Oleh :
2022
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Rancangan dan Evalusi program olahraga
untuk berbagai tujuan kesehatan“ dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah penjaskes.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang telah
membimbing kami dalam pembuatan Makalah ini, juga kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan,
baik dalam penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan dari para pembaca.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
masyarakat.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
BAB 3. PENUTUP.........................................................................................20
3.1 Kesimpulan..................................................................................20
3.2 Saran............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
Sebuah organisasi pada umumnya dibangun dengan tujuan untuk mencapai target
tertentu, demikian juga dengan organisasi yang bergerak dibidang kesehatan. Dan untuk
mencapai target yang telah ditentukan tersebut maka manajemen organisasi akan melakukan
berbagai langkah perencanaan (planning) sesuai dengan analisa situasi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya.
tertentu dari masing-masing program dan unit organisasi. Maka kegiatan selanjutnya dari
organisasi tersebut adalah mengukur sejauh mana capaian dari masing-masing program
dibandingkan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan diawal kegiatan organisasi. Dari
keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja inilah maka evaluasi dilaksanakan, baik
terhadap program itu sendiri maupun terhadap langkah-langkah dalam pelaksanaan program.
Evaluasi program, merupakan suatu istilah dalam manajemen yang cukup populer
pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah suatu hal yang baru. Secara historis
Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena
adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan
Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau
pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh
mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai atau
belum.
Banyak batasan tentang evaluasi, namun secara umum dapat dikatakan bahwa
evaluasi adalah suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan tercapai. Dimana dalam kegiatan evaluasi sebuah organisasi akan membandingkan
antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan.
PEMBAHASAN
Secara sederhana dan awam dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses
yang menghasilkan suatu uraian yang terinci dan lengkap tentang suatu program atau
kegiatan yang akan dilaksanakan. Oleh sebab itu, hasil proses perencanaan adalah
"rencana" (plan). [1]
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah
kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang
tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah
praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[2]
Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan
berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau angan-angan saja. Fakta-fakta
diungkap dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Perencanaan
juga merupakan proses pemilihan alternative tindakan yang terbaik untuk mencapai
tujuan. Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu di masa
akan datang, yaitu suatu tindakan yang diproyeksikan di masa yang akan datang. Salah
satu tugas manajer yang terpenting di bidang perencanaan adalah menetapkan tujuan
jangka panjang dan pendek organisasi berdasarkan analisis situasi di luar (eksternal) dan
di dalam (internal) organisasi. [2]
B. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen. Fungsi ini akan
menentukan fungsi – fungsi manajemen selanjutnya. Perencanaan merupakan landasan
dasar dari fungsi manajemen. Tanpa perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen
lainnya dapat dilaksanakan dengan baik. Perencanaan manajerial terdiri dari perumusan
strategi dan penerapan strategi. Dalam perumusan strategi, manajer kesehatan harus
memiliki kemampuan ketrampilan konseptual, dan pada penerapan strategi, manajer
kesehatan harus memiliki ketrampilan teknis.
Fungsi perencanaan dapat dilihat dari 4 aspek utama:
1. Kontribusi pada tujuan
2. Keutamaan perencanaan
3. Penembusan rencana
4. Efisiensi perencanaan
Sebagai berikut:
1. Kontribusi Pada Tujuan
Tujuan semua perencanaan adalah memfasilitasi perusahaan dalam mencapai semua
tujuannya. Merupakan prinsip utama dalam mencapai tujuan bersama perusahaan.
2. Keutamaan Perencanaan
Perencanaan adalah perintah yang berfungsi untuk melakukan eksekusi berjalannya
fungsi manajemen.
Walaupun perencanaan juga bersifat aksi, tapi juga bisa menunjang tujuan bersama
perusahaan. Selain itu perencanaan harus dibuat sebelum fungsi manajemen yang lain.
Tentu saja semua fungsi harus juga direncanakan agar berjalan secara efektif.
Perencanaan dan pengawasan tidak bisa dipisahkan. Kegiatan yang tidak direncanakan
tidak dapat direncanakan, kontrol mengikuti jalur – jalur yang ada pada perncanaan.
3. Penembusan Rencana
Perencanaan merupakan fungsi dari manajer, meskipun karakter dan pelaksanaannya
dari perencanaan bermacam – macam tergantung dengan otoritas dan kebijakan alami
serta dibatasi oleh kekuatan. Hal tersebut secara virtual tidak mungkin untuk membatasi
dari lingkupan pilihan perencanaan.
Pengenalan terhadap penembusan perencaaan melangkah jauh dalam mengklarifikasi
pada bagian dari sejumlah siswa yang mempelajari ilmu manajemen menuju
pembedaan antara pembuatan kebijakan (penyiapan penuntun untuk berfikir dalam
membuat keputusan) dan pekerja administrasi, atau antara manajer dan pekerja
administrasi atau pengawas. dikarenakan delegasi autoritas atau posisinya dalam
organisasi, mungkin membutuhkan lebih banyak perencanaan atau perencanaan yang
lebih penting dibandingkan yang lain, atau perencanaannya mungkin lebih mendasar
dan lebih aplikatif pada porsi yang luas terhadap perusahaan / swasta dibanding
terhadap yang lain. Bagaimanapun juga, semua rencana manajer - dari presiden hingga
pengawas -. dibatasi oleh prosedur – prosedur garis pandu yang jelas dan tegas.
Banyak manajer memiliki berbagai recana yang mungkin tidak efisien jika biaya
yang dikeluarkan lebih besar dari pada hasil yang dicapai. Rencana mungkin juga tidak
efisien dalam mencapai obyek bila membahayakan kepentingan/kepuasan kelompok.
C. Manfaat Perencanaan
Manfaat perencanaan bagi organisasi kesehatan adalah manajer dan staf organisasi
kesehatan tersebut dapat mengetahui :
1. Tujuan yang ingin di capai organisasi dan cara mencapainya
2. Jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan.
3. Sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan.
4. Bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan.
5. Aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan dapat dilaksanakan secara teratur.
6. Menghilangkan aktivitas yang tidak produktif.
7. Mengukur hasil kegiatan.
8. Sebagai dasar pelaksanaan fungsi manajemen lainnya.
D. Istilah Yang Identik Dengan Perencanaan
1. Peramalan
Peramalan (Forcasting) adalah suatu upaya mendga apa yang akan terjadi pada masa
depan, yang juga merupakan ciri perencanaan. Tetapi peramalan bukan perencanaan,
karena pada peramalan tidak ditemukan adanya unsur-unsur yang bersifat pasti dan
karena itu dapat diperhitungkan.
2. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah (problem solving) adalah suatu upaya menghilangkan hambatan
atau masalah, yang juga merupakan ciri perencanaan. Tetapi penyelesaian masalah
bukan perencanaan, karena pada penyelesaian masalah tidak terkandung uraian yang
lengkap tentang bagaimana melaksanakan berbagai kegiatan.
3. Penyusunan program (programming)
Penyusunan program adalah satu upaya menysusn rangkaian kegiatan yang akan
dilaksanakan, yang juga merupakan ciri perencanaan.
4. Penyusunan Rancangan
Penyususnan rancangan (designing) adalah suatu upaya menghasilkan pedoman
(bagan) kerja, yang juga merupakan ciri perencanaan. Tetapi penyusunan rancangan
bukan perencanaan, karena hasil akhir perencanaan tidak terbatas hanya pada
penyusunan pedoman (bagan) kerja saja.
E. Aspek Perencanaan
Ada 3 aspek pokok yang di perhatikan dalam perencanaan :
1. Hasil dari pekerjaan perencanaan.
Hasil perencanaan disebut plan, berbeda antara satu perencanaan kegiatan dengan
perencana kegiatan yang lain Ex : rencana kesehatan atau rencana pendidikan.
2. Perangkat pelaksanaan
Perangkat pelaksanaan (Mechanic of planning) adalah suatu organisasi yang
ditugaskan/yang bertanggung jawabmenyelenggarakan pekerjaan pelaksanaan.
3. Proses perencanaan
Proses perencanaan (process of planning) adalah langkah-langkah yang harus
dilaksanakan pada pekerjaan perencanaan
Ciri-Ciri Perencanaan
1. Bagian dari sistem administrasi
2. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.
3. Berorentasi pada masa depan.
4. Mampu menyelesaikan masalh.
5. Mempunyai tujuan
6. Bersifat mampu kelola.
Unsur – Unsur Perencanaan
Menurut Manullang (2009:41), rencana yang baik pada umumnya memuat enam
unsur yaitu what, why, where, when, who, how. Selanjutnya menurut Hasibuan (2008 :
112), pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab secara ilmiah, artinya atas hasil analisis
data, informasi, dan fakta, supaya rencana yang dibuat itu relatif baik, pelaksanaannya
mudah dan tujuan yang diinginkan akan tercapai.
Jenis-Jenis Perencanaan Kesehatan
Perencanaan atau rencana itu sendiri banyak macamnya, antara lain :
1. Dilihat dari jangka waktu berlakunya rencana :
a. Rencana jangka panjang (long term planning), yang berlaku antara 10-25 tahun.
b. Rencana jangka menengah (medium range planning), yang berlaku antara 5-7
tahun.
c. Rencana jangka pendek (short range planning), umumnya hanya berlaku untuk 1
tahun.
2. Dilihat dari tingkatannya :
a. Rencana induk (masterplan), lebih menitikberatkan uraian kebijakan organisasi.
Rencana ini mempunyai tujuan jangka panjang dan mempunyai ruang lingkup
yang luas.
b. Rencana operasional (operational planning), lebih menitikberatkan pada pedoman
atau petunjuk dalam melaksanakan suatu program.
c. Rencana harian (day to day planning) ialah rencana harian yang bersifat rutin.
3. Ditinjau dari ruang lingkupnya :
a. Rencana strategis (strategic planning), berisikan uraian tentang kebijakan tujuan
jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang lama. Model rencana ini sulit untuk
diubah.
b. Rencana taktis (tactical planning) ialah rencana yang berisi uraian yang bersifat
jangka pendek, mudah menyesuaikan kegiatan-kegiatannya, asalkan tujuan tidak
berubah.
c. Rencana menyeluruh (comprehensive planning) ialah rencana yang mengandung
uraian secara menyeluruh dan lengkap.
d. Rencana terintegrasi (integrated planning) ialah rencana yang mengandung uraian
yang menyeluruh bersifat terpadu, misalnya dengan program lain diluar
kesehatan.
1. Identifikasi Masalah
Perencanaan pada hakekatnya adalah suatu bentuk rancangan pemecahan masalah.
Oleh sebab itu, langkah awal dalam perencanaan kesehatan adalah mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatan masyarakat di lingkungan unit organisasi yang
bersangkutan. Sumber masalah kesehatan masyarakat dapat diperoleh dari berbagai
cara antara lain :
a. Laporan-laporan kegiatan dari program-program kesehatan yang ada.
b. Survailance epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit.
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh masukan perencanaan
kesehatan.
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi, dan sebagainya
2. Menetapkan Prioritas Masalah
Kegiatan identifikasi masalah menghasilkan segudang masalah kesehatan yang
menunggu untuk ditangani. Oleh karena keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga
dan teknologi maka tidak semua masalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus
(direncanakan pemecahannya). Untuk itu harus dipilih masalah mana yang "feasible"
untuk dipecahkan. Proses memilih masalah ini disebut memilih atau menetapkan
prioritas masalah. Pemilihan prioritas dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni :
2.1 Teknik Skoring
Yakni memberikan nilai (scor) terhadap masalah tersebut dengan menggunakan ukuran
(parameter) antara lain :
a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.
b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut (severity).
c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase).
d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of unmeet
need).
e. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social benefit).
f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasiblity).
g. Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
(resources availability), termasuk tenaga kesehatan.
Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi kita, bila
masalahnya besar diberi 5 paling tinggi dan bila sangat kecil diberi nilai 1. Kemudian
nilai-nilai tersebut dijumlahkan. Masalah yang memperoleh nilai tertinggi (terbesar)
adalah yang diprioritaskan, masalah yang memperoleh nilai terbesar kedua memperoleh
prioritas kedua dan selanjutnya.
2.2 Teknik Non Skoring
Dengan menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui diskusi kelompok, oleh sebab
itu juga disebut "nominal group tecnique (NGT)". Ada 2 NGT yakni :
a. Delphi Technique
Yaitu masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang mempunyai
keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan menghasilkan prioritas masalah
yang disepakati bersama.
b. Delbeq Technique
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah juga melalui diskusi
kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para peserta yang tidak sama
keahliannya maka sebelumnya dijelaskan dulu sehingga mereka mempunyai
persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang akan dibahas. Hasil diskusi ini
adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.
3. Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan perencanaan pada dasarnya adalah membuat ketetapan-ketetapan
tertentu yang ingin dicapai oleh perencanaan tersebut. Penetapan tujuan yang baik
apabila dirumuskan secara konkret dan dapat diukur. Pada umumnya dibagi dalam
tujuan umum dan tujuan khusus.
3.1 Tujuan Umum
Adalah suatu tujuan masih bersifat umum dan masih dapat dijabarkan ke dalam
tujuan-tujuan khusus dan pada umumnya masih abstrak.
Contoh : Meningkatnya status gizi anak balita di kecamatan Cibadak.
3.2 Tujuan Khusus
Adalah tujuan-tujuan yang dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan khusus merupakan
jembatan untuk tujuan umum, artinya tujuan umum yang ditetapkan akan tercapai
apabila tujuan-tujuan khususnya tercapai.Contoh :Apabila tujuan umum seperti
contoh tersebut di atas dijabarkan ke dalam tujuan khusus menjadi sebagai berikut :
a. Meningkatnya perilaku ibu dalam memberikkan makanan bergizi kepada anak
balita.
b. Meningkatnya jumlah anak balita yang dittimbang di Posyandu.
c. Meningkatnya jumlah anak yang berat badannya naik, dan sebagainya.\
Ada beberapa definisi atau pengertian evaluasi yang dikemukakan oleh beberapa
2. Morris Schaefer : Evaluation that part of the decision making process, in which
information about actions and their result are systematically assessed againts norms and
3. WHO (1981) : Evaluation is as systematic way of learning from experience and using the
lesson learnedto improve current activities and promote better planning by careful selection
of alternatifs for future action. This involve a critical analysis of different aspects of
efficiency and effectiveness, its cots and its acceptance by all parties involved.
Menurut definisi dan pandangan yang telah dikemukakan terdapat beberapa pokok
pelaksanaan kerja dan hasil kerja secara menyeluruh dengan cara sistematik dengan
membandingkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan guna pengambilan keputusan.
Evaluasi sering dibedakan sebagai suatu pemisah atau sebagai bagian kegiatan
integral dari proses perencanaan. Secara umum, evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu
Adalah evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan
memperbaiki program yang sedang berjalan didasarkan atas kegiatan sehari-hari, minggu,
bulan, tahun, atau dalam waktu yang pendek. Manfaat dari evaluasi ini adalah memberikan
umpan balik kepada manajer program tentang kemajuan hasil yang dicapai beserta hambatan
yang dihadapi.
Adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan program yang telah
selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir program untuk menilai keberhasilan
yang telah dicapai. Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban atas kesesuaian yang dicapai
pihak yang memerlukan informasi hasil tersebut. Pimpinan tingkat atas memerlukan
informasi hasil evaluasi berbeda dengan pimpinan tingkat menengah atau pimpinan tingkat
pelaksana. Walaupun demikian pada dasarnya evaluasi dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut :
tujuan , bukan untuk membenarkan tindakan yang telah lalu atau mencari-cari kekurangan
kompleks. Seperti telah disampaikan definisi adalah suatu evaluasi dalam pekerjaan adalah
evaluasi suatu proses penilaian suatu kinerja dari suatu proses kegiatan; dalam arti sempit
biasanya evaluasi program dibatasi atau berfokus pada evaluasi hasil (out put) yang
berhubungan dengan pencapaian sasaran program. Sedang evaluasi out come atau impact
dibatasi terhadap “apa dampak yang secara nyata diterima akibat program yang diberikan
(ditunjukan) dan manfaatnya (benefit) bagi masyarakat yang menerima pelayanan” . di dalam
pengertian tersebut mencakup evaluasi terhadap : input-proses-out put-out come- dan impact.
Evaluasi program adalah suatu bentuk khusus dari evaluasi. Sesuai namanya evaluasi ini
dilakukan terhadap program. Sebagaimana diketahui program adalah suatu rencana yang
telah nyata kongrit ; suatu rencana yang telah mencantumkan tujuan, sasaran atau targetnya,
penyediaan anggaran, SDM, sarana prasarana lainnya dan waktu yang dijadwalkan. Masing-
masing elemen program tersebut telah ditetapkan atau telah dibuat standar sebelumnya yang
Dengan demikian evaluasi program berhubungan dengan nilai atau harga dari elemen-elemen
; tujuan, sasaran, target, sumber daya dan waktu penyelesaiansuatu proyek atau program.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Evaluasi program bukanlah suatu keputusan, namun suatu penetapan penilaian, yang
dikenadalikan oleh aturan-aturan. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan barulah dibuat
suatu keputusan, seperti sukses atau tidak sukses, gagal atau berhasil
2. Evaluasi program difokuskan pada penilaian terhadap kinerja (performance) program
bukan terhadap orangnya.
3. Evaluasi berdasarkan standar dan perbandingan yaitu perbandingan antara hasil yang
direncanakan atau dikerjakan dengan hasil yang dicapai. Untuk itu diperlukan
indikator-indikator, yang sejak awal perencanaan (atau sebelum pelaksanaan)
program telah ditetapkan.
Dengan demikian data dikatakan nahwa evaluasi merujuk pada tiga hal :
Evaluasi bersangkutan secara langsung dengan sistem diluar organisasi baik supra
sistem, sub sistem maupun sistem-sistem lain yang berkaitan. Terdapat dua pandangan
tentang kedudukan evaluasi, apakah seharusnya evaluasi dilakukan oleh pihak luar atau dari
dalam organisasi sendiri. Evaluasi eksternal diperlukan agar lebih objektif, namun juga
dipertimbangkan apakah itu pantas dilakukan, timbul perasaan khawatir dirugikan, faktor
keamanan dan tentu memerlukan anggaran tambahan dan kelengkapannya. Sedang evaluasi
internal, secara nyata jelas menjadi tanggung jawab manajer dan manajerlah yang
memeberikan penugasan kepada evaluator sehingga tidak ada masalah tentang keputusan.
Mengenai apa yang dimaksud dengan objektif sendiri banyak diartian secara subjektif. Pada
umumnya dimaksud dengan objektif adalah berdasarkan data atau fakta yang tidak dapat
dibantah, yang dilandasi dengan pengetahuan ilmiah. Dengan demikian seharusnya baik
evaluasi internal maupun eksternal didasari kerangka logis ilmiah dan tidak memihak, untuk
membantu kelancaran tugas manajer dalam mencapai tujuan dan sasarannya dengan berhasil.
program.
kebutuhan informasi tambahan, feedback hasil evaluasi kepada institusi yang membutuhkan,
follow up atau monitoring dari pelaksanaan tindak koreksi atau pemecahan masalah.
Langkah yang mendasar yang esensial diperlukan untuk evaluasi program dan
Langkah pertama dalam melaksanakan evaluasi program adalah untuk menghasilkan detail
deskripsi program yang dimaksud, termasuk tujuan dan sasaran program. Karena evaluasi
sellu meramalkan tentang sasaran program, sasaran tersebut harus dispesifikasi sebelum
dilanjutkan dengan banyak aktifitas-aktifitas evaluasi lainnya. Disini jelas bahwa evaluasi
tidak akan berharga apabila program tak mempunyai tujaun atau sasaran dengan krieria yang
jelas atau kabur sehingga evaluasi tidak bermanfaat ; evaluasi akan menilai apakah tujuan dan
Setelah tujuan dan sasaran ditetapkan dan program telah dideskripsikan cukup detail dan
1) Kriteria yang melekat pada rencana program yang telah dibuat sebelumnya, disini evaluasi
2) Jika sasaran untuk program berdasar kriteria dari referensi ilmiah atau professional tertentu,
3) Jika sasaran tidak tertulis dengan kriteria implisit untuk evaluasi, kriteria harus
Desain evaluasi menyesuaikan program yang bersangkutan . berbagai desain berbeda bisa
evaluasi harus diseleksi dan dipilih, termasuk semua tugas dan isu yang berkaitan dengan
evaluasi. Seleksi desain evaluasi dimaksudkan untuk meramal banyak tugas yang
berhubungan dengan prosedur yang digunakan. Selain itu, banyak pertanyaan dan isu yang
muncul dengan prospek evaluasi akan dijawab melalui desain yang diseleksi.
Langkah keempat dalam evaluasi program adalah mengumpulkan data untuk menilai
perkembangan program berkaitan dengan kriteria evaluasi dan desain evaluasi yang telah
ditetapkan. Kunci keberhasilan dalam menyelesaikan fase evaluasi ini adalah adaya
kumpulan data yang jujur, sistematis, dan sesuai evaluasi keperluan. Penyimpangan dalam
cara pengumpulan data, atau cara penetapan kriteria untuk evaluasi, bisa merusak seluruh
Analisis terhadap data yang dikumpulkan dibandingkan dengan kriteria evaluasi. Dapat
dilakukan analisis deskriptif atau analisis inferensial sesuai maksud dan tujuan serta desain
evaluasinya. Analiss harus menunjukan dimana program yang memenuhi kriteria untuk
Laporan evaluasi program harus dibuat untuk menjelaskan bagaimana program dievaluasi,
apakah pertanyaan yang ditunjukan, dan apakah pertanyaan yang ditujukan, dan apakah hasil
akhir, apa SWOT nya. Ketika menulis laporan, apa yang sekirannya dipikirkan dan
diharapkan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran program oleh pembaca laporan harus
dipertimbangkan. Penggunaan jargon teknis mungkin sulit bagu beberapa pembaca, namun
laporan yang tidak cerdas akan menimbulkan pertanyaan bagi pembaca yang lain. Sebagai
contoh, laporqan yang menekankan pada satu aspek suatu program seperti performa personel
adalah mungkin bisa jadi penting untuk beberapa pembaca, namun sementara pembaca
lainnya masih mencari isi laporan tentang hasil akhir adanya perubahan perilaku (outcome).
Hal ini umumnya penting untuk membahas efek program yang mempunyai target populasi
dan rencana kelanjutannya, berkaitan dengan pencapaian tujuan dan sasaran program.
Laporan hasil evaluasi dapat berupa laporan menyeluruh, laporan ekesekutif, atau laporan
ringkasan.
Perencanaan evaluasi : langkah dan produk
Apabila akan mengevaluasi kinerja manusia maka yang perlu diperhatikan adalah:
2. Mentukan sasaran populasi dengan tepat, yang saling berkaitandan berkepentingan dan
yang diperlukan.
4. Tidak perlu memakai pertanyaan isian atau pertanyaan bersifat opini.
Tanpa kecuali, penilaian secara kualitatif tersebut dapat dikuantitatifkan dalam angka-angka
atau data dasar yang dapat dipertanggungjawabkan dengan benar termasuk efektivitas dan
efisiensi program.
Cost benefit analysis saat ini merupakan alat evaluasi yang dapat diperhatikan, dimana
berbeda. Informasi yang diperlukan adalah informasi tentang manfaat (benefit) dan biaya
(cost) dari pelayanan. Benefit adalah nilai keuntungan yang diperoleh baik
individu,pemerintah (pembeli jasa), maupun masyarakat dari suatu kegiatan atau program
pelayanan kesehatan. Cost adalah biaya untuk satu jenis program atau kegiatan pelayanan,
struktur organisasi dan kepemimpinan dalam organisasi yang hendak dilakukan evaluasi.
Kntrol dalam evaluasi adalah suatu hal yang vital. Outcome dari suatu pelayanan mungkin
tidak bisa diukur, tetapi menetapkan suatu keputusan penilaian, dengan membandingkannya
dengan model alternatif yang lain, atau pelayanan lain tidak selalu bisa dilakukan.control
grups dalam pelayanan public sulit diwujudkan karena mahal, dianggap tidak etis dan ada
keterbatasan waktu.
Evaluasi program kesehatan sering berkaitan dengan estimasi tentang frekueansi dan
distribusi suatu penyakit disuatu wilayah dalam suatu waktu. Estimasi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang berkaitan, seperti : berapa persen kejadian prevalensi sakit, berkaitan dengan
Dalam WHO, indikator didefinisikan sebagai variable yang membantu untuk
mengukur perubahan. Indikator adalah variable yang dapat membantu mengukur perubahan-
perubahan. Variable adalah alat bantu evaluasi yang dapat mengukur perubahan secara
langsung atau tak langsung. Misalnya, kalau tujuan dari program adalah untul melatih
sejumlah tertentu tenaga kesehatan tiap tahun, maka suatu indikator langsung untuk
mengevaluasi boleh jadia berupa jumlah tenaga kesehatan yang betul-betul dilatih setiap
tahunnya. Contoh lain jika uang dievaluasi adalah hasil suatu program untuk memperbaiki
tingkat kesehatan golongan anak-anak, mungkin perlu untuk mengukur setiap perbaikan
dengan menggunakan beberapa indikator yang secara tak langsung dapat mengukur adanya
perubahan pada tingkat kesehatan mereka, misalnya status gizi yang digambarkan dengan
berat badan terhadap tinggi badan, angka kecukupan imunisasi, kesanggupan belajar, angka
kematian menurrut golongan umur, angka kesakitan, jenis penyakit tertentu, dan angka
Indikator harus valid, objektif, sensitif dan spesifik. Dalam memilih indikator harus
diperhitungkan sejauh mana indikator tersebut sah, bisa dipercaya, sensitif dan spesifik.
· Validitas atau keabsahan mempunyai arti bahwa indikator tersebut betul-betul mengukur
hal-hal yang ingin diukur. Indikator ini dapat digunakan untuk mengambarkan keadaan
· Reliabilitas atau dapat dipercaya mempunyai arti bahwa biarpun indikator digunakan oleh
orang yang berlainan, pada waktu yang berlainan, hasilnya akan tetap sama.
· Kepekaan atau sensitif berarti bahwa indikator tersebut harus peka terhadap setiap
perubahan mengenai keadaan atau fenomena yang dimaksud. Akan tetapi suatu indikator
dapat juga sensitif terhadap lebih dari satu keadaan atau fenomena.
· Kekhususan atau spesifisitas berarti bahwa indikator tersebut dapat menunjukan
1. Indikator yang berkaitan dengan status kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup
dan itu berarti mengukur pelayanan kesehatan. Sebagai indikator survival yang utama untuk
mengukur sistem kesehatan masyarakat seperti ditetapkan WHO 1981 ; Untuk mencapau
health for all by year 2000, adalah angka kematian bayi maximum 50 per 1000 bayi lahir
hidup dan angka harapan hidup waktu lahir minimal adalah 60 tahun atau lebih. Indikator
survival selain itu adalah indikator kualitas hidup, disini tentu saja tidak hanya indikator
kesehatan namun juga indikator kesehatan lainnya berupa indikator pertumbuhan badan,
idnikator status gizi, dan yang spesifik adalah angka kesakitan dan kematian bayi dan anak.
2. Indikator non kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup seperti : indikator sosial
ekonomi, pendidikan, budaya, lingkungan hidup dan perumahan, status kesehatan wanita.
Kulaitas hidup bersifat multi sektoral dan menjadi masalah serta diselesaikan secara multi
b. Alokasi sumber daya yang cukup untuk layaan kesehatan dasar.
d. Penyusunan stautu kerangka organisasi dan manajerial yang sesuai dengan strategi nasional
e. Manifestasi praktis dari komitmen politik internasional untuk kesehatan bagi semua.
a. Prosentase bayi-bayi yang di lahirkan dengan berat badan pada waktu lahir paling sedikit
2500 g.
b. Prosentase anak yang berat badannya menurut umur dengan norma-norma tertentu.
Indikator input atau indikator masukan seperti tersedianya sumber daya tenaga
dan sebagainya.
penggerakan perantauan, pengendalian dan penilaian. Secara khusus dalam proses pelayanan
kesehatan berkaitan dengan upaya peningkatan mutu asuhan kesehatan quality assurance
yaitu menjaga mutu, kepatuhan terhadap standar operasional pelayanan medis (SOP).
Indikator output (hasil program) merupakan ukuran-ukuran khusus bagi outup
program seperti jumlah puskesmas yang berhasil dibangun, jumlah kader gizi yang terlatih,
jumlah anak yang diimuniasasi, jumlah MCK yang dibangun, panjang pipa air yang berhasi
dipasang san sebagainya. Jumlah orang yang diobati atau kunjungan yang mendapat
pelayanan kesehatan.
Indikator outcomes (dampak jangka pendek) adalah ukuran-ukuran dari berbagai
dampak program seperti meningkatnya derajak kesehatan anak balita, menurunnya angka
kesakitan.
Indikator impact (dampak jangka panjang) seperti angka kematian bayi, angka
kematian ibu, meningkatnya status gizi anak dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut sering
kali tidak dibedakan antara dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
Rancangan olahraga harus mengikuti prinsip latihan yang telah dikemukakan oleh beberapa
1. Prinsip Beban Berlebih (Overload) Dengan beban berlebih, memaksa otot untuk
kekuatan dan daya tahan. Dengan pemulihan yang baik, tubuh akan kembali pada kondisi
2. Prinsip Tahanan Progresif Semakin maju, beban semakin ditingkatkan. Dengan cara ini
otot selalu bekerja pada daerah beban berlebih (overload zone). Setiap program latihan
kebugaran dan kondisioning akan sangat efektif apabila secara rutin latihan bertambah berat
untuk setiap minggu atau dua minggu. Prinsip ini didasarkan pada kenyataan bahwa tubuh
akan selalu beradaptasi dengan keadaan atau stres yang baru (Hairy, 1989).
3. Prinsip Susunan Latihan Kelompok otot yang lebih besar harus dilatih sebelum kelompok
otot yang lebih kecil. Otot yang lebih kecil cenderung lebih cepat lelah, sehingga untuk
menjamin terjadinya beban berlebih pada otot besar, otot tersebut harus dilatih sebelum otot
yang lebih kecil lelah. Sebagai contoh: otot kaki dan panggul harus dilatih sebelum otot
lengan. Untuk menjamin waktu pemulihan, tidak boleh ada latihan berurutan yang
4. Prinsip Spesifitas Teori SAID (Specific Adaptation to Improve Demand) dari O'Shea
mengatakan bahwa tubuh hanya beradaptasi secara khusus terhadap 4 beban yang diberikan.
Dengan demikian beban latihan harus disesuaikan dengan tujuan (O'Shea, 1976).
5. Prinsip Latihan Beraturan Untuk memberi adaptasi pada tubuh, harus dilakukan latihan
yang teratur.
6. Prinsip Kembali Asal Efek latihan akan hilang jika latihan tidak teratur atau bahkan
berhenti. Daya tahan aerobik akan menurun setelah satu minggu tidak latihan, sedangkan
7. Prinsip individualitas Pada dasarnya beban latihan harus diberikan sesuai dengan
8. Prinsip Beragam Kebosanan dalam berlatih merupakan fenomena yang paling sering
dikeluhkan oleh pelaku olahraga. Perlu dilakukan variasi dalam latihan baik jenis, metoda
Apabila pada saat latihan denyut jantung mendadak naik atau mendadak turun, berarti
latihan yang dilakukan melampaui takaran, kurangilah intensitasnya. Demikian pula apabila
timbul rasa nyeri di dada. Apabila ada rasa pusing, kepala terasa ringan dan keluar keringat
dingin, itu pertanda otak kurang mendapat cukup darah. Tetaplah bergerak dengan intensitas
yang lebih rendah (Teitz, 1989). Apabila sehari setelah latihan masih ada rasa capai yang
sangat, berarti latihannya terlalu keras, kurangi intensitas 5 latihan berikutnya. Demikian pula
apabila malam setelah latihan menjadi sulit tidur. Apabila pada menit-menit pertama
menjalankan latihan terasa sesak nafas, maka tambahlah pemanasan pada latihan berikutnya.
Jangan lupa untuk tetap minum, baik sebelum, selama maupun sesudah latihan (McArdle,
1986).
Program olahraga atau latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan ketahanan fisik
gangguan kesehatan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, program latihan harus dilakukan
dengan intensitas, durasi (waktu), frekuensi, jenis dan progresi yang tepat (Blair, 1995).
Program olahraga atau latihan fisik idealnya dirancang secara spesifik secara
individual dengan memperhatikan berbagai macam hal seperti kapasitas fisik, status
kesehatan, usia dan tujuan latihan. Sebagai contoh: program latihan pada orang dengan
kapasitas fisik yang rendah sebaiknya dimulai dengan intensitas, durasi dan frekuensi yang
Dalam penerapannya, suatu program latihan bukan merupakan program yang bersifat
kaku. Setiap saat perlu diadakan penyesuaian mengingat respon fisiologis seseorang terhadap
latihan bervariasi satu sama lain atau bahkan juga bervariasi dari waktu ke waktu. Pada
prinsipnya tujuan utama dalam menjalankan program latihan adalah membantu seseorang
untuk meningkatkan level aktivitas fisiknya secara bertahap. Dalam hal ini profesional dalam
bidang latihan fisik harus menyadari proses pemograman latihan fisik yang bukan semata-
mata harus didasarkan pada ilmu (science) akan tetapi harus juga dipandang sebagai seni (art)
yang memadukan berbagai aspek sehingga dapat dihasilkan suatu program yang paling tepat
(Andersen, 1999)
KAIDAH PEMROGRAMAN OLAHRAGA
Dalam penentuan program olahraga, beberapa hal yang harus ditetapkan antara lain
adalah intensitas latihan, durasi (waktu) latihan, frekuensi latihan, jenis latihan serta progresi
latihan yang tepat. A. Intensitas Latihan Intensitas latihan ditetapkan secara spesifik pada
setiap individu sesuai dengan kapasitas fisik yang dalam pelaksanaannya memerlukan
pengawasan secara terus menerus agar intensitas latihan benar-benar mencapai intensitas
yang diprogramkan. Intensitas latihan dapat diekpresikan dalam satuan absolut (contoh: watt)
maupun diekspresikan dalam bentuk relatif (misalkan terhadap frekuensi denyut jantung
maksimal, METs, VO2 maks maupun RPE/Rating of Perceived Exertion) (Jette, 1999).
mempertahankan suatu intensitas latihan berbeda dengan orang lain. Perbedaan ini sebagian
besar disebabkan oleh perbedaan intensitas latihan dimana terjadi akumulasi asam laktat
menjalankan level intensitas latihan ini menjadi hal yang harus diperhatikan dalam menyusun
program latihan.
dengan 85% kapasitas fungsional. Pada orang dengan dengan permasalahan jantung,
intensitas latihan dapat ditetapkan antara 40 sampai dengan 60% kapasitas fungsional. Durasi
latihan dapat ditetapkan sesuai dengan respon seseorang terhadap latihan. Sebagai contoh,
seseorang sudah harus merasa pulih dalam satu jam setelah latihan. Terlepas dari teknik
penetapan intensitas dan level intensitas yang dipilih, intensitas latihan tersebut merupakan
intensitas yang dapat dilakukan selama 15 sampai dengan 60 menit. Pada dasarnya tujuan
akhir menentukan besaran intensitas latihan adalah untuk memberikan petunjuk bagi
seseorang tentang intensitas latihan yang akan dapat memberikan manfaat yang maksimal
Pada umumnya, apabila tidak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang ekstrim, keadaan
psikologis maupun penyakit, terdapat hubungan yang relatif bersifat linear antara denyut
jantung pada saat latihan dengan intensitas latihan. Metode yang sering dipergunakan adalah
mempergunakan jumlah dari frekuensi denyut jantung istirahat ditambah dengan persentase
dari selisih antara frekuensi denyut jantung maksimal dengan frekuensi nadi istirahat. Denyut
nadi maksimal didapat dari rumus 220-umur. Contoh : Laki-laki usia 35 tahun, dengan
denyut nadi istirahat 68 kali per menit, dengan target latihan 80 % VO2 maks, maka denyut
nadi maksimal =220- 35=185 sedangkan target denyut nadi = 68 + 0.8(185-68) =162 kali per
untuk dilakukan karena frekuensi denyut jantung maksimal dapat bervariasi pada setiap
orang. Konfirmasi ini penting untuk mengevaluasi agar suatu latihan betul-betul
dilakukan pada intensitas yang optimal. Lebih lanjut, pada keadaan dimana terjadi
skala RPE lebih tepat dibandingkan berdasarkan frekuensi denyut jantung. (Feigenbaum
et al., 1999).
Salah satu pedoman RPE dikembangkan oleh Bjorg pada tahun 1982 dengan
mempergunakan skala dari 6 sampai dengan 20. Skala Bjorg sampai dengan sekarang
masih cukup sering dipergunakan akan tetapi dewasa ini terdapat alternatif skala
=maksimal). Dengan adanya dua skala yang sekarang ini sering dipergunakan, penetapan
intensitas dengan mempergunakan RPE harus jelas mencantumkan standard RPE yang
6 0
8 1 Sangat ringan
10 3 Sedang
12 5 Berat
13 Agak berat 6
14 7 Sangat berat
15 Berat 8
16 9
18 Maksimal
20
Penggunaan skala kategori Bjorg didasarkan pada temuan bahwa kategori RPE Bjorg
meningkat secara linear dengan peningkatan respon fisiologis seperti frekuensi denyut
jantung, ventilasi dan konsumsi oksigen. Walaupun demikian dewasa ini skala Bjorg
dikembangkan karena terdapat temuan bahwa pada latihan intensitas rendah dan tinggi subjek
lebih mudah untuk mengaitkan persepsinya terhadap kelelahan dengan skala kategori-ratio.
(Jette, 1994)
Jette (1994) menyatakan bahwa METS adalah satuan dari kapasitas fungsional tubuh
Biasanya rentang latihan yang disarankan adalah 40 sampai dengan 85% kapasitas fungsional
maksimal. Setelah menetapkan rentang intensitas yang diinginkan, dapat dipilih kegiatan fisik
berpengaruh pada keluaran METs. Mengingat terdapat keterbatasan ini, pada lingkungan
yang ekstrim intensitas latihan dengan mempergunakan frekuensi denyut jantung dan RPE
lebih cocok untuk dilakukan (Jette et al., 1994). Apapun pedoman intensitas latihan yang
ditetapkan, sebaiknya intensitas latihan ditetapkan dalam nilai kisaran. Setelah kisaran
intensitas latihan ditetapkan, misalnya 5 sampai dengan 9 METs, sebaiknya latihan dimulai
dengan intensitas yang rendah kemudian dilanjutkan pada intensitas yang lebih tinggi secara
bergantian. Hasil akhir pengeluaran energi pada kisaran ini akan sama dengan latihan
intermiten 6 sampai dengan 8 METs atau latihan kontinyu dengan intensitas 7 METs (Jette et
al., 1999).
Bulutangkis 5,8
basket 8,3
Berlari
Squash 9,9
B. Durasi Latihan
Durasi latihan inti berkisar antara 15 sampai dengan 60 menit (Blair, 1995). Durasi
waktu ini dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas fungsional tubuh. Durasi waktu yang
diaksanakan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Latihan dengan intensitas tinggi
dan durasi latihan pendek menimbulkan respons tubuh yang sama dengan latihan dengan
intensitas yang rendah dan durasi yang lama. Latihan selama 5 sampai 10 menit dengan
Walaupun demikian latihan dengan intensitas tinggi dan durasi yang pendek tersebut tidak
dapat diterapkan pada kebanyakan orang, sehingga lebih disarankan untuk melaksanakan
program latihan dengan intensitas yang sedang dan durasi yang lebih lama (Kraemer, 2004).
Program tersebut disarankan karena memiliki resiko cedera yang rendah dan potensial untuk
Untuk orang yang terbiasa dengan aktivitas yang rendah, durasi yang disarankan
adalah 20 sampai dengan 30 menit dengan intensitas (40 sampai dengan 60% kapasitas
fungsional). Penyesuaian durasi dan intensitas latihan didasarkan pada respon fisiologis
individu terhadap latihan, status kesehatan dan tujuan latihan (misalkan: penurunan berat
badan). Pada umumnya pada fase awal durasi latihan dapat bertahap ditingkatkan dari 20
C. Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan tergantung dari durasi dan intensitas latihan. Frekuensi latihan yang
dapat dilakukan dapat beberapa laki dalam sehari sampai dengan 5 kali dalam seminggu
tergantung jenis latihan, keadaan fisik dan tujuan latihan (Kraemer et al., 2004). Pada orang
dengan kondisi fisik yang rendah dapat dilakukan latihan dengan intensitas 3 METs selama 5
menit yang dilakukan beberapa kali sehari. Sesorang dengan kapasitas fungsional 3-5 METs,
latihan dapat dilakukan 1-2 kali sehari. Individu dengan kapasitas fisik >5METs disarankan
untuk berlatih 3 kali per minggu pada har yang berselingan. Individu dengan jenis latihan
beban sebaiknya juga berlatih tiga kali dalam semimngu pada hari yang berselingan. Latihan
dengan frekuensi intensif sebaiknya juga dilakukan dengan jenis latihan beban dan non beban
secara bergantian. Hal yang dihindari adalah latihan beban yang dilakukan lebih dari 5 kali
dalam seminggu. Latihan jenis ini dengan frekuensi yang tinggi meningkatkan resiko cedera
D. Jenis Latihan
1.Latihan Fleksibilitas
Untuk dapat menjalankan aktivitas fisik secara optimal diperlukan jangkauan gerak
(range of motion) sendi yang optimal pad semua persendian. Jangkauan gerak pada
persendian bagian pinggang bawah dan tungkai atas terutama harus diperhatikan. Pada daerah
ini, jangkauan gerak yang terbatas meningkatkan resiko terjadinya gangguan nyeri punggung
bawah kronis (low back pain/lbp).Oleh karenanya, program pencegahan dan rehabilitasi lbp
fleksibilitas sendi biasanya terjadi pada orang tua sehingga latihan pada orang tua harus
banyak mengandung unsur pengulran (stretching) yang terutama ditujukan pada persendian
Latihan fleksibilitas dapat dilakukan secara perlahan dengan peningkatan secara bertahap
untuk mencapai jangkauan sendi yang lebih lebar. Gerakan dinamis dengan kecepatan lambat
dapat diikuti dengan gerakan statis yang dipertahankan selama 10 sampai dengan 30 detik.
Tingkat stretching ditetapkan pada tingkat dimana tidak dirasakan nyeri yang berlebihan.
memerlukan kekuatan dan ketahanan otot seperti : mengangkat, memanggul atau mendorong
benda yang berat. Stress fisiologis yang ditimbulkan akibat melakukan gerakan-gerakan
tersebut sebanding dengan kebutuhan kontraksi otot yang diperlukan. Pemeliharaan kekuatan
otot penting untuk dilakukan karena dengan bertambahnya usia secara alami terjadi
Kekuatan otot didapatkan dari latihan dinamis dengan intensitas tinggi dengan repetisi
rendah atau dengan kontraksi statis. Baik latihan angkatan dinamis maupun kontraksi statis
dapat meningkatkan tekanan darah arteri. Oleh karenanya latiahan beban maksimal tidak
diperkenankan untuk dilakukan pada penderita tekanan darah tinggi. Pada keadaan ini lebih
aman untuk dilakukan latihan dinamis dengan beban ringan untuk meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot. Latihan kekuatan sebaiknya dilakukan 2 sampai 3 kali seminggu. Latihan
isotonis dapat mempergunakan beban bebas (free-weight) atau beban mesin (supported weiht
Salah satu tujuan utama dari latihan fisik adalah untuk meningkatkan atau
dapat dicapai dengan program latihan aerobic. Latihan ketahanan dapat diklasifikasikan
berdasar (1) pemakaian oksigen (aktivitas fisik hemat atau boros oksigen) dan (2)
intra dan inter individual rendah dengan contoh: berjalan, jogging dan bersepeda.
aktivitas kelompok II relative stabil pada individu yang sama (variabilitas intra-
individualnya rendah) . Contoh dari latihan kelompok I adalah : berenang dan ski.
• Kelompok III : Latihan yang variabilitas intra dan inter individunya tinggi.
Contoh latihan kelompok III adalah basket, tennis dan berbagai olahraga permainan
lain. Mengingat diperlukan kontrol atas intensitas latihan, jenis latihan pada kelompok I
dan II dianjurkan dalam program latihan. Lebih lanjut latihan dapat dilakukan secara terus
menerus atau dengan interval disesuaikan dengan kapasitas fisik individu yang
menunjukkan respon yang stabil terhadap latihan dan orang tersebut mampu menjalankan
latihan fisik dengan intensitas yang sama atau lebih besar dari 5 METs. (Feigenbaum et
al., 1999).
E. Progresi Latihan
Setiap sesi latihan terdiri dari (1) latihan pemanasan selama 5 sampai dengan 10
menit, (2) latihan inti selama 15 sampai 60 menitdan (3) pendinginan selama 5-10 menit.
Pemanasan dirancang untuk meningkatkan tingkat metabolisme sebesar 1 METs yang secara
beratahap ditingkatkan sampai level sasaran pada latihan inti. Latihan inti dapat dilakukan
secara kontintu maupun diskontinyu yang meliputi aktivitas aerobik dan melibatkan otot-otot
besar serta menaikkan frekuensi denyut jantung. Latihan pendinginan meliputi latihan yang
membantu adaptasi tubuh dalam menurunkan kapasitas latihan sampai latihan dihentikan.
Latihan ini baik untuk memulihkan sirkulasi tubuh secara perlahan-lahan. Aliran darah yang
semula terutama didistribusikan pada otot secara perlahan dialihkan pula agar merata
a. Gerakan 1
1. Posisi duduk bersila dengan menegakkan punggung, letakkan tangan di atas kaki
seperti orang yang sedang bersemedi. Lakukan posisi ini untuk beberapa saat sambil
mengatur pernafasan. Gerakan ini bisa dilakukan di atas matras, karpet, tikar, atau
alas yang lembut dan empuk lainnya.
2. Posisi duduk di atas alas lembut seperti di atas dengan merenggangkan kedua kaki
lurus ke depan. Langkah selanjutnya yaitu condongkan tubuh ke belakang dan
bertumpu pada siku lengan yang diletakkan di lantai. Lakukan gerakan telapak kaki
dengan menegakkan lalu mengarahkannya ke bawah hingga posisinya lurus dengan
lutut. Gerakan lainnya yaitu menggerakkan telapak kaki ke samping, lalu tegakkan
lurus, ke samping lagi, ulangi gerakan ini sampai merasa cukup.
3. Posisi tidur dengan satu bantal menyangga kepala, lalu angkat kedua lutut kaki
menjadi seperti posisi melahirkan. Tarik nafas sedalam-dalamnya lewat mulut, tahan,
dan mengejan, seperti saat sedang buang air besar. Jika ibu merasa nafas sudah mau
habis, keluarkan nafas kemudian tarik nafas kembali, dan ulangi proses ini sebanyak
beberapa kali.
b. gerakan ke 2
1. Gerakan pertama yaitu posisi berdiri dan tangan di pinggang,
gerakkan leher ke kanan dan kiri untuk meregangkan otot leher.
3. Tidur telentang dengan satu kaki lurus dan satu kaki
ditekuk kemudian dorong kembali ke depan. Lakukan
bergantian dengan kaki lainnya. Gunanya untuk latihan
dasar panggul.