ASMA BRONKIALE
DISUSUN OLEH :
JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Asma Bronkiale”.
Penyusunan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam
menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna, oleh sebab itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peulis harapkan untuk menyempurnakan
referat ini di kemudian hari, terlepas dari segala kekurangan yang ada, penulis berharap
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Sebelumnya penyusun memohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dalam pengejaan kalimat serta penyebutan nama
tempat, istilah serta nama orang.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
2.2 Epidemiologi.................................................................................... 2
2.4 Etiologi
2.6 Klasifikasi
2.7 Diagnosis
2.9
2.10
2.11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.10
2.2 Epidemologi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, 235 juta orang di
seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara
berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.3 National Center for Health Statistics
(NCHS) pada tahun 2011, mengatakan bahwa prevalensi asma menurut usia sebesar
9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa, sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki
dan 9,7% perempuan.4
Penelitian mengenai prevalens asma di Indonesia sudah dilakukan sejak awal
tahun 1990an di berbagai senter pendidikan. Hampir semua peneliti menggunakan
kuesioner yang dirancang masing masing sehingga hasilnya Berbeda. Namun setelah
dilakukan penelitian ISAAC I, penelitian di Indonesia dan berbagai tempat di dunia
menggunakan kuesioner yang sama dari studi ISAAC. Penelitiandilakukan pada
kelompok usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.11
4
Tabel 1. Prevalensi asma di Indonesia12
Etiologi asma yang tepat masih belum jelas dan tampaknya multifaktor. Faktor
risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik dan non genetik.
Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor risiko yaitu: polusi udara, asap rokok,
makanan cepat saji, berat lahir, cooking fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah
yang tidak memadai, merokok di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi. Penelitian
lainnya memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang bermakna untuk memengaruhi
timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan adalah atopi ayah atau ibu, diikuti
faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat parasetamol.
Sedangkan, pemberian ASI dan kontak dengan ungas merupakan faktor protektif
terhadap kejadian asma.13
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan umur14
• Asma bayi – baduta (bawah dua tahun)
• Asma balita (bawah lima tahun)
• Asma usia sekolah (5-11 tahun)
• Asma remaja (12-17 tahun)
5
Berdasarkan fenotip. 14
• Asma tercetusinfeksi virus
• Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
• Asma tercetus alergen
• Asma terkait obesitas
• Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)
Berdasarkan keadaan saat ini 14
• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringan-sedang
• Serangan berat
• Ancaman gagal nafas
Berdasarkan derajat beratnya serangan14
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode
gejala akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan
asma.
• Asma serangan ringan – sedang
• Asma serangan berat
• Serangan asma dengan ancaman henti napas
6
- Retraksi minimal - SpO2 (udara kamar) <
- SpO2 (udara kamar): 90%
90– 95% - PEF < 50%
terbaik
Tabel 2. Derajat Serangan Asma14
Terdapat juga klasifikasi menurut Global Initiative for Asthma (GINA) pada
tahun 2006, membagi klasifikasi asma sebagai berikut :
7
Tabel 5. Penilaian derajat asma menurut GINA16
2.5 Patogenesis
Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan
dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan
faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa. Langkah
pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang
8
dipresentasikan oleh sel-sel aksesoris, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul major
histocompatibility complex (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T
CD8+). Sel dendritik merupakan antigen presenting cells (APC) yang utama dalam
saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang,
membentuk jaringan luas, dan sel-selnya saling berhubungan pada epitel saluran
respiratorik. Kemudian sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid dibawah
pengaruh sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblast, sel T, makrofag dan
sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritic pindah ke daerah yang banyak
mengandung limfosit. Di tempat tersebut, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel
dendritic menjadi matang sebagai APC yang efektif. Sel dendritik juga mendorong
polarisasi sel T naive menjadi Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang
termask dalam kluster IL-4 genecluster. 17
Paparan allergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respons alergi
fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase lambat. Reaksi
cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap allergen IgE-spesifik terutama
9
sel mast dan makrofag. Pada pasien-pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap
timbulnya asma, basophil juga berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi
biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti histamin,
proteolitik, enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly generated seperti
prostaglandin, leukotrien, adenosin dan oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator-
mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-mediator ini menginduksi
kontraksi otot polos saluran respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi
mukus, vasodilatasi dan kebocoran mikrovaskuler. 17
Selama respons fase lambat dan selama berlangsung pajanan allergen, aktivasi
sel-sel pada saluran respiratori menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan
merangsang lepasnya leukosit proinflamasi terutama eosinfoil dan sel prekursornya dari
sumsum tulang ke dalam sirkulasi. 17
10
2.5.3 Remodeling saluran respiratori
11
Gambar 4. Remodeling saluran respiratori pada asma17
2.6 Patofisiologi
2.6.1 Obstruksi Saluran Respiratori
Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan maupun
setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi dihubungkan dengan gejala khas
pada!asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran respiratori terhadap
berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris
pada saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang
dapat menjadi satu-satunya gejala asma yang ditemukan19
Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.
Penyebab utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot polos bronkus
yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis
adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptide
dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot
polos saluran respiratori diperkuat oleh penebalan dinding saluran respiratori akibat
edema akut, infiltrasi Sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan Hipertrofi kronik
otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran
12
respiratori. Selain itu, hambatan saluran respiratori juga bertambah akibat produksi sekret
yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma
yang keluar melalui mikrovaskular bronkus, dan debris! selular.19
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada bronkus
(airway remodeling) terjadi pada saluran respiratori. Inflamasi dicetuskan oleh berbagai
faktor, termasuk alergen, virus, olahraga, dll. Faktor tersebut juga menimbulkan respons
hiperreaktivitas pada saluran respiratori penderita asma. Inflamasi dan hiperreaktivitas
menyebabkan obstruksi saluran respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang
berkaitan dengan asma pada umumnya reversibel, penyembuhan sebagian/parsial dapat
terjadi.19
13
Gambar 5. Patofisiologi asma19
2.7 Manifiestasi Klinis
14
2.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar
ditegakkan secara klinis.21
2.8.1 Anamnesis
Keluhan wheezing dan/atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis
yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang/BKB) dapat
menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala dengan
karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma.
Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:21
• Gejala timbul secara episodik atau berulang.
• Timbul bila ada faktor pencetus :
1. Iritan : asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin,
udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan,
pewarna makanan.
2. Alergen : debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
3. Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis
4. Aktivitas fisis : berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan
• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
• Variabilitas,yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam
24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.
15
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak,
dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau
yang terdengar dengan stetoskop.Selain itu,perlu dicari gejala alergi lain pada
pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda
alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.21
Batuk, fase ekspirasi berkepanjangan, dan mengi, yang mungkin ekspirasi
atau inspirasi, adalah temuan pemeriksaan pernapasan umum pada anak-anak
asma dengan eksaserbasi akut. Anak-anak mungkin mengalami berbagai derajat
takipnea dan dispnea. Mungkin juga ada tanda-tanda peningkatan kerja
pernapasan ("pernapasan perut", penggunaan otot aksesori, termasuk retraksi
subkostal, interkostal, atau supraklavikula, hidung melebar), posisi tripod,
ketidakmampuan untuk berbicara dalam kalimat lengkap, atau mendengus.21
1. Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan
peak flow meter. Spirometri merupakan metode pemeriksaan untuk mengukur
volume paru dan kapasitas paru. Spirometri juga digunakan untuk mengukur
fungsi dinamik paru yaitu dengan mengukur volume ventilasi maksimum yaitu
volume seseorang dalam inspirasi dan ekspirasi secara paksa. Dua parameter
yang digunakan dalam pengukuran ini adalah forced vital capacity (FVC) dan
forced expiratory volume (FEV). Forced vital capacity diukur dengan
melakukan inspirasi maksimal yang diikuti dengan ekspirasi maksimal. FEV
16
merupakan volume ekspirasi maksimal yang didapat dalam waktu tertentu.
FEV-1 adalah volume FEV yang didapat dalam 1 detik pertama.
2. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinophil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik.
3. Uji inflamasi saluran respiratori : FeNO (fractional exhalednitric oxide),
eosinofil sputum.
4. Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik.
17
Gambar 6. Alur diagnosis asma pada anak22
1. Inflamasi : Infeksi,alergi
2. Obstruksi mekanis
18
Laringomalasia, trakeomalasia, hipertrofitimus, pembesaran kelenjar getah
bening, aspirasi benda asing, vascularring, laryngeal web, disfungsipita suara,
malformasi kongenital saluran respiratori.
3. Patologibronkus
4. Kelainansistemorganlain
2.11 Tatalaksana
19
a) Tatalaksana di rumah
Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang
bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan
rencana tatalaksana asma yang diberikan tertulis asthma action plan
(AAP). Dalam edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis harus
disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan
orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertologan pertama
serangan asma di rumah. Tatalaksana serangan asma di rumah ini penting
agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan dan mencegah
terjadinya serangan yang lebih berat. Namun demikian, perlu ditekankan
kepada pasien/orang tua, seberapa jauh kewenangan pasien/orang tua
dalam tata laksana serangan asma di rumah ini. Tenaga medis/dokter juga
harus menilai seberapa baik pemahaman dan ketaatan pasien/orang tua
tentang tatalaksana serangan asma di rumah untuk memastikan pasien
mendapatkantata laksana yang adekuat di rumah. Pada beberapa keadaan
pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat, tidak menunggu
respons terapi yang diberikandi rumah.24
20
21
Gambar 7. Alur tatalaksana serangan asma pada anak di fasyankes
dan rumah sakit24
22
menit, jika di rumah keadaan pasien belum juga membaik harus
segera dibawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat, sedangkan
bila pemberian 2 kali sudah dilakukan di fasyankes maka
pemberian ketiga dipertimbangkan kombinasi dengan ipratropium
bromida. Obat ini juga diberikan sebagai premedikasi untuk
serangan asma yang dipicu latihan (exercise induced asthma).
Contoh agonis β2 kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan
prokaterol. Pada serangan asma, agonis β2 kerja pendek diberikan
secara inhalasi diberikan lewat DPI, MDI dengan/tanpa spacer,
atau nebulizer dengan dosis sesuai beratnya serangan dan respons
pasien. Agonis β2 kerja pendek harus diberikan dengan dosis
terendah dan frekuensi terkecil, yaitu hanya bila diperlukan,
penggunaan berlebihan atau seringnya pemakaian menandakan
kendali asma yang buruk.24
o Ipratropium bromide
Kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida
(antikolinergik) pada serangan asma ringan-sedang menurunkan
risiko rawatinap dan memperbaiki PEF dan FEV1. Kombinasi
tersebut dapat diberikan sebagai obat pulang yang dipakai di
rumah jika pasien dapat diedukasi dengan baik dan dapat menilai
bahwa serangan yang terjadi dinilai berat. Ipratropium bromida
terbukti memberikan efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus
parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran napas.24
o Aminofilin intravena
Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan serangan asma
berat atau dengan ancaman henti napas yang tidak berespons
terhadap dosis maksimal inhalasi agonis β2 dan steroid sistemik.
Penambahan aminofilin pada terapi awal (inhalasi agonis β2 dan
steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6 jam pertama, tetapi
tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama rawat inap.24
23
o Steroid sistemik
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan
dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk
diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid
oral diberikan dalam 1 jam pertama.24
1. Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda
sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
gejala tidak ada lagi,maka pemakaian obat ini dihentikan.24
24
bergantung pada kekerapan gejala asma dan responsnya terhadap pengobatan /
penanggulangan. Obat pengendali asma terdiri dari steroid anti-inflamasi inhalasi
atau sistemik, antileukotrien, kombinasi steroid–agonis β2 kerja panjang teofilin
lepas lambat,dan anti-imunoglobulin E.24
Pada umumnya obat asma diberikan secara inhalasi. Ada perbedaan teknik
inhalasi sesuai dengan golongan umur dan kemampuan anak, sehingga pemilihan
alat inhalasi harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak. Pemilihan
alat inhalasi sebaiknya juga mempertimbangkan efikasi obat, keamanan,
kenyamanan penggunaan, dan biaya. Inhalasi dosis terukur / Metered Dose
Inhaler (MDI) dengan spacer (merupakan pilihan utama karena memberikan
kenyamanan kepada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak, risiko!
dan efek samping minimal, serta biaya lebih murah.24
oSteroid Inhalasi
25
Tabel 8. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asma24
oAntileukotrien
Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl-leukotrien
1(CysLT1) seperti montelukast, pranlukast, dan zafirlukast, serta inhibitor 5-
lipoxygenase seperti zileuton. Studi klinik menunjukkan antileukotrien
memiliki efek bronkodilatasi kecil dan bervariasi, mengurangi gejala termasuk
26
batuk, memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi inflamasi jalan napas dan
mengurangi eksaserbasi.24
oAnti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
Anti-IgE (omalizumab) adalah antibody monoclonal yang mampu
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak di atas
usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang telah
mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang namun
masih sering mengalami eksaserbasi dan! terbukti asma karena alergi.
Omalizumab diberikan secara injeksi subkutan setiap dua sampai empat
minggu.24
27
2.12 Prognosis
Prognosis asthma umumnya baik apabila terkontrol. Meskipun asma tidak dapat
disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan manajemen yang tepat. Meskipun
banyak pasien memerlukan tindak lanjut medis dan pengobatan jangka panjang, asma
tetap merupakan penyakit yang dapat diobati, dan beberapa pasien mengalami perbaikan
atau resolusi gejala yang signifikan seiring bertambahnya usiaMortalitas asma relatif
rendah pada semua usia.25
28
BAB III
KESIMPULAN
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar
ditegakkan secara klinis.
Tatalaksana serangan asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) / RS. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh
pasien atau orangtuanya sendiri di rumah. Tatalaksana di fasyankes/RS mengikuti alur
tatalaksana yang sudah dijelaskan pada bagian tatalaksana. Sedangkan untuk Tatalaksana
jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan
tatalaksana medikamentosa. Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,yaitu
obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda
sebagai obat pelega atau obat serangan. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
merupakan unsur yang sangat penting tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma.
Tujuan program KIE adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap
pasien dan keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman,
keterampilan, dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil
langkah-langkah yang sesuai.
29