NAMA KELOMPOK :
Dalam waktu belakangan ini sudah banyak rumah adat betawi di daerah
Jakarta sudah mulai menghilang, dengan kejadian seperti itu pemerintah provinsi DKI
Jakarta menetapkan sebuah desa yang terletak di Setu Babakan, Jakarta Selatan
sebagai salah satu desa yang dijadikan tempat wisata guna untuk melestarikan budaya
betawi yang masih tersisa dengan baik di Jakarta. Sejalan dengan tujuan
pembangunan kepariwisataan, Pemerintah mengembangkan desa wisata yang
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat,
menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan
sumber daya, serta memajukan kebudayaan. Pengembangan desa wisata juga
merupakan salah satu bentuk percepatan pembangunan desa secara terpadu untuk
mendorong transformasi sosial, budaya, dan ekonomi desa. Karena itu, tiap daerah
dan desa perlu mencermati potensi yang dimilikinya untuk diangkat dan
dikembangkan agar memberikan nilai tambah manfaat serta menghasilkan
produktivitas yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalah dalam
analisis ini, yaitu :
1.4 Metodologi
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Kegiatan pengumpulan data dalam perancangan ini menggunakan metode
sebagai berikut :
Observasi langsung
Pengamatan langsung terhadap kondisi lokasi bangunan yang kami ajukan
yaitu kawasan Jakarta Selatan, Desa Wisata Kampung Betawi yang nantinya akan
digunakan sebagai data primer meliputi:
1. Kondisi yang ada pada sekitaran kawasan yang nantinya dapat berpengaruh dalam
hasil analisis baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Pengambilan data gambar dari area bangunan penelitian
Analisis ini akan menggunakan metode kualitatif yang memberikan pemahaman teori
dasar serta analisis objek.
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang, ruang lingkup atau batasan
masalah, tujuan yang akan dicapai, metode analisis serta manfaat yang diharapkan
dan sistematika pembahasan.
Dalam bab ini akan dijelaskan secara lengkap dan jelas mengenai pengertian,
sejarah, dan arsitektur dari kebudayaan Betawi yang ada di DKI Jakarta.
Dalam bab ini akan menjelaskan jenis penelitian, lokasi penelitian, gambaran
umum mengenai konsep rumah tinggal Betawi dan teknik pengumpulan dan
penyajian data dari penelitian ini.
BAB IV : Pembahasan
Dalam bab ini akan menjelaskan secara rinci bagaimana sebuah desain rumah tinggal
betawi disebuah desa dapat menjadi salah satu solusi dalam suatu masalah pelestarian
arsitektur rumah budaya di Jakarta Selatan dengan objek Desa Wisata Kampung
Betawi.
BAB V : Penutup
Pada bagian terakhir dari analisis ini akan berisikan kesimpulan yang berdasar pada
pembahasan penelitian dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga, menurut UU No.4 Tahun 1992 ; tentang Perumahan
dan Permukiman. Berdasarkan pengertian diatas Rumah Tinggal Dapat diartikan
sebagai tempat tinggal yang mempunyai macam-macam fungsi untuk tempat hidup
manusia yang baik, nyaman, proporsional, serta layak untuk ditinggali.
1. Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural),
melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak,
dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai
tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria
bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari
kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu
untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan
lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan
kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. (Frick,2006)
2. Rumah Gudang Rumah Gudang memiliki ruang tengah berbentuk segi empat yang
memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana, tetapi terdapat pula
rumah gudang yang beratap perisai. Struktur atap rumah gudang tersusun dari rangka
kuda-kuda. Struktur tersebut pada umumnya bersistem bersifat kompleks karena
terdapat dua batang yang saling bertemu pada sebuah batang yang tegak disebut
ander. Dalam rumah adat lain, tidak ditemukan struktur tersebut sehingga diduga
bahwa Belanda yang memperkenalkan struktur tersebut pada penduduk setempat.
Selain itu, pada bagian depan Rumah Gudang terdapat bagian atap yang miring
sehingga disebut topi/dak/markis. Fungsi atap tersebut adalah menahan cahaya
matahari dan air hujan hujan pada ruang depan yang selalu terbuka.
3. Rumah Joglo merupakan arsitektur hasil percampuran kebudayaan Jawa dan Betawi.
Berbeda dengan Rumah Joglo yang terdapat di Jawa Tengah, integrasi antara denah,
tiang-tiang penopang struktur atap dan struktur atap pada Rumah Joglo Betawi tidak
begitu tegas seperti pada rumah joglo di Jawa Tengah. Tiang-tiang utama yang
digunakan sebagai penopang struktur atap adalah unsur utama yang mengarahkan
pembagian ruang pada Rumah Joglo Jawa Tengah. Sedangkan pada Rumah Joglo
Betawi, hal tersebut tidak terlalu terlihat. Selain itu, pada Rumah Joglo asli di Jawa
Tengah, struktur bagian joglo dari atap disusun oleh sistem struktur temu gelang atau
payung. Sedangkan pada rumah joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda. Namun,
Rumah Joglo berbeda dengan Rumah Gudang. Sistem kuda-kuda pada Rumah Joglo
Betawi adalah kuda-kuda timur yang tidak menggunakan batang-batang diagonal
seperti yang terdapat pada Rumah Gudang.
b. Ekonomi
salah satu contoh yang dapat dicontoh tentang aspek ekonomi yang didapat
dari rumah adat betawi yaitu salah satu jenisnya adalah rumah joglo, Rumah adat
betawi ini memanjang dan berbentuk bujur sangkar. Selain itu, rumah ini terbagi
menjadi tiga bagian ruangan yang meliputi ruang depan, ruang tengah dan ruang
belakang. Ruang depan difungsikan untuk menerima tamu, ruang tengah
dipergunakan sebagai area pribadi yang terdiri dari ruang tidur dan ruang berkumpul
keluarga. Sedangkan ruang belakang dipergunakan sebagai kamar mandi dan dapur.
Dengan bentuk dan luas rumah yang bisa dibilang cukup luas, rumah adat
betawi jenis Joglo ini biasanya dimiliki oleh masyarakat dengan status sosial yang
tinggi. Rumah ini juga biasanya dibangun dengan material kayu berkualitas tinggi.
Jenis rumah ini juga biasanya terletak bukan di pinggiran kota.
c. Sosial
Bagi masyarakat Betawi, gejongan ini dianggap sakral atau keramat, karena
berhubungan langsung dengan tangga masuk bernama balaksuji, yakni penghubung
rumah dengan area luar. Teras yang luas pada rumah adat betawi ternyata memiliki
makna filosofis dibaliknya. Teras atau pendopo rumah adat betawi memiliki makna
keterbukaan pemilik rumah dalam menyambut orang baru dan tamu yang datang ke
rumah. Selain itu, masyarakat Betawi juga terkenal akan pluralisme yang mana dapat
menghargai perbedaan suku maupun agama.
d. Budaya
Beragam hal yang dapat di rumah adat betawi yang selalu menjadi salah satu
budaya yang tersirat didalam rumahnya adalah, ragam hias pada rumah-rumah Betawi
berbentuk sederhana dengan motif-motif geometris seperti titik, segi empat, belah
ketupat, segi tiga, lengkung, setengah bulatan, dan bulatan. Ragam hias rumah betawi
biasanya diletakkan pada lubang angin, kusen, daun pintu dan jendela, serta tiang yang
tidak tertutup oleh dinding, seperti tiang langkan, dinding ruang depan, garde (batas
ruang tengah dengan ruang depan), tangan-tangan (skur), dan teras yang dibatasi
langkan terbuat dari batu-batu atau jaro. Jaro adalah pagar yang dibuat dari bambu atau
kayu yang dibentuk secara ornamentik dan merupakan salah satu unsur arsitektur yang
paling penting pada rumah adat Betawi. Ragam hias ditemukan pada unsur-unsur dan
hubungan-hubungan struktur atau konstruksi seperti sekor, tiang atau hubungan antara
tiang dengan batu kosta. Ragam hias rumah adat Betawi memiliki konstruksi tou-kung
diadaptasi dari arsitektur Tiongkok dan diterapkan pada siku penanggap. Tou-kung juga
digunakan sebagai sentuhan dekoratif. Tiang-tiang bangunan diberi dekorasi pada
sudutnya dan ditambahkan detail pada ujung bawah yang berhubungan dengan batu.
Dekorasi juga diberikan pada ujung atas. Variasi dekorasi pada rumah adat Betawi
memiliki makna-makna tertentu. Beberapa makna berhubungan dengan pendirinya atau
lingkungan. Sementara makna lain memiliki hubungan dengan pengaruh budaya dan
sejarah. Salah satunya lambang matahari yang bermakna sebagai sumber kehidupan,
kekuatan, dan kewibawaan bagi si pemiliknya. Ada pula ragam hias yang berhubungan
dengan kebudayaan Arab dan islam. Ragam hias baji dipercaya dapat membawa
kesejukan bagi pemiliknya. Ada pula Bentuk rantai-rantai sebagai lambang
kebersamaan. Ukiran bunga-bunga melambangkan keramahan serta kedamaian pemilik
rumah. Ornamen tombak pada pagar melambangkan gunung, puncak, pencapaian yang
lebih tinggi, kewibawaan dan kekuatan untuk melindungi rumah. Penggunaan simbol
yang berlaku umum sering ditemukan juga pada elemen rumah Betawi. Misalnya, simbol
garuda pada lubang ventilasi pintu depan yang melambangkan kesetiaan dan
kebanggaan terhadap negara. Dari banyak ornamen atau ragam hias yang terdapat
pada rumah adat Betawi, ornamen gigi balang adalah ornamen yang paling populer.
Dalam Pergub No.17/2017 tentang Ikon Budaya Betawi, makna dari ornamen gigi balang
adalah sebagai lambang gagah, kokoh dan berwibawa. Ornamen gigi balang biasanya
terdapat pada lisplang rumah-rumah penduduk Betawi. Lisplang adalah bagian dari
bangunan yang berfungsi menutupi bagian atas bangunan sehingga tampak rapi.
Lisplang memiliki fungsi estetika dan konstruksi. Ada beberapa variasi ornamen gigi
balang yaitu tumpal wajik, wajik susun dua, potongan waru, dan kuntum melati. Variasi
ornamen tersebut serupa dan memiliki segitiga berjajar menyerupai gigi belalang yang
mempunyai makna bahwa hidup harus selalu jujur, rajin, ulet dan sabar. Makna tersebut
digunakan karena belalang hanya bisa mematahkan kayu menggunakan gigi jika
dikerjakan secara terus menerus dalam waktu yang lama. Secara keseluruhan, ornamen
gigi balang memiliki makna pertahanan yang kuat dan keberanian. Makna tersebut
adalah prinsip utama yang dipegang teguh oleh masyarakat Betawi.
BAB III
STUDI PRESEDEN
1. Eopolis adalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya
merupakan peralihan dari pola kehidupan desa ke arah kehidupan kota.
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih
mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya
sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota
metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan
pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi
salah satu contoh yang dapat dijadikan studi preseden adalah rumah adat betawi yang ada di
Setu Babakan :
● Bagian pertama dan terluar dari rumah betawi adalah teras depan. Fungsi dari teras
depan adalah sebagai tempat menerima dan menghargai tamu. Biasanya terdapat kursi
atau dipan yang terbuat dari kayu berkualitas seperti jati ataupun kayu jenis lain
seperti bambu. Bagian rumah ini akan selalu dibersihkan setiap hari sebagai bagian
penghormatan bagi tamu yang akan datang.
● Bagian berikutnya adalah paseban atau kamar yang dikhususkan untuk tamu yang
akan menginap. Jika tidak difungsikan sebagai kamar tamu, paseban juga difungsikan
sebagai ruang untuk beribadah.
● Berikutnya adalah pangkeng atau yang dikenal sebagai ruang keluarga yang berfungsi
sebagai tempat untuk berkumpul satu keluarga.
● Ruang tidur pada rumah adat betawi biasanya memiliki jumlah yang cukup banyak.
Dengan ruang yang cukup luas pada kamar utama yang dikhususkan bagi pemilik dan
kepala rumah.
● Srondoyan atau sebutan bagi dapur yang terletak pada bagian belakang. Selain
berfungsi untuk memasak, pada dapur rumah adat betawi juga difungsikan sebagai
ruang makan.
ada beberapa analisis tentang rumah dari rumah betawi pada pedesaan yaitu :
b. Fisik
Rumah Kebaya Berdasarkan buku Mengenal Rancang Bangun Rumah Adat di
Indonesia oleh Faris Al Faisal, Rumah Kebaya atau disebut juga Rumah Bapang
memiliki ruangan seperti rumah tinggal pada umumnya. Rumah ini memiliki ruang
tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi, dapur, dan teras. Rumah Kebaya
merupakan ciri khas suku Betawi. Atap rumah kebaya berbentuk pelana yang dilipat.
Asal mula nama Rumah Kebaya digunakan karena atap rumah dari samping terlihat
seperti lipatan kebaya.
Rumah Kebaya merupakan peninggalan budaya masyarakat Betawi dalam bidang
hunian. Rumah adat ini dilestarikan hingga saat ini. Pondasi Rumah Kebaya terbuat
dari susunan batu alam untuk menyangga tiang-tiang rumah agar bangunan menjadi
tegak dan kokoh. Genteng yang terbuat dari tanah merupakan bahan yang umum
digunakan sebagai atap rumah. Bahan lain yang dapat digunakan namun jarang adalah
anyaman daun kirai yang dibentuk seperti pelana dengan kemiringan bagian depan
yang sangat rendah. Dinding Rumah Kebaya terbuat dari material kayu nangka yang
dicat menggunakan warna cerah, seperti kuning atau hijau. Daun pintu dan jendela
dibuat berukuran lebar dengan lubang udara yang tersusun secara horizontal. Pintu
semacam ini juga dikenal dengan istilah pintu jalusi.
Rumah Gudang Rumah Gudang memiliki ruang tengah berbentuk segi empat yang
memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana, tetapi terdapat pula
rumah gudang yang beratap perisai. Struktur atap rumah gudang tersusun dari rangka
kuda-kuda. Struktur tersebut pada umumnya bersistem bersifat kompleks karena
terdapat dua batang yang saling bertemu pada sebuah batang yang tegak disebut
ander. Dalam rumah adat lain, tidak ditemukan struktur tersebut sehingga diduga
bahwa Belanda yang memperkenalkan struktur tersebut pada penduduk setempat.
Selain itu, pada bagian depan Rumah Gudang terdapat bagian atap yang miring
sehingga disebut topi/dak/markis. Fungsi atap tersebut adalah menahan cahaya
matahari dan air hujan hujan pada ruang depan yang selalu terbuka.
Rumah Joglo merupakan arsitektur hasil percampuran kebudayaan Jawa dan Betawi.
Berbeda dengan Rumah Joglo yang terdapat di Jawa Tengah, integrasi antara denah,
tiang-tiang penopang struktur atap dan struktur atap pada Rumah Joglo Betawi tidak
begitu tegas seperti pada rumah joglo di Jawa Tengah. Tiang-tiang utama yang
digunakan sebagai penopang struktur atap adalah unsur utama yang mengarahkan
pembagian ruang pada Rumah Joglo Jawa Tengah. Sedangkan pada Rumah Joglo
Betawi, hal tersebut tidak terlalu terlihat. Selain itu, pada Rumah Joglo asli di Jawa
Tengah, struktur bagian joglo dari atap disusun oleh sistem struktur temu gelang atau
payung. Sedangkan pada rumah joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda. Namun,
Rumah Joglo berbeda dengan Rumah Gudang. Sistem kuda-kuda pada Rumah Joglo
Betawi adalah kuda-kuda timur yang tidak menggunakan batang-batang diagonal
seperti yang terdapat pada Rumah Gudang.
b. Ekonomi
salah satu contoh yang dapat dicontoh tentang aspek ekonomi yang didapat
dari rumah adat betawi yaitu salah satu jenisnya adalah rumah joglo, Rumah adat
betawi ini memanjang dan berbentuk bujur sangkar. Selain itu, rumah ini terbagi
menjadi tiga bagian ruangan yang meliputi ruang depan, ruang tengah dan ruang
belakang. Ruang depan difungsikan untuk menerima tamu, ruang tengah
dipergunakan sebagai area pribadi yang terdiri dari ruang tidur dan ruang berkumpul
keluarga. Sedangkan ruang belakang dipergunakan sebagai kamar mandi dan dapur.
Dengan bentuk dan luas rumah yang bisa dibilang cukup luas, rumah adat
betawi jenis Joglo ini biasanya dimiliki oleh masyarakat dengan status sosial yang
tinggi. Rumah ini juga biasanya dibangun dengan material kayu berkualitas tinggi.
Jenis rumah ini juga biasanya terletak bukan di pinggiran kota.
c. Sosial
Bagi masyarakat Betawi, gejongan ini dianggap sakral atau keramat, karena
berhubungan langsung dengan tangga masuk bernama balaksuji, yakni penghubung
rumah dengan area luar. Teras yang luas pada rumah adat betawi ternyata memiliki
makna filosofis dibaliknya. Teras atau pendopo rumah adat betawi memiliki makna
keterbukaan pemilik rumah dalam menyambut orang baru dan tamu yang datang ke
rumah. Selain itu, masyarakat Betawi juga terkenal akan pluralisme yang mana dapat
menghargai perbedaan suku maupun agama.
d. Budaya
Beragam hal yang dapat di rumah adat betawi yang selalu menjadi salah satu
budaya yang tersirat didalam rumahnya adalah, ragam hias pada rumah-rumah Betawi
berbentuk sederhana dengan motif-motif geometris seperti titik, segi empat, belah ketupat, segi
tiga, lengkung, setengah bulatan, dan bulatan. Ragam hias rumah betawi biasanya diletakkan pada
lubang angin, kusen, daun pintu dan jendela, serta tiang yang tidak tertutup oleh dinding, seperti
tiang langkan, dinding ruang depan, garde (batas ruang tengah dengan ruang depan),
tangan-tangan (skur), dan teras yang dibatasi langkan terbuat dari batu-batu atau jaro. Jaro adalah
pagar yang dibuat dari bambu atau kayu yang dibentuk secara ornamentik dan merupakan salah
satu unsur arsitektur yang paling penting pada rumah adat Betawi. Ragam hias ditemukan pada
unsur-unsur dan hubungan-hubungan struktur atau konstruksi seperti sekor, tiang atau hubungan
antara tiang dengan batu kosta. Ragam hias rumah adat Betawi memiliki konstruksi tou-kung
diadaptasi dari arsitektur Tiongkok dan diterapkan pada siku penanggap. Tou-kung juga
digunakan sebagai sentuhan dekoratif. Tiang-tiang bangunan diberi dekorasi pada sudutnya dan
ditambahkan detail pada ujung bawah yang berhubungan dengan batu. Dekorasi juga diberikan
pada ujung atas. Variasi dekorasi pada rumah adat Betawi memiliki makna-makna tertentu.
Beberapa makna berhubungan dengan pendirinya atau lingkungan. Sementara makna lain
memiliki hubungan dengan pengaruh budaya dan sejarah. Salah satunya lambang matahari yang
bermakna sebagai sumber kehidupan, kekuatan, dan kewibawaan bagi si pemiliknya. Ada pula
ragam hias yang berhubungan dengan kebudayaan Arab dan islam. Ragam hias baji dipercaya
dapat membawa kesejukan bagi pemiliknya. Ada pula Bentuk rantai-rantai sebagai lambang
kebersamaan. Ukiran bunga-bunga melambangkan keramahan serta kedamaian pemilik rumah.
Ornamen tombak pada pagar melambangkan gunung, puncak, pencapaian yang lebih tinggi,
kewibawaan dan kekuatan untuk melindungi rumah. Penggunaan simbol yang berlaku umum
sering ditemukan juga pada elemen rumah Betawi. Misalnya, simbol garuda pada lubang ventilasi
pintu depan yang melambangkan kesetiaan dan kebanggaan terhadap negara. Dari banyak
ornamen atau ragam hias yang terdapat pada rumah adat Betawi, ornamen gigi balang adalah
ornamen yang paling populer. Dalam Pergub No.17/2017 tentang Ikon Budaya Betawi, makna
dari ornamen gigi balang adalah sebagai lambang gagah, kokoh dan berwibawa. Ornamen gigi
balang biasanya terdapat pada lisplang rumah-rumah penduduk Betawi. Lisplang adalah bagian
dari bangunan yang berfungsi menutupi bagian atas bangunan sehingga tampak rapi. Lisplang
memiliki fungsi estetika dan konstruksi. Ada beberapa variasi ornamen gigi balang yaitu tumpal
wajik, wajik susun dua, potongan waru, dan kuntum melati. Variasi ornamen tersebut serupa dan
memiliki segitiga berjajar menyerupai gigi belalang yang mempunyai makna bahwa hidup harus
selalu jujur, rajin, ulet dan sabar. Makna tersebut digunakan karena belalang hanya bisa
mematahkan kayu menggunakan gigi jika dikerjakan secara terus menerus dalam waktu yang
lama. Secara keseluruhan, ornamen gigi balang memiliki makna pertahanan yang kuat dan
keberanian. Makna tersebut adalah prinsip utama yang dipegang teguh oleh masyarakat Betawi.
BAB IV
ANALISA
a. Permukiman Menurut Hadi Sabari Yunus (1987) dalam Wesnawa (2015:2) dapat
diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala
kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk
bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan
kehidupannya. Sedangkan Perumahan dikenal dengan istilah housing. Housing
berasal dari bahasa inggris yang memiliki arti kelompok rumah. Perumahan adalah
kumpulan rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Sebagai
lingkungan tempat tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. (menurut Sadana 2014:19).
b. Menurut Sadana (2014:20) Perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan
terletak pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki
fungsi ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi
sebagian penghuniannya. Pada perumahan, lingkungan tersebut hanya berupa
sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para penghuninya.
Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak merangkap sebagai tempat
mencari nafkah.
kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan
perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat. Kawasan permukiman dapat dilihat dari klasifikasi permukiman dan tipe
permukiman. Berikut merupakan penjelasan dari klasifikasi dan tipe permukiman.
A. Klasifikasi Fungsi Permukiman Menurut Lewis Mumford (The Culture Of Cities,
1938) dalam Wesnawa, 2015:27) mengemukakan 6 jenis Kota berdasarkan tahap
perkembangan permukiman penduduk kota. Jenis tersebut diantaranya:
1. Eopolis dalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan
masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa ke arah
kehidupan kota.
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih
mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya
sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa
kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan
pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan
penduduknya.
B. Tipe Permukiman
Dalam hal permukiman di pedesaan dapat diambil inti sarinya yaitu permukiman di pedesaan
memiliki kriteria sebagai berikut :
Ciri atau karakteristik wilayah desa adalah:
Dari data yang akan dianalisis terdapat 2 perbandingan dari permukiman di Desa Wisata Setu
Babakan, Jakarta dan Permukiman Tepian Sungai Kahayan
1. Fisik
Dari data yang didapat kondisi fisik dari Desa Setu Babakan ini memiliki banyak
tanah yang digunakan sebagai bangunan tradisional dari suku Betawi, sebagai contohnya
adalah sebagai berikut
2. Sosial
Kondisi sosial dari lokasi permukiman pedesaan ini yang dapat dianalisis bahwa
rata-rata masyarakatnya menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan potensi
lingkungan yang telah dijadika desa wisata sehingga rata-rata dari mereka memulai usaha
dengan membuka kedai makanan Betawi, menyewakan kapal untuk memutar danau di Desa
Wisata Setu Babakan, dan juga transportasi darat tradisional seperti Andong.
Gambar diatas merupakan salah satu contoh kondisi sosial di Desa Wisata Setu Babakan
3. Ekonomi
Dari data yang dapat diambil kondisi ekonomi dari permukiman Desa Setu Babakan
ini tingkat perkerjaan di desa ini digantungkan pada sektor wisata sehingga hampir 87%
masyarakatnya memilih pekerjaan di bidang pariwisata, serta dari jumlah total penghasilan
mereka dapat menghidupkan anggota keluarganya sehingga dapat dibilang kondisi ekonomi
mereka terbilang cukup untuk menghidupi satu keluarga dengan rata-rata anak yang masih
menjenjang pendidikan di sekolah dasar,pertama, dan atas.
d. Budaya
Tentu saja, Budaya yang terdapat di kawasan permukiman ini adalah suku Betawi yang
mayoritasnya beragama Muslim, keadaan kondisi budaya di permukiman ini sangat kental
dengan kebudayaan suku Betawi. Salah satu unsur kebudayaan di permukiman ini adalah
dengan adanya orname Ondel-Ondel di beberapa titik, kemudian adanya makan khas betawi
yang terdapat di permukiman ini, serta biasanya akan diadakan pertunjukan seni untuk
mempromosikan permukiman ini.
Berikut adalah beberapa bukti unsur kebudayaan dipermukiman Desa Wisata Setu Babakan
1. Fisik
fisik alam adalah kondisi tanah di Kalimantan Tengah keadaan alamnya subur.
Kekayaan alam Kalimantan Tengah adalah yaitu hutan belantara dengan
hutan-hutan hujan tropis dan puluhan sungai besar dan kecil banyak menyimpan
sumberdaya ikan. Kondisi tanah di permukiman ini termasuk dengan tanah gambut.
Dan kawasan permukiman ini memiliki kriteria sebagai kawasan yang aman dari
banjir, kemudian kondisi dari rumah rumah disekitaran permukiman ini contohnya
adalah : rumah apung, rumah panggung, dan juga rumah beton atau permanent.
2. Sosial
Kondisi sosial dari masyarakat daerah tepian sungai kayahan ini menggantungkan
hidup dengan kondisi alamnya yaitu berseberangan dengan sungai. Beberapa
masyarakat bekerja sebagai budidaya ikan air tawar, berdagang, dan bahkan menjadi
pengantar atau berusaha di bidang transportasi air.
Berikut adalah kondisi sosial dari permukiman tepian Sungai Kahayan Palangka Raya
3. Ekonomi
Dari data yang dapat diambil kondisi ekonomi dari permukiman tepian sungai
Kahayan ini tingkat perkerjaan di permukiman ini digantungkan pada sektor budidaya dan
perdagangan ikan sehingga hampir 90% masyarakatnya memilih pekerjaan di bidang ini.,
serta dari jumlah total penghasilan mereka dapat menghidupkan anggota keluarganya
sehingga dapat dibilang kondisi ekonomi mereka terbilang cukup untuk menghidupi satu
keluarga dengan rata-rata anak yang masih menjenjang pendidikan di sekolah dasar,pertama,
dan atas.
4. Budaya
Sudah menjadi suatu budaya bagi masyarakat Kalimantan untuk hidup berdampingan dengan
kondisi alam yang kaya dan melimpah, salah satunya alam yang bisa dimanfaatkan yaitu
sungai, dan pada studi kasus ini yang diambil adalah sungai Kahayan. Masyarakat di
permukiman ini mendirikan rumah yang salah satunya adalah rumah apung, rumah apung
sendiri sudah menjadi bagian bagi masyarakat permukiman sungai kahayan karena salah satu
budaya yang sudah diterapkan dari lama. rumah apung atau rumah lanting ini salah satu tipe
dari sebelas rumah adat Banjar yang membedakan di Rumah Lanting dengan ukuran yang
tidak terlalu besar.
berikut adalah salah satu contoh budaya rumah lanting yang terdapat di permukiman tepian
sungai Kahayan.