Anda di halaman 1dari 17

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

“ KEB IJAKAN STRATEGIS MANAJEM EN SDM UNTUK


PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ORGANISASI ”

Dosen Pengampu :

Dr. Dra. Putu Saroyini Piartrini, M.M., Ak.

OLEH :
KELOMPOK 7 :

I Putu Indra Samyoga Edom Mulyana 1907521099 07


Lisa Setiawati 1907521229 14
Putu Ganetya Divananda 1907521253 21
I Made Agus Gita Wijaya Krisna 1907521282 28

PROGRAM STUDI MANA JEM E N

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYA NA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah dari mata kuliah Perencanaan Sumber Daya Manusia yang
membahas tentang “Strategi Manajemen Kinerja, Strategi Kolaborasi dengan serikat
Pekerja,High Performing Work Enironment,Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)”

Kami harap paper ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
memaha mi hal yang berhubunga n dengan perencanaan sumber daya manusia. Kami
menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat memba ngun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
paper ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan paper ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberkati kita semua dalam segala usaha kita.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar,18 Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ................................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3

2.1 Strategi Manajemen Kinerja............................................................................................. 3

2.2 Strategi Kolaborasi dengan serikat Pekerja .......................................................................... 5

2.3 High Performing Work Enironment ................................................................................ 7

2.3.1 Definisi High Performing Work Environment ......................................................... 7

2.3.2 Menciptakan Lingkungan Kerja Berkinerja Tinggi (High performing work


environment) ......................................................................................................................... 8

2.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ......................................................................... 9

2.4.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).......................................................... 9

2.4.2 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja ............................................................. 10

2.4.3 Alasan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................ 12

2.4.4 Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.................................................... 12

BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu organisasi, Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang


paling penting, dinamika atau mobilitas organisasi atau perusahaan yang satu
dengan yang lain berbeda-beda. Adanya mobilitas atau dinamika yang rendah
sangat tidak diharapkan oleh siapapun, apalagi diera sekarang dimana terjadi
persaingan yang sangat ketat, organisasi yang berkinerja rendah akan digilas
oleh kompetitor atau pesaing. Bila organisasi tetap juga tidak melakukan
perubahan, maka lama-kelamaan organisasi tersebut akan mengalami
kehancuran.

Keberadaan SDA yang melimpah namun produktivitas manusianya


rendah, maka ketersediaan sumber daya alam yang banyak tersebut tidak akan
mampu memberikan kontribusinya yang maksimal untuk manusia. Sebaliknya
jika produktivitas tinggi, walaupun SDA kurang mendukung, akan terjadi
sebaliknya.

` Jumlah sumber daya manusia yang banyak juga belum dapat digunakan
sebagai pegangan bahwa sebuah organisasi akan maju, jika SDM yang ada
tersebut kualitasnya rendah atau tidak produktif, bahkan disebuah organisasi yang
jumlah manusia banyak namun tidak produktif justru dapat menjadi benalu untuk
memberatkan organisasi. Untuk itu yang diperlukan adalah manusia yang
berkualitas, dan manusia yang berkualitas tersebut berhimpitan langsung dengan
Strategi Manajemen SDM.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Strategi Manajemen Kinerja?

2. Bagaimana Strategi Kolaborasi dengan serikat Pekerja?

3. Apa itu High Performing Work Enironment ?

4. Apa yang di maksud Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Strategi Manajemen Kinerja

2. Untuk mengetahui Strategi Kolaborasi dengan serikat Pekerja

3. Untuk mengetahui High Performing Work Enironment

4. Untuk mengetahui Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Strategi Manajemen Kinerja

Sebuah perusahaan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan ketika
perusahaan tersebut memiliki manajemen kinerja yang terarah. Pada dasarnya,
manajemen kinerja adalah proses yang berkaitan dengan perencanaan,
pengelolaan dan penerapan hukum dalam perusahaan dalam kaitannya dengan
setiap karyawan yang bekerja sesuai tugas mereka. Kunci utama untuk mengukur
manajemen kinerja yang baik adalah mengetahui dan
mengidentifikasi hard dan soft elemen yang ada. Maka dari itu, sebagai pemilik
perusahaan kita harus jeli dalam menentukan strategi manajemen kerja agar bisa
diterapkan dan dijalankan oleh seluruh aspek perusahaan agar dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa hal yang penting dalam membuat strategi
manajemen kinerja diantaranya:

 Tentukan Tujuan Perusahaan.

Karyawan tidak akan bekerja dengan baik sesuai apa yang


diinginkan apabila tujuan utama perusahaan tidak jelas. Baik itu yang
berkaitan dengan nilai-nilai perusahaan maupun hal-hal yang sebenarnya
sepele namun itu penting. Misalnya saja, mengenai metode kerja, kontrak
kerja yang jelas dan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan
hal lainnya. Untuk menentukan tujuan perusahaan, juga penting untuk
melihat sumber daya yang dimiliki perusahaan. Baik itu sumber daya
untuk kegiatan operasional maupun sumber daya manusia. Kedua faktor
ini penting untuk mencapai tujuan utama perusahaan nantinya. Lalu, kita
dapat melakukan survei apakah tujuan perusahaan tersebut dapat relevan
dengan kondisi saat ini.

 Melakukan Feedback Secara Berkala.

Setelah menentukan tujuan perusahaan yang jelas dan melakukan


survei, saatnya untuk melakukan feedback secara berkala. Dalam strategi
manajemen kinerja, feedback berkala ini merupakan elemen penting

3
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perusahaan tersebut dijalankan.
Hal ini penting dilakukan untuk menghindari kejutan yang ada ketika
menjalankan operasional perusahaan. Feedback dilakukan dengan tujuan
sebagai pembinaan kinerja baik bagi para karyawan, maupun jajaran
direksi perusahaan. Sebab, tidak jarang perusahaan tertentu ketika
mengalami permasalahan cenderung menyalahkan karyawan, padahal
sebenarnya bukan karena hal tersebut. Maka, penting kiranya untuk
mendengarkan feedback dari karyawan.

 Pembagian Kerja yang Terstruktur dengan Baik.

Strategi manajemen kinerja lainnya yang perlu diperhatikan adalah


mengenai pembagian kerja. Kerap kali dalam sebuah pekerjaan, antar
karyawan maupun antara karyawan dengan direksi perusahaan saling
lempar tanggung jawab. Sebenarnya, ini bisa diatasi dengan
menggunakan manajemen kinerja ini ketika job description yang dibuat
jelas dan terarah. Banyak dari kejadian seperti itu yang dikarenakan job
description tidak terarah dengan baik dan rancu. Sehingga, karyawan pun
akan kebingungan ketika melakukan pekerjaannya. Ingat, tidak adanya
pembagian kerja yang baik akan berdampak buruk pada perusahaan.
Perusahaan pun wajib melakukan pembagian kerja sesuai dengan porsi
karyawan dan mengedukasi karyawan secara berkala. Terutama, ketika
karyawan tersebut mendapatkan tugas baru.

 Menggunakan Teknologi.

Di era dengan perkembangan teknologi, cukup mustahil jika


perusahaan tidak membutuhkannya dalam pembuatan strategi manajemen
kinerja. Adanya software khusus dalam membuat manajemen kinerja ini
tentu sangat memudahkan perusahaan. Khususnya dari segi efisiensi
waktu yang dibutuhkan. Misalnya perusahaan cukup besar dan tidak
mungkin untuk mengumpulkan seluruh karyawan yang ada. Kita bisa
menggunakan fitur-fitur yang ada dalam software tersebut seperti
meeting online, mengisi kuesioner dan hal lain yang berhubungan dengan
elemen-elemen dalam merancang strategi manajemen kinerja.

 Melakukan Evaluasi Berkala.

Terakhir yang perlu dilakukan oleh perusahaan ketika merancang


strategi manajemen kinerja adalah dengan melakukan evaluasi secara
berkala. Evaluasi bisa dilakukan paling tidak satu bulan sekali untuk
melihat seberapa efektifkah manajemen kinerja tersebut selama kurun

4
waktu yang telah ditentukan. Dengan adanya evaluasi ini perusahaan
menjadi mengetahui apa sajakah hambatan dan tantangan yang dihadapi
oleh para karyawan, jajaran direksi, dan semua aspek di perusahaan
dalam mencapai sebuah target yang ditentukan. Jika dirasa ada hal-hal
kurang efektif maka perlu adanya perubahan.

2.2 Strategi Kolaborasi dengan serikat Pekerja

Manajemen mesti memberi respek terhadap keberadaan dan fungsi serikat


pekerja sebagai representasi dari para karyawan. Sebaliknya, serikat pekerja juga
harus memberi respek kepada manajemen untuk mengelola kegiatan operasional
perusahaan dan mengarahkan aktivitas karyawannya. Kedua belah pihak mesti
saling menerima dan mengakui perspektif hak dan kewajibannya sesuai dengan
ketentuan peraturan ketenagakerjaan dan norma sosial yang berlaku serta
dibakukan di dalam perjanjian kerja bersama ataupun peraturan perusahaan. Lebih
dari itu, manajemen juga harus memberi respek terhadap hak asasi semua
karyawan untuk bergabung dan berpartisipasi dalam kegiatan serikat pekerja,
bahkan dalam upaya industrial action yang cukup keras seperti hak untuk mogok
tanpa adanya rasa takut terintimidasi, tekanan, paksaan, dan pengaruh lainnya dari
pihak manajemen. Demikian pula, serikat pekerja juga berkewajiban untuk
memperlakukan semua karyawan dengan baik dan dalam prinsip in good faith,
termasuk bilamana karyawan menolak bergabung dengan serikat pekerja
sekalipun serta memperlakukan dan bersikap terhadap manajemen dengan patut
dan rasa hormat sesuai norma sosial.

Pihak manajemen dan serikat pekerja juga semestinya seiring sejalan


untuk selalu sepakat dengan kesepakatan bersama yang dibangun secara sinergis
dan mutualis. Visi utama yang akan dibangun dari kondisi ini adalah terbentuknya
relasi mutualis yang saling menguntungkan antara pihak manajemen dengan pihak
karyawan, terbentuknya kondisi dasar syarat kerja yang berkualitas dan nyaman
(jam kerja, upah kerja, dan lingkungan kerja) bagi para karyawan serta adanya
mekanisme bipartit yang efektif, responsif, dan proaktif di dalam mengatasi
berbagai munculnya konflik industrial. Salah satu prinsip mendasar dalam tata

5
aturan ketenagakerjaan secara universal adalah mendorong kedua belah pihak
untuk mampu menyatukan dan menyelesaikan berbagai perbedaan dan konflik
industrialnya dalam perspektif kolaboratif. Untuk itu, perlu dibangun dan dipupuk
relasi yang baik dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, rasa hormat,
dan penghargaan terhadap HAM. Semaksimal mungkin, konflik yang muncul
harus dapat diselesaikan di antara karyawan dengan atasannya. Perlu dibangun
lingkungan industrial yang responsif di mana setiap permasalahan yang muncul,
khususnya masalah industrial, harus segera diatasi dan menjadi concern semua
pihak.

Upaya-upaya yang melibatkan pihak ketiga, baik yang jalur non-litigasi


maupun litigasi, seyogyanya dihindari dan dicegah. Prinsipnya, pihak-pihak
internal perusahaanlah yang paling tahu persoalan internal perusahaan. Pihak
manajemen harus memberikan standar pengupahan yang kompetitif dan adil,
tunjangan yang tepat dan memadai, serta lingkungan kerja yang berkualitas dan
nyaman sesuai dengan kondisi perusahaan dan kesetaraan dengan perusahaan lain
yang sejenis. Pihak manajemen perlu berbagi informasi yang secukupnya
menyangkut hal strategis yang akan dibangun oleh perusahan kepada pihak serikat
pekerja. Pihak manajemen juga perlu mendengar aspirasi dari serikat pekerja,
khususnya yang terkait dengan aspek kebijakan dan efisiensi kegiatan operasional
perusahaan. Terlebih, ketika muncul isu-isu rencana operasional atau finansial
perusahaan tersebut akan berdampak negatif terhadap para karyawan. Kedua belah
pihak juga harus bekerja sama secara efektif dengan sistem komunikasi yang
terbuka dan efektif. Mereka tidak lagi hanya bertemu bila ada persoalan. Mereka
perlu membangun strategi kolaboratif dalam rangka pencapaian tujuan mutual
bersama dan juga akan meningkatkan orientasi pelayanan terhadap pelanggan
serta mengondisikan adanya lingkungan kerja yang nyaman bagi para karyawan.
Relasi serikat pekerja dan manajemen yang kolaboratif mesti dibangun dalam
fondasi kepentingan mutualis bersama secara jujur, adil, dan saling percaya.

6
Kolaborasi manajemen-serikat pekerja akan menjadi media efektif untuk
membangun dan menerapkan perbaikan-perbaikan di tempat kerja dan sekaligus
membangun relasi yang baik dengan berbagai stakeholders lainnya, seperti
pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Perlu mekanisme pembelajaran
bersama antara unsur serikat pekerja dan mitra manajemen guna mengeksplorasi
berbagai potensi manfaat dari kolaborasi manajemen-serikat pekerja dan
membekali mereka dengan berbagai kajian dan proses untuk menerapkan
kolaborasi ini di lingkungan kerjanya.

2.3 High Performing Work Enironment


2.3.1 Definisi High Performing Work Environment

High performing work environment atau Lingkungan Kerja Berkinerja


Tinggi merupakan faktor lingkungan yang potensial mempengaruhi employee
engagement. Definisi high performing work environment menurut
(Macey,Schneider,Barbera,Young;2009) merupakan lingkungan yang dapat
menciptakan karyawan engage (terikat) adalah lingkungan yang dapat
menyediakan lahan informasi, kesempatan belajar, dan mampu menciptakan
keseimbangan kehidupan karyawannya, yaitu dengan menciptakan suatu basis
untuk menampung energi dan inisiatif karyawan.

Sedangkan pengertian lingkungan kerja secara umum Menurut A.A.


Anwar Prabu Mangkunegara (2005), menyatakan bahwa: “Lingkungan kerja
adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas”.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai keadaan lingkungan


sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat.
Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai
keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan
pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai
keadaan disekitar tempat mereka bekerja, yaitu lingkungan kerja. Selama
melakukan pekerjaan, setiap karyawan akan berinteraksi dengan berbagai kondisi
yang terdapat dalam lingkungan kerja (Komarudin 1983).

Kehidupan sosial yang dimaksud berkenaan dengan keyakinan nilai-nilai,


sikap, pandangan, pola atau gaya hidup di lingkungan sekitar serta interaksi antara
orang-orang yang bekerja dalam suatu perusahaan baik itu interaksi antara atasan
dengan bawahan maupun dengan rekan kerja (Komarudin 1983).

7
Kehidupan psikologis adalah interaksi perilaku-perilaku karyawan dalam
suatu perusahaan dimana mereka bekerja. Setiap orang dalam suatu perusahaan
membawa suatu harapan akan pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Adanya
kebutuhan dan keinginan itu mendorong mereka berperilaku untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginannya ( Komarudin 1983).

2.3.2 Menciptakan Lingkungan Kerja Berkinerja Tinggi (High performing

work environment)

Sudah banyak organisasi menguras energi finansial, konsentrasi dan


waktunya untuk mendapatkan karyawan dengan kualitas unggul. Mulai dari
penggunaan iklan yang terbilang tidak murah, psikotes, tes kesehatan, dan
wawancara. Tidak jarang, perusahaan melakukan tes-tes tambahan yang mengkait
dengan spesifikasi pekerjaan yang ditawarkan. Bahkan. tidak tanggung-tanggung
menggaet konsultan untuk mendapatkan kandidat terbaik.
Dengan merekrut karyawan berkualitas unggul, perusahaan merasa puas,
dengan anggapan bahwa karyawan dengan kemampuan yang baik dipastikan akan
mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik. Coba kita amati lingkungan kerja
kita masing-masing. Mungkin tidak jarang ditemui orang-orang dengan
kompetensi yang mumpuni tidak mampu menampilkan kinerja yang optimal,
bahkan tidak jarang menjadi trouble maker di lingkungan kerjanya.

Formula sederhana dalam ilmu perilaku sebenarnya dapat memberikan


kerangka solusi terkait masalah kinerja ini. Dalam Field Theory-nya, Kurt Lewin
mengatakan bahwa “Human behavior is the function of both the person and the
environment”. Artinya kurang lebih adalah bahwa perilaku adalah fungsi dari faktor-
faktor personal (watak, kepribadian, kompetensi, dll) dan lingkungan (situasi
sosial, kondisi2 kerja, dll).

Dalam kaitan ini, kinerja unggul, yang merupakan salah satu bentuk dari
perilaku, ditentukan oleh faktor kemampuan individu (yang dipastikan dalam
rekrutmen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat menyangkut budaya
kerja, hubungan antar individu, termasuk relasi dengan atasan, sistim reward-
punishment, dll. Nah, sudah terjawab bukan mengapa sering ditemui orang-orang
dengan bakat dan kompetensi unggul yang sudah terseleksi secara ketat belum
tentu berkinerja unggulan pula. Kuncinya adalah faktor lingkungan (dengan
asumsi rekrutmen sudah mampu menjaring SDM berkualitas). Sekarang,
lingkungan kerja seperti apa yang diharapkan karyawan sehingga karyawan akan
merasa termotivasi untuk menampilkan kinerja terbaiknya.

8
Gallup Organisation, lembaga riset perilaku terbesar di US (juga
penyelenggara Polling US Election), mendefinisikan lingkungan kerja yang baik
adalah lingkungan kerja yang membuat karyawan merasa pusat dengan dengan
pekerjaannya dan memberikan hasil akhir bisnis yang positif. Temuan penting
dari Gallup adalah bahwa peran atasan menjadi kunci utama dalam menciptakan
kinerja unggulan. Lebih lanjut dikatakan, tidak ada sistim, proses, atau tim yang
bisa jalan sendiri betapapun modernnya, yang dapat menggantikan peran atasan
langsung.

Menurut Dr. A.J. Schuller, presiden Schuller Solutions, sebuah konsultan


Leadership Development terkemuka mengatakan, tantangan terbesar menjadi
atasan yang baik adalah belajar membiasakan diri terhadap otoritas, terutama jika
otoritas tsb adalah hal yang baru dihadapi. Berikut adalah beberapa tips yang bisa
dipraktekkan:

1. Menjaga keseimbangan antara bersikap ramah dan bersikap tegas pada


bawahan. Sangat penting bagi Anda untuk menemukan keseimbangan
dalam menjalankan gaya manajemen yang tidak terlalu keras, tapi juga
tidak terlalu lembek.

2. Memahami keunikan karyawan. Atasan yang baik mampu berkomunikasi


secara efektif dan memotivasi dengan cara yang sesuai dengan karakter
bawahan.

3. Mudah diakses. Atasan yang baik adalah yang mau meluangkan waktunya
untuk mendengar apa saja keluhan atau uneg2 karyawan dan tidak mudah
memberikan penilaian negatif pada karyawan.

4. Mampu mendelegasikan tugas. Atasan mampu melatih karyawan untuk


mengambil alih detail, membantu mereka meraih sukses, dan memberikan
kesempatan untuk mengerjakan dengan caranya sendiri, sepanjang hasil
kerja yang diharapkan tercapai.

5. Atasan yang sukses adalah yang mampu menciptakan suasana respek pada
setiap karyawan, menghargai setiap usaha yang telah dilakukan,
melibatkan dalam pengambilan keputusan.

2.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


2.4.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Kesehatan Kerja Menurut Suma’mur (1996), berpendapat bahwa


kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang
bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat

9
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha
preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum

Keselamatan kerja menurut Mondy dan Noe (2005:360) adalah


perlindungan karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang
terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspekaspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan
pendengaran.

Mangkunegara (2002:163) berpendapat bahwa keselamatan dan kesehatan


kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil
dan makmur. Sedangkan Mathis dan Jackson (2002:245) menyatakan bahwa
Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik
seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

2.4.2 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

a. Program Kesehatan Kerja

Program kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan
fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko
kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi
periode waktu yang ditentukan, Lingkungan yang dapat membuat stress emosi
atau gangguan fisik Mangkunegara (2000:161). Perlindungan tenaga kerja
meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan keselamatan,
Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan
pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga
kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada
dirinya yang dapat menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan
pekerjaannya. Program kesehatan fisik yang dibuat oleh perusahaan sebaiknya
terdiri dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen menurut Ranupandojo dan
Husnan (2002:263) berikut ini :

 Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima


bekerja.
 Pemeriksaan keseluruhan para karyawan kunci (key personal) secara
periodik.
 Pemeriksaan kesehatan secara sukarela untuk semua karyawan secara
periodik. Tersedianya peralatan dan staff media yang cukup.
 Pemberian perhatian yang sistematis yang preventif masalah ketegangan.

10
 Pemeriksaan sistematis dan periodic terhadap persyaratan sanitasi yang
baik.
Selain melindungi karyawan dari kemungkinan terkena penyakit
atau keracunan, usaha menjaga kesehatan fisik juga perlu memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan karyawan memperoleh ketegangan atau
tekanan selama mereka bekerja. Stress yang diderita oleh karyawan selama
kerjanya, sumbernya bisa dikelompokkan menjadi empat sebab:
1) Yang bersifat kimia,
2) Yang bersifat fisik,
3) Yang bersifat biologis,
4) Yang bersifat sosial.

b. Program Keselamatan Kerja

Pengertian program keselamatan kerja menurut Mangkunegara


(2000:161) Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat
dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Keselamatan kerja
adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Dari uraian tersebut diatas, maka pada dasarnya usaha
untuk memberikan perlindungan keselamatan kerja pada karyawan dilakukan 2
cara Soeprihanto (2002:48) yaitu:

1) Usaha preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat


sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja sehingga dapat
mengurangi atau tidak menimbulkan bahaya bagi para karyawan.
Langkah-langkah pencegahan itu dapat dibedakan, yaitu :
 Subsitusi (mengganti alat/sarana yang kurang/tidak berbahaya)
 Isolasi (memberi isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya)
 Pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya.
 Pemakaian alat pelindung perorangan (eye protection, safety hat
and cap, gas respirator, dust respirator, dan lain-lain).
 Petunjuk dan peringatan ditempat kerja.
 Latihan dan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Usaha represif atau kuratif Kegiatan yang bersifat kuratif berarti mengatasi
kejadian atau kecelakaan yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya
yang terdapat di tempat kerja. Pada saat terjadi kecelakaan atau kejadian
lainnya sangat dirasakan arti pentingnya persiapan baik fisik maupun
mental para karyawan sebagai suatu kesatuan atau team kerja sama dalam
rangka mengatasi dan menghadapinya.

11
2.4.3 Alasan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Sunyoto (2012:242) ada tiga alasan pentingnya keselamatan dan


kesehatan kerja:
a. Berdasarkan perikemanusiaan
Pertama-tama para manajer mengadakanpencegahan kecelakaan atas dasar
perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan demikian untuk
mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang menderita luka
serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan.
b. Berdasarkan undang-undang
Karena pada saat ini di Amerika terdapat undang-undang federal, undang-
undang negara bagian dan undang-undang kota praja tentang keselamatan dan
kesehatan kerja dan bagi mereka yang melanggar dijatuhkan denda.
c. Berdasarkan Ekonomis
Yaitu agar perusahaan menjadi sadar akan keselamatan kerja karena biaya
kecelakaan dapat berjumlah sangat besar bagi perusahaan.

2.4.4 Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Departemen tenaga kerja Republik Indonesia mengharapkan bahwa upaya


pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu koordinasi dari
berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang didasarkan atas sikap,
pengetahuan, dan kemampuan. Beberapa ahli telah mengembangkan teori
pencegahan kecelakaan dikenal 5 tahapan atau pendekatan pokok menurut
Komang dikutip oleh Sunyoto (2012:242):

1) Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja Pada era industrialisasi


dengan kompleksitas permasalahan dan penerapan prinsip manajemen
modern, masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan
oleh orang per orang atau secara pribadi, namun memerlukan banyak
orang, berbagai jenjang dalam organisasi yang memadai
2) .Menemukan fakta dan masalah Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan
melalui survei, inspeksi, penelitian, investigasi, dan review of record.
3) Analisis Tahap ini terjadi proses bagaimana fakta atau masalah ditemukan
dapat dicari solusinya. Fase ini, analisis harus dapat dikenali berbagai hal
antara lain: sebab utama masalah tersebut, tingkat kekerapannya, loksi,
kaitannya dengan manusia maupun kondisi. Analisis ini bisa saja
menghasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan.
4) Pemilihan atau penetapan alternatif (pemecahan) Dari berbagai alternatif
pemecahan perlu diadakan seleksi untuk ditetapkan satu yang benar-benar
efektif dan efisiensi serta dipertanggungjawabkan.
5) Pelaksana Jika sudah dipilih alternatif pemecahan maka harus diikuti
dengan tindakan dari keputusan penetapan tersebut. Dalam proses
pelaksanaan dibuthkan adanya kegiatan pengawasan agar tidak terjadi
penyimpangan

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Manajemen kinerja adalah proses yang berkaitan dengan perencanaan, pengelolaan dan
penerapan hukum dalam perusahaan dalam kaitannya dengan setiap karyawan yang
bekerja sesuai tugas mereka. Kunci utama untuk mengukur manajemen kinerja yang
baik adalah mengetahui dan mengidentifikasi hard dan soft elemen yang ada.

2. Fungsi serikat pekerja sebagai representasi dari para karyawan. Sebaliknya, serikat
pekerja juga harus memberi respek kepada manajemen untuk mengelola kegiatan
operasional perusahaan dan mengarahkan aktivitas karyawannya

3. High Performing Work Environment menurut (Macey,Schneider,Barbera,Young;2009)


merupakan lingkungan yang dapat menciptakan karyawan engage (terikat) adalah
lingkungan yang dapat menyediakan lahan informasi, kesempatan belajar, dan mampu
menciptakan keseimbangan kehidupan karyawannya, yaitu dengan menciptakan suatu
basis untuk menampung energi dan inisiatif karyawan.

4. Kesehatan dan Keslamatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://rushvanjava.blogspot.com/2017/02/manajemen-kinerja-strategis-strategic.html?m=1

https://www.google.co.id/amp/s/amp.wartaekonomi.co.id/berita257045/membangun-
kolaborasi-manajemen-serikat-pekerja-secara-produktif

https://orangkantoran.wordpress.com/2010/02/14/menciptakan-lingkungan-kerja-berkinerja-
tinggi- high-performance-workplace/

http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-keselamatan-dan-kesehatan.html
http://media.unpad.ac.id/thesis/120820/2011/120820110040_2_9849.pdf

http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/689/2/BAB%20II.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai