1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha
Esa yang telah memberkati saya, sehingga laporan ini dapat diselesaikan. saya juga
ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan laporan ini dan berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data dan
fakta pada laporan ini.
Maka dari itu, saya bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang
budiman. saya akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan
yang dapat memperbaiki laporan saya di masa datang.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan................................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..…19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..20
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalimantan Barat yang biasa dikenal dengan suku dayak merupakan salah satu daerah
yang dikenal dengan kekhasan seni dan budayanya. Asas yang dianut adalah asas
kekeluargaan dan kebersamaan yaitu Budaya Betang (hidup berdampingan dalam satu
atap) dan gotong royong (handep).
System geometri pada struktur Betang di Tambau merupakan langkah awal dalam
menemukan rantai konstruksi bangunan betang yang hilang berdasarkan rekam jejak
konstruksi terdahulu yang telah diabaikan oleh masyarakat. Dengan adanya
pembahasan tentang rumah Betang, hal ini dapat membantu melestarikan kembali
arsitektur Dayak Kalimantan Barat. Selain itu, hal ini juga dapat memperingatkan para
arsitek untuk tetap memperhatikan aspek-aspek kebudayaan dalam merancang
bangunan.
Pada laporan ini, akan membahas tentang arsitektur Betang, mengenai sosial budaya,
pola tata tapak, ruang dalam arsitektur, serta struktur dan konstruksinya.
1.3 Tujuan
Untuk membahas lebih mendalam mengenai arsitektur Betang, mulai dari sosial
budaya, pola tata tapak, ruang dalam arsitektur, serta struktur dan konstruksinya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Di tempat inilah proses kehidupan masyarakat Dayak mulai dari awal hingga
akhir terjadi. Dengan mendiami rumah betang dan menjalani segala proses
kehidupan di tempat tersebut, menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri
untuk selalu hidup bersama dan berdampingan dengan warga masyarakat
lainnya. Mereka mencintai kedamaian komunitas yang harmonis sehingga
mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi rumah betang. Harapan
ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap
kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi
oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga
mempunyai nilai kedudukan serta hak yang sama dalam lingkungan
masyarakatnya.
Rumah betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala
kegiatan tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama,
kegiatan di rumah betang menyerupai suatu proses pendidikan tradisional
yang bersifat nonformal. Rumah betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi
5
sarana yang efektif bagi masyarakat Dayak membina keakraban satu sama
lainnya. Di tempat inilah mereka mulai berbincang-bincang untuk saling
bertukar pikiran mengenai berbagai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan.
Pengalaman, pengetahuan dan keterampilan tersebut diwariskan secara lisan
kepada generasi penerus.
Rumah betang Kampung Sahapm, dibangun pada tahun 1875, hal ini sesuai
dengan pernyataan dari ketua adat Kampung Sahapm. Pada awalnya rumah
betang Kampung Sahapm dibangun hanya satu bilik saja dan kini jika
dihitung dari kanan adalah bilik nomor 7, yang kemudian menyambung ke kiri
dan ke kanan hingga kini ada 33 bilik.
Proses penyambungan bilik satu dengan bilik lainnya diawali dengan keluarga
baru. Dalam membentuk keluarga baru mereka tidak ingin tinggal berjauhan
dengan kerabat atau orang tua, sehingga lama kelamaan memanjang
menjadi satu kesatuan. Sehubungan dengan itu, penghuni rumah betang atau
radakng memiliki ikatan keluarga yang kuat, karena antara satu keluarga
dengan yang lain masih memiliki hubungan kekerabatan baik dari garis ayah
maupun garis ibu. Mudiyono (1994:212) mengatakan bahwa pada hakikatnya
seluruh penghuni rumah betang merupakan komunitas yang terikat oleh
kesadaran wilayah dan terbentuk berdasarkan geneologis. Tradisi adat menjadi
acuan baku bagi masyarakat penghuni rumah betang dalam berperilaku agar
dapat hidup dengan baik.
Penghuni rumah betang Kampung Sahamp adalah masuk dalam rumpun suku
Dayak Kendayan atau lebih dikenal dengan Dayak Kanayat’n. Mereka tinggal
di rumah betang memiliki naluri untuk hidup bersama secara berdampingan,
dengan harapan hidup dalam susana damai dengan diilhami oleh semangat
kolektivitas yang harmonis sehingga terus bertahan. Kehidupan dalam rumah
betang juga sebagai suatu upaya melestarikan tradisi budaya yang telah
mereka miliki secara turun-temurun. Dalam rumah betang juga
menggambarkan keakraban hubungan kekerabatan dalam keluarga maupun
masyarakat.
6
Pada awalnya Betang merupakan pemukiman tradisional masyarakat Dayak
disebut pemukiman keluarga, terdiri dari satu buah rumah induk dan beberapa
bangunan pelengkap lain seperti sandong (tempat tulang), pasah lisu (tempat
lesung), pasah parei (lumbung padi), pasah pali (tempat pemujaan), serta
kandang ternak. Rumah induk merupakan bangunan terbesar berada di tengah-
tengah kavling yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan kecil lainnya. Halaman
depan memiliki luasan yang besar sebagai kegiatan upacara-upacara adat, areal
bermain, serta kegiatan berkumpul lainnya. Komplek pemukiman masyarakat
tradisional tepi sungai memiliki orientasi menghadap sungai sehingga
membentuk pola linear dari kampung. Terdapat tiga hal mendasar pandangan
masyarakat Dayak Ngaju pada keberadaan sungai:
7
2.2 Pola Tata Tapak pada Arsitektur Betang
Betang Tumbang Gagu terletak di tepi Sungai Kalang dengan luas lahan 1.880
m2, berupa rumah panggung berbentuk persegi empat panjang dengan ukuran
panjang bangunan 58,7 m, lebar 26,40 m, dan tinggi 15,68 m dari permukaan
tanah. Pada bagian depan terdapat selasar yang memanjang dari tepi Sungai
Kalang hingga ke betang dengan ukuran panjang 50,5 m dan lebar 160 m.
Tiang–tiang penyangga betang terdiri atas tiang jihi dan tungket dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 256 tiang dengan ukuran yang bervariasi. Pada bagian
depan rumah dan belakang rumah terdapat sebuah hejan atau tangga untuk
menuju ke dalam betang, terbuat dari kayu ulin utuh berukuran tinggi 7,10 m
dengan diameter ± 35 cm dan memiliki 20 anak tangga. Pembagian ruang dalam
betang terdiri atas balai kandang yang tepat berada di tengah bangunan. Di
dalam balai ini terdapat 2 (dua) buah meriam yang dibeli oleh Antang Kalang,
berukuran panjang masing-masing 153 dan 120 cm, diameter meriam masing-
masing 20 dan 17 cm, dan ukuran lubang penyulut berdiameter 1,5 dan 0,8 cm.
8
dan bilik-bilik) terdapat aula serta teras pada bagian belakang dan samping
sebagai penghubung antara bangunan utama dan dapur yang dibuat terpisah
dari bangunan utama. Pada sisi belakang dan samping betang, terdapat 6
(enam) dapur yang disesuaikan dengan jumlah kepala keluarga yang ada pada
waktu itu. Denah dapur mengikuti bangunan betang, berbentuk persegi empat
panjang, masing-masing dapur saling berdempetan. Saat ini, dapur yang masih
digunakan hanya tinggal dua saja, sedangkan yang lainnya mengalami
kerusakan (sudah tidak layak pakai karena kondisi bangunan yang sudah rusak
parah) bahkan ada yang sudah rubuh.
Melalui pendengaran ini ungkapan space dalam pola tata ruang rumah Betang
dapat menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan struktur, bentuk dan
material bangunan. Fungsi irama (Rhytme) ialah memunculkan interpretasi yang
mungkin akan berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Interpretasi itu
secara tidak langsung akan mengarah ke suatu kualitas ruang. Meskipun hasil
interpretasi tersebut bersifat maya, namun jika sudah dapat menginterpretasikan
sebuah kualitas ruang, berarti sebenarnya secara tidak sadar kita sudah
membentuk sebuah ruang di alam bawah sadar kita. Irama (Rhytme) pada
arsitektur bangunan tradisional Betang di Kalimantan Tengahberorientasi pada
irama upacara tiwah.
9
Komposisi arsitektur BetangToyoi, Tumbang Anoi dikaji melalui geometri dan
eksistensi, serta Proporsi dan dimensi. Berikut penjabaran komposisi arsitektur
Betang Toyoi.
Bentukan geometri tidak harus simetris, tetapi harus mempunyai titik , sudut ,
garis dan permukaan yang solid namun Eksistensi betang seolah berusaha
mengajak kita Kembali untuk memahami dan mengacu pada pemaknaan ruang
yang salah satunya mendefinisikan ruang sebagai sesuatu, merupakan wujud
yang paling immaterial (without physical substance).
Jihi betangmemiliki bentukan geometris seperti pada Gambar 3.4. bentuk berupa
lingkaran; penerapan ini tidak sengaja digunakan.Bentukan dasar dari bahan
sendiri digunakan sehingga tercipta sebuah keragaman bentuk dan kesatuan
(unity) namun ditinjau dari dimensinya sendiri akan memiliki ukuran yang
berbeda karena alam menghasilkan pohon-pohon dengan dimensi berbeda yang
digunakan sebagai bahan bangunannya.
10
2.4 Struktur dan Konstruksi pada Arsitektur Betang
11
uling dari tali selampit dan rotan yang dibuat katrol untuk penancapannya. Lalu
kedalamannya dari permukaan tanah berkisar 1.7 sampai 2 m.
Gambar 1
Tiang Utama (Jihi)
Tungket
Tungket disini berfungsi sebagai kolom penunjang. Tungket ditancapkan tidak
bersentuhan dengan tanah melainkan diatas bantalan. Tungket diletakkan antara
jihi-jihi dengan posisi kayu ulin bagian yang melebar menghadap ke matahari
terbit. Jenis tungket yang serupa dibuat bulat dengan patir penarah ini terletak
pada bagian bawah los/ruang keluarga, kamar tidur, dan bagian dapur.Pada
tungket bagian dapur. sebenarnya hanyalah tungket yang baru dipasang pada
renovasi tahun 1970 akan tetapi bahan dari tungket tersebut masih asli dari
zaman dahulu, hanya saja pada bagian tungket karayan yang sekarang
berbentuk persegi. Bentuk dan cara pemasangannya pun masih tetap
dipertahankan seperti dahulu.
12
Gambar 2
Tungket dan Suai
13
Gambar 3
Gagahan atau Sloof
Lantai
Pada bagian lantainya, bahan utamanya ialah kayu. Lalu pemasangannya pun
menggunakan system sendi, cara seperti ini meguntungkan karena perawatan
atau perbaikannya akan lebih mudah bila terjadi kerusakan.
Gambar 4
Lantai
14
Guntung merupakan penyangga dinding seperti kolom praktis sehingga dinding
dapat berdiri dengan kokoh. Untuk pemasangannya, menggunakan sambungan
takikan dan pen sebagaipertemuan dari guntung dan habantang.
Habantang disini memiliki fungsi serupa dengan guntung, yaitu sebagai
penyangga dinding, akan tetapi pemasangannya horizontal diantara guntung dan
menggunakan sambungan takikan pada ujung pertemuannya.
Biasanya kedua elemen ini disebut sebagai rangka dinding, dan pada
pemasangannya, tiap guntung diberi jarak 1 m lalu dikakukan oleh habantang
sebanyak 2-3 baris.
Dinding
Pada Rumah Betang, dindingnya terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama yaitu
sebagai dinding partisi yang berbahan dasar kayu ulin, sedangkan lapisan kedua
atau pada bagian luarnya berbahan dasar Kulit kayu. Lalu dinding ini direkatkan
pada guntung dan habantang agar dapat berdiri kokoh.
Gambar 5
Dinding dengan Pemasangan Vertical dan Horizontal
15
dijadikan tolak ukur. Untuk pemasangan jendela, di tiap 1 bilik terdapat satu buah
jendela.
A B
Gambar 6
(A). Pintu Kamar dan Pintu Utama,
(B). Jendela
Gambar 7
Handara
Bapahan
Bapahan disini biasa disebut dengan balok tarik pada struktur kuda-kuda atap
bangunan. Besar balok bapahan ini di seimbangkan daya tahan terhadap gaya
tarik dari srtuktur atap. Cara pemasangan balok bapahan ini ialah bapahan
16
tersebut sudah di olah menjadi sebuah balok persegi. Balok bapahan diletakan
pada tiang kolom/jihi. Supaya balok bapahan tersebut tidak tergeser atau
terpuntir dari tiang kolom/jihi, maka dibuat sebuah sambungan pengguti
(sambungan pen) pada tiang kolom/jihi, dan pada balok bapahan diuat lobang
pengguti/pen sesuai dengan besar pengguti/pen pada kolom/jihi, setelah itu
barulah balok bapahan di pasang atau lubang pada balok bapahan di masukan
pada pen/pengguti pada kolom/jihi.
Gambar 8
Bapahan
Babungan
Babungan biasa dikenal sebagai kuda-kuda atap. Fungsinya ialah untuk
menahan tiap balok bapahan untuk kuda-kuda. Babungan ini berada di atas
setiap tulang bapahan. Tulang bubungan juga sebagai pembantu menahan balok
gording. Pada bagian tengah, atas, juga menahan balok bapahan. Cara
pemasangan balok tulang babungan adalah berdiri pada sisi penampang
kayunya, pada bagian bawah yang menempel pada balok bapahan bagian
bawah di gunakan sambungan pengguti dan pada bagian atas di gunakan juga
sambungan pengguti yang langsung untuk mengunci tulang ulet/gording. Begitu
juga dengan sistim penggunaan pemasangan tulang babungan selanjutnya.
Pemasangan tulang bubungan tepat di tengah-tengah atau sebagai
pembagi/penahan balok nok yang berada di atas tiang kuda-kuda.
17
Gambar 9
Kuda - kuda
Reng
Reng merupakan bagian dari konstruksi atap yang berfungsi sebagai rangka
atap dan di pasang dengan jarak yang sama dari bagian bawah atap sampai
bubungan atap. Reng terbuat dari bahan kayu bulat yang diambil dari hutan
dengan ukuran diameter ± 3 cm dengan cara pemasangannya yaitu dengan cara
di pasak dan pengikatnya rotan yang diikat pada kasau. Dan jenis kayu yang
digunakan adalah kayu yang memiliki ketahanan terhadap suhu dan cuaca
sekitar dan juga cukup lama kayu yang di gunakan adalah kayu ulin/kayu besi.
Cara pemasangan reng ini tidak berbeda dengan cara pemasangannya pada
saat ini yaitu di mulai dari bawah ke atas.
Wuwung
Wuwung atau yang kita lebih kenal dengan nok merupakan kayu pengunci
antara kuda-kuda yang satu dengan yang lainnya dan juga berfungsi sebagai
tempat bertumpunya balok kasu bagian atas.wuwung. Wuwung berbentuk bulat
di karenakan pada jaman dahulu dalam pengolahan kayu yang kecil dan masih
berbentuk kayu bulat sangat sulit pembuatannya menjadi bentuk balokan-
balokan di karenakan teknologi pada jaman dulu sangatlah kurang dan terbatas.
18
Kasau
Kasau merupakan bagian dari kontruksi atap yang di gunakan pada Rumah
Betang dengan jenis kayu yang tahan lama yaitu kayu ulin/kayu besi/kayu
tabalien.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rumah Betang merupakan rumah adat yang ramah lingkungan. Rumah Betang
kebanyakan berada di sekitar sungai, jadi rawan terkena banjir, oleh sebab itu
masyarakat suku dayak mendesain rumah betang dengan system rumah
panggung. Rumah betang dirancang sesuai dengan kebutuhan mayarakat yang
tinggal didaerah itu sendiri, hal ini dapat memberi rasa nyaman untuk
masyarakat yang tinggal didalamnya. Dengan desain rumah betang yang
memanjang dibagian timur untuk memaksimalkan pemanfaatan cahaya matahari,
rumah betang tergolong rumah yang hemat energi. Dan yang paling penting
rumah betang memiliki sistem struktur dan konstruksi yang unik dan sederhana.
Elemen–elemen bangunan rumah ini juga memiliki karakteristik dan nama yang
unik.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/362250091/Arsitektur-Tradisional-Kalimantan
file:///C:/Users/HAWLET~1/AppData/Local/Temp/795-Article%20Text-1441-1-10-
20180324.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/73930-ID-studi-arsitektur-rumah-betang-
kalimantan.pdf
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/arsitektur-betang-tumbang-gagu-kajian-
bentuk-fungsi-dan-nilai-penting-oleh-etha-sriputri/
21