Lokasi penelitian terletak pada sebuah sub DAS yaitu sub DAS Naborsahon
yang berada di dalam daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba. Secara geografis
Sub DAS Naborsahon berada pada 2o32’-2o 40” sampai 2o69’00” LU dan 98o56’-
99o04” sampai 98o92’-99o04” BT. Luas wilayah sub DAS Naborsahon 10330.7
ha mengalir sungai Naborsahon, Simarata, Sihora-hora, Sera-sera, Sigilang dan
beberapa alur/parit yang bermuara ke Danau Toba. Panjang sungai utama
sepanjang 17.150 m atau 17.15 Km.
Secara administrasi sub DAS Naborsahon berbatasan dengan Kecamatan
Pematang Sidamanik di sebelah utara, Kecamatan Hatonduhan di sebelah timur,
Desa Sionggang Selatan Kecamatan lumban Julu di sebelah selatan, dan Danau
Toba disebelah barat. Desa dan kelurahan yang terdapat di dalam sub DAS
Naborsahon ada 12 desa, yaitu:
1. Di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, yaitu Desa Sibaganding, Desa
Sipangan Bolon, Desa Girsang, Kelurahan Parapat dan Kelurahan Tigaraja.
2. Di Kecamatan Ajibata, yaitu Desa Motung, Desa Pardamean Ajibata, Desa
Pardamean Sibisa, Desa Pardamuan Ajibata, Desa Parsaoran Ajibata, Desa
Horsik dan Desa Sigapiton.
Dari 12 desa yang ada, maka yang terpilih sebagai lokasi lokasi penelitian
adalah Desa Sipangan Bolon, Desa Girsang, Kelurahan Parapat, Kelurahan
Tigaraja dan Pardamean Ajibata.
Dilihat dari struktur dan komposisi tegakannya, hutan alam yang ada
merupakan hutan alam tropis basah dataran tinggi dengan jenis-jenis pohon
diantaranya puspa (Schima walichii), kemenyan (Strirax sp), rasamala (Altingia
excelsa), tusam (Pinus merkussi) dan lainnya. Jenis satwa yang ada diantaranya
beruk (M. nemestrina), siamang (Hylobates syndactylus), tupai (Tariscus sp),
kancil (Tragulus javanicus), landak (Alterap macroraurus), harimau sumatera
(Phantera tigris), beruang madu (Helarcos malayanus), rusa (Cervus sp), kijang
(Muntiacu muntjak), babi hutan (Sus barbatus), dan sebagainya. Beberapa jenis
dari flora dan fauna ini merupakan jenis-jenis yang dilindungi (LTEMP 2004).
Tabel 2. Data Iklim di Kawasan Danau Toba (1997 – 2006)
Curah Suhu Lama Kec.
Penguapan Kelembaban
Tahun Hujan Rata-rata Penyinaran Angin
(mm) relatif (%)
(mm) (°C) Matahari (%) (m/det)
1997 2116 4.3 18.5 42.8 80.3 2.6
1998 1839 4.1 16.3 45.0 83.5 2.8
1999 2569 3.9 21.5 47.2 90.4 2.6
2000 2236 3.9 21.5 49.3 88.9 2.7
2001 1960 3.8 21.8 48.7 81.7 3.3
2002 2166 3.6 21.6 52.5 81.7 3.5
2003 2510 3.7 21.3 47.3 81.0 2.5
2004 2446 3.8 21.2 47.4 79.5 1.9
2005 2149 4.2 21.0 53.0 79.8 2.1
2006 2232 4.1 20.6 47.7 80.1 3.2
Rata-rata 2222 3.9 20.5 48.1 82.7 2.7
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), stasiun Geofisika Parapat
Kab. Simalungun
Danau ini memiliki kandungan air seluas 1.146 km2 atau sekitar 2.860.000
ton air yang berasal dari mata air dan 19 sungai pada DAS tersebut. Satu-satunya
sungai yang bersumber dari danau ini adalah sungai Asahan yang mengalir di
wilayah Kabupaten Asahan dan dipergunakan sebagai pembangkit tenaga listrik
(PLTA) Asahan.
Di dalam perairan danau terdapat berbagai jenis ikan, baik ikan endemik
maupun ikan yang diintroduksi yang merupakan hasil budidaya (penebaran,
keramba maupun jaring apung). Jenis ikan yang merupakan jenis ikan endemik
yang keberadaannya saat ini hampir punah adalah Ikan Batak terdiri dari dua
spesies yaitu : Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus soro. Di perairan danau
ini juga terdapat remis yang endemik yang dikenal namanya sebagai Remis Toba
(Corbicula tobae) (LTEMP 2004). Sedangkan berbagai jenis ikan lain yang alami
maupun hasil budidaya yang bukan endemik adalah : ikan Mas, Mujahir, Nila,
Tawes, Lele, Gabus dan sebagainya. Di perairan Danau Toba juga terdapat
berbagai jenis tumbuhan air seperti berbagai jenis ganggang dan eceng gondok.
Keberadaan tumbuhan eceng gondok ini pada saat ini sangat mengkhawatirkan
dilihat dari kecepatan perkembangan pertumbuhan dan penyebarannya yang
menyebabkan proses pengkayaan unsur hara (eutrofikasi).
Masyarakat di kawasan ini terdiri dari beragam marga dan tradisi yang tetap
dipegang teguh hingga kini. Kearifan lokal tersebut banyak mewarnai seluk beluk
masyarakat sehingga tidak dapat diabaikan dalam menyusun perencanaan
pembangunan setempat.
Kegiatan perekonomian sebagian besar masyarakat di Kawasan Danau Toba
masih mengandalkan pada sektor pertanian, termasuk kegiatan peternakan dan
perikanan. Ditinjau dari karakteristik budidaya pertanian yang dilakukan,
umumnya dilakukan pada lahan kering untuk budidaya tanaman pangan, tanaman
perkebunan dan kehutanan. Sementara pengusahaan kegiatan pertanian pada lahan
basah hanya dilakukan untuk tanaman pangan. Tanaman kopi merupakan
komoditi andalan bagi masyarakat di Kawasan Danau Toba. Tanaman kopi
menjadi tanaman yang diminati oleh masyarakat terutama sejak dikembangkannya
tanaman kopi jenis baru yang secara lokal dikenal sebagai tanaman si pembayar
utang, karena dalam waktu satu tahun telah berproduksi, sehingga hasil
penjualannya dapat segera dimanfaatkan untuk pengembalian kredit pertanian.
Lahan pertanian yang dimiliki satu keluarga petani, rata-rata tiga rante atau
setara dengan 0,12 ha. Sempitnya lahan pertanian berpengaruh terhadap keputusan
petani dalam memilih tanaman pertanian. Para petani cenderung menanam
tanaman yang berdaur pendek, walaupun praktek bercocok tanam yang dilakukan
tidak sesuai dengan kemampuan lahan sehingga mengakibatkan terjadinya
kerusakan fisik lahan. Selain kopi, tanaman yang banyak dijumpai adalah padi
varietas lokal, kacang-kacangan, jahe dan jagung (Diniyati 2001).
Kegiatan ekonomi masyarakat di Kawasan Danau Toba di sektor perikanan
meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan di keramba jaring apung,
dan pembenihan. Kegiatan perikanan dilakukan penduduk yang berbatasan
langsung dengan danau. Kegiatan ini selain dilakukan oleh penduduk, juga
diusahakan oleh perusahaan swasta, meliputi kegiatan penangkapan ikan dan
kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Penangkapan ikan di Danau
Toba tidak dipengaruhi oleh musim. Lokasi penangkapan ikan adalah di perairan
yang relatif dangkal di sekitar tepi danau. Jenis ikan yang dibudidayakan antara
lain ikan nila merah yang dibudidayakan oleh pihak swasta, sedang penduduk
cenderung membudidayakan jenis ikan mas. Pendapatan penduduk dari sektor ini
rendah, sehingga nelayan bukan merupakan profesi penuh bagi penduduk di
sekitar Danau, melainkan memiliki sumber penghasilan tambahan dari sektor
lainnya, yaitu pertanian.
3.4. Kondisi Kepariwisataan
Sektor pariwisata dengan daerah tujuan wisata Danau Toba berkembang di
Parapat, Tomok dan Tuktuk yang terletak di bagian Selatan dan Timur kawasan
Danau Toba. Sesuai Perda Tk.I Propinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 1990
tentang Penataan Kawasan Danau Toba, sektor ini diarahkan sebagai kegiatan
utama bagi pengembangan Danau Toba, sedangkan kegiatan lainnya diarahkan
untuk mendorong kegiatan utama tersebut.
Pariwisata telah menumbuhkan efek ganda kegiatan ekonomi lainnya,
seperti kegiatan perdagangan dan jasa pelayanan yang terkait dengan pariwisata.
Sektor ini mencatat 12 unit obyek wisata alam, 16 unit obyek wisata budaya dan
sejarah, 3 unit wisata agama dan 1 obyek wisata hutan atau perkebunan. Di
samping itu, terdapat 101 hotel, 188 rumah makan, 200 toko souvenir, 5 money
changers, 10 agen perjalanan, 8 diskotik dan 6 karaoke, (LTEMP 2004).
Kota Parapat dikenal sebagai daerah tujuan wisata dengan Danau Toba
sebagai andalan obyek wisata. Kota ini terletak di tepian Danau Toba yang
merupakan kota wisata dan merupakan salah satu wisata terbesar di Sumatera
Utara. Daerah ini terletak kira-kira 176 km dari kota Medan di bagian utara pantai
Danau Toba dan dapat dicapai dengan perjalanan tiga sampai empat jam dari
Medan dengan bus.
Obyek dan atraksi wisata yang ada di Danau Toba sangat beragam. Menurut
data Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Simalungun (2006), jumlah
wisatawan yang berkunjung ke lokasi obyek wisata Parapat selama kurun waktu
20 tahun terakhir ini mengalami fluktuasi (Tabel 5).
Puncak jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi obyek wisata Parapat yang
terbanyak terjadi pada tahun 1997 yang mencapai 1.1145.278 orang. Namun sejak
tahun 2004 dan 2005 wisatawan yang berkunjung ke Parapat mengalami
penurunan yang drastis.
Penurunan jumlah wisatawan ke lokasi obyek wisata Parapat disebabkan
karena adanya berbagai peristiwa yang berkaitan dengan keamanan dan
kenyamanan wisata, yaitu mulai dari peristiwa kecelakaan pesawat, bom Bali,
kabut asap sampai peristiwa tsunami dan yang terakhir adanya isu akan terjadi
letusan besar di Danau Toba.
Selain karena faktor kenyamanan juga karena adanya penurunan kualitas
lingkungan di kawasan Danau Toba. Hal ini ditandai dengan turunnya permukaan
air danau, banyaknya tumbuhan air eceng gondok yang mengganggu kualitas air,
banyaknya keramba ikan dan meningkatnya luas lahan yang gundul.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan pertumbuhan
areal permukiman baru disekitar danau dan tidak tertata dengan baik Tidak
terpolanya bangunan dan pemukiman ini dapat dilihat di beberapa tempat banyak
bangunan-bangunan dan fasilitas umum yang mengambil sebagian areal badan
danau, seperti hotel, restauran, tempat parkir, dll.
Tabel 5. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Parapat dari Tahun 1986 s.d 2005
Wisatawan (orang)
No Tahun Jumlah orang
Nusantara Mancanegara
1 1986 425.560 135.290 560.850
2 1987 480.720 202.145 682.865
3 1988 520.750 235.250 756.000
4 1989 625.500 322.582 948.082
5 1990 610.870 305.170 916.040
6 1991 585.125 275.075 860.200
7 1992 650.500 280.750 931.250
8 1993 675.820 305.250 981.070
9 1994 710.385 325.450 1.035.835
10 1995 700.287 262.350 962.637
11 1996 800.576 325.120 1.125.696
12 1997 800.676 344.602 1.145.278
13 1998 680.575 199.411 879.986
14 1999 578.988 169.499 748.487
15 2000 607.412 177.973 785.385
16 2001 631.210 190.200 821.410
17 2002 725.891 172.730 898.621
18 2003 641.393 77.504 718.897
19 2004 184.400 17.728 202.128
20 2005 150.000 8.000 158.000
Sumber: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Simalungun Tahun 2005