Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Trubaindo Coal Mining didirikan pada 13 Maret 1990 sebagai

perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara dan menandatangani

Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan

pemerintah dengan luas area milik PT. Trubaindo Coal Mining sesuai perizinan

PKP2B dengan No. 017/PK/PT BA-TCM/1994 adalah seluas 23.650 Ha.

Tambang batubara yang keempat didirikan di Indonesia ini merupakan

perusahaan tambang batubara dengan metode Open Pit Mining yang terletak di

Provinsi Kalimantan Timur lokasi Muara Bunyut dan lokasi Adong yang mulai

beroperasi pada tahun 2005. Pada tahap pengerjaan operasi penambangan

PT. Trubaindo Coal Mining melakukan kerja sama dengan PT. Mitra Alam

Persada (PT. MAP), PT. PAMA, PT. Borneo Alam Semesta (PT. BAS) dan

PT. Riung Mitra Lestari (PT.RML), selaku kontraktor yang bekerja untuk

mendapatkan batubara dibawah pengawasan pihak PT. Trubaindo Coal Mining.

2.2 Lokasi dan Kesampain Daerah

2.2.1 Lokasi

PT. Trubaindo Coal Mining menempati areal seluas ± 329 ha untuk jalan

angkut batubara, jembatan, dan lokasi pelabuhan beserta seluruh fasilitasnya yang

berada dalam wilayah administratif Kecamatan Damai, Kecamatan Muara Lawa,

5
6

Kecamatan Melak dan Kecamatan Bemtian Besar. Seluruhnya berada dalam

wilayah Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis

daerah tersebut terletak antara 115030’00”-115051’30” BT dan 0027’44”-0051’41”

LS. Sedangkan batas-batas PT. Trubaindo Coal Mining adalah :

a. Barat berbatasan dengan PT. Timberdana, dan Sungai Perak.

b. Timur berbatasan dengan kampung Ponak.

c. Utara berbatasan dengan Kampung Dempar, Bunyut dan Muara Pahu.

d. Selatan berbatasan dengan kampung Jelmu sibak.

Sumber : Mine Plan, 2013


Gambar 2.1 Lokasi PT. Trubaindo Coal Mining
7

2.2.2 Kesampaian Daerah Penelitian

Lokasi penambangan PT. Trubaindo Coal Mining dapat dilalui melalui

rute dan lama waktu perjalanan sebagai berikut:

 Perjalanan dari Kupang – Surabaya ± 2 jam, menggunakan pesawat terbang.

 Perjalanan dari Surabaya – Balikpapan ± 2 jam, menggunakan pesawat

terbang.

 Perjalanan darat menggunakan travel dari Balikpapan – Samarinda ± 2 jam

perjalanan.

 Perjalan darat dari Samarinda – Sendawar dengan waktu tempuh ± 6 jam,

dengan menggunakan travel.

 Dari Sendawar – kantor PT. Trubaindo Coal Mining waktu tempuh ± 90

menit dengan menggunakan bus karyawan.

 Dari kantor PT. Trubaindo Coal Mining menuju lokasi penelitian yakni pit

4500 blok 04 waktu tempuh ± 45 menit dengan menggunakan kendaraan

perusahaan beroda empat.


8

Sumber : PT. Trubaindo Coal Mining- MOP, 2013


Gambar 2.2 Peta Kesampian Daerah PT. Trubaindo Coal Mining

2.3 Keadaan Umum Daerah Penelitian

2.4.1. Iklim dan Curah Hujan

Keadaan iklim pada lokasi penelitian termasuk beriklim tropis. Kondisi

curah hujan digambarkan dalam curah hujan tahunan selama 7 tahun terakhir serta

curah hujan bulanan (Gambar 2.3), curah hujan rata-rata per tahun pada tahun

2007 – 20013 adalah 234,24 mm/tahun dengan jumlah curah hujan rerata harian
9

tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2007 yaitu 837.2 mm dan curah hujan

rerata harian terendah terjadi pada bulan Sepetember tahun 2012 yaitu 34 mm.

Grafik Curah Hujan PT. Trubaindo Coal Mining Tahun 2007 - 2013
850
800
750
700
Cra h H uja n (m m )

650
600
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agts Sept Okt Nov Des
2007 427.4 382.8 254.8 837.2 466 153 455.9 277.2 198.2 256.6 274.37 218.45
2008 138 241 240.7 276.34 162.6 215.4 287.2 148.6 158.8 297 550.4 311.2
2009 267.2 152 408.1 298.8 180.6 80.8 168.8 64.9 40.6 177.8 238.2 200.5
2010 373.5 122.1 360.4 528.1 361.8 99.2 191.6 88.8 144.2 395.2 196.7 100.4
2011 310.71 219.48 219.32 189.70 261.36 106.00 82.00 81.25 94.46 178.30 241.52 197.50
2012 445.98 251 327.5 218 272.2 126.5 114 83 34 86.5 97.3 159.5
2013 300.2 233.5 326 247.79 297.54 57.3 229.12 137.77 122.5 139.28 542.63 175.97

Sumber : Data Olahan Penulis, 2014


Gambar 2.3 Curah Hujan Tahunan (mm) PT. Trubaindo Coal Mining
Periode 2007 - 2013

2.4.2. Keadaan Flora

Keadaan flora di lokasi penambangan pada rona awal sebelum

dilakukannya kegiata penambangan, ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan-

tumbuhan yang beranekaragam. Jens flora yang umum ditemukan sebelum adanya

kegiatan penambangan adalah sengon, johar, akacia, laban, melina, karet, meranti,

singkai, kedaung, durian, mangga dan lain-lain. Pada lokasi-lokasi tertentu yang
10

dilakukan kegiatan penambangan, tentunya keberadaan dari flora tersebut akan

terganggu.

Upaya untuk menjaga agar kelestariannya tetap terjaga maka setelah

kegiatan penambangan pada lokasi-lokasi yang kondisi floranya mengalami

gangguan karena adanya aktifitas penambangan akan dilakukan kegiatan

reklamasi, yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang

terganggu sebagai akibat aktifitas penambangan agar dapat berfungsi dan berdaya

guna sesuai dengan peruntukannya.

Adapun jenis flora yang akan ditanam usai kegiatan penambangan adalah

jenis tanaman yang cepat tumbuh dan jenis tanaman multiguna dan umumnya

merupakan tanaman yang umum ditemui di lokasi penambangan sebelum

dilakukannya kegiatan panambangan. Jenis flora tersebut lihat pada tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Flora sekitar lokasi penambangan


No Jenis Bibit
1. Sengon (Paraserianthes falcataria)
2. Lamtoro (Cassia siema)
3. Cempedak (Artocarpus integer)
4. Mahoni (Swietenia spp)
5. Rambutan (Nephelium spp)
6. Mangga (Mangifera spp)
7. Acacia (Acacia mangium)
8. Durian (Durio zibethinus)
9. Karet (Havea sp)
10. Meranti Merah (Shorea parvifolia)
11. Sungkai (Perenoma canescens)
12. Keruing (Dipterocarpus cf. gracilis)
13. Puspa (Schima walichii)
14. Kedaung (Parkhia roxbunghi)
15. Johar (Cassia siema)
16. Waru (Hibiscus tiliaceus)
17. Simpur (Dillenia indica)
18. Kopi (coffea)
Sumber : Dept. Reclamation
and Revegetation, 2013
11

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.4 Flora sekitar lokasi penambangan

2.4.3. Keadaan Fauna

Terdapat 4 kelompok fauna yang ditemukan di lokasi kegiatan

penambangan. Keempat kelompok fauna tersebut seperti terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Fauna sekitar lokasi penambangan


No Nama
Kelompok Insecta (Serangga)
1. Kupu – kupu Raja (Papilo marcelus)
2. Belalang Hijau (Oxya chinensis)
3. Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
No Nama
4. Kumbang (Epomis circumscriptus)
5. Tawon Madu (Apiaries)
6. Lebah (Apix Cerana)
Kelompok Aves (Burung)
1. Jantingan (Aethopyga exima)
2. Elang (Accipitridae)
3. Pipit (Loncura leucogastroides)
4. Sriti (Hirundo rustica guturalis)
5. Walet (Aerodramus fuciphagus)
Kelompok Mamalia (Menyusui)
1. Musang (Paradoxus hermaphroditus)
2. Tupai Tanah (Lariscus insignis)
12

No Nama
3. Kelelawar (Myotis sp)
4. Babi Hutan (Sus Barbatus)
5. Babon (Papio Anubis)
6. Lutung (Resbitys frontata)
7. Rusa (Cervus)
Kelompok Reptil (Mamalia)
1. Biawak Belang Kalimantan (Varanus borneensis)
2. Biawak Abu – abu (Varanus nebulosus)
3. Ular Cobra (Ophiophagus hannah)
4. Ular Hijau (Trimeresurus albbolabris)
5. Ular Cincin (Boiga dendrophila )
6. Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Sumber : Dept. Reclamation and
Revegetation, 2013
2.4 Geologi Daerah Penelitian

2.4.1. Struktur Geologi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk dalam Cekungan Kutai yang

terbentuk pada lingkungan pengedapan delta yang merupakan proses akumulasi

pada muara sungai yang dapat terjadi di pantai maupun di danau dimana

Cekungan Kutai diawali dengan pola sendimentasi Transgresi laut dari timur-

barat yang berlangsung sejak eosin-oligosen. Cekungan kutai mempunyai pola

umum struktur lipatan-lipatan berupa antiklin dan sinklin. Evaluasi struktur

cekungan kutai dimulai pada cekungan kutai pada kala Oligosen akhir yang

ditandai dengan adanya orogen Kuching yang membentuk lipatan-lipatan dari

pada cekungan Kutai. Lipatan-lipatan ini tersebar dari pegunungan Meratus

hingga semenanjung Mangkaliat. BATES (1996) OTT (1987) mengemukakan

bahwa penganggkatan tinggian Kuching berhubungan langsung dengan gaya-gaya

kompresi barat laut – tenggara, hasil dari subduksi di Laut Cina Selatan. Akibat

pengangkatan ini menyebabkan terjadinya lipatan kompresi berumur Miosen pada

cekungan Kutai sebelah barat.


13

Sumber : Dept.Geology, 2013


Gambar 2.5 Peta Geologi Regional Konsensi PT. Trubaindo Coal Mining
14

Pengangkatan di tinggian Kuching yang terus berlangsung kurangnya

stabilitas gaya berat pada lereng yang miring kearah timur di cekungan bagian

tengah, sehingga, cekungan bagian barat tetap stabil akibat ketidakstabilan dan

adanya fluida lempung pada batuan dasar cekungan menyebabkan terjadinya

pelengseran yang cepat, yang merupakan faktor penting dalam pembentukan

antiklinorium Samarinda. Saat terjadinya pelengseran kearah timur ini terjadi daya

tahan gravitasi pada saat naik melawan kedudukan batuan dasar dari cekungan

bagian timur yang miring kearah barat.

Akibat gerak dari lengseran kearah timur, maka tampak intensitas dan

kompeksitas perkembangan struktur secara umum semakin berkurang, oleh karena

itu besar kemiringan batuan kearah timur cekungan Kutai semakin berkurang.

2.4.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur utama pada area konsesi PT. Trubaindo Coal Mining didominasi

oleh lipatan yang berhubungan dengan sesar geser utama. Dua sinklin utama

memisahkan formasi pembawa batubara ke dalam dua area utama yaitu North

Block dan South Block.

1. Lokasi Blok Utara (North Block)

Terletak di sepanjang sinklin Dingin dengan dip 10o-15o ke arah utara

sepanjang sayap sinklin dengan dip 15o-20o. Deposit batubara tersebar sepanjang

strike ke utara dan barat dari studi area cadangan.


15

2. Lokasi Blok Selatan (South Block)

Berada di sinklin Perak yang meloncat dari arah utara ke selatan batas

konsesi PT. Trubaindo Coal Mining dengan PT. Bharinto Ekatama. Sinklin Perak

merupakan struktur sinklin penuh dengan poros terbentang sepanjang arah

Northeast-Southwest.

Seam batubara berada di puncak sinklin dan pada kedua sayapnya. Di area

puncak sinklin, yaitu Dayak Besar sayap sinklin bagian selatan memiliki dip yang

lebih rendah dibandingkan dengan sayap sinklin bagian utara. Sayap sinklin

selatan meliputi area Nage yang meluas dari arah Dayak Besar, kemudian

berlanjut ke area Biangan lebih ke selatan.

Sayap sinklin selatan memiliki kecuraman dengan sudut dip yang ekstrim

dari seam batubara (50o-75o). Sudut dip dari South Block Area sangat landai, yaitu

8o-10o, pada bagian dekat puncak sinklin kemudian secara perlahan-lahan menjadi

dip yang lebih curam ke kedua sayap sinklin, 25o-30o kecuraman dip ditunjukkan

di batas kedua sayap sinklin.

2.4.3. Stratigrafi Regional

Stratigrafi batuan daerah Muara Lawa termasuk ke dalam formasi

Pamaluan, yang umumnya terbentuk pada masa Oligosen. Sebagai batuan

dasarnya terdiri dari berbagai material seperti batu pasir dengan sisipan batu

lempung, serpih, batu gamping, batu lanau, shale, serta cadangan batubara yang

bernilai ekonomis.
16

Secara ringkas urutan stratigrafi keseluruhan wilayah cekungan Kutai

(Kutai Basin of stratigraphy) dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Alluvial

Ciri litologi yang ada yaitu pasir lumpur, kerikil, dan kerakal. Lapisan ini

berumur Pliose –Holosen dengan lingkungan pengedapan fluvial lacustrine yang

terletak diatas Formasi Kampung Baru.

2) Formasi Kampung Baru

Ciri litologi batu pasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, batulanau

dan lignit.

Singkapan sangat jarang karena tertutup oleh soil, formasi ini diendapkan

dilingkungan delta, pada kala Miosen Akhir – Plistosen.

3) Formasi Balikpapan

Ciri litologi batupasir kuarsa dan batu lempung dengan sisipan batu lanau,

serpih dan batubara. Pada batuan batupasir kuarsa ini berkembang sikuen

menghalus keatas dari batu pasir konglomeratan, batu pasir halus berubah menjadi

batulempung. Batulempung diatasnya secara umum lanauan dengan batas tegas.

Kadang-kadang pada bagian atas sikuen terendapkan batubara. Formasi ini

diendapkan dilingkungan delta, pada kala Miosen Tengah – Miosen Akhir.

4) Formasi Pulau Balang

Ciri litologi terdiri dari batupasir (greywacke), batupasir kuarsa,

batugamping, batulempung dengan sisipan batubara. Formasi ini dapat dibedakan

dari formasi lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relatif lebih resisten
17

terhadap pelapukan di bandingkan formasi-formasi lain. Formasi ini diendapkan

di lingkungan delta, pada kala Miosen Awal – Miosen Tengah.

5) Formasi Bebuluh

Ciri litologi terdiri dari batugamping dengan sisipan batugamping pasiran

dan serpih. Kandungan foraminifera besar yang dijumpai pada batugamping

menunjukkan umur Miosen Awal hingga Bawah Tengah di lingkungan neritik.

Diatas batugamping Formasi Bebuluh diendapkan Formasi Pulau Balang.

6) Formasi Pamaluan

Ciri litologi terdiri dari batupasir dengan sisipan batulempung, serpih,

batubara, batugamping dan batulanau. Diendapkan pada kala Miosen Awal hingga

Bawah Tengah di lingkungan neritik, Formasi Pamaluan tersingkap pada daerah

yang luas, menempati daerah topografi rendah. Dari litologi penyusun Formasi

Pamaluan terlihat bahwa bagian bawah Formasi ini dalam lingkungan delta plain

dengan terdapatnya batubara.


18

LINGKUNGAN
UMUR FORMASI LITOLOGI
PENGENDAPAN
Materia-material
HOLOSEN
KUARTER lepas yang
ALUVIUM terdiri dari krikil DARAT
PLISTOSEN pasir,
dan lumpur
Batupasir kuarsa
dengan sisipan
PLIOSEN DELTA-LAUT DANGKAL
KAMPUNG lempung, serpih ,
BARU lanau dan lignit

AKHIR

LAUT DANGKAL DELTA

PULAU
BALANG
TERSIER

MIOSEN

LAUT DANGKAL

Sumber : Dept. Mine Operation,


Gambar 2.6 2013
Stratigrafi Regional Cekungan Kutai
PAMALUAN
19

Sumber : Dept. Mine


Operation, 2013
Gambar 2.7 Stratigrafi Daerah Penelitian
2.4.4. Topografi
20

Topografi tambang PT. Trubaindo Coal Mining sangat bervariasi. Ada

yang berupa cekungan – cekungan, daratan landai, perbukitan-perbukitan kecil

yang relatif landai, serta perbukitan besar. Ketinggian topografi daerahnya relatif

bervariasi yang berkisar antara 15 - 120 m di atas permukaan air laut. Di daerah

cekungan-cekungan banyak ditemui aliran sungai yang menuju ke arah Utara.

2.5 Geomorfologi

Secara fisiografi pulau Kalimantan bagian timur termasuk dalam mandala

Meratus sampai Samarinda dengan arah sumbu selatan – barat daya hingga utara –

timur laut (Van Bemmelen, 1949). Dibagian selatan dibatasi oleh laut Jawa dan di

utara oleh pegunungan Mangkaliat. Mandala ini dibagi dalam dua satuan, yaitu :

a. Punggungan Meratus di selatan.

b. Antikinorium Samarinda utara.

Dari barat ke timur cekungan Kutai dibagi menjadi tiga zona geomorfologi

yang memanjang dari utara ke selatan. Zona-zona itu terdiri dari :

a. Bagian barat adalah tinggian Kutai.

b. Bagian tengah antiklinorium Samarinda.

c. Bagian timur adalah kompleks antiklinorium delta Mahakam.

Topografi yang pada kondisi yang bergelombang sampai berbukit terjal,

merupakan faktor pembatas didalam pelaksanaan rehabilitasi lahan, terutama

pengaruh erosi. Dengan tingkat kemiringan lahan yang tinggi, ditambah kondisi

permukaan tanah yang terbuka dan lapisan permukaan adalah lapisan bahan

induk, dimana persen porositas jauh lebih kecil bisa dibandingkan dengan solum
21

tanah, apabila datang hujan lebat maka akan terjadi erosi limpasan permukaan

yang sangat cepat dan besar.

Daerah morfologi penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan, yaitu :

a. Satuan morfologi daratan.

b. Satuan morfologi perbukitan bergelombang.

c. Satuan morfologi perbukitan agak curam.

Satuan morfologi dataran meliputi 50% yang menempati daerah penelitian

dan terletak disepanjang sungai Muara Lawa yang membelah daerah penelitian

dari utara ke selatan.

Satuan morfologi perbukitan bergelombang meliputi 20% yang menempati

di bagian barat daerah penelitian dan kemiringan lereng yang landai. Dan satuan

morfologi perbukitan agak curam meliputi 30% menempati bagian timur daerah

penelitian, membentuk punggungan berarah utara – selatan daerah penelitian dan

membentuk lembah seperti huruf “V”.

2.6 Kegiatan Penambangan

Sistem penambangan yang digunakan yaitu tambang terbuka dengan

metode penambangan open pit mining yang kegitannya meliputi:

1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)

Pembersihan Lahan adalah kegiatan untuk membersihkan daerah yang

akan ditambang dari semak-semak, pepohonan dan bongkahan batu yang

menghalangi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Untuk pohon dengan diameter < 20

cm, Land clearing dilakukan dengan menggunakan bulldozer, namun untuk


22

pohon- pohon berukuran besar dengan diameter > 20 cm yang tidak mungkin

untuk di robohkan, maka terlebih dahulu perlu dipotong menggunakan chain saw,

baru kemudian diarahkan oleh bulldozer. Sedangkan grubbing adalah kegiatan

pembersihan lahan dengan mengumpulkan hasil dari kegiatan clearing. Untuk

kayu yang bernilai ekonomis maka akan di angkut ke log stock.

2. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)

Setelah dilakukan land clearing dari semak-semak dan pepohonan, maka

pada daerah tersebut kemudian dilakukan pengupasan tanah pucuk (top soil

removal). Tanah pucuk (top soil) merupakan bagian atas dari lapisan tanah, yang

mengandung materi organik (humus), berwarna coklat tua hingga coklat muda.

Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan tanah tersebut

agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah yang masih asli,

sehingga tanah pucuk ini dapat digunakan dan ditanami kembali untuk kegiatan

reklamasi. Ketebalan tanah pucuk yang di kupas setebal 0,5 - 1 m. Setelah

pengupasan tanah pucuk maka top soil diangkut ke tempat penampungan top soil

sementara yang disebut top soil stock.


23

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.8 Pengupasan Tanah Pucuk

3. Pengupasan Lapisan Tanah Penutup (stripping overburden)

Lapisan tanah penutup berupa material yang menutupi batubara

sehingga perlu untuk menyingkapkan batubara. Hal ini dapat dilakukan dengan

2 kegiatan, yaitu :

a. Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock) maka

tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas. Penggalian ini

dilakukan dengan menggunakan alat gali berupa alat berat Exavator.

b. Bila materialnya merupakan material kuat, maka terlebih dahulu dilakukan

pembongkaran dengan peledakan (blasting) kemudian dilakukan kegiatan

penggalian.
24

Sumbe r : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.9 Pengupasan overburden

4. Pemuatan Overburden

Pemuatan overburden dilakukan menggunakan excavator yang berfungsi

sebagai alat gali dan muat.

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.10 Pemuatan overburden
25

5. Pengangkutan Overburden
Untuk mengangkut overburden dari pit ke waste dump atau disposal

digunakan alat angkut dump truck Komatsu tipe HD 465 dengan kapasitas 22

BCM dan HD 785 dengan kapasitas 42 BCM.

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.11 Pengangkutan Overburden

6. Penimbunan Overburden

Material overburden yang telah diangkut kemudian ditimbun di tempat

penimbunan yakni waste dump atau disposal. Material overburden kemudian

dirapikan dengan menggunakan Dozer dan bantuan Compactor.


26

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.12 Penimbunan Overburden

7. Penggalian Batubara (Coal Getting)

Setelah lapisan tanah penutup selesai dibongkar maka dilakukan

pembongkaran batubara. Adapun proses kegiatan coal getting yaitu :

a. Coal Cleaning

Batubara yang sudah tersingkap namun masih terdapat sisa tanah penutup

diatasnya, maka harus dibersihkan terlebih dahulu (cleaning) dengan

menggunakan unit Excavator dengan bucket yang dilengkapi dengan Cutting edge

(bukan teeth) atau flat bucket, dimana ujung cutting edge melingkupi seluruh

permukaan bucket (rata dan tidak ada yang terbelah). Tujuan pembersihan adalah

menghindarkan batubara terkontaminasi dengan material pengotor yang dapat

mengakibatkan bertambahnya kadar abu dalam batubara.

b. Coal Getting

Setelah roof dari seam batubara benar–benar bersih, baru dilakukan

kegiatan pengambilan data survey untuk roof dari batubara. Kemudian batubara
27

diambil menggunakan Excavator. Apabila batubaranya cukup keras, maka

sebelum diambil dengan Excavator dilakukan pembongkaran dengan

menggunakan ripper pada Dozer. Setelah clean coal terambil, dilakukan kegiatan

pengambilan data survey untuk floor batubara. Fungsi dari pengambilan data

tersebut adalah sebagai data pembanding antara actual dengan perencanaannya.

c. Dirty Coal Getting

Batubara disisakan di atas floor setebal ± 7 cm, dimana batubara ini

dinyatakan sebagai dirty coal bersama-sama dengan batubara hasil pembersihan

roof. Dirty coal ini akan dimuat dan dibawa ketempat yang terpisah yaitu dirty

coal stock yang nantinya akan diproses lebih lanjut seperti di washing plant atau

dicuci agar material tanah atau batuan yang terbawa dapat dibersihkan, sehingga

layak untuk dipasarkan.

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.13 Penggalian Batubara
28

8. Pengangkutan dan Penimbunan Batubara

Setelah dilakukan penggalian batubara dari pit, selanjtnya batubara

diangkut menggunakan Scania dan ditimbun di ROM.

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.14 Penimbunan Batubara di ROM

2.7 Aktifitas Penyaliran di PT. Trubaindo Coal Mining

Kegiatan penyaliran di PT. Trubaindo Coal Mining dilakukan dengan

bantuan beberapa jenis pompa, yaitu :

1) Multiflo (MF) 420 dengan kapasitas 1000 sampai 1300 m³/jam, dan pump

impeller max 1800 rpm. PT. Trubaindo Coal Mining memiliki alat ini

sebanyak 4 unit. Gambar di bawah ini merupakan kegiatan pemompaan di

sump pit 4500 blok 1 pada PT. Mitra Alam Lestari (MAP).
29

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.15 Multiflo 420

2) Multiflo (MF) 390 dengan kapasitas 700 – 1000 m³/jam, dan pump

impeller 1120 rpm. PT. Trubaindo Coal Mining memiliki alat ini

sebanyak 1 unit.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2013


Gambar 2.16 Multiflo 390

3) Multiflo (MF) 385 dengan kapasitas 500 - 700 m³/jam, dan pump impeller

1800 rpm. PT. Trubaindo Coal Mining memiliki alat ini sebanyak 2 unit.
30

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.17 Multiflo 385

4) Multiflo (MF) 290 dengan kapasitas 250 m³/jam, dan pump impeller 1800

rpm. PT. Trubaindo Coal Mining memiliki alat ini sebanyak 2 unit.

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2013


Gambar 2.18 Multiflo 290

Anda mungkin juga menyukai