JANUARI 2021
MODUL 11
Karakter Permukiman di Pedesaan dan diperkotaan
A. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah Teori Kota dan Permukiman adalah mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh semua
mahasiswa prodi arsitektur. Mata kuliah ini akan memberikan banyak teori-teori, konsep-konsep,
gambaran-gambaran, dan aturan-aturan yang terkait dengan kota dan permukiman dari waktu ke
waktu, problem-problem yang dihadapi oleh kota pada umumnya serta kota-kota yang spesifi seperti
waterfront city dan permukiman, serta bagaimana memecahkan masalah tersebut dengan baik dan
benar.
C. SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori-teori, konsep-konsep, dan aturan-aturan
tentang perkotaan dan permukiman
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan membuat problem solving permasalahan
yang dihadapi di perkotaan dan permukiman
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami kota dan permukiman
4. URUTAN PENYAJIAN
Adapun urutan penyajian mata kuliah ini adalah dimulai dari :
1. Kontrak kerja yang di dalamnya berisi GBRP matakuliah tersebut serta ketenatuan-ketentuan yang
harus diikuti oleh mahasiswa selama belajar.
2. Penyajian teori-teori, konsep-konsep, dan aturan-aturan terkait dengan perkotaan dan permukiman
3. Melakukan diskusi –diskusi-diskusi untk lebih memahami dan mengerti materi perkualiahan
4. Membuat rangkuman hasil dan diskusi dan menyimpulkan
5. Mempresentasikan hasil kerja
5. PETUNJUK BELAJAR BAGI MAHASISWA DALAM
MEMPELAJARI MODUL
1. Modul yang ada dapat diunggah pada laman Universitas Hasanuddin sebelum perkuliahan di mulai
2. Membaca sasaran belajar
3. Membaca isi dari materi modul tersebut
4. Menanyakan kepada dosen pengampuh mata kuliah hal-hal yang tidak atau kurang dimengerti dari
isi modul tersebut pada saat perkuliahan berlangsung.
5. Mengemukakan hal-hal baru sebagai tambahan atau perkayaan isi modul
MODUL 11
Sasaran
Mahasiswa Mampu menyimpulkam Karakter Permukiman di
Pedesaan dan diperkotaan
MATERI 11
Pemukiman Desa
Perumahan di desa dibangun menurut kondisi alam desa tersebut. Bentuk perumahan di desa
mempunyai kaitan dengan aspek budaya rakyat. Perumahan desa pada umumnya kurang
memenuhi persyaratan dalam konstruksinya, karena pembangunan yang tergesa-gesa, diburu
oleh kebutuhan yang sangat mendesak. Masyarakat desa adalah masyarakat agraris yang
hidup sebagai petani, sehingga umumnya mereka bekerja di sawah ladang dari pagi sampai
sore hari. Hanya di waktu menunggu padi siap panen atau palawija berbuah, mereka dapat
mempergunakan waktu tersebut untuk mencapai pekerjaan tambahan lain. Dan itupun
kadang-kadang digunakan untuk berdagang di kota-kota, menjadi buruh dan sebagainya.
mereka kembali ke kampung dengan tenaga terpecah-pecah, sehingga tidak mempunyai
kesempatan memikirkan dan memperbaiki kondisi rumah mereka, walaupun rakyat desa bisa
bergotong-royong pada saat mendirikan rumah, tetapi bidang kemampuan teknik mereka
masih rendah. Dalam membangun rumah mereka mementingkan kecepatan waktu sehingga
ada kesan asal jadi, tidak mencerminkan suatu rumah dengan konstruksi yang kuat. Apabila
rumah-rumah mereka miring atau condong akibat angina atau hujan, mereka hanya cukup
menyangga dengan bambu atau mengikat diantara tiang yang satu dengan yang lainnya. Bila
tidak ada paku maka tali dari bambu akan mereka gunakan sebagai penggantinya. Bila tidak
ada genteng untuk mengganti atap yang bocor, mereka menggunakan atap rumbia atau daun
kelapa. Rakyat di desa pada umumnya menginginkan rumah-rumah mereka dibangun atau
dipugar menurut kondisi dan ukuran kebutuhan mereka masing-masing sesuai dengan lahan
yang dimiliki. Mereka menginginkan rumah yang sederhana, kokoh, kuat dan menggunakan
bahan yang berada di sekeliling mereka. Mereka menginginkan rumah yang sehat, tahan
lama, tidak merubah bentuk ciri khas daerahnya. Ukuran rumah didesa-desa lebih
mementingkan luas, mempunyai banyak kamar Mereka mendirikan rumah dua atau tiga
bubungan termasuk untuk dapur tersendiri. Selain untuk bangunan rumah, diperlukan
perlengkapan lainnya yang membentuk satu bubungan walau ukurannya berbeda-beda,
seperti lubung padi, tempat menyimpan kayu bakar, tempat menumbuk padi, kandang ternak
dan sebagainnya. Sebuah desa akan menimbulkan image yang baik apabila perumahan
rakyatnya teratur rapih, bersih dan sehat Ciri dari bangunan perumahannya adalah : 1) Tidak
otorita yang jelas. 2) Tidak mengutamakan interior dan eksterior. 3). Tersedianya kamar
mandi atau WC dan tempat cuci umum 4) Tidak memperhitungkan ukuran rumah (luas
pakarangan). 5) Pekarangan yang dimiliki ditumbuhi-oleh tanaman yang dapat bermanfaat
bagi penghuni. 6) Mencerminkan rasa kebersamaan.
Bentuk rumah di pedesaan yang trkait dengan budaya dan kondisi geografis
Rumah ini memang dibangun dengan dasar kearifan lokal. Seperti dikutip dari
Wisatadilombok.com, rumah adat suku Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman
bambu (bedek). Lantai dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau dan abu jerami.
Permukiman di desa suumber lawang
Bajoe bone
c. Road site: bangunan terpencil di tepi jalan (restoran, pompa bensin, motel, dan lain-
lain).Ciri-ciri dari pola permukiman menyebar adalah jarak antara permukiman
penduduk yang satu dengan yang lain terlalu jauh. Hal ini menyebabkan tipe permukiman
pola menyebar tidak kondusif lagi bagi perhubungan desa dan dapat mengganggu evolusi dari
desa yang baru terbentuk menjadi komunitas fungsional.
2.Pola permukiman terpusat
Pola permukiman terpusat, yakni pola permukiman yang rumahnya mengelompok (
agglomerated rural settlement), dan merupakan dukuh atau dusun (hamlet ) yang terdiri
ataskurang dari 40 rumah, serta kampong (village) yang terdiri atas 40 rumah atau lebih
bahkanratusan rumah. Di sekitar kampung dan dusun terdapat tanah pertanian,
perikanan,peternakan, pertambangan, kehutanan, dan tempat bekerja sehari-hari.
Perkampunganpertanian pada umumnya mendekati bentuk bujur sangkar sedangkan
perkampungan nelayanumumnya memanjang (satu baris atau beberapa baris rumah)
sepanjang pantai atau sepanjangsungai. Pola permukiman ini terdapat di daerah pegunungan.
Pada umumnya, warganyamasih satu kerabat. Pemusatan tempattinggal tersebut didorong
oleh adanya rasa kegotong-royongan. Jika jumlah penduduk bertambah, pemekaran
permukiman mengarah ke segalaarah, tanpa adanya rencana. Sementara itu, pusat-pusat
kegiatan penduduk dapat bergesermengikuti pemekaran. Ciri-ciri pola permukiman terpusat
adalah:
a. Plot rumah saling berhubungan;
b.Kerugiannya, yaitu jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian merekaagak jauh; dan
c.Kelebihan dari pola pemukiman terpusat, yaitu areal pertanian pribadi dapattersebar luas
4. Sistem kekerabatan
Sistemkekerabatan dalam setiap masyarakat mempunyai ciri khas tertentu dan
sangattergantung pada budaya setempat. Kekerabatan menurut Mansur (1988:21-22)
adalahlembaga yang bersifat umum dalam masyarakat dan memainkan peranan penting pada aturantingkah
laku dan susunan kelompok, sebagai bentuk dan alat hubungan sosial. Unsur-unsurnya ialah
keturunan, perkawinan, hak dan kewajiban serta istilah-istilah kekerabatan.Pemahaman atas
wujud organisasi sosial suatu masyarakat dimulai dengan urutan kelompok kerabat terkecil,
yaitu keluarga inti ( nuclear family ), keluarga besar (extendedfamily),kelompok sedarah
(kindred), dan seterusnya. Kelompok kerabat yang lebih besar, seperti klan (clan ), paroh
masyarakat (moiety) pun bervariasi (Melalatoa, 2005:39)
Bintaro berpendapat bahwa pola pemukiman penduduk desa ada enam macam yakni:
a. Pola memanjang jalan merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah
datar yang terdapat sarana transportasi jalan raya yang menghubungkan satu tempat
ke tempat lainnya. Masyarakat membandang pembangunan di pinggir jalan akan
mempermudah perjalanan bila hendak pergi ke tempat lain. Selain itu pergerakan
pendistribusian barang dan jasa juga relatif lebih mudah daripada di dalam
perkampungan.
b. Pola memanjang sungai merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah
pinggir sungai. Pada umumnya, permukiman ini terjadi karena peran sungai tersebut
dipandang penting bagi kehidupan penduduk, misalnya sebagai sarana transportasi,
ekonomi atau perternakan ikan.
c. Pola memanjang pantai merupakan pola permukiman yang dilakukan oleh para
nelayan di daerah pesisir pantai dimana penduduknya sangat bergantung dengan hasil
dari menangkap ikan di laut.
d. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api merupakan pola permukiman yang
biasanya dilakukan oleh penduduk yang punya profesi ganda yakni sebagian ada yang
sebagai nelayan dan ada juga yang sebagai pedagang
e. Pola radial merupakan pola permukiman yang terjadi di lereng gunung merapi.
Biasanya mereka tinggal di pinggir-pinggir sungai yang bermuara dari gunung berapi
f. Pola tersebar merupakan pola permukiman yang terjadi di daerah yang tingkat
kesuburan tanahnya berbeda-beda.
Paul H. Landis berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat macam yakni:
a. The Farum Village Type merupakan pola permukiman penduduk yang mengumpul dimana
disekelilingnya terdapat lahan pertanian.
b. The Nebulous Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang mengumpul dimana
disekelilingnya terdapat lahan pertanian. Oleh karena jumlah penduduknya meningkat, maka
sebagian ada yang tinggal di luar desa.
c. The Arranged Isolated Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang sangat dekat
dengan jalan utama desa dan dekat dengan pusat perdagangan. Desa akan dikelilingi oleh
lahan pertanian dengan jarak antar rumah pun tidak terlalu jauh.
d. The Pure Isolated Type merupakan pola pemukiman desa yang berpencar-pencar dengan
disertai lahan pertaniannya masing-masing. Penduduk pada desa ini akan berkumpul pada
sebuah pusat perdagangan.
Permukiman Di perkotaan
Sebagian besar wilayah kota-kota besar di Indonesia ditempati oleh pemukiman tidak
terencana yang salah satunya dinamakan kampung. Kampung Kota secara umum
diketahui sebagai suatu pemukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa
perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota. Kampung Kota juga bisa
disebut dengan berbagai istilah akademik lainnya seperti informal settlement, illegal
settlement, slums atau spontaneous settlement/shelter (Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Bakti
Setiawan, MA. Ph.d). Kampung Kota merupakan sebuah sistem permukiman pedesaan,
mewakili suatu budaya bermukim, memberi corak dan aktifitas khas perkotaan tersendiri
yang berkaitan dengan konsep survival (mempertahankan diri) terhadap kultur moderen
perkotaan disekitarnya (Budihardjo, 1997). Adapun pengertian Kampung Kota dalam kamus
tata ruang adalah merupakan bagian dari kota, berupa kelompok perumahan, memiliki
penduduk yang tinggi, kurang sarana dan prasarana, tidak terdapat luasan tertentu, dapat
lebih besar dari satu kelurahan dan mengandung arti perumahan yang dibangun secara tidak
formal. Sektor perumahan dan permukiman adalah hal penting dalam sebuah pembangunan
atau perkembangan suatu kota yang berkaitan dengan akibat dari adanya urbanisasi. Selain
adanya perkembangan yang meningkat dalam aspek ekonomi, disisi lain urbanisasi juga
berhubungan dengan degradasi lingkungan maupun kondisi sosial masyarakat. Ketika
masyarakat pendatang yang telah melakukan urbanisasi tersebut tidak memiliki tempat tujuan
tetap setelah berpindah ke perkotaan, maka mereka cenderung akan menempati lahan-lahan
yang dibangun secara mandiri tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan dengan segala
keterbatasan yang ada. Hal-hal yang demikian ini kemudian dapat menimbulkan kesan
kumuh dilingkungan tempat tinggalnya.
Kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih besar dibandingkan desa, dengan
demikian penduduk mempunyai pengaruh yang besar terhadap kebutuhan akan perumahan,
dan akan berujung pada pola pembangunan perumahan yang terbentuk. c. Karakteristik
bangunan (Rahman 2008; Terzi dan Kaya 2008) Suatu kota dapat dicirikan oleh dominasi
fungsi bangunan yang berorientasi pada kegiatan kekotaan atau sektor non agraris.
Disamping itu, faktor sejarah kehidupan kota, baik itu sejarah secara fisik ataupun
ideologis, kondisi sosial politik dan kondisi pemerintahannya, kondisi karakteristik
lingkungan dan datangnya pengaruh dari luar, serta akibat perkembangan penduduk dan
proses urbanisasi juga berkontribusi pada terjadinya perubahan bentuk dan struktur suatu kota
(Kostof 1991 dalam Putra 2006). Bentuk perkembangan kota yang sering dijumpai dapat
merupakan sebagian, keseluruhan ataupun gabungan pola garis, memusat, bercabang,
melingkar, berkelompok, pola geometris dan organisme hidup. Menurut Kostof (1991) dalam
Putra (2006) pola kota dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu organik, diagram dan grid. Pola
kota organik merupakan pola yang berkembang secara spontan, dipengaruhi oleh
masyarakatnya, tidak terencana, pola tidak teratur (irregular) atau non geometrik, dan
berorientasi pada alam. Pola kota diagram berkembang dipengaruhi oleh sistem sosial,
politik, kekuasaan dan sistem kepercayaan, yang bertujuan untuk mengawasi/mengorganisir
system masyarakatnya. Sedangkan pola grid adalah pola kota yang mengutamakan efisiensi
dan nilai ekonomis serta lebih teratur, sehingga lebih mudah dan terarah
pengorganisasiannya. Deskripsi Korcelli (2008) dari temuan European Spatial Planning
Observation Network (ESPON), menjelaskan empat pola permukiman yang teridentifikasi
dari berbagai tipologi perkotaan di Eropa. Keempat pola tersebut dikenal sebagai
monocentric, polycentric, sprawl dan sparsely populated (rural)
Bentuk bentuk permukiman di perkotaan
Sumber Pustaka
Mansur, Y. M. 1988.Sistem Kekerabatan dan Pola Pewarisan.Jakarta: Pustaka
GraikaKita.
Rapoport, A. 1993. Development, Culture, Change and Supportive Design. USA:
Universityof Wisconsin-Milwaukee.
Sasongko, I. 2002. Transformasi Struktur Ruang pada Permukiman Sasak, Kasus:Permukiman
Desa Puyung. Jurnal ASPI . 2 (1):117-125.
S o e k a n t o , S . 2 0 0 1 . Sosiologi Suatu Pengantar . Cetakan ke-35, Jakarta: Raja
GrafindoPersada.
Daldjoeni, N. 2003.Geografi Kota dan Desa . Bandung: P.T. Alumni.
Soeroto, M. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia