Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR –DASAR PERENCANAAN PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN
TEMA : MENGKAJI TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI
GANG FERI II

DOSEN PENGAMPU :

Dr. NOOR HAMIDAH ST.,MT


NIP. 197602242005012001

NAMA KELOMPOK:

YULIA RAHMA DANI DBB 117 001


JUNAIDI DBB 117 006
JANSEN BERMANA SITEPU DBB 117 022
MIKAEL JORDAN P.S DBB 117 028
MARTHA LUMBAN GAOL DBB 117 032
CANLY SIHOMBING DBB 117 036

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca.Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Terima kasih

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………….................................…..……… I


KATA PENGANTAR ………………………….…………………..........………..……ii
DAFTAR ISI …………………………………….……………………......................….iii

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………..…................…..4

1.1 Latar Belakang ……………………………....……..................................4


1.2 Rumusan Masalah ………………………………..………...............….....4
1.3 Tujuan ....................…………………………….....................................…4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................…………………...........................5

2.1 Pemukiman..................................................................................................5
2.2 Sejarah Berdirinya Kampung Pahandut..........................................7
2.3 Ngabe Anum Soekah........................... ……….......…..................9
2.4 Konsep Desain Gang Feri II........................................................10
2.5 Zona Consentris Sebagai Pembentuk Kawasan
Perumahan Gang Feri II............................................................11

BAB III PEMBAHASAN........... ………………………...............................................12

3.1 Analisa Perumahan…………….…….....................…………................12


3.2 Metode yang Digunakan.........................................................................13

BAB IV PENUTUP...... ……………………....................…………….........................14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sungai merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat sekitar
pesisir sungai kahayan kota palangka raya yang merupakan salah satu sungai terpanjang
di provinsi kalimantan Tengah ini. Tetapi pembentuk kawasan perumahan dan
permukiman di sekitarnya juga dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek lain.
Aspek itu dapat berupa pola sirkulasi, zona yang digunakan, keterkaitan dengan nilai-
nilai historis dan leluhur, profesi dari setiap warga dan aspek-aspek yang lain. Sehingga
perlu adanya tinjauan mengenai keterkaitan dan pengaruh aspek-aspek tersebut terhadap
permukiman dan perumahan warga.

1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana sistem dan pola tata ruang pada perumahan dan permukiman di Gang Feri II ?

1.3.Tujuan
Menjelaskan bagaimana pola tata ruang pada permukiman dan perumahan di Gang Feri
II

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERMUKIMAN

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan


Permukiman dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan gedung
yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan
adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan permukiman adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan
fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

2.2 Pengertian Permukiman


Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya berasal dari satu
kata saja. Apabila ditinjau dari strutur katanya, kata permukiman terdiri atas dua kata
yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu (Sastra dan Marlina,2006) :

2.3 Isi
Isi mempunyai implementasi yang menunjuk kepada manusia sebagai
penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.

2.4 Wadah
Wadah menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen
buatan manusia. Pendapat lain yang berbeda tentang pengertian permukiman adalah
menurut Hadi (2001) dalam Usop (2003) permukiman adalah perumahan dengan
segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik,
sedangkan permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya yakni
manusia yang hidup bermasyarakat dengan unsur budaya dan lingkungannya.
Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu
mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan di dalamnya
secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi, ekologi dan
sosia

2.5 Elemen Pembentuk Permukiman


Sebuah rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar bagi manusia. Maslow dalam Sastra dan Marlina (2006) menyebutkan
bahwa sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu sandang, pangan dan
kesehatan, kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi
untuk pengembangan kehidupan yang lebih tinggi. Tempat tinggal pada dasarnya
merupakan wadah bagi manusia atau keluarga dalam melangsungkan kehidupannya.
Menurut Maslow dalam Sastra dan Marlina (2006) kebutuhan manusia menunjukan
hierarki dari kebutuhan yang paling dasar /pokok hingga kebutuhan tingkat lanjut.
Tingkat kebutuhan manusia terhadap hunian dapat dikategorikan sebagai berikut :

5
1. Survival Needs → hunian sebagai kebutuhan dasar manusia
2. Safety and Security Needs → hunian sebagai sarana perlindungan dan
keselamatan
3. Affiliation Needs → hunian sebagai kebutuhan akan identitas pemiliknya dalam
masyarakat
4. Esteem Needs → hunian berfungsi sebagai pengakuan atas jati diri dalam
lingkungan masyarakat
5. Cognitive and Aesthetic Needs → hunian bukan sekedar berfungsi sebagai
pengakuan atas jati diri pemiliknya tetapi juga sebagai sesuatu yang dapat
dinikmati keindahannya bagi lingkungan sekitarnya.

Pendapat lain tentang kebutuhan rumah adalah menurut Chander (1979) dalam
Komarudin (1997) terdapat lima komponen kebutuhan rumah, yaitu :
1. Jumlah unit yang dibutuhkan untuk menurunkan kepadatan (backlog)
2. Rumah yang harus segera diganti (immediate replacement)
3. Rumah yang harus segera diganti sesuai dengan perencanaan (normal
replacement)
4. Rumah yang dibutuhkan karena pertambahan penduduk (new households)
5. Kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan rumah sejak tahun-tahun
sebelumnya (fulfillment of housing deficit).

Di dalam Sistem Permukiman, menurut Doxiadis (1968) dalam Goenmiandari,


dkk (2010), permukiman adalah paduan antara unsur manusia dan

2.6 Pola Permukiman


Pola spasial permukiman menurut Wiriaatmadja (1981) dalam Citrayati, dkk,
(2008) adalah:

a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi
dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum ada jalan
besar, sedangkan orang orangnya mempunyai sebidang tanah, yang selama suatu
masa tertentu harus diusahakan secara terus menerus
b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa,
memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah
garapan berada di belakangnya;
c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa,
sedangkan tanah garapan berada di luar kampung; dan
d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan
cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar,
sedangkan tanah garapan berada di belakangnya. Sedangkan menurut Putra
(2006) permukiman mempunyai berbagai pola yang umum terjadi akibat
berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain

6
2.2 SEJARAH BERDIRINYA KAMPUNG PAHANDUT
Kampung Pahandut merupakan salah satu kampung tertua di daerah aliran
sungai Kahayan bagian hilir, seperti halnya kampung Maliku, Pulang Pisau,
Buntoi, Penda Alai dan Gohong. Konon dikisahkan bahwa karena keadaan tanah
lahan bertani dan berkebun di Lewu Rawi (kemudian di kenal dengan nama lewu
Bukit Rawi) tidak cocok, tersebutlah pasangan suami-isteri Bayuh dan Kambang
memutuskan untuk mencari kawasan lain. Mereka kemudian milir (mendayung
perahu ke arah hilir) menyusuri Sungai Kahayan yang akhirnya menemukan
tempat yang cocok, sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik. Kabar tentang
tanah yang cocok untuk kegiatan pertanian serta perbaikan kehidupan kedua suami
istri tersebut terdengar oleh warga masyarakat lewu Rawi yang lain sehingga
banyak sanak keluarga yang berasal dari kampung tersebut bahkan bahkan warga
dari kampung/desa lain mengikuti jejak Bayuh dan Kambang pindah ke daerah
baru itu. Akhirnya tempat tersebut berubah menjadi kawasan berusaha memetik
hasil hutan (bahasa Dayak Ngaju : eka satiar, sekaligus membuka lahan untuk
bertani, yang disebut eka malan) kemudian berkembang menjadi tempat berusaha
bertani dan berkebun lalu menjadi tempat permukiman. Dalam bahasa Dayak
Ngaju hal yang demikian dinamakan Eka Badukuh, para warga menyebutnya
Dukuh ain Bayuh, singkatnya permukiman itu disebut Dukuh Bayuh.
Demikian Dukuh Bayuh (dukuh, Badukuh tidak sama dengan pengertian
Dukuh dalam masyarakat Jawa, yang berarti lebih merupakan anak-desa atau desa
cabang) semakin lama semakin berkembang maju, karena ternyata daerah itu dan
sekitarnya memiliki sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya antara
lain lokasi pemungutan hasil hutan seperti damar, getah jelutung (pantung), getah
hangkang, katiau, dan rotan serta perairan sungai yang kaya dengan berbagai jenis
ikan terutama dikawasan Dataran Aliran Sungai (DAS) Sebangau.
Dalam pada itu Dataran pematang (tanah tinggi ) terbentang dari sungai
Kahayan menuju sungai Rungan disebut tangking terkenal dengan nama Bukit
Jekan (Jekan baca seperti jejer) dengan tanah berbukit di Tangkiling pada kawasan
tepi Barat sungai Kahayan, sedangkan di bagian Timur, terdapat danau besar yang
dinamakan Danau Tundai dengan jumlah dan jenis ikan yang melimpah. Pada
kawasan hulu dan hilir dari Dukuh Bayuh tersebut juga terdapat puluhan danau
kecil yang banyak ikannya. Semuanya merupakan sumber mata pencaharian dan

7
kehidupan warga Dukuh Bayuh sekaligus menjadi daya tarik bagi pendatang dari
daerah lain untuk ikut berusaha di dukuh itu. Maka berubahlah Dukuh Bayuh yang
semula hanya tempat berusaha : bertani dan berkebun menjelma menjadi lewu
(desa), dan Bayuh tetap sebagai Pambakal (Kepala Desa). Dukuh Bayuh yang
berkembang maju tersebut telah menjadi Kampung (Desa) dengan kehidupan
warga makmur dan sejahtera.
Sementara itu diceritakan bahwa terdapat seorang tokoh yang disegani oleh
seluruh warga masyarakat Dukuh Bayuh karena mempunyai kelebihan yang
sangat menonjol. Sang tokoh dianggap memiliki kesaktian dan ilmu serta oleh
masyarakat setempat dipercaya sebagai “ orang pintar” Masyarakat Dukuh Bayuh
bahkan masyarakat dari daerah lain sering minta pertolongan pada sang tokoh
tentang berbagai hal. Sang Tokoh tersebut mempunyai anak-sulung laki-laki yang
bernama Handut; dan sesuai adat orang Ngaju yang menganut ujaran teknonomi,
yakni sepasang suami istri yang sudah berumah tangga dan sudah mempunyai
anak, biasa disapa (dipanggil) secara akrab memakai nama anak sulung. Maka
tokoh Desa Bayuh yang berilmu itu sangat akrab disapa Bapa Handut. Ketika
usianya sudah lanjut, Bapa Handut sering sakit-sakitan, dan ketika keadaan
sakitnya sudah parah nampaknya sulit menghembuskan nafas terakhir.

Warga Desa Bayuh merasa cemas dan prihatin atas penderitaan sang tokoh
yang mereka hormati. Akhirnya kehendak Tuhan pun terjadi dan wafatlah Bapa
Handut diiringi kesedihan dan isak tangis seluruh warga. Tokoh yang dihormati
dan disegani telah tiada. Guna mengenang dan menghormati sang tokoh yang
sangat berpengaruh tersebut, semua warga masyarakat setuju Desa Bayuh diubah
namanya menjadi Desa PAHANDUT (yang berasal dari kata Bapa Handut
panggilan akrab Sang Tokoh). Siapa nama asli Sang Tokoh itu, ternyata orang
keturunan asli desa Pahandut tidak dapat memberi jawaban.
Dalam arsip Pemerintah Hindia Belanda nama Desa Pahandut tercatat dalam
laporan Zacharias Hartman, seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda yang
melakukan perjalanan menyusuri Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas pada Bulan
Oktober 1823. Dalam laporan perjalanannya, Orang Belanda pertama yang
langsung menginjakkan kaki pada DAS Kahayan dan Kapuas tersebut
menyebutkan Desa Pahandut sebagai salah satu desa yang dikunjungi. Keberadaan
Kampung Pahandut juga dilaporkan oleh para misionaris (para pengabar Injil) dari

8
Jerman. Pada tahun 1859, Kampung Pahandut tercantum dalam peta yang dibuat
para misionaris tersebut, dan Kampung Pahandut merupakan salah satu pangkalan
(stasi) dari kegiatan penyebaran agama Kristen di sepanjang Sungai Kahayan.
Laporan selanjutnya dari para misionaris menyebutkan bahwa pada tahun 1896,
Misionar G.A. Alt bertugas di Stasi Pahandut, dan telah terbentuk jemaah Kristen
dengan berdirinya bangunan gereja di Kampung itu. Letak bangunan gereja
tersebut diperkirakan berada di Jalan Kalimantan sekarang. Pada tahun 1974,
bangunan gereja yang terletak di tengah jalan tersebut, dibongkar untuk keperluan
pembangunan dan pengaspalan jalan. Dari notulen rapat Tumbang Anoi (tahun
1894) disebutkan bahwa di kampung Pahandut telah berdiri sebanyak 8 (delapan)
buah rumah panjang (betang rumah adat suku Dayak). Jika satu rumah betang
berisi 5 (lima keluarga), maka paling sedikit Kampung Pahandut pada waktu itu
telah dihuni oleh 40 keluarga. Ini berarti, kampung itu sudah cukup ramai.

2.3 NGABE ANUM SOEKAH

Ikhwal pasangan suami-istri Bayuh-Kambang, mereka mempunyai 2 orang


anak laki-laki, yang sulung bernama Jaga sedang adiknya bernama Soekah. Bayuh
sampai hari tuanya tetap dipercayakan sebagai Kepala Desa Pahandut dan di usia
senjanya, Bayuh mengharapkan salah satu dari kedua putranya untuk
menggantikannya sebagai kepala kampung. Jaga sebagai anak tertua (sulung)
tidak dapat menolak. Sebenarnya Jaga mengharapkan adiknya, Soekah, yang
menggantikan kedudukan/jabatan ayah mereka, namun karena Soekah menolak
dengan alasan, dia masih mau merantau (mengembara alias berkelana), akhirnya
Jaga diangkat menjadi Kepala Kampung Pahandut (Pambakal).
Dalam pengembaraannya itulah, pemuda Soekah sampai di Puruk Cahu.
Ketika itu Tamanggung Wangkang sedang mengangkat senjata melawan
kekuasaan Belanda yang dikenal dengan Perang Wangkang, sekitar tahun 1870.
Pemuda Soekah pun membantu dan maju ke medan laga, bertempur melawan
serdadu Belanda.
Sekembali Soekah dari pengembaraannya dan berkumpul kembali dengan
keluarganya di Pahandut, Soekah terpilih menjadi Pambakal/Kepala Kampung
Pahandut menggantikan kakaknya, Jaga. Dalam kedudukannya sebagai Kepala

9
Desa Pahandut, atas jasa-jasanya dalam memimpin dan membina Desa Pahandut,
sehingga seluruh warganya dapat menikmati kehidupan makmur dan sejahtera,
Pemerintah Hindia Belanda memberi gelar NGABE ANUM kepada Soekah.
Dengan demikian, Pambakal Desa Pahandut adalah Ngabe Anum Soekah. Namun
sebutan yang lebih terkenal dalam masyarakatnya adalah sebutan akrab tetapi
mengandung rasa hormat yaitu Ngabe Soekah. Berdasarkan informasi H. Basrin
Inin, pada masa kepemimpinan Ngabe Soekah, Kampung Pahandut menjadi
kampung yang paling ramai dikunjungi pendatang dan tercipta perdamaian,
keamanan dan kenyamanan dari penduduknya yang berasal dari berbagai suku, ras
dan agama.3 Sandung Ngabe Soekah terletak di pertigaan Jalan Darmosugondo
dan Jalan Dr. Murjani (di depan terminal sementara). Sebelumnya telah didirikan
sandung oleh Bayuh pada tahun 1783, kemudian dipugar menjadi lebih besar oleh
Ngabe Soekah pada tahun 1848. Pada waktu itu, lokasi sandung Ngabe Soekah ini
dinamakan dengan Bukit Ngalangkang. Di kemudian hari banyak peristiwa
mengambil tempat di Bukit Ngalangkang ini misalnya pengumuman nama Kota
Palangka Raya dan peresmian Kotapraja Palangka Raya sebagai daerah otonom.4
Pada masa kepemimpinan Ngabe Soekah, salah seorang cucunya yang bernama
Herman Syawal Toendjan (HS. Toendjan) diangkat menjadi Damang. Sesudah
Ngabe Soekah berusia lanjut, ditunjuk cucunya yang lain yang bernama Willem
Dean sebagai kepala kampung selama 2 tahun, selanjutnya sekitar tahun 1940
diangkat Abd Inin (anak ketiga dari Ngabe Soekah) sebagai kepala kampung yang
baru. Abd Inin (kepala kampung) dan HS. Toendjan (Damang), berkenalan dengan
Tjilik Riwut dalam perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Republik
Indonesia. Pertemuan kembali ketiga sahabat tersebut terjadi lagi sekitar tahun
1957, ketika Tjilik Riwut beserta 7 orang tokoh yang ditugaskan untuk mencari
ibukota Propinsi Kalimantan Tengah berkunjung ke Kampung Pahandut.

2.4 KONSEP DESAIN GANG FERI II

2.4.1 Konsep Kawasan.


Pola dasar desain kawasan mengacu pada pola Ruko yang telah ada. Dari pola
Ruko ini, konsep kawasan dibentuk. Menggunakan zona consentris karena dekat
dengan pasar dan ruko-ruko besar, hotel, pelabuhan rambang, dan terminal lama.

2.4.2 Konsep Rumah


Bangunan rumah sebagian besar terbuat dari material kayu dengan tiap rumah
terdapat sandung. Sedangkan fasilitas yang sudah tersedia yaitu listrik/PLN. Di

10
depan rumah masih terdapat sandung, hal ini dikarenakan sebagian besar masih
beragama hindu kaharingan dan terdapatnya nilai historis.

2.5 ZONA CONSENTRIS SEBAGAI PEMBENTUK KAWASAN


PERUMAHAN GANG FERI II

Wilayah pingiran kota sebagai kawasan ekonomi warga di terminal lama,


zona berwarna hijau sebagai perumahan dan permukiman warga di pinggiran
sungai, zona berwarna biru sebagai perumahan dan permukiman warga gang feri
II, pada zona transisi terdapat pengalihan fungsi dari pusat ekonomi dan industri.
Zona transisi terdapat hotel, dan area masuk pelabuhan rambang, sedangkan
zona industri terdiri dari ruko dan pasar.

Model zona konsentris

Wilayah pinggiran kota


Permukiman kelas tinggi
Permukiman kelas menengah
Zona transisi
Daerah industri
Pusat Daerah Kegiatan

11
BAB III
PEMBAHASAN

3. 1 ANALISA PERUMAHAN
Terdapat gerbang masuk menuju kawasan pelabuhan Rambang

Tersedia jaringan listrik/PLN di setiap rumah warga

Tersedia tempat penginapan yang berupa hotel sebelum memasuki wilayah pelabuhan
Rambang

Salah satu view yang mengarah langsung ke sungai

12
Lokasinya berdekatan dengan pasar dan ruko-ruko.

3.2 METODE YANG DIGUNAKAN


Metode yang digunakan ialah metode observasi langsung, dengan dokumentasi dan
analisa objek. Dan menggunakan metode observasi partisipatoris yang bisa
dideskripsikan sebagai metode pengamatan dimana peneliti memposisikan dirinya
sebagai partisipan sebagaimana orang lain yang sedang diobservasi. Dalam
memposisikan diri sebagai partisipan, peneliti tetap harus menjaga jarak agar unsur
objektivitas tetap terjaga.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam hal ini, Palangka Raya merupakan salah satu kawasan perkotaan di bagian tengah
Kalimantan yang sengaja direncanakan perkembangannya. Kesengajaan perencanaan ini telah
mengakibatkan adanya perumahan di dekat bantaran sungai dan pusat-pusat ekonomi dan
industri (pasar dan ruko.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://id.123dok.com/document/y62nw5oz-bab-ii-tinjauan-pustaka-2-1-permukiman-
pengaruh-sungai-sebagai-pembentuk-permukiman-masyarakat-di-pinggiran-sungai-siak-
studi-kasus-permukiman-di-kelurahan-kampung-dalam-kecamatan-siak-kabupaten-siak-
riau.html Di akses pada 07 November 2019, pukul 05:55 WIB

https://id.wikipedia.org/wiki/Model_zona_konsentrik Di akses pada 07 November 2019,


pukul 05:55 WIB

15

Anda mungkin juga menyukai