Anda di halaman 1dari 18

MODUL PEMBELAJARAN

Nama Mata Kuliah : TEORI KOTA DAN PERMUKIMAN


Kode / SKS : 221D5112
Nama Dosen : 1. DR. IR. IDAWARNI ASMAL, MT.
2. AFIFAH HARISAH, ST., MT., PH.D.
3. NURMAIDA AMRI, ST., MT.
4. IR. RIA WIKANTARI, M.Arc., Pd.D.
5. Dr. IR EDWARD SYARIF, ST., MT.
6. IR. MUFTI RADJA, ST., MT., Ph.D.

Semester Penyajian : Genap

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN ARSITEKTUR - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

JANUARI 2021
MODUL 11
Karakter Permukiman di Pedesaan dan diperkotaan
A. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah Teori Kota dan Permukiman adalah mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh semua
mahasiswa prodi arsitektur. Mata kuliah ini akan memberikan banyak teori-teori, konsep-konsep,
gambaran-gambaran, dan aturan-aturan yang terkait dengan kota dan permukiman dari waktu ke
waktu, problem-problem yang dihadapi oleh kota pada umumnya serta kota-kota yang spesifi seperti
waterfront city dan permukiman, serta bagaimana memecahkan masalah tersebut dengan baik dan
benar.

B. KEGUNAAN MATA KULIAH


Mata kuliah ini sangat berguna bagi mahasiswa arsitektur karena dengan mempelajarinya mereka akan
mendapat banyak ilmu dan informasi serta memahami bagaimana pola dan bentuk kota dan
permukiman dari waktu ke waktu, mahasiswa juga dapat mengetahui dan memahami tentang problem-
problem yang dihadapi oleh kota dan permukiman dan mampu menyelesaikan problem tersebut
dengan berpedoman pada teori, konsep, dan aturan, serta pada kondisi local. selain itu, mahasiswa juga
mampu mengetahui dan memahami tentang kota dan permukiman yang spesifik di kawasan pesisir
(kota bahari).

C. SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori-teori, konsep-konsep, dan aturan-aturan
tentang perkotaan dan permukiman
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan membuat problem solving permasalahan
yang dihadapi di perkotaan dan permukiman
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami kota dan permukiman

4. URUTAN PENYAJIAN
Adapun urutan penyajian mata kuliah ini adalah dimulai dari :
1. Kontrak kerja yang di dalamnya berisi GBRP matakuliah tersebut serta ketenatuan-ketentuan yang
harus diikuti oleh mahasiswa selama belajar.
2. Penyajian teori-teori, konsep-konsep, dan aturan-aturan terkait dengan perkotaan dan permukiman
3. Melakukan diskusi –diskusi-diskusi untk lebih memahami dan mengerti materi perkualiahan
4. Membuat rangkuman hasil dan diskusi dan menyimpulkan
5. Mempresentasikan hasil kerja
5. PETUNJUK BELAJAR BAGI MAHASISWA DALAM
MEMPELAJARI MODUL
1. Modul yang ada dapat diunggah pada laman Universitas Hasanuddin sebelum perkuliahan di mulai
2. Membaca sasaran belajar
3. Membaca isi dari materi modul tersebut
4. Menanyakan kepada dosen pengampuh mata kuliah hal-hal yang tidak atau kurang dimengerti dari
isi modul tersebut pada saat perkuliahan berlangsung.
5. Mengemukakan hal-hal baru sebagai tambahan atau perkayaan isi modul
MODUL 11
Sasaran
Mahasiswa Mampu menyimpulkam Karakter Permukiman di
Pedesaan dan diperkotaan

MATERI 11

Karakter Permukiman di Pedesaan dan diperkotaan


 Karekter hunian
Kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan memiliki karakteristik yang berbeda
satu dengan yang lain. Menurut Jayadinata (1996), pada awalnya pola-pola permukiman atau
perkampungan di pedesaan merupakan tempat kediaman (dormitory settlement) dari
penduduk kampung di wilayah pertanian dan wilayah perikanan umumnya yang bekerja di
luar kampung. Antar kampung dihubungkan oleh jalan dan terdapat ruang terbuka yang kecil,
berbentuk segi empat seluas halaman rumah sebagai tempat bermain anak-anak, atau tempat
orang dewasa bertemu pada sore hari untuk mengobrol atau merundingkansesuatu. Situasi
berbeda terdapat di permukiman di daerah perkotaan yang umumnya didominasi oleh
lingkungan hunian dengan bangunan yang teratur. Menurut Koestoer (1997), karakteristik
kawasan permukiman perdesaan ditandai oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola
permukiman perdesaan berkelompok, membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh
dari sumber air. Jaringan jalan di lingkungan kampung tidak beraspal dan bentuknya tidak
beraturan.
Sedangkan wilayah permukiman di perkotaan yang sering disebut sebagai daerah
perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya, sebagian besar rumah
memiliki hadapan yang teratur ke arah jalan, merupakan bangunan permanen, berdinding
tembok, dan dilengkapi dengan penerangan listrik. Jaringan jalannya-pun bertingkat mulai
dari jalan raya, jalan penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal. Namun, di tengah
keteraturan permukiman perkotaan, ditemui wilayah perumahan penduduk kota yang
termasuk dalam kelompok dengan karakteristik kawasan permukiman penduduk pedesaan,
karena ditandai oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah.
Perbedaan karakteristik kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dipengaruhi
oleh pola perkembangan permukiman yang terbentuk. Sebagaimana telah diuraikan pada
subbab pertumbuhan kota, Tacoli (2003) dan Antrop (2000) dalam Busck et al. (2006)
berpendapat bahwa pola perkembangan permukiman di perdesaan yang berada di pinggiran
kota, tidak selalu seragam. Ada wilayah yang perkembangannya didominasi oleh
perkembangan permukiman penduduk berpenghasilan menengah atas, sementara di wilayah
lain ada yang didominasi oleh kawasan industri yang padat, ada juga wilayah yang
perkembangannya didominasi oleh perkembangan perumahan murah (perumahan bagi
penduduk yang berpenghasilan rendah), atau ada pula kawasan yang dikembangkan menjadi
daerah penghasil produk pertanian hortikultura (sayur mayur/buah-buahan). Dan semua ini
akan mempengaruhi pola permukiman yang terbentuk di suatu wilayah.
Latar belakang perkembangan kawasan permukiman di perkotaan dan perdesaan juga
berbeda-beda. Menurut Antrop (2004) dalam Busck et al. (2006) gambaran perubahan
karakter kehidupan di perdesaan menjadi karakter perkotaan adalah gambaran dari proses
yang kompleks. Masyarakat perkotaan dapat tinggal dan menetap di daerah perdesaan,
menjadi penglaju ke tempat kerjanya di pusat

Karakteristik Masyarakat Desa


Karaktersitik kehidupan masyarakat desa terutama nampak dengan adanya tata masyarakat
dan ekonomi pertanian yang membedakan dengan tata masyarakat kota. Secara umum dapat
dikemukakan bahwa perbedaan utama antara kehidupan masyarakat kota dengan masyarakat
desa adalah dalam tuntutan kebutuhan dalam usaha-usaha memenuhi kebutuhan hidup. Pada
umumnya keluarga petani dapat memenuhi kebutuhan sendiri dalam melengkapi keperluan
hidupnya. Mereka memproduksi pangannya sendiri, sekaligus memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang esensiil lainnya seperti sandang, peralatan dan lain-lain. Di daerah pedesaan
kegiatan masyarakat sangat didominir oleh kegiatan pertanian atau perikanan. Dengan kata
lain susunan masyarakatnya merupakan satuan yang bersifat lebih homogen dibanding
dengan masyarakat di daerah perkotaan yang bersifat heterogen. Pada umumnya keadaan
masyarakat di desa bila dilihat dari segi sosial mempunyai sifat yang statis. Apabila
menemukan suatu masalah mereka menyelesaikannya dengan cara ,musyawarah, karena
mereka masih memiliki rasa kekeluargaan yang kuat.

Pemukiman Desa
Perumahan di desa dibangun menurut kondisi alam desa tersebut. Bentuk perumahan di desa
mempunyai kaitan dengan aspek budaya rakyat. Perumahan desa pada umumnya kurang
memenuhi persyaratan dalam konstruksinya, karena pembangunan yang tergesa-gesa, diburu
oleh kebutuhan yang sangat mendesak. Masyarakat desa adalah masyarakat agraris yang
hidup sebagai petani, sehingga umumnya mereka bekerja di sawah ladang dari pagi sampai
sore hari. Hanya di waktu menunggu padi siap panen atau palawija berbuah, mereka dapat
mempergunakan waktu tersebut untuk mencapai pekerjaan tambahan lain. Dan itupun
kadang-kadang digunakan untuk berdagang di kota-kota, menjadi buruh dan sebagainya.
mereka kembali ke kampung dengan tenaga terpecah-pecah, sehingga tidak mempunyai
kesempatan memikirkan dan memperbaiki kondisi rumah mereka, walaupun rakyat desa bisa
bergotong-royong pada saat mendirikan rumah, tetapi bidang kemampuan teknik mereka
masih rendah. Dalam membangun rumah mereka mementingkan kecepatan waktu sehingga
ada kesan asal jadi, tidak mencerminkan suatu rumah dengan konstruksi yang kuat. Apabila
rumah-rumah mereka miring atau condong akibat angina atau hujan, mereka hanya cukup
menyangga dengan bambu atau mengikat diantara tiang yang satu dengan yang lainnya. Bila
tidak ada paku maka tali dari bambu akan mereka gunakan sebagai penggantinya. Bila tidak
ada genteng untuk mengganti atap yang bocor, mereka menggunakan atap rumbia atau daun
kelapa. Rakyat di desa pada umumnya menginginkan rumah-rumah mereka dibangun atau
dipugar menurut kondisi dan ukuran kebutuhan mereka masing-masing sesuai dengan lahan
yang dimiliki. Mereka menginginkan rumah yang sederhana, kokoh, kuat dan menggunakan
bahan yang berada di sekeliling mereka. Mereka menginginkan rumah yang sehat, tahan
lama, tidak merubah bentuk ciri khas daerahnya. Ukuran rumah didesa-desa lebih
mementingkan luas, mempunyai banyak kamar Mereka mendirikan rumah dua atau tiga
bubungan termasuk untuk dapur tersendiri. Selain untuk bangunan rumah, diperlukan
perlengkapan lainnya yang membentuk satu bubungan walau ukurannya berbeda-beda,
seperti lubung padi, tempat menyimpan kayu bakar, tempat menumbuk padi, kandang ternak
dan sebagainnya. Sebuah desa akan menimbulkan image yang baik apabila perumahan
rakyatnya teratur rapih, bersih dan sehat Ciri dari bangunan perumahannya adalah : 1) Tidak
otorita yang jelas. 2) Tidak mengutamakan interior dan eksterior. 3). Tersedianya kamar
mandi atau WC dan tempat cuci umum 4) Tidak memperhitungkan ukuran rumah (luas
pakarangan). 5) Pekarangan yang dimiliki ditumbuhi-oleh tanaman yang dapat bermanfaat
bagi penghuni. 6) Mencerminkan rasa kebersamaan.

Bentuk rumah di pedesaan yang trkait dengan budaya dan kondisi geografis

Rumah-rumah di desaadat Wologai NTT


Meskipun gempa yang cukup besar terus mengguncang Lombok, rumah tersebut tetap
berdiri kokoh. Seperti rumah adat yang ada di Desa Sade, Lombok Tengah. Bangunan tetap
utuh tanpa kerusakan apapun setelah gempa melanda.

Rumah ini memang dibangun dengan dasar kearifan lokal. Seperti dikutip dari
Wisatadilombok.com, rumah adat suku Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman
bambu (bedek). Lantai dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau dan abu jerami.
Permukiman di desa suumber lawang

Permukiman di desa shirakawago jepang


Wakatobi

Bajoe bone

Bentuk dan pola permukiman desa


pola pemukiman desa dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bentuk wilayah, kegiatan ekonomi dan kegiatan
sosial. Desa yang berada di pinggir pantai memiliki pola pemukiman yang berbeda dengan desa yang berada di
pegunungan. Begitu pula dengan desa yang ekonominya maju, pada umumnya desa yang seperti ini akan
melakukan pembangunan rumah di sepanjang jalan utama desa. Pembagunan ini ditujukan untuk kegiatan
ekonomi, misalnya membuat ruko atau toko. Lain halnya desa yang berekonomi tradisional. Desa yang seperti
ini pada umumnya, pembangunan rumah ditujukan sebagai tempat tinggal sehingga pembangunannya tidak
tergantung dengan jalan utama
Terkait pola pemukiman desa ini, tiga tokoh yaitu Bintaro, N. Daljuni dan Paul H. Landis memberikan sejumlah
gambaran kepada kita (Baca juga: Jenis-Jenis Desa).

Daldjoeni (2003: 60-66) bentuk-bentuk desa secara sederhana, antara lain:


1 . P o l a p e r mu ki ma n me n y e b a r ( Disseminated rural settlement):
a. Farmstead : rumahpetani terpencil yang dilengkapi gudang alat mesin, penggilingan
gandum, lumbung dankandang ternak;

b. Homestead: rumah terpencil

c. Road site: bangunan terpencil di tepi jalan (restoran, pompa bensin, motel, dan lain-
lain).Ciri-ciri dari pola permukiman menyebar adalah jarak antara permukiman
penduduk yang satu dengan yang lain terlalu jauh. Hal ini menyebabkan tipe permukiman
pola menyebar tidak kondusif lagi bagi perhubungan desa dan dapat mengganggu evolusi dari
desa yang baru terbentuk menjadi komunitas fungsional.
2.Pola permukiman terpusat
Pola permukiman terpusat, yakni pola permukiman yang rumahnya mengelompok (
agglomerated rural settlement), dan merupakan dukuh atau dusun (hamlet ) yang terdiri
ataskurang dari 40 rumah, serta kampong (village) yang terdiri atas 40 rumah atau lebih
bahkanratusan rumah. Di sekitar kampung dan dusun terdapat tanah pertanian,
perikanan,peternakan, pertambangan, kehutanan, dan tempat bekerja sehari-hari.
Perkampunganpertanian pada umumnya mendekati bentuk bujur sangkar sedangkan
perkampungan nelayanumumnya memanjang (satu baris atau beberapa baris rumah)
sepanjang pantai atau sepanjangsungai. Pola permukiman ini terdapat di daerah pegunungan.
Pada umumnya, warganyamasih satu kerabat. Pemusatan tempattinggal tersebut didorong
oleh adanya rasa kegotong-royongan. Jika jumlah penduduk bertambah, pemekaran
permukiman mengarah ke segalaarah, tanpa adanya rencana. Sementara itu, pusat-pusat
kegiatan penduduk dapat bergesermengikuti pemekaran. Ciri-ciri pola permukiman terpusat
adalah:
a. Plot rumah saling berhubungan;
b.Kerugiannya, yaitu jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian merekaagak jauh; dan
c.Kelebihan dari pola pemukiman terpusat, yaitu areal pertanian pribadi dapattersebar luas

3.Pola permukiman linier


Pemukiman penduduk di dataran rendah umumnya membentuk pola permukimanlinear,
dengan rentangan jalan raya yang menembus desa. Jika terjadi pemekaran, tanahpertanian
menjadi pemukiman baru. Ada kalanya pemekaran menuju ke arah pedalaman.Untuk
memudahkan transportasi dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, semacam ring road .Ciri-
ciri pola permukiman linier adalah:
a. Perkembangan permukiman penduduknyamenurut pola jalan yang ada (memanjang atau
sejajar dengan rentangan jalan raya yangmenembus desa); dan
b. Keuntungan dari pola permukiman ini adalah aksesibilitas ke kotayang tinggi

4. Sistem kekerabatan
Sistemkekerabatan dalam setiap masyarakat mempunyai ciri khas tertentu dan
sangattergantung pada budaya setempat. Kekerabatan menurut Mansur (1988:21-22)
adalahlembaga yang bersifat umum dalam masyarakat dan memainkan peranan penting pada aturantingkah
laku dan susunan kelompok, sebagai bentuk dan alat hubungan sosial. Unsur-unsurnya ialah
keturunan, perkawinan, hak dan kewajiban serta istilah-istilah kekerabatan.Pemahaman atas
wujud organisasi sosial suatu masyarakat dimulai dengan urutan kelompok kerabat terkecil,
yaitu keluarga inti ( nuclear family ), keluarga besar (extendedfamily),kelompok sedarah
(kindred), dan seterusnya. Kelompok kerabat yang lebih besar, seperti klan (clan ), paroh
masyarakat (moiety) pun bervariasi (Melalatoa, 2005:39)
Bintaro berpendapat bahwa pola pemukiman penduduk desa ada enam macam yakni:
a. Pola memanjang jalan merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah
datar yang terdapat sarana transportasi jalan raya yang menghubungkan satu tempat
ke tempat lainnya. Masyarakat membandang pembangunan di pinggir jalan akan
mempermudah perjalanan bila hendak pergi ke tempat lain. Selain itu pergerakan
pendistribusian barang dan jasa juga relatif lebih mudah daripada di dalam
perkampungan.
b. Pola memanjang sungai merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah
pinggir sungai. Pada umumnya, permukiman ini terjadi karena peran sungai tersebut
dipandang penting bagi kehidupan penduduk, misalnya sebagai sarana transportasi,
ekonomi atau perternakan ikan.
c. Pola memanjang pantai merupakan pola permukiman yang dilakukan oleh para
nelayan di daerah pesisir pantai dimana penduduknya sangat bergantung dengan hasil
dari menangkap ikan di laut.
d. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api merupakan pola permukiman yang
biasanya dilakukan oleh penduduk yang punya profesi ganda yakni sebagian ada yang
sebagai nelayan dan ada juga yang sebagai pedagang
e. Pola radial merupakan pola permukiman yang terjadi di lereng gunung merapi.
Biasanya mereka tinggal di pinggir-pinggir sungai yang bermuara dari gunung berapi
f. Pola tersebar merupakan pola permukiman yang terjadi di daerah yang tingkat
kesuburan tanahnya berbeda-beda.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini.


Gambar. Pola permukiman penduduk desa oleh Bintaro (Sumber: Sabtanti Rahayu,
hal.50-52)

Paul H. Landis berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat macam yakni:
a. The Farum Village Type merupakan pola permukiman penduduk yang mengumpul dimana
disekelilingnya terdapat lahan pertanian.

b. The Nebulous Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang mengumpul dimana
disekelilingnya terdapat lahan pertanian. Oleh karena jumlah penduduknya meningkat, maka
sebagian ada yang tinggal di luar desa.

c. The Arranged Isolated Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang sangat dekat
dengan jalan utama desa dan dekat dengan pusat perdagangan. Desa akan dikelilingi oleh
lahan pertanian dengan jarak antar rumah pun tidak terlalu jauh.

d. The Pure Isolated Type merupakan pola pemukiman desa yang berpencar-pencar dengan
disertai lahan pertaniannya masing-masing. Penduduk pada desa ini akan berkumpul pada
sebuah pusat perdagangan.
Permukiman Di perkotaan

Sebagian besar wilayah kota-kota besar di Indonesia ditempati oleh pemukiman tidak
terencana yang salah satunya dinamakan kampung. Kampung Kota secara umum
diketahui sebagai suatu pemukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa
perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota. Kampung Kota juga bisa
disebut dengan berbagai istilah akademik lainnya seperti informal settlement, illegal
settlement, slums atau spontaneous settlement/shelter (Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Bakti
Setiawan, MA. Ph.d). Kampung Kota merupakan sebuah sistem permukiman pedesaan,
mewakili suatu budaya bermukim, memberi corak dan aktifitas khas perkotaan tersendiri
yang berkaitan dengan konsep survival (mempertahankan diri) terhadap kultur moderen
perkotaan disekitarnya (Budihardjo, 1997). Adapun pengertian Kampung Kota dalam kamus
tata ruang adalah merupakan bagian dari kota, berupa kelompok perumahan, memiliki
penduduk yang tinggi, kurang sarana dan prasarana, tidak terdapat luasan tertentu, dapat
lebih besar dari satu kelurahan dan mengandung arti perumahan yang dibangun secara tidak
formal. Sektor perumahan dan permukiman adalah hal penting dalam sebuah pembangunan
atau perkembangan suatu kota yang berkaitan dengan akibat dari adanya urbanisasi. Selain
adanya perkembangan yang meningkat dalam aspek ekonomi, disisi lain urbanisasi juga
berhubungan dengan degradasi lingkungan maupun kondisi sosial masyarakat. Ketika
masyarakat pendatang yang telah melakukan urbanisasi tersebut tidak memiliki tempat tujuan
tetap setelah berpindah ke perkotaan, maka mereka cenderung akan menempati lahan-lahan
yang dibangun secara mandiri tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan dengan segala
keterbatasan yang ada. Hal-hal yang demikian ini kemudian dapat menimbulkan kesan
kumuh dilingkungan tempat tinggalnya.
Kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih besar dibandingkan desa, dengan
demikian penduduk mempunyai pengaruh yang besar terhadap kebutuhan akan perumahan,
dan akan berujung pada pola pembangunan perumahan yang terbentuk. c. Karakteristik
bangunan (Rahman 2008; Terzi dan Kaya 2008) Suatu kota dapat dicirikan oleh dominasi
fungsi bangunan yang berorientasi pada kegiatan kekotaan atau sektor non agraris.
Disamping itu, faktor sejarah kehidupan kota, baik itu sejarah secara fisik ataupun
ideologis, kondisi sosial politik dan kondisi pemerintahannya, kondisi karakteristik
lingkungan dan datangnya pengaruh dari luar, serta akibat perkembangan penduduk dan
proses urbanisasi juga berkontribusi pada terjadinya perubahan bentuk dan struktur suatu kota
(Kostof 1991 dalam Putra 2006). Bentuk perkembangan kota yang sering dijumpai dapat
merupakan sebagian, keseluruhan ataupun gabungan pola garis, memusat, bercabang,
melingkar, berkelompok, pola geometris dan organisme hidup. Menurut Kostof (1991) dalam
Putra (2006) pola kota dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu organik, diagram dan grid. Pola
kota organik merupakan pola yang berkembang secara spontan, dipengaruhi oleh
masyarakatnya, tidak terencana, pola tidak teratur (irregular) atau non geometrik, dan
berorientasi pada alam. Pola kota diagram berkembang dipengaruhi oleh sistem sosial,
politik, kekuasaan dan sistem kepercayaan, yang bertujuan untuk mengawasi/mengorganisir
system masyarakatnya. Sedangkan pola grid adalah pola kota yang mengutamakan efisiensi
dan nilai ekonomis serta lebih teratur, sehingga lebih mudah dan terarah
pengorganisasiannya. Deskripsi Korcelli (2008) dari temuan European Spatial Planning
Observation Network (ESPON), menjelaskan empat pola permukiman yang teridentifikasi
dari berbagai tipologi perkotaan di Eropa. Keempat pola tersebut dikenal sebagai
monocentric, polycentric, sprawl dan sparsely populated (rural)
Bentuk bentuk permukiman di perkotaan

Sumber Pustaka
Mansur, Y. M. 1988.Sistem Kekerabatan dan Pola Pewarisan.Jakarta: Pustaka
GraikaKita.
Rapoport, A. 1993. Development, Culture, Change and Supportive Design. USA:
Universityof Wisconsin-Milwaukee.
Sasongko, I. 2002. Transformasi Struktur Ruang pada Permukiman Sasak, Kasus:Permukiman
Desa Puyung. Jurnal ASPI . 2 (1):117-125.
S o e k a n t o , S . 2 0 0 1 . Sosiologi Suatu Pengantar . Cetakan ke-35, Jakarta: Raja
GrafindoPersada.
Daldjoeni, N. 2003.Geografi Kota dan Desa . Bandung: P.T. Alumni.
Soeroto, M. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai