasibuan (2008 :
112), pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab secara ilmiah, artinya atas hasil analisis
data, informasi, dan fakta, supaya rencana yang dibuat itu relatif baik, pelaksanaannya
mudah dan tujuan yang diinginkan akan tercapai.
Jenis-Jenis Perencanaan Kesehatan
Perencanaan atau rencana itu sendiri banyak macamnya, antara lain :
1. Dilihat dari jangka waktu berlakunya rencana :
a. Rencana jangka panjang (long term planning), yang berlaku antara 10-25 tahun.
b. Rencana jangka menengah (medium range planning), yang berlaku antara 5-7
tahun.
c. Rencana jangka pendek (short range planning), umumnya hanya berlaku untuk 1
tahun.
2. Dilihat dari tingkatannya :
a. Rencana induk (masterplan), lebih menitikberatkan uraian kebijakan organisasi.
Rencana ini mempunyai tujuan jangka panjang dan mempunyai ruang lingkup
yang luas.
b. Rencana operasional (operational planning), lebih menitikberatkan pada pedoman
atau petunjuk dalam melaksanakan suatu program.
c. Rencana harian (day to day planning) ialah rencana harian yang bersifat rutin.
3. Ditinjau dari ruang lingkupnya :
a. Rencana strategis (strategic planning), berisikan uraian tentang kebijakan tujuan
jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang lama. Model rencana ini sulit untuk
diubah.
b. Rencana taktis (tactical planning) ialah rencana yang berisi uraian yang bersifat
jangka pendek, mudah menyesuaikan kegiatan-kegiatannya, asalkan tujuan tidak
berubah.
c. Rencana menyeluruh (comprehensive planning) ialah rencana yang mengandung
uraian secara menyeluruh dan lengkap.
d. Rencana terintegrasi (integrated planning) ialah rencana yang mengandung uraian
yang menyeluruh bersifat terpadu, misalnya dengan program lain diluar
kesehatan.

Meskipun ada berbagai jenis perencanaan berdasarkan aspek-aspek tersebut diatas


namun prakteknya sulit untuk dipisah-pisahkan seperti pembagian tersebut. Misalnya
berdasarkan tingkatannya suatu rencana termasuk rencana induk tetapi juga merupakan
rencana strategis berdasarkan ruang lingkupnya dan rencana jangka panjang
berdasarkan jangka waktunya.
F. Proses Perencanaan
Perencanaan dalam suatu organisasi adalah suatu proses, dimulai dari identifikasi
masalah, penentuan prioritas masalah, perencanaan pemecahan masalah, implementasi
(pelaksanaan pemecahan masalah) dan evaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut akan muncul
masalah-masalah baru kemudian dari masalah-masalah tersebut dipilih prioritas masalah
dan selanjutnya kembali ke siklus semula.

Di bidang kesehatan khususnya, proses perencanaan ini pada umumnya menggunakan


pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Secara terinci, langkah-langkah
perencanaan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah
Perencanaan pada hakekatnya adalah suatu bentuk rancangan pemecahan masalah.
Oleh sebab itu, langkah awal dalam perencanaan kesehatan adalah mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatan masyarakat di lingkungan unit organisasi yang
bersangkutan. Sumber masalah kesehatan masyarakat dapat diperoleh dari berbagai
cara antara lain :
a. Laporan-laporan kegiatan dari program-program kesehatan yang ada.
b. Survailance epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit.
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh masukan perencanaan
kesehatan.
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi, dan sebagainya
2. Menetapkan Prioritas Masalah
Kegiatan identifikasi masalah menghasilkan segudang masalah kesehatan yang
menunggu untuk ditangani. Oleh karena keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga
dan teknologi maka tidak semua masalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus
(direncanakan pemecahannya). Untuk itu harus dipilih masalah mana yang "feasible"
untuk dipecahkan. Proses memilih masalah ini disebut memilih atau menetapkan
prioritas masalah. Pemilihan prioritas dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni :
2.1 Teknik Skoring
Yakni memberikan nilai (scor) terhadap masalah tersebut dengan menggunakan ukuran
(parameter) antara lain :
a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.
b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut (severity).
c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase).
d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of unmeet
need).
e. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social benefit).
f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasiblity).
g. Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
(resources availability), termasuk tenaga kesehatan.
Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi kita, bila
masalahnya besar diberi 5 paling tinggi dan bila sangat kecil diberi nilai 1. Kemudian
nilai-nilai tersebut dijumlahkan. Masalah yang memperoleh nilai tertinggi (terbesar)
adalah yang diprioritaskan, masalah yang memperoleh nilai terbesar kedua memperoleh
prioritas kedua dan selanjutnya.
2.2 Teknik Non Skoring
Dengan menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui diskusi kelompok, oleh sebab
itu juga disebut "nominal group tecnique (NGT)". Ada 2 NGT yakni :
a. Delphi Technique
Yaitu masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang mempunyai
keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan menghasilkan prioritas masalah
yang disepakati bersama.
b. Delbeq Technique
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah juga melalui diskusi
kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para peserta yang tidak sama
keahliannya maka sebelumnya dijelaskan dulu sehingga mereka mempunyai
persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang akan dibahas. Hasil diskusi ini
adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.

3. Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan perencanaan pada dasarnya adalah membuat ketetapan-ketetapan
tertentu yang ingin dicapai oleh perencanaan tersebut. Penetapan tujuan yang baik
apabila dirumuskan secara konkret dan dapat diukur. Pada umumnya dibagi dalam
tujuan umum dan tujuan khusus.
3.1 Tujuan Umum
Adalah suatu tujuan masih bersifat umum dan masih dapat dijabarkan ke dalam
tujuan-tujuan khusus dan pada umumnya masih abstrak.
Contoh : Meningkatnya status gizi anak balita di kecamatan Cibadak.
3.2 Tujuan Khusus
Adalah tujuan-tujuan yang dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan khusus merupakan
jembatan untuk tujuan umum, artinya tujuan umum yang ditetapkan akan tercapai
apabila tujuan-tujuan khususnya tercapai.Contoh :Apabila tujuan umum seperti
contoh tersebut di atas dijabarkan ke dalam tujuan khusus menjadi sebagai berikut :
a. Meningkatnya perilaku ibu dalam memberikkan makanan bergizi kepada anak
balita.
b. Meningkatnya jumlah anak balita yang dittimbang di Posyandu.
c. Meningkatnya jumlah anak yang berat badannya naik, dan sebagainya.\

4. Menetapkan Rencana Kegiatan


Rencana kegiatan adalah uraian tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya kegiatan mencakup 3
tahap pokok, yakni :
a. Kegiatan pada tahap persiapan, yakni keggiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum
kegiatan pokok dilaksanakan, misalnya rapat-rapat koordinasi, perizinan dan
sebagainya.
b. Kegiatan pada tahap pelaksanaan yakni keegiatan pokok program yang
bersangkutan.
c. Kegiatan pada tahap penilaian, yakni keggiatan untuk mengevaluasi seluruh
kegiatan dalam rangka pencapaian program tersebut.

5. Menetapkan Sasaran (Target Group)


Sasaran (target group) adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan digarap oleh
program yang direncanakan tersebut. Sasaran program kesehatan biasanya dibagi dua,
yakni :
a. Sasaran langsung, yaitu kelompok yang langsung dikenai oleh program tersebut.
Misalnya kalau tujuan umumnya : Meningkatkan status gizi anak balita seperti
tersebut di atas maka sasaran langsungnya adalah anak balita.
b. Sasaran tidak langsung adalah kelompok yang menjadi sasaran antara program
tersebut namun berpengaruh sekali terhadap sasaran langsung. Misalnya : seperti
contoh tersebut di atas, anak balita sebagai sasaran langsung sedangkan ibu anak
balita sebagai sasaran tidak langsung. Ibu anak balita, khususnya perilaku ibu dalam
memberikan makanan bergizi kepada anak sangat menentukan status gizi anak balita
tersebut.
6. Waktu / jadwal pelaksanaan
Waktu yang ditetapkan dalam perencanaan adalah sangat tergantung dengan jenis
perencanaan yang dibuat serta kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam rangka
mencapai tujuan. Oleh sebab itu, waktu dan kegiatan sebenarnya dapat dijadikan satu
dan disajikan dalam bentuk matriks, yang disebut gant chart.
7. Organisasi dan Staf
Dalam bagian ini digambarkan atau diuraikan organisasi sekaligus staf atau personel
yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan atau program tersebut. Disamping itu juga
diuraikan tugas (job description) masing-masing staf pelaksana tersebut. Hal ini penting
karena masing-masing orang yang terlibat dalam program tersebut mengetahui dan
melaksanakan kewajiban.
8. Rencana Anggaran
Adalah uraian tentang biaya-biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai
dari persiapan sampai dengan evaluasi. Biasanya rincian rencana biaya ini
dikelompokkan menjadi :
a. Biaya personalia
b. Biaya operasional
c. Biaya sarana dan fasilitas
d. Biaya penilaian
9. Rencana Evaluasi
Rencana evaluasi sering dilupakan oleh para perencana padahal hal ini sangat penting.
Rencana evaluasi adalah suatu uraian tentang kegiatan yang akan dilakukan untuk
menilai sejauh mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tersebut telah tercapai.

2.1   Definisi Evaluasi

Ada beberapa definisi atau pengertian evaluasi  yang dikemukakan oleh beberapa

ahli, antara lain sebagai berikut :

1.    Provus : Evaluation.....comparing perfomance againts standarts to determine whether to

improve, maintain or terminata programe.

2.    Morris Schaefer    :  Evaluation that part of the decision making process, in which

information about actions and their result are systematically assessed againts norms and

their kriteria, in order to select among alternatifs for the future.

3.    WHO (1981)  :  Evaluation is as systematic way of learning from experience and using the

lesson learnedto improve current activities and promote better planning by careful selection

of alternatifs for future action. This involve a critical analysis of different aspects of

development and implementation of a programme, its relevance, its  formulation, its

efficiency and effectiveness, its cots and its acceptance by all parties involved.
Menurut definisi dan pandangan yang telah dikemukakan terdapat beberapa pokok

pikiran yang dapat disimpulkan, antara lain sebagai berikut :

1. Evaluasi merupakan prosedur atau cara membandingkan informasi tentang kegiatan


pelaksanaan program atau hasil kerja dengan suatu kriteria atau tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk memperbaiki, mempertahankan ataupun
mengakhiri program.
3. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, evaluasi merupakan sumber
informasi yang digunakan untk memperbaiki kegiatan program yang sedang
dilaksanakan atau untuk perencanaan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
4. Evaluasi bidang kesehatan (WHO) termasuk kegiatan analisis berbagai macam aspek
perkembangan dan pelaksanaan program dengan mempelajari relevansi, adekuasi,
progres, efektivitas, efisiensi dan dampak dari program.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah prosedur penilaian

pelaksanaan kerja dan hasil kerja secara menyeluruh dengan cara sistematik dengan

membandingkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan guna pengambilan keputusan.

2.2  Macam Evaluasi

Evaluasi sering dibedakan sebagai suatu pemisah atau sebagai bagian kegiatan

integral dari proses perencanaan. Secara umum, evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu

evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

2.2.1 Evaluasi formatif

Adalah evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan

memperbaiki program yang sedang berjalan didasarkan atas kegiatan sehari-hari, minggu,

bulan, tahun, atau dalam waktu yang pendek. Manfaat  dari evaluasi ini adalah memberikan

umpan balik kepada manajer program tentang kemajuan hasil yang dicapai beserta hambatan

yang dihadapi.

2.2.2 Evaluasi Summatif

Adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan program yang telah

selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir program untuk menilai keberhasilan
yang telah dicapai. Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban atas kesesuaian yang dicapai

dengan tujuan program beserta alasannya.

2.3   Tujuan Evaluasi Program

Tujuan diadakan evaluasi suatu program biasanya bervariasi, tergantung pada

pihak yang memerlukan informasi  hasil tersebut. Pimpinan tingkat atas memerlukan

informasi hasil evaluasi berbeda dengan pimpinan tingkat menengah atau pimpinan tingkat

pelaksana. Walaupun demikian pada dasarnya evaluasi dilakukan dengan tujuan sebagai

berikut :

1. Untuk menetapkan penilaian terhadap program yang sedang berjalan dan


kecenderungannya, apakah pencapaian target seperti yang telah ditetapkan dalam
rencana program telah berjalan secara efektif dan efisien.
2. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program da perencanaan
program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan pengalaman mengenai
hambatan atau pelaksanaan program yang lalu selanjutnya dapat dipergunakan untuk
memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program yang akan datang.
3. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya, dan manajemen
(resources) saat ini serta di masa-masa mendatang. Tanpa adanya evaluasi akan
terjadi pemborosan pengunaan sumber dana dan daya yang sebenarnya dapat
diadakan penghematan serta penggunaan untuk program-program yang lain.
4. Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program. Sehubungan
dengan hal ini perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain; mengecek
relevansi dari program dalam hal perubahan-perubahan kecil yang terus-menerus,
mengukur kemajuan terhadap target yang direncanakan, menentukan sebab dan faktor
di dalam maupun di luar yang mempengaruhi pelaksanaan program.
5. Untuk meningkatkan efektivitas administrasi manajemen  program atau untuk
memberikan kepuasan sehubungan dengan akuntabilitas yang diharapkan oleh atasan,
penyandang dana program atau sponsor. Apabila evaluasi ini dikerjakan pada proyek
atau program yang sedang berjalan akan membantu memotivasi dalam pelaksanaan
program utamanya untuk meningkatkan kinerja (perfomance).
6. Untuk menilai manfaat program bagi masyarakat sasaran program. Masyarakat
sasaran perlu mengetahui dengan kesadaran penuh mengenai hasil evaluasi program
yang menyangkut dirinya. Misal  : masyarakat sasaran tentu ingin tahu bagaimana
hasil program penyuluhan kesehatan ibu dan anak , dapat menurunkan angka
kesakitan atau kematian bayi, atau pada program yang lain : pemberian garam yodium
dapat menurunkan penderita gondok endemik di daerahnya. Sayangnya, hasil evaluasi
seperti ini jarang disampaikan oleh penanggung jawab program kepada masyarakat
sasaran dengan berbagai  evaluasinya.
Evaluasi harus digunakan secara konstruktif seperti terkandung dalam maksud dan

tujuan , bukan untuk membenarkan tindakan yang telah lalu atau mencari-cari kekurangan

dan tidak dimaksudkan untuk mengadili seseorang.

2.4         Sasaran Evaluasi Program

Evaluasi program merupakan kebutuhan banyak pihak, menjadi penting dan

kompleks. Seperti telah disampaikan definisi adalah suatu evaluasi dalam pekerjaan adalah 

evaluasi suatu proses penilaian suatu kinerja dari suatu proses kegiatan; dalam arti sempit

biasanya evaluasi program dibatasi atau berfokus pada evaluasi hasil (out put) yang

berhubungan dengan pencapaian sasaran program. Sedang evaluasi out come atau impact

dibatasi terhadap “apa dampak yang secara nyata diterima akibat program yang diberikan

(ditunjukan) dan manfaatnya (benefit) bagi masyarakat yang menerima pelayanan” . di dalam

pengertian tersebut mencakup evaluasi terhadap : input-proses-out put-out come- dan impact. 

Evaluasi program adalah suatu bentuk khusus dari evaluasi. Sesuai namanya evaluasi ini

dilakukan terhadap program. Sebagaimana diketahui program adalah suatu rencana yang

telah nyata kongrit ; suatu rencana yang telah mencantumkan tujuan, sasaran atau targetnya,

penyediaan anggaran, SDM, sarana prasarana lainnya dan waktu yang dijadwalkan. Masing-

masing elemen program tersebut telah ditetapkan atau telah dibuat standar sebelumnya yang

daapt diukur dalam perkembangan pelaksanaannya. Seiring dengan penjelasan tersebut,

evaluasi program mencakup :

 Evaluasi terhadap tujuan program yang telah ditentukan


 Evaluasi terhadap sasaran program yang dituju
 Evaluasi terhadap target (hasil) program yang ditetapkan
 Evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, sasaran
dan target.
 Evaluasi terhadap sumber daya yang digunakan
 Evaluasi terhadap waktu yang diperulukan dalam pelaksanaan

Dengan demikian evaluasi program berhubungan dengan nilai atau harga dari elemen-elemen

; tujuan, sasaran, target, sumber daya dan waktu penyelesaiansuatu proyek atau program.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Evaluasi program bukanlah suatu keputusan, namun suatu penetapan penilaian, yang
dikenadalikan oleh aturan-aturan. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan barulah dibuat
suatu keputusan, seperti sukses atau tidak sukses, gagal atau berhasil
2. Evaluasi program difokuskan pada penilaian terhadap kinerja (performance) program
bukan terhadap orangnya.
3. Evaluasi berdasarkan standar dan perbandingan yaitu perbandingan antara hasil yang
direncanakan atau dikerjakan dengan hasil yang dicapai. Untuk itu diperlukan
indikator-indikator, yang sejak awal perencanaan (atau sebelum pelaksanaan)
program telah ditetapkan.

Dengan demikian data dikatakan nahwa evaluasi merujuk pada tiga hal :

1. Suatu nilai harga


2. Apakah program dilaksanakan sebagaimana direncanakan, dan
3. Penetapan penilaian.

2.5   Ruang Lingkup Evaluasi

            Evaluasi bersangkutan secara langsung dengan sistem diluar organisasi baik supra

sistem, sub sistem maupun sistem-sistem lain yang berkaitan. Terdapat dua pandangan

tentang kedudukan evaluasi, apakah seharusnya evaluasi dilakukan oleh pihak luar atau dari

dalam organisasi sendiri. Evaluasi eksternal diperlukan agar lebih objektif, namun juga

dipertimbangkan apakah itu pantas dilakukan, timbul perasaan khawatir dirugikan, faktor

keamanan dan tentu memerlukan anggaran tambahan dan kelengkapannya. Sedang evaluasi

internal, secara nyata jelas menjadi tanggung jawab manajer dan manajerlah yang

memeberikan penugasan kepada evaluator sehingga tidak ada masalah tentang keputusan.

Mengenai apa yang dimaksud dengan objektif sendiri banyak diartian secara subjektif. Pada

umumnya dimaksud dengan objektif adalah berdasarkan data atau fakta yang tidak dapat

dibantah, yang dilandasi dengan pengetahuan ilmiah. Dengan demikian seharusnya baik

evaluasi internal maupun eksternal didasari kerangka logis ilmiah dan tidak memihak, untuk

membantu kelancaran tugas manajer dalam mencapai tujuan dan sasarannya dengan berhasil.

2.5  PROSES EVALUASI


Ada  empat dimensi  atau langkah kegiatan.
1. Dimensi kegiatan berpikir secara konseptual
Terdiri dari formulasi tujuan, sasaran, dan manfaat evaluasi. Formulasi sumber dan
informasi yang dibutuhkan. Formulasi kriteria yang akan digunakan. Formulasi model atau
kerangka kerja.
2. dimensi kegiatan operasional
meliputi kegiatan mengumpulkan informasi baik melalui kegiatan wawancara,
observasi, nominal group technique, dan lain-lain. Jenis informasi bis aprimer maupun
sekunder.
3. Dimensi Kegiatan penilaian

Meliputi formulasi derajat keberhasilan, formulasi dan identifikasi masalah, formulasi

factor-faktor penunjang dan penghambat program,  formulasi sebab ketidakberhasilan

program.

4.    Dimensi kegiatan tindak lanjut

Meliputi formulasi atau rekomendasi tindak pemecahan masalah, feedback mekanisme

kebutuhan informasi tambahan, feedback hasil evaluasi kepada institusi yang membutuhkan,

follow up atau monitoring dari pelaksanaan tindak koreksi atau pemecahan masalah.

2.5   Mekanisme Evaluasi

            Langkah yang mendasar yang esensial diperlukan untuk evaluasi program dan

hubungannya satu dengan lainnya adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Deskripsi program, tujuan dan sasaran spesifik

Langkah pertama dalam melaksanakan evaluasi program adalah untuk menghasilkan detail

deskripsi program yang dimaksud, termasuk tujuan dan sasaran program. Karena evaluasi

sellu meramalkan tentang sasaran program, sasaran tersebut harus dispesifikasi sebelum

dilanjutkan dengan banyak aktifitas-aktifitas evaluasi lainnya. Disini jelas bahwa evaluasi

tidak akan berharga apabila program tak mempunyai tujaun atau sasaran dengan krieria yang

jelas atau kabur sehingga evaluasi tidak bermanfaat ; evaluasi akan menilai apakah tujuan dan

sasaran tercapai atau tidak (berdasarkan kriteria).


Langkah 2 : Penetapan keriteria untuk evaluasi

Setelah tujuan dan sasaran ditetapkan dan program telah dideskripsikan cukup detail dan

seluruhnya, kriteria evaluasi bisa ditetapkan berdasarkan :

1)      Kriteria yang melekat pada rencana program yang telah dibuat sebelumnya, disini evaluasi

akan lebih mudah

2)      Jika sasaran untuk program berdasar kriteria dari referensi ilmiah atau professional tertentu,

kriteria evalyasu perlu disesuaikan

3)      Jika sasaran tidak tertulis dengan kriteria implisit untuk evaluasi, kriteria harus

dikembangkan. Kunci untuk mengembangkan kriteria evalusi bermanfaat untuk mendesain

sehingga ukuran data yang diperlukan dan intrepretasinya jelas.

Langkah 3 : Pemiihan Desain Evaluasi

Desain evaluasi menyesuaikan program yang bersangkutan . berbagai desain berbeda bisa

diterapkan untuk evaluasi program. Dalam mengembangkan prosedur evaluasi, desain

evaluasi harus diseleksi dan dipilih, termasuk semua tugas dan isu yang berkaitan dengan

evaluasi. Seleksi desain evaluasi dimaksudkan untuk meramal banyak tugas yang

berhubungan dengan prosedur yang digunakan. Selain itu, banyak pertanyaan dan isu yang

muncul dengan prospek evaluasi akan dijawab melalui desain yang diseleksi.

Langkah 4 : Pengumpulan data untuk penilaian

Langkah keempat dalam evaluasi program adalah mengumpulkan data untuk menilai

perkembangan program berkaitan dengan kriteria evaluasi dan desain evaluasi yang telah

ditetapkan. Kunci keberhasilan dalam menyelesaikan fase evaluasi ini adalah adaya

kumpulan data yang jujur, sistematis, dan sesuai evaluasi keperluan. Penyimpangan dalam

cara pengumpulan data, atau cara penetapan kriteria untuk evaluasi, bisa merusak seluruh

usaha evaluasi, jadi konsistensi adalah penting.


Langkah 5 : Analisis data

Analisis terhadap data yang dikumpulkan dibandingkan dengan kriteria evaluasi. Dapat

dilakukan analisis deskriptif atau analisis inferensial sesuai maksud dan tujuan serta desain

evaluasinya. Analiss harus menunjukan dimana program yang memenuhi kriteria untuk

keberhasilan, dan harus juga mengidentifikasikan komponen yang butuh peningkatan.

Langkah 6 : Laporan hasil evaluasi

Laporan evaluasi program harus dibuat untuk menjelaskan bagaimana program dievaluasi,

apakah pertanyaan yang ditunjukan, dan apakah pertanyaan yang ditujukan, dan apakah hasil

akhir, apa SWOT nya. Ketika menulis laporan, apa yang sekirannya dipikirkan dan

diharapkan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran program oleh pembaca laporan harus

dipertimbangkan. Penggunaan jargon teknis mungkin sulit bagu beberapa pembaca, namun

laporan yang tidak cerdas akan menimbulkan pertanyaan bagi pembaca yang lain. Sebagai

contoh, laporqan yang menekankan pada satu aspek suatu program seperti performa personel

adalah mungkin bisa jadi penting untuk beberapa pembaca, namun sementara pembaca

lainnya masih mencari isi laporan tentang hasil akhir adanya perubahan perilaku (outcome).

Hal ini umumnya penting untuk membahas efek program  yang mempunyai target populasi

dan rencana kelanjutannya, berkaitan dengan pencapaian tujuan dan sasaran program.

Laporan hasil evaluasi dapat berupa laporan menyeluruh, laporan ekesekutif, atau laporan

ringkasan.
Perencanaan evaluasi : langkah dan produk

Langkah perencanaan evaluasi Produk

1.Deskripsi tujuan dan sasaran program 1. Target untuk evaluasi


2.Menetapkan keriteria evaluasi 2. Standar untuk perbandingan
3.Membuat desain evaluasi yang sesuai 3. Pendekatan yang digunakan untuk
4.Merencanakan untuk pengumpulan 4. evaluasi
data 5. Prosedur dan teknik pengumpulan
5.Analisis data data
6.Membuat laporan hasil evaluasi 6. Statsistik deskriptif, inferensial atau
angka-angka epidemiologis
7. Laporan hasil evaluasi : laporan
komprehensif, monograf, laporan
ringkasan, laporan eksekutif

Apabila akan mengevaluasi kinerja manusia maka yang perlu diperhatikan adalah:

1.      Meyakinkan responden akan pentingnya evaluasi kinerja.

2.      Mentukan sasaran populasi dengan tepat, yang saling berkaitandan berkepentingan dan

yang diperlukan.

3.      Hindari pertanyaan langsung atau pribadi.

4.      Tidak perlu memakai pertanyaan isian atau pertanyaan bersifat opini.

2.6   Pengukuran Dan Analisis

Beberapa yang diperlukan dalam evaluasi program antara lain :

1.      Kriteria dan indikator keberhasian dan cara mengukurnya.

Sebagian program sosial masyarakat keberhasilannya diukur secara kualitatif (kesehatan,

kesejahteraan, pendidikan, pekerjaan, atau tenaga kerja, lingkungan hidup, pemukiman).

Tanpa kecuali, penilaian secara kualitatif tersebut dapat dikuantitatifkan dalam angka-angka

atau data dasar yang dapat dipertanggungjawabkan dengan benar termasuk efektivitas dan

efisiensi program.

2.      Cost benefit analysis

Cost benefit analysis saat ini merupakan alat evaluasi yang dapat diperhatikan, dimana

seorang manajer harus memperhitungkan cost dan benefitnya dalam program-programnya.


Demikian pula dalam menentukan atau memilih program alternatif atau program baru. CBA

sering digunakan untuk membandingkan efisiensi dari program alternatifdengan tujuan

berbeda. Informasi yang diperlukan adalah informasi tentang manfaat (benefit) dan biaya

(cost) dari pelayanan. Benefit adalah nilai keuntungan yang diperoleh baik

individu,pemerintah (pembeli jasa), maupun masyarakat dari suatu kegiatan atau program

pelayanan kesehatan. Cost adalah biaya untuk satu jenis program atau kegiatan pelayanan,

ditambah biaya pelayanan efek samping dan komplikasi.

3.      Model organisasi dan kepemimpinan

Seorang evaluator sebelum melakukan kegiatannya diharapkan memahami berbagai model

struktur organisasi dan kepemimpinan dalam organisasi yang hendak dilakukan evaluasi.

Pengetahuan evaluator tentang organisasi dapat berdasarkan :

 Pengalaman, pengalaman empiris mungkin sangat diperlukan, atau mungkin tidak


diperlukan.
 Studi tentang teori organisasi, suatu organisasi berdasarkan model atau pendekatan
structural dalam pendekatan hubungan antar manusia (human relationship model).
 General system theory, suatu organisasi memiliki sistem sendiri, berhubungan dengan
sistem lain diluar dirinya, menyusun supra sistem dan ordinat yang mempunyai tata
kerja dan tata hubungan masing-masing dalam mencapai tujuannya.
 Model psikologi  dan perilaku organisasi, didalam suatu organisasi dilihat dari orang
yang berinteraksi sebagai anggota organisasi, periaku manusia di dalam organisasi
dalam kedudukan (posisinya) di dalam organisasi, bagaimana komunikasi saluran
komunikasi yang ada dan perlu dipahami.

4.      Control grups

Kntrol dalam evaluasi adalah suatu hal yang vital. Outcome dari suatu pelayanan mungkin

tidak bisa diukur, tetapi menetapkan suatu keputusan penilaian, dengan membandingkannya

dengan model alternatif yang lain, atau pelayanan lain tidak selalu bisa dilakukan.control
grups dalam pelayanan public sulit diwujudkan karena mahal, dianggap tidak etis dan ada

keterbatasan waktu.

5.      Studi epidemiologi dibidang kesehatan.

Evaluasi program kesehatan sering berkaitan dengan estimasi tentang frekueansi dan

distribusi suatu penyakit disuatu wilayah dalam suatu waktu. Estimasi kebutuhan pelayanan

kesehatan yang diperlukan berdasarkan data-data dan informasi tentan masalah-masalah

kesehatan yang berkaitan, seperti : berapa persen kejadian prevalensi sakit, berkaitan dengan

umur, sex, pekerjaan, penghasilan, daerah, dan suku bangsa.

2.7   Indikator Evaluasi Program Kesehatan

            Dalam WHO, indikator didefinisikan sebagai variable yang membantu untuk

mengukur perubahan. Indikator adalah variable yang dapat membantu mengukur perubahan-

perubahan. Variable adalah alat bantu evaluasi yang dapat mengukur perubahan secara

langsung atau tak langsung. Misalnya, kalau tujuan dari program adalah untul melatih

sejumlah tertentu tenaga kesehatan tiap tahun, maka suatu indikator langsung untuk

mengevaluasi boleh jadia berupa jumlah tenaga kesehatan yang betul-betul dilatih setiap

tahunnya. Contoh lain jika uang dievaluasi adalah hasil suatu program untuk memperbaiki

tingkat kesehatan golongan anak-anak, mungkin perlu untuk mengukur setiap perbaikan

dengan menggunakan beberapa indikator yang secara tak langsung dapat mengukur adanya

perubahan pada tingkat kesehatan mereka, misalnya status gizi yang digambarkan dengan

berat badan terhadap tinggi badan, angka kecukupan imunisasi, kesanggupan belajar, angka

kematian menurrut golongan umur, angka kesakitan, jenis penyakit tertentu, dan angka

penderita cacat golongan anak-anak.

            Indikator harus valid, objektif, sensitif dan spesifik. Dalam memilih indikator harus

diperhitungkan sejauh mana indikator tersebut sah, bisa dipercaya, sensitif dan spesifik.
·         Validitas atau keabsahan mempunyai arti bahwa indikator tersebut betul-betul mengukur

hal-hal yang ingin diukur. Indikator ini dapat digunakan untuk mengambarkan keadaan

kondisi atau status kesehatan yang sebenarnya.   

·         Reliabilitas atau dapat dipercaya mempunyai arti bahwa biarpun indikator digunakan oleh

orang yang berlainan, pada waktu yang berlainan, hasilnya akan tetap sama.

·         Kepekaan atau sensitif berarti bahwa indikator tersebut harus peka terhadap setiap

perubahan mengenai keadaan atau fenomena yang dimaksud. Akan tetapi suatu indikator

dapat juga sensitif terhadap lebih dari satu keadaan atau fenomena.

·         Kekhususan atau spesifisitas berarti bahwa indikator tersebut dapat menunjukan

perubahan-perubahan hanya mengenai keadaan atau fenomena yang dikhususkan baginya.

Macam Indikator kesehatan :

1.      Indikator yang berkaitan dengan status kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup

dan itu berarti mengukur pelayanan kesehatan. Sebagai indikator survival yang utama untuk

mengukur sistem kesehatan masyarakat seperti ditetapkan WHO 1981 ; Untuk mencapau

health for all by year 2000, adalah angka kematian bayi  maximum 50 per 1000 bayi lahir

hidup dan angka harapan hidup waktu lahir minimal adalah 60 tahun atau lebih. Indikator

survival selain itu adalah indikator kualitas hidup, disini tentu saja tidak hanya indikator

kesehatan namun juga indikator kesehatan lainnya berupa indikator pertumbuhan badan,

idnikator status gizi, dan yang spesifik adalah angka kesakitan dan kematian bayi dan anak.

2.      Indikator non kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup seperti : indikator sosial

ekonomi, pendidikan, budaya, lingkungan hidup dan perumahan, status kesehatan wanita.

Kulaitas hidup bersifat multi sektoral dan menjadi masalah serta diselesaikan secara multi

sektoral. Dengan demikian evaluasi, juga multisektoral.

Contoh indikator program kesehatan :

1.      indikator kebijakan kesehatan :


a.       komitmen politis pada tingkat tinggi terhadap kesehatan bagi semua.

b.      Alokasi sumber daya yang cukup untuk layaan kesehatan dasar.

c.       Tingkat keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua

d.      Penyusunan stautu kerangka organisasi dan manajerial yang sesuai dengan strategi nasional

untuk kesehatan bagi semua.

e.       Manifestasi praktis dari komitmen politik internasional untuk kesehatan bagi semua.

2.      Indikator status kesehatan

a.       Prosentase bayi-bayi yang di lahirkan dengan berat badan pada waktu lahir paling sedikit

2500 g.

b.      Prosentase anak yang berat badannya menurut umur dengan norma-norma tertentu.

c.       Indikator-indikator perkembangan psikososial anak-anak.

d.      Angka kematian bayi.

e.       Angka kematian anak.

f.       Angka kematian anak  di bawah umur  5 tahun.

g.      Harapan hidup pada umur tertentu.

h.      Angka kematian ibu.

i.        Angka kematian menurut jenis penyakit.

3.      Indikator sistem manajemen kesehatan

Indikator input atau indikator masukan seperti tersedianya sumber daya tenaga

kesehatan, tersedianya anggaran kesehatan, perlengkapan, obat-obatan yang diperlukan, dan

tersedianya metode pengobatan, pemberantasan penyakit, standart opening procedure klinis

dan sebagainya.

Indikator proses diapndang dari sudut manajemen yang diperlukan adalah

pelaksanaan dari pada fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,

penggerakan perantauan, pengendalian dan penilaian. Secara khusus dalam proses pelayanan
kesehatan berkaitan dengan upaya peningkatan mutu asuhan kesehatan quality assurance

yaitu menjaga mutu, kepatuhan terhadap standar operasional pelayanan medis (SOP).

            Indikator output (hasil program) merupakan ukuran-ukuran khusus bagi outup

program seperti jumlah puskesmas yang berhasil dibangun, jumlah kader gizi yang terlatih,

jumlah anak yang diimuniasasi, jumlah MCK yang dibangun, panjang pipa air yang berhasi

dipasang san sebagainya. Jumlah orang yang diobati atau kunjungan yang mendapat

pelayanan kesehatan.

            Indikator outcomes (dampak jangka pendek) adalah ukuran-ukuran dari berbagai

dampak program seperti meningkatnya derajak kesehatan anak balita, menurunnya angka

kesakitan.

            Indikator impact (dampak jangka panjang) seperti angka kematian bayi, angka

kematian ibu, meningkatnya status gizi anak dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut sering

kali tidak dibedakan antara dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.

Prinsip dasar program olahraga kesehatan

Rancangan olahraga harus mengikuti prinsip latihan yang telah dikemukakan oleh beberapa

ahli, dan secara ringkas dapat diurai menjadi:

1. Prinsip Beban Berlebih (Overload) Dengan beban berlebih, memaksa otot untuk

berkontraksi maksimal, sehingga merangsang adaptasi fisiologis yang akan mengembangkan

kekuatan dan daya tahan. Dengan pemulihan yang baik, tubuh akan kembali pada kondisi

kebugaran yang lebih tinggi dari pada sebelum latihan.

2. Prinsip Tahanan Progresif Semakin maju, beban semakin ditingkatkan. Dengan cara ini

otot selalu bekerja pada daerah beban berlebih (overload zone). Setiap program latihan

kebugaran dan kondisioning akan sangat efektif apabila secara rutin latihan bertambah berat

untuk setiap minggu atau dua minggu. Prinsip ini didasarkan pada kenyataan bahwa tubuh

akan selalu beradaptasi dengan keadaan atau stres yang baru (Hairy, 1989).
3. Prinsip Susunan Latihan Kelompok otot yang lebih besar harus dilatih sebelum kelompok

otot yang lebih kecil. Otot yang lebih kecil cenderung lebih cepat lelah, sehingga untuk

menjamin terjadinya beban berlebih pada otot besar, otot tersebut harus dilatih sebelum otot

yang lebih kecil lelah. Sebagai contoh: otot kaki dan panggul harus dilatih sebelum otot

lengan. Untuk menjamin waktu pemulihan, tidak boleh ada latihan berurutan yang

melibatkan kelompok otot yang sama (Fox, 1984).

4. Prinsip Spesifitas Teori SAID (Specific Adaptation to Improve Demand) dari O'Shea

mengatakan bahwa tubuh hanya beradaptasi secara khusus terhadap 4 beban yang diberikan.

Dengan demikian beban latihan harus disesuaikan dengan tujuan (O'Shea, 1976).

5. Prinsip Latihan Beraturan Untuk memberi adaptasi pada tubuh, harus dilakukan latihan

yang teratur.

6. Prinsip Kembali Asal Efek latihan akan hilang jika latihan tidak teratur atau bahkan

berhenti. Daya tahan aerobik akan menurun setelah satu minggu tidak latihan, sedangkan

kekuatan otot akan menurun setelah satu bulan tidak latihan.

7. Prinsip individualitas Pada dasarnya beban latihan harus diberikan sesuai dengan

kemampuan dan keterbatasan seseorang. Dengan demikian melakukan pemeriksaan dan

pengukuran awal merupakan hal yang mutlak.

8. Prinsip Beragam Kebosanan dalam berlatih merupakan fenomena yang paling sering

dikeluhkan oleh pelaku olahraga. Perlu dilakukan variasi dalam latihan baik jenis, metoda

maupun suasana berlatih. Musik dapat membuat suasana latihan menyenangkan.

Hal-hal yang sering terjadi pada saat latihan

Apabila pada saat latihan denyut jantung mendadak naik atau mendadak turun, berarti

latihan yang dilakukan melampaui takaran, kurangilah intensitasnya. Demikian pula apabila

timbul rasa nyeri di dada. Apabila ada rasa pusing, kepala terasa ringan dan keluar keringat

dingin, itu pertanda otak kurang mendapat cukup darah. Tetaplah bergerak dengan intensitas
yang lebih rendah (Teitz, 1989). Apabila sehari setelah latihan masih ada rasa capai yang

sangat, berarti latihannya terlalu keras, kurangi intensitas 5 latihan berikutnya. Demikian pula

apabila malam setelah latihan menjadi sulit tidur. Apabila pada menit-menit pertama

menjalankan latihan terasa sesak nafas, maka tambahlah pemanasan pada latihan berikutnya.

Jangan lupa untuk tetap minum, baik sebelum, selama maupun sesudah latihan (McArdle,

1986).

Program olahraga atau latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan ketahanan fisik

(kebugaran) dan meningkatkan kesehatan dengan menurunkan faktor resiko terjadinya

gangguan kesehatan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, program latihan harus dilakukan

dengan intensitas, durasi (waktu), frekuensi, jenis dan progresi yang tepat (Blair, 1995).

Program olahraga atau latihan fisik idealnya dirancang secara spesifik secara

individual dengan memperhatikan berbagai macam hal seperti kapasitas fisik, status

kesehatan, usia dan tujuan latihan. Sebagai contoh: program latihan pada orang dengan

kapasitas fisik yang rendah sebaiknya dimulai dengan intensitas, durasi dan frekuensi yang

yang rendah (Mazzeo, 2001)

Dalam penerapannya, suatu program latihan bukan merupakan program yang bersifat

kaku. Setiap saat perlu diadakan penyesuaian mengingat respon fisiologis seseorang terhadap

latihan bervariasi satu sama lain atau bahkan juga bervariasi dari waktu ke waktu. Pada

prinsipnya tujuan utama dalam menjalankan program latihan adalah membantu seseorang

untuk meningkatkan level aktivitas fisiknya secara bertahap. Dalam hal ini profesional dalam

bidang latihan fisik harus menyadari proses pemograman latihan fisik yang bukan semata-

mata harus didasarkan pada ilmu (science) akan tetapi harus juga dipandang sebagai seni (art)

yang memadukan berbagai aspek sehingga dapat dihasilkan suatu program yang paling tepat

(Andersen, 1999)
KAIDAH PEMROGRAMAN OLAHRAGA

Dalam penentuan program olahraga, beberapa hal yang harus ditetapkan antara lain

adalah intensitas latihan, durasi (waktu) latihan, frekuensi latihan, jenis latihan serta progresi

latihan yang tepat. A. Intensitas Latihan Intensitas latihan ditetapkan secara spesifik pada

setiap individu sesuai dengan kapasitas fisik yang dalam pelaksanaannya memerlukan

pengawasan secara terus menerus agar intensitas latihan benar-benar mencapai intensitas

yang diprogramkan. Intensitas latihan dapat diekpresikan dalam satuan absolut (contoh: watt)

maupun diekspresikan dalam bentuk relatif (misalkan terhadap frekuensi denyut jantung

maksimal, METs, VO2 maks maupun RPE/Rating of Perceived Exertion) (Jette, 1999).

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kemampuan seseorang untuk

mempertahankan suatu intensitas latihan berbeda dengan orang lain. Perbedaan ini sebagian

besar disebabkan oleh perbedaan intensitas latihan dimana terjadi akumulasi asam laktat

(onset of blood lactate accumulation) (Mock, 1997). Perbedaan ketahanan dalam

menjalankan level intensitas latihan ini menjadi hal yang harus diperhatikan dalam menyusun

program latihan.

Menurut Andersen (1999) pada umumnya, intensitas latihan dimulai 40 sampai

dengan 85% kapasitas fungsional. Pada orang dengan dengan permasalahan jantung,

intensitas latihan dapat ditetapkan antara 40 sampai dengan 60% kapasitas fungsional. Durasi

latihan dapat ditetapkan sesuai dengan respon seseorang terhadap latihan. Sebagai contoh,

seseorang sudah harus merasa pulih dalam satu jam setelah latihan. Terlepas dari teknik

penetapan intensitas dan level intensitas yang dipilih, intensitas latihan tersebut merupakan

intensitas yang dapat dilakukan selama 15 sampai dengan 60 menit. Pada dasarnya tujuan

akhir menentukan besaran intensitas latihan adalah untuk memberikan petunjuk bagi

seseorang tentang intensitas latihan yang akan dapat memberikan manfaat yang maksimal

untuk dirinya sekaligus meminimalisir resiko terjadinya cedera (Slentz, 2004).


1.Penetapan Intensitas dengan berdasarkan Frekuensi Denyut Jantung

Pada umumnya, apabila tidak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang ekstrim, keadaan

psikologis maupun penyakit, terdapat hubungan yang relatif bersifat linear antara denyut

jantung pada saat latihan dengan intensitas latihan. Metode yang sering dipergunakan adalah

mempergunakan jumlah dari frekuensi denyut jantung istirahat ditambah dengan persentase

dari selisih antara frekuensi denyut jantung maksimal dengan frekuensi nadi istirahat. Denyut

nadi maksimal didapat dari rumus 220-umur. Contoh : Laki-laki usia 35 tahun, dengan

denyut nadi istirahat 68 kali per menit, dengan target latihan 80 % VO2 maks, maka denyut

nadi maksimal =220- 35=185 sedangkan target denyut nadi = 68 + 0.8(185-68) =162 kali per

menit. (Feigenbaum, 1999).

2. Penetapan Intensitas dengan RPE (Rating of Perceived Exertion)

Penetapan intensitas juga dapat didasarkan persepsi seseorang terhadap kelelahan

(perceived exertion). Konfirmasi intensitas latihan dengan mempergunakan RPE penting

untuk dilakukan karena frekuensi denyut jantung maksimal dapat bervariasi pada setiap

orang. Konfirmasi ini penting untuk mengevaluasi agar suatu latihan betul-betul

dilakukan pada intensitas yang optimal. Lebih lanjut, pada keadaan dimana terjadi

hambatan respon kardiovaskular, penetapan intensitas latihan dengan mempergunakan

skala RPE lebih tepat dibandingkan berdasarkan frekuensi denyut jantung. (Feigenbaum

et al., 1999).

Salah satu pedoman RPE dikembangkan oleh Bjorg pada tahun 1982 dengan

mempergunakan skala dari 6 sampai dengan 20. Skala Bjorg sampai dengan sekarang

masih cukup sering dipergunakan akan tetapi dewasa ini terdapat alternatif skala

penggunaan Bjorg dengan mempergunakan skala antara 0 sampai dengan diatas 10 (·

=maksimal). Dengan adanya dua skala yang sekarang ini sering dipergunakan, penetapan
intensitas dengan mempergunakan RPE harus jelas mencantumkan standard RPE yang

dipergunakan (Feigenbaum et al., 1999).

Tabel 1. Skala Rating of Perceived Exertion

Skala kategori RPE Bjorg Skala kategori ratio-RPE

6 0

7 Sangat sangat ringan 0,5 Sangat sangat ringan

8 1 Sangat ringan

9 Sangat ringan 2 Ringan

10 3 Sedang

11 Cukup ringan 4 Agak berat

12 5 Berat

13 Agak berat 6

14 7 Sangat berat

15 Berat 8

16 9

17 Sangat berat 10 Sangat sangat berat

18  Maksimal

19 Sangat, sangat berat

20

           (disadur dari (Feigenbaum et al., 1999)

Penggunaan skala kategori Bjorg didasarkan pada temuan bahwa kategori RPE Bjorg

meningkat secara linear dengan peningkatan respon fisiologis seperti frekuensi denyut

jantung, ventilasi dan konsumsi oksigen. Walaupun demikian dewasa ini skala Bjorg

dikembangkan karena terdapat temuan bahwa pada latihan intensitas rendah dan tinggi subjek
lebih mudah untuk mengaitkan persepsinya terhadap kelelahan dengan skala kategori-ratio.

(Jette, 1994)

3.Penetapan Intensitas Latihan dengan METs

Jette (1994) menyatakan bahwa METS adalah satuan dari kapasitas fungsional tubuh

(VO2maks). 1 METs merupakan kapasitas latihan yang membutuhkan 3,5 g O2 /kgmenit.

Biasanya rentang latihan yang disarankan adalah 40 sampai dengan 85% kapasitas fungsional

maksimal. Setelah menetapkan rentang intensitas yang diinginkan, dapat dipilih kegiatan fisik

yang pengeluaran energinya sesuai dengan intensitas latihan yang diinginkan.

Hal yang juga mempengaruhi kisaran METs aktivitas-aktivitas tersebut adalah

keadaan lingkungan. Perbedaan suhu, kelembaban, kecepatan angin dan sebagainya

berpengaruh pada keluaran METs. Mengingat terdapat keterbatasan ini, pada lingkungan

yang ekstrim intensitas latihan dengan mempergunakan frekuensi denyut jantung dan RPE

lebih cocok untuk dilakukan (Jette et al., 1994). Apapun pedoman intensitas latihan yang

ditetapkan, sebaiknya intensitas latihan ditetapkan dalam nilai kisaran. Setelah kisaran

intensitas latihan ditetapkan, misalnya 5 sampai dengan 9 METs, sebaiknya latihan dimulai

dengan intensitas yang rendah kemudian dilanjutkan pada intensitas yang lebih tinggi secara

bergantian. Hasil akhir pengeluaran energi pada kisaran ini akan sama dengan latihan

intermiten 6 sampai dengan 8 METs atau latihan kontinyu dengan intensitas 7 METs (Jette et

al., 1999).

Tabel 2 Contoh Nilai METs Beberapa Jenis Aktivitas

Jenis latihan Rata-rata

Bulutangkis 5,8

basket 8,3

Berlari

12 menit menempuh 1,6 km 8,7


11 menit menempuh 1,6 km 9,4

10 menit menempuh 1,6 km 10,2

9 menit menempuh 1,6 km 11,2

8 menit menempuh 1,6 km 12,5

6 menit menempuh 1,6 km 14,1

Squash 9,9

Tenis meja 4,1

(Disadur dari Jette,1994)

B. Durasi Latihan

Durasi latihan inti berkisar antara 15 sampai dengan 60 menit (Blair, 1995). Durasi

waktu ini dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas fungsional tubuh. Durasi waktu yang

diaksanakan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Latihan dengan intensitas tinggi

dan durasi latihan pendek menimbulkan respons tubuh yang sama dengan latihan dengan

intensitas yang rendah dan durasi yang lama. Latihan selama 5 sampai 10 menit dengan

intensitas 90% kapasitas fungsional tubuh dapat memperbaiki kerja kardiovaskular.

Walaupun demikian latihan dengan intensitas tinggi dan durasi yang pendek tersebut tidak

dapat diterapkan pada kebanyakan orang, sehingga lebih disarankan untuk melaksanakan

program latihan dengan intensitas yang sedang dan durasi yang lebih lama (Kraemer, 2004).

Program tersebut disarankan karena memiliki resiko cedera yang rendah dan potensial untuk

menghasilan total keluaran kalori yang tinggi.

Untuk orang yang terbiasa dengan aktivitas yang rendah, durasi yang disarankan

adalah 20 sampai dengan 30 menit dengan intensitas (40 sampai dengan 60% kapasitas

fungsional). Penyesuaian durasi dan intensitas latihan didasarkan pada respon fisiologis

individu terhadap latihan, status kesehatan dan tujuan latihan (misalkan: penurunan berat
badan). Pada umumnya pada fase awal durasi latihan dapat bertahap ditingkatkan dari 20

menit menjadi 45 menit (Blair, 1995).

C. Frekuensi Latihan

Frekuensi latihan tergantung dari durasi dan intensitas latihan. Frekuensi latihan yang

dapat dilakukan dapat beberapa laki dalam sehari sampai dengan 5 kali dalam seminggu

tergantung jenis latihan, keadaan fisik dan tujuan latihan (Kraemer et al., 2004). Pada orang

dengan kondisi fisik yang rendah dapat dilakukan latihan dengan intensitas 3 METs selama 5

menit yang dilakukan beberapa kali sehari. Sesorang dengan kapasitas fungsional 3-5 METs,

latihan dapat dilakukan 1-2 kali sehari. Individu dengan kapasitas fisik >5METs disarankan

untuk berlatih 3 kali per minggu pada har yang berselingan. Individu dengan jenis latihan

beban sebaiknya juga berlatih tiga kali dalam semimngu pada hari yang berselingan. Latihan

dengan frekuensi intensif sebaiknya juga dilakukan dengan jenis latihan beban dan non beban

secara bergantian. Hal yang dihindari adalah latihan beban yang dilakukan lebih dari 5 kali

dalam seminggu. Latihan jenis ini dengan frekuensi yang tinggi meningkatkan resiko cedera

ortopedik (Andersen, 1999).

D. Jenis Latihan

1.Latihan Fleksibilitas

Untuk dapat menjalankan aktivitas fisik secara optimal diperlukan jangkauan gerak

(range of motion) sendi yang optimal pad semua persendian. Jangkauan gerak pada

persendian bagian pinggang bawah dan tungkai atas terutama harus diperhatikan. Pada daerah

ini, jangkauan gerak yang terbatas meningkatkan resiko terjadinya gangguan nyeri punggung

bawah kronis (low back pain/lbp).Oleh karenanya, program pencegahan dan rehabilitasi lbp

harus ditujukan untuk meningkatkan fleksibilitas persendian. Keterbatasan kemampuan

fleksibilitas sendi biasanya terjadi pada orang tua sehingga latihan pada orang tua harus
banyak mengandung unsur pengulran (stretching) yang terutama ditujukan pada persendian

pada tulang belakang, leher dan persendian panggul (Blair, 1995)

Latihan stretching dapat meningkatkan dan memelihara jangkauan gerak persendian.

Latihan fleksibilitas dapat dilakukan secara perlahan dengan peningkatan secara bertahap

untuk mencapai jangkauan sendi yang lebih lebar. Gerakan dinamis dengan kecepatan lambat

dapat diikuti dengan gerakan statis yang dipertahankan selama 10 sampai dengan 30 detik.

Tingkat stretching ditetapkan pada tingkat dimana tidak dirasakan nyeri yang berlebihan.

Disarankan untuk melakukan aktivitas pemanasan yang memadai sebelum dilakukan

stretching yang intensif (Blair, 1995).

3.Latihan Kekuatan dan Ketahanan Otot.

Latihan kekuatan dan ketahanan otot tidak banyak mempengaruhi ketahanan

kardiorespirasi dan kapasitas fungsional tubuh. Walaupun demikian banyak aktivitas

memerlukan kekuatan dan ketahanan otot seperti : mengangkat, memanggul atau mendorong

benda yang berat. Stress fisiologis yang ditimbulkan akibat melakukan gerakan-gerakan

tersebut sebanding dengan kebutuhan kontraksi otot yang diperlukan. Pemeliharaan kekuatan

otot penting untuk dilakukan karena dengan bertambahnya usia secara alami terjadi

penurunan massa otot (Andersen, 1999).

Kekuatan otot didapatkan dari latihan dinamis dengan intensitas tinggi dengan repetisi

rendah atau dengan kontraksi statis. Baik latihan angkatan dinamis maupun kontraksi statis

dapat meningkatkan tekanan darah arteri. Oleh karenanya latiahan beban maksimal tidak

diperkenankan untuk dilakukan pada penderita tekanan darah tinggi. Pada keadaan ini lebih

aman untuk dilakukan latihan dinamis dengan beban ringan untuk meningkatkan kekuatan

dan ketahanan otot. Latihan kekuatan sebaiknya dilakukan 2 sampai 3 kali seminggu. Latihan

isotonis dapat mempergunakan beban bebas (free-weight) atau beban mesin (supported weiht

machine) (Andersen, 1999).


3 Latihan Ketahanan Kardiorepirasi

Salah satu tujuan utama dari latihan fisik adalah untuk meningkatkan atau

mempertahankan kapasitas fungsional (Feigenbaum et al., 1999). Manfaat ini terutama

dapat dicapai dengan program latihan aerobic. Latihan ketahanan dapat diklasifikasikan

berdasar (1) pemakaian oksigen (aktivitas fisik hemat atau boros oksigen) dan (2)

potensinya untuk mempertahankan kecepatan penggunaan kalori. Jette (1999) membagi

latihan berdasarkan potensinya dalam mempertahankan kecepatan penggunaan kalori

latihan menjadi sebagai berikut:

• Kelompok I : Latihan dimana penggunaan kalori lebih stabil dengan variabilitas

intra dan inter individual rendah dengan contoh: berjalan, jogging dan bersepeda.

• Kelompok II : latihan dimana jumlah penggunaan kalori tergantung pada

ketrampilan seseorang dalam menjalankan aktivitas tersebut. Penggunaan kalori pada

aktivitas kelompok II relative stabil pada individu yang sama (variabilitas intra-

individualnya rendah) . Contoh dari latihan kelompok I adalah : berenang dan ski.

• Kelompok III : Latihan yang variabilitas intra dan inter individunya tinggi.

Contoh latihan kelompok III adalah basket, tennis dan berbagai olahraga permainan

lain. Mengingat diperlukan kontrol atas intensitas latihan, jenis latihan pada kelompok I

dan II dianjurkan dalam program latihan. Lebih lanjut latihan dapat dilakukan secara terus

menerus atau dengan interval disesuaikan dengan kapasitas fisik individu yang

bersangkutan. Aktivitas pada kelompok III dapat dilakukan apabila seseorang

menunjukkan respon yang stabil terhadap latihan dan orang tersebut mampu menjalankan

latihan fisik dengan intensitas yang sama atau lebih besar dari 5 METs. (Feigenbaum et

al., 1999).

E. Progresi Latihan
Setiap sesi latihan terdiri dari (1) latihan pemanasan selama 5 sampai dengan 10

menit, (2) latihan inti selama 15 sampai 60 menitdan (3) pendinginan selama 5-10 menit.

Pemanasan dirancang untuk meningkatkan tingkat metabolisme sebesar 1 METs yang secara

beratahap ditingkatkan sampai level sasaran pada latihan inti. Latihan inti dapat dilakukan

secara kontintu maupun diskontinyu yang meliputi aktivitas aerobik dan melibatkan otot-otot

besar serta menaikkan frekuensi denyut jantung. Latihan pendinginan meliputi latihan yang

membantu adaptasi tubuh dalam menurunkan kapasitas latihan sampai latihan dihentikan.

Latihan ini baik untuk memulihkan sirkulasi tubuh secara perlahan-lahan. Aliran darah yang

semula terutama didistribusikan pada otot secara perlahan dialihkan pula agar merata

keseluruh bagian tubuh (Kraemer et al., 2004).

Aplikasi program olahraga (senam hamil)

a. Gerakan 1

1. Posisi duduk bersila dengan menegakkan punggung, letakkan tangan di atas kaki
seperti orang yang sedang bersemedi. Lakukan posisi ini untuk beberapa saat sambil
mengatur pernafasan. Gerakan ini bisa dilakukan di atas matras, karpet, tikar, atau
alas yang lembut dan empuk lainnya.
2. Posisi duduk di atas alas lembut seperti di atas dengan merenggangkan kedua kaki
lurus ke depan. Langkah selanjutnya yaitu condongkan tubuh ke belakang dan
bertumpu pada siku lengan yang diletakkan di lantai. Lakukan gerakan telapak kaki
dengan menegakkan lalu mengarahkannya ke bawah hingga posisinya lurus dengan
lutut. Gerakan lainnya yaitu menggerakkan telapak kaki ke samping, lalu tegakkan
lurus, ke samping lagi, ulangi gerakan ini sampai merasa cukup.
3. Posisi tidur dengan satu bantal menyangga kepala, lalu angkat kedua lutut kaki
menjadi seperti posisi melahirkan. Tarik nafas sedalam-dalamnya lewat mulut, tahan,
dan mengejan, seperti saat sedang buang air besar. Jika ibu merasa nafas sudah mau
habis, keluarkan nafas kemudian tarik nafas kembali, dan ulangi proses ini sebanyak
beberapa kali.

b. gerakan ke 2
1. Gerakan pertama yaitu posisi berdiri dan tangan di pinggang,
gerakkan leher ke kanan dan kiri untuk meregangkan otot leher.

2. Gerakan sederhana dengan melakukan latihan dasar kaki dan menggerakkan


telapak kaki ke depan dan ke belakang guna membantu sirkulasi vena dan
mencegah pembengkakkan di kaki.

       
3. Tidur telentang dengan satu kaki lurus dan satu kaki
ditekuk kemudian dorong kembali ke depan. Lakukan
bergantian dengan kaki lainnya. Gunanya untuk latihan
dasar panggul.

4. Pada gerakan ini yaitu berbaring dengan posisi


miring. Angkatlah kaki perlahan-lahan lalu turunkan.
Lakukan bergantian dengan kaki satunya. Gunanya
untuk menguatkan otot paha.

5. Selanjutnya berbaring telentang, kedua lutut dipegang dengan tangan kemudian


tarik nafas dan berlatih mengejan.
6. Sikap merangkak, letakkan kepala diantara kedua tangan, lalu
menoleh ke samping. Selanjutnya turunkan badan sehingga dada
menyentuh kasur. Bertahanlah pada posisi ini selama kurang lebih 1
menit.
Gerakan ini sangat cocok untuk Ibu yang bayinya masih belum
masuk pinggul (sungsang).
1. Gerakan yang ini anda bisa melibatkan suami dengan membantu memijat daerah
pinggang, punggung, dan bahu untuk melepaskan ketegangan dan memulihkan otot
pinggang yang lelah.

Anda mungkin juga menyukai