Anda di halaman 1dari 30

TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONKIALE

DISUSUN OLEH :

031.19.037 Febiorah Yusuf


31.191.015 Dian Rizky Septiyani Imran
31.191.023 Erizkia Anissa Helida
31.191.024 Fadhila Amaliah Ramadhani
31.191.042 Juan Marshall Samallo
31.191.050 Muhammad Abdul Haris
31.191.058 Nita Farhatussalihah
31.191.064 Queena Raihan Abiel

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 19 OKTOBER – 14 NOVEMBER

JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Asma Bronkiale”.
Penyusunan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam
menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak.

Penyusun menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna, oleh sebab itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peulis harapkan untuk menyempurnakan
referat ini di kemudian hari, terlepas dari segala kekurangan yang ada, penulis berharap
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Sebelumnya penyusun memohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dalam pengejaan kalimat serta penyebutan nama
tempat, istilah serta nama orang.

Jakarta, Oktober 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... I


DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Epidemiologi.................................................................................... 2

2.3 Faktor risiko

2.4 Etiologi

2.5 Patofisiologi dan patogenesis

2.6 Klasifikasi

2.7 Diagnosis

2.8 Diagnosis banding

2.9

2.10

2.11

BAB III KESIMPULAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

. Asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran


napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan
gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada
terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan
atau tanpa pengobatan.1 Asma dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan.
2
Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa adalah sama.
Namun, ada beberapa permasalaha pada asma anak yang tidak dapat dijumpai pada
dewasa karena bervariasinya kesulitan menentukan diagnosis dan pemberian obat, serta
bervariasinya respons terhadap terapi yang sering tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Jumlah penderita asma terus meningkat seiring dengan bertambahnya komunitas
yang mengikuti gaya hidup barat dan urbanisasi. Hal tersebut juga berhubungan dengan
peningkatan terjadinya alergi lain seperti dermatitis dan rinitis.7,8 Dalam penelitian yang
menggunakan kuesioner International Study on Asthma and Allergy in Children
(ISAAC), periode usia yang sering mengalami kematian diwakili oleh kelompok usia 13-
14 tahun.9
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah
4,5%, dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa
Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%), untuk Jawa
Tengah memiliki prevalensi asma sebesar 4,3 %.5 Asma merupakan diagnosis masuk
yang paling sering dikeluhkan di rumah sakit anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7
hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10%
anak perempuan dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak.6

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.10

2.2 Epidemologi

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, 235 juta orang di
seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara
berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.3 National Center for Health Statistics
(NCHS) pada tahun 2011, mengatakan bahwa prevalensi asma menurut usia sebesar
9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa, sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki
dan 9,7% perempuan.4
Penelitian mengenai prevalens asma di Indonesia sudah dilakukan sejak awal
tahun 1990an di berbagai senter pendidikan. Hampir semua peneliti menggunakan
kuesioner yang dirancang masing masing sehingga hasilnya Berbeda. Namun setelah
dilakukan penelitian ISAAC I, penelitian di Indonesia dan berbagai tempat di dunia
menggunakan kuesioner yang sama dari studi ISAAC. Penelitiandilakukan pada
kelompok usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.11

4
Tabel 1. Prevalensi asma di Indonesia12

2.3 Etiologi dan Faktor risiko

Etiologi asma yang tepat masih belum jelas dan tampaknya multifaktor. Faktor
risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik dan non genetik.
Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor risiko yaitu: polusi udara, asap rokok,
makanan cepat saji, berat lahir, cooking fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah
yang tidak memadai, merokok di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi. Penelitian
lainnya memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang bermakna untuk memengaruhi
timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan adalah atopi ayah atau ibu, diikuti
faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat parasetamol.
Sedangkan, pemberian ASI dan kontak dengan ungas merupakan faktor protektif
terhadap kejadian asma.13

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan umur14
• Asma bayi – baduta (bawah dua tahun)
• Asma balita (bawah lima tahun)
• Asma usia sekolah (5-11 tahun)
• Asma remaja (12-17 tahun)

5
Berdasarkan fenotip. 14
• Asma tercetusinfeksi virus
• Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
• Asma tercetus alergen
• Asma terkait obesitas
• Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)
Berdasarkan keadaan saat ini 14
• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringan-sedang
• Serangan berat
• Ancaman gagal nafas
Berdasarkan derajat beratnya serangan14
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode
gejala akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan
asma.
• Asma serangan ringan – sedang
• Asma serangan berat
• Serangan asma dengan ancaman henti napas

Asma serangan Serangan asma


Asma serangan
ringan sedang dengan ancaman
berat
henti napas
- Bicara dalam - Bicara dalam kata - Mengantuk
kalimat - Duduk bertopang - Letargi

- Lebih senang lengan - Suara napas tak terdengar


duduk daripada - Gelisah
berbaring - Frekuensi napas
- Tidak gelisah meningkat

- Frekuensi napas - Frekuensi nadi


meningkat meningkat

- Frekuensi nadi meningkat - Retraksi jelas

6
- Retraksi minimal - SpO2 (udara kamar) <
- SpO2 (udara kamar): 90%
90– 95% - PEF < 50%

- PEF > 50% prediksi atau

prediksi atau terbaik

terbaik
Tabel 2. Derajat Serangan Asma14

Klasifikasi lainnya berdasarkan PNAA 2015 dibuat pada kunjungan-kunjungan


awal dan dibuat berdasarkan anamnesis :

Tabel 3. Klasifikasi PNAA 201515

Tabel 4. Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dan PNAA 201515

Terdapat juga klasifikasi menurut Global Initiative for Asthma (GINA) pada
tahun 2006, membagi klasifikasi asma sebagai berikut :

7
Tabel 5. Penilaian derajat asma menurut GINA16

2.5 Patogenesis

2.5.1 Mekanisme imunologi inflamasi saluran respiratori.

Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan
dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan
faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa. Langkah
pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang

8
dipresentasikan oleh sel-sel aksesoris, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul major
histocompatibility complex (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T
CD8+). Sel dendritik merupakan antigen presenting cells (APC) yang utama dalam
saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang,
membentuk jaringan luas, dan sel-selnya saling berhubungan pada epitel saluran
respiratorik. Kemudian sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid dibawah
pengaruh sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblast, sel T, makrofag dan
sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritic pindah ke daerah yang banyak
mengandung limfosit. Di tempat tersebut, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel
dendritic menjadi matang sebagai APC yang efektif. Sel dendritik juga mendorong
polarisasi sel T naive menjadi Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang
termask dalam kluster IL-4 genecluster. 17

Gambar 1. Patogenesis asma.

2.5.2 Inflamasi akut dan kronik

Paparan allergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respons alergi
fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase lambat. Reaksi
cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap allergen IgE-spesifik terutama

9
sel mast dan makrofag. Pada pasien-pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap
timbulnya asma, basophil juga berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi
biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti histamin,
proteolitik, enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly generated seperti
prostaglandin, leukotrien, adenosin dan oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator-
mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-mediator ini menginduksi
kontraksi otot polos saluran respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi
mukus, vasodilatasi dan kebocoran mikrovaskuler. 17

Selama respons fase lambat dan selama berlangsung pajanan allergen, aktivasi
sel-sel pada saluran respiratori menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan
merangsang lepasnya leukosit proinflamasi terutama eosinfoil dan sel prekursornya dari
sumsum tulang ke dalam sirkulasi. 17

Gambar 2. Patogenesis Asma18

10
2.5.3 Remodeling saluran respiratori

Remodeling saluran respiratori merupakan serangkaian proses yang menyebabkan


deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dideferensiasi, migrasi, diferensiasi dan maturasi struktur sel. Kombinasi kerusakan sel
epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik,
dan proliferasi serta diferensiasi fibroblast menjadi miofibroblas diyakini merupakan
proses yang penting pada remodeling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi
faktor-faktor pertumbuhan, keomikin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot
polos saluran respiratori, meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, serta memperbanyak
vaskularisasi, neovaskulalrisasi dan jaringan saraf. Hipertrofi dan hyperplasia otot polos
saluran respiratori serta sel goblet kelenjar mukosa muncul pada bronkus pasien asma
terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pada pasien
asma memperlihatkan perubahan struktur yang bervariasi yang dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori. Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang
menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan spirometry setelah diterapi dengan
inhalasi steoroid, tetapi pada beberapa pasien dapat terjadi obstruksi saluran nafas residual
terutama pada mereka yang tidak menunjukkan gejala. Hal ini menunjukan adanya
remodeling saluran respiratori.18

Gambar 3. Inflamasi dan Remodeling pada asma17

11
Gambar 4. Remodeling saluran respiratori pada asma17

2.6 Patofisiologi
2.6.1 Obstruksi Saluran Respiratori
Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan maupun
setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi dihubungkan dengan gejala khas
pada!asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran respiratori terhadap
berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris
pada saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang
dapat menjadi satu-satunya gejala asma yang ditemukan19
Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.
Penyebab utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot polos bronkus
yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis
adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptide
dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot
polos saluran respiratori diperkuat oleh penebalan dinding saluran respiratori akibat
edema akut, infiltrasi Sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan Hipertrofi kronik
otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran

12
respiratori. Selain itu, hambatan saluran respiratori juga bertambah akibat produksi sekret
yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma
yang keluar melalui mikrovaskular bronkus, dan debris! selular.19
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada bronkus
(airway remodeling) terjadi pada saluran respiratori. Inflamasi dicetuskan oleh berbagai
faktor, termasuk alergen, virus, olahraga, dll. Faktor tersebut juga menimbulkan respons
hiperreaktivitas pada saluran respiratori penderita asma. Inflamasi dan hiperreaktivitas
menyebabkan obstruksi saluran respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang
berkaitan dengan asma pada umumnya reversibel, penyembuhan sebagian/parsial dapat
terjadi.19

2.6.2 Hiperreaktivitas Saluran Respiratori

Penyempitan saluran respiratori secara berlebihan merupakan patofisiologi yang


secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui. Akan
tetapi, kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot polos saluran respiratori
(hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder, yang menyebabkan perubahan
kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratori terutama daerah
peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratori selama kontraksi otot
polos.19

Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan


stimulus aerosol histamine atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara progresif,
kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1).
Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis, hiperventilasi, udara kering, aerosol garam
hipertonik, dan adenosin tidak memunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak
seperti histamin dan metakolin) tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel
mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratori. Dikatakan hiperreaktif
bila dengan cara pemberian histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi
histamine kurang dari 8 mg%.19

13
Gambar 5. Patofisiologi asma19
2.7 Manifiestasi Klinis

Peradangan dan perubahan jaringan patologis terkait menyebabkan kumpulan


gejala yaitu mengi, sesak nafas, batuk dan rasa sesak di dada. Obstruksi pada bronkus
terjadi karena produksi lendir, edema jaringan, dan penyempitan otot polos. Gejala asma
cenderung lebih buruk pada malam hari, yang sesuai dengan siklus kortisol endogen.20
Gejala asma pediatrik pada kelompok usia 0-5 tahun bervariasi dan tidak spesifik
untuk asma yang membuat diagnosis sulit. Gejala utama asma pada masa bayi dan anak
usia dini termasuk batuk, baik yang kering maupun yang produktif (meskipun anak kecil
jarang berdarah), mengi, sesak napas, dan kerja pernapasan. Gejala asma adalah akibat
dari peradangan saluran napas, bronkospasme, edema jalan nafas, dan hipertrofi kelenjar
lendir saluran napas.20
Pada kelompok usia 7-11 tahun, anak-anak dapat lebih andal melakukan
spirometri, dan obstruksi jalan napas reversibel pada spirometri dapat menjadi alat
diagnostik yang bermanfaat. Gejala pada kelompok usia ini lebih banyak bertransisi dari
episode mengi yang khas sebagai respons terhadap infeksi virus ke alergi yang dipicu
eksaserbasi. Pada kelompok usia ini, gejala yang diinduksi olahraga bermanifestasi lebih
jelas yang mungkin disebabkan oleh perubahan nyata dalam presentasi klinis asma pada
kelompok usia ini atau juga karena olahraga menjadi kegiatan yang lebih bijaksana untuk
anak-anak dari usia ini di mana pengasuh berada mampu menghargai gejala dispnea atau
batuk dengan aktivitas.20

14
2.8 Diagnosis

Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar
ditegakkan secara klinis.21

2.8.1 Anamnesis
Keluhan wheezing dan/atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis
yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang/BKB) dapat
menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala dengan
karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma.
Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:21
• Gejala timbul secara episodik atau berulang.
• Timbul bila ada faktor pencetus :
1. Iritan : asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin,
udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan,
pewarna makanan.
2. Alergen : debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
3. Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis
4. Aktivitas fisis : berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan
• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
• Variabilitas,yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam
24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma.

15
2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak,
dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau
yang terdengar dengan stetoskop.Selain itu,perlu dicari gejala alergi lain pada
pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda
alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.21
Batuk, fase ekspirasi berkepanjangan, dan mengi, yang mungkin ekspirasi
atau inspirasi, adalah temuan pemeriksaan pernapasan umum pada anak-anak
asma dengan eksaserbasi akut. Anak-anak mungkin mengalami berbagai derajat
takipnea dan dispnea. Mungkin juga ada tanda-tanda peningkatan kerja
pernapasan ("pernapasan perut", penggunaan otot aksesori, termasuk retraksi
subkostal, interkostal, atau supraklavikula, hidung melebar), posisi tripod,
ketidakmampuan untuk berbicara dalam kalimat lengkap, atau mendengus.21

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas


akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya
atopi pada pasien. 21

1. Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan
peak flow meter. Spirometri merupakan metode pemeriksaan untuk mengukur
volume paru dan kapasitas paru. Spirometri juga digunakan untuk mengukur
fungsi dinamik paru yaitu dengan mengukur volume ventilasi maksimum yaitu
volume seseorang dalam inspirasi dan ekspirasi secara paksa. Dua parameter
yang digunakan dalam pengukuran ini adalah forced vital capacity (FVC) dan
forced expiratory volume (FEV). Forced vital capacity diukur dengan
melakukan inspirasi maksimal yang diikuti dengan ekspirasi maksimal. FEV

16
merupakan volume ekspirasi maksimal yang didapat dalam waktu tertentu.
FEV-1 adalah volume FEV yang didapat dalam 1 detik pertama.
2. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinophil total darah, pemeriksaan IgE
spesifik.
3. Uji inflamasi saluran respiratori : FeNO (fractional exhalednitric oxide),
eosinofil sputum.
4. Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik.

Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari


kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus paranasalis,
foto toraks, uji refluks gastro-esofagus, uji keringat, uji gerakan silia, uji
defisiensi imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori (rinoskopi, laringoskopi,
bronkoskopi).21

Tabel 6. Kriteria diagnosis asma21

17
Gambar 6. Alur diagnosis asma pada anak22

2.10 Diagnosis Banding

Gejala asma tidak patognomonik, dalam arti dapat disebabkan oleh


berbagai penyakit lain sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis
banding. 23

1. Inflamasi : Infeksi,alergi

Rinitis, rinosinusitis, chronic upper airway cough syndrome, infeksi respiratori


berulang, bronkiolitis, aspirasi berulang, defisiensi imun , tuberculosis.

2. Obstruksi mekanis

18
Laringomalasia, trakeomalasia, hipertrofitimus, pembesaran kelenjar getah
bening, aspirasi benda asing, vascularring, laryngeal web, disfungsipita suara,
malformasi kongenital saluran respiratori.

3. Patologibronkus

Displasiabronkopulmonal, bronkiektasis, diskinesia silia primer, fibrosiskistik.

4. Kelainansistemorganlain

Penyakit refluks gastro-esofagus (GERD), penyakit jantung bawaan, gangguan


neuromuscular, batuk psikogen

2.11 Tatalaksana

2.11.1 Tatalaksana Serangan Asma

Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di


unit gawat darurat (UGD). Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dapat
dicegah, setidaknya dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.
Tujuan tata laksana serangan asma antara lain sebagai berikut: 24

- Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin


- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan

The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tatalaksana serangan


asma menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes) / RS. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien atau orangtuanya
sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang memunyai pendidikan
yang cukup dan sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur. Pada panduan
pengobatan di rumah, terapi awal berupa inhalasi agoni β2 kerja pendek hingga
tiga kali dalam satu jam. Kemudian, pasien atau keluarganya diminta untuk
melakukan penilaian respons untuk penentuan derajat serangan, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai derajatnya.24

19
a) Tatalaksana di rumah
Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang
bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan
rencana tatalaksana asma yang diberikan tertulis asthma action plan
(AAP). Dalam edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis harus
disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan
orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertologan pertama
serangan asma di rumah. Tatalaksana serangan asma di rumah ini penting
agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan dan mencegah
terjadinya serangan yang lebih berat. Namun demikian, perlu ditekankan
kepada pasien/orang tua, seberapa jauh kewenangan pasien/orang tua
dalam tata laksana serangan asma di rumah ini. Tenaga medis/dokter juga
harus menilai seberapa baik pemahaman dan ketaatan pasien/orang tua
tentang tatalaksana serangan asma di rumah untuk memastikan pasien
mendapatkantata laksana yang adekuat di rumah. Pada beberapa keadaan
pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat, tidak menunggu
respons terapi yang diberikandi rumah.24

b) Tatalaksana di fasilitas pelayanan kesehatan primer

20
21
Gambar 7. Alur tatalaksana serangan asma pada anak di fasyankes
dan rumah sakit24

c) Obat-obatan untuk serangan asma


o Agonis β2 kerja pendek
Gejala asma ringan sedang memberikan respons yang cepat
terhadap inhalasi agonis β2 kerja pendek tunggal sehingga obat ini
menjadi pilihan utama bagi serangan asma ringan sedang yang
terjadi di rumah maupun di fasilitas layanan kesehatan.
Pemberiannya dapat diulang hingga 2 kali dengan interval 20

22
menit, jika di rumah keadaan pasien belum juga membaik harus
segera dibawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat, sedangkan
bila pemberian 2 kali sudah dilakukan di fasyankes maka
pemberian ketiga dipertimbangkan kombinasi dengan ipratropium
bromida. Obat ini juga diberikan sebagai premedikasi untuk
serangan asma yang dipicu latihan (exercise induced asthma).
Contoh agonis β2 kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan
prokaterol. Pada serangan asma, agonis β2 kerja pendek diberikan
secara inhalasi diberikan lewat DPI, MDI dengan/tanpa spacer,
atau nebulizer dengan dosis sesuai beratnya serangan dan respons
pasien. Agonis β2 kerja pendek harus diberikan dengan dosis
terendah dan frekuensi terkecil, yaitu hanya bila diperlukan,
penggunaan berlebihan atau seringnya pemakaian menandakan
kendali asma yang buruk.24

o Ipratropium bromide
Kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida
(antikolinergik) pada serangan asma ringan-sedang menurunkan
risiko rawatinap dan memperbaiki PEF dan FEV1. Kombinasi
tersebut dapat diberikan sebagai obat pulang yang dipakai di
rumah jika pasien dapat diedukasi dengan baik dan dapat menilai
bahwa serangan yang terjadi dinilai berat. Ipratropium bromida
terbukti memberikan efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus
parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran napas.24

o Aminofilin intravena
Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan serangan asma
berat atau dengan ancaman henti napas yang tidak berespons
terhadap dosis maksimal inhalasi agonis β2 dan steroid sistemik.
Penambahan aminofilin pada terapi awal (inhalasi agonis β2 dan
steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6 jam pertama, tetapi
tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama rawat inap.24

23
o Steroid sistemik
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan
dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk
diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid
oral diberikan dalam 1 jam pertama.24

o Adrenalin, Magnesium sulfat, Steroid inhalasi, Mukolitik.24

2.11.2 Tatalaksana Jangka Panjang


Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah mencapai kendali asma
sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal.
Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah :24
1. Aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga.
2. Gejala tidak timbulpada siang maupun malam hari.
3. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin terjadi,
terutama yang memengaruhi tumbuh kembang anak.
Apabila tujuan ini belum tercapai maka tatalaksananya perlu dievaluasi
kembali. Tatalaksana jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata laksana
nonmedikamentosa dan tatalaksana medikamentosa.24

1. Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda
sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
gejala tidak ada lagi,maka pemakaian obat ini dihentikan.24

Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang digunakan untuk


mencegah serangan asma. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu
inflamasi respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma.
Pemakaian obat ini secara terus-menerus dalam jangka waktu yang relatif lama,

24
bergantung pada kekerapan gejala asma dan responsnya terhadap pengobatan /
penanggulangan. Obat pengendali asma terdiri dari steroid anti-inflamasi inhalasi
atau sistemik, antileukotrien, kombinasi steroid–agonis β2 kerja panjang teofilin
lepas lambat,dan anti-imunoglobulin E.24

Pada umumnya obat asma diberikan secara inhalasi. Ada perbedaan teknik
inhalasi sesuai dengan golongan umur dan kemampuan anak, sehingga pemilihan
alat inhalasi harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak. Pemilihan
alat inhalasi sebaiknya juga mempertimbangkan efikasi obat, keamanan,
kenyamanan penggunaan, dan biaya. Inhalasi dosis terukur / Metered Dose
Inhaler (MDI) dengan spacer (merupakan pilihan utama karena memberikan
kenyamanan kepada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak, risiko!
dan efek samping minimal, serta biaya lebih murah.24

Pemakaian spacer mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring). Hal


ini menyebabkan jumlah obat yang akan tertelan berkurang sehingga mengurangi
efek Sistemik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering / Dry Powder Inhaler
(DPI)! seperti diskhaler, swinghaler, turbuhaler,dan easy haler memerlukan
inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.24

Tabel. 7. Jenis alat inhalasi sesuai usia

oSteroid Inhalasi

25
Tabel 8. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asma24

oAgonis β2 kerja panjang (Long acting ß2 agonist, LABA)


Sebagai pengendali asma, agonis β2 kerja panjang tidak digunakan
tunggal melainkan selalu bersama steroid inhalasi. Kombinasi agonis β2 kerja
panjang dengan steroid terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan
angka kekambuhan asma. Preparat kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang
pada anak asma yang berusia di atas 5 tahun, diberikan bila steroid inhalasi
dosis rendah tidak menghasilkan perbaikan. Pemberian kombinasi steroid-
agonis β2 kerja panjang dalam satu kemasan memberikan hasil pengobatan
yang lebih baik dibandingkan steroid inhalasi dan agonis β2 kerja panjang
dalam sediaan terpisah. Penelitian penggunaan kombinasi steroid-agonis β2
kerja panjang pada anak balita masih terbatas.24

oAntileukotrien
Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl-leukotrien
1(CysLT1) seperti montelukast, pranlukast, dan zafirlukast, serta inhibitor 5-
lipoxygenase seperti zileuton. Studi klinik menunjukkan antileukotrien
memiliki efek bronkodilatasi kecil dan bervariasi, mengurangi gejala termasuk

26
batuk, memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi inflamasi jalan napas dan
mengurangi eksaserbasi.24

oTeofilin lepas lambat


Sebagai obat pengendali asma teofilin lepas lambat dapat diberikan
sebagai preparat tunggal atau diberikan sebagai kombinasi dengan steroid
inhalasi pada anak usia di atas 5 tahun. Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin
lepas lambat akan memperbaiki kendali asma dan dapat menurunkan dosis
steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten.24

oAnti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
Anti-IgE (omalizumab) adalah antibody monoclonal yang mampu
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak di atas
usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang telah
mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang namun
masih sering mengalami eksaserbasi dan! terbukti asma karena alergi.
Omalizumab diberikan secara injeksi subkutan setiap dua sampai empat
minggu.24

2. Tatalaksana non medika mentosa

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan unsur yang sangat


penting tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma. Tujuan program KIE
adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman,
keterampilan, dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma,
mengambil langkah-langkah yang sesuai, serta memotivasi dalam
menghindari faktor-faktor pencetus, sehingga meningkatkan keteraturan
terhadap rencana pengobatan yang sudah ditetapkan serta pada akhirnya
mampu meningkatkan kemandirian dalam tatalaksana asma yang lebih baik.24

27
2.12 Prognosis

Prognosis asthma umumnya baik apabila terkontrol. Meskipun asma tidak dapat
disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan manajemen yang tepat. Meskipun
banyak pasien memerlukan tindak lanjut medis dan pengobatan jangka panjang, asma
tetap merupakan penyakit yang dapat diobati, dan beberapa pasien mengalami perbaikan
atau resolusi gejala yang signifikan seiring bertambahnya usiaMortalitas asma relatif
rendah pada semua usia.25

28
BAB III

KESIMPULAN

Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar
ditegakkan secara klinis.
Tatalaksana serangan asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) / RS. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh
pasien atau orangtuanya sendiri di rumah. Tatalaksana di fasyankes/RS mengikuti alur
tatalaksana yang sudah dijelaskan pada bagian tatalaksana. Sedangkan untuk Tatalaksana
jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan
tatalaksana medikamentosa. Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,yaitu
obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda
sebagai obat pelega atau obat serangan. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
merupakan unsur yang sangat penting tetapi sering dilupakan dalam tatalaksana asma.
Tujuan program KIE adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap
pasien dan keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman,
keterampilan, dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma, mengambil
langkah-langkah yang sesuai.

29

Anda mungkin juga menyukai