Anda di halaman 1dari 5

1.

Mengapa bahasa melayu iya iya

karena bahasa melayu merupakan suatu kebudayaan bagi Indonesia,selain itu juga
penggunaan bahsa Indonesia sangatlah mudah ,tidak perlu mengenal tingkatan bahasa lain .

Selain itu juga banyak sekali kemiripan antara bahasa Indonesia dengan bahasa melayu,mulai
dari pengartiannya, bahasanya, dan mungkin hanya secara penyampaiannya yang berbeda.

Bahasa melayu juga mempunyai peranan yang sangat penting di berbagai bidang atau
kegiatan di Indonesia pada masa lalu. Bahasa ini tidak hanya sekedar sebagai alat komunikasi
dibidang ekonomi (perdagangan). Tetapi juga dibidang visual (alat komunikasi massa).
Politik (perjanjian antar kerajaan). Sejak itulah penguasaan dan pemakaian bahasa melayu
menyebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia.

Perkembangan bahasa melayu tersebut dinamakan perkembangan konseptual yang memiliki


tiga bentuk. Pertama, perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh interaksi antar daerah,
Kedua, perkembangan bahasa daerah yang lain, dan yang terakhir perkembangan bahasa
yang di akibatkan oleh pertemuan bahasa melayu dalam konteks yang lebih luas.

Bahasa melayu berkembang berdasarkan interaksi dengan lingkungan sosial yang


bersinggungan antar ruang dan waktu, yang mana terjadi suatu hal yang sedang
mempengaruhi penggunaan bahasa. Historis tersebut dapat dilihat dari asal usul bahasa yang
merupakan awal komunikasi antar orang yang menggunakan bahasa isyarat ke kata-kata yang
semakin komunikatif.

b. Perbendaharaan bahasa Indonesia diperkaya oleh kata serapan dari berbagai bahasa asing,
misalnya dari bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Prancis, dan Arab. Kata-kata serapan itu
masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui empat cara yang lazim ditempuh, yaitu adopsi,
adaptasi, penerjemahan, dan kreasi.

Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing yang
diserap secara keseluruhan. Kata supermarket, plaza, mall, hotdog merupakan contoh cara
penyerapan adopsi.

Cara adaptasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing yang
diserap dan ejaan atau cara penulisannya disesuaikan ejaan bahasa Indonesia. Kata-kata
seperti pluralisasi, akseptabilitas, maksimal, dan kado merupakan contoh kata serapan
adaptasi. Kata-kata tersebut mengalami perubahan ejaan dari bahasa asalnya (pluralization
dan acceptability dari bahasa Inggris, maximaal dari bahasa Belanda, serta cadeu dari bahasa
Prancis). Pedoman pengadaptasiannya adalah Pedoman Penulisan Istilah dan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan
Nasional.
Cara Penerjemahan terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung
dalam kata bahasa asing kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Kata-kata
seperti tumpang-tindih, percepatan, proyek rintisan, dan uji coba adalah kata-kata yang lahir
karena proses penerjemahan dari bahasa Inggris overlap, acceleration, pilot project, dan try
out.

Cara kreasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam
bahasa sumbernya kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Meskipun sekilas
mirip perjemahan, cara terakhir ini memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut fisik
yang mirip seperti pada penerjemahan. Kata yang dalam bahasa aslinya ditulis dua atau tiga
kata dalam bahasa Indonesianya boleh hanya satu kata saja atau sebaliknya

Apakah proses penyerapan ini penting bagi perkembangan bahasa Indonesia? Ya, penting,
karena kata serapan dari bahasa asing merupakan bagian dari perkembangan Bahasa
Indonesia itu sendiri. Selain itu, dengan adanya kata serapan dari bahasa asing maka akan
dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak
sinonimnya.

2. Kejutan awal tahun 2020 memang sungguh tidak terduga, biasanya setelah kebahagiaan
menyambut tahun baru, kita diperhadapkan dengan beberapa bencana alam seiring semakin
derasnya hujan turun ke bumi. Banjir, tanah longsor, badai, gelombang laut yang  tinggi, dan
cuaca buruk adalah hal tidak lumrah yang sering terjadi di musim penghujan awal tahun.

Namun saat kita memasuki seperempat tahun di 2020, tidak banyak kejadian berkaitan
dengan bencana alam yang buruk, justru kita diperhadapkan dengan fenomena Virus Corona
yang menelan banyak korban jiwa. Dalam release yang dikeluarkan oleh situs
cnbcindonesia.com  pada hari Sabtu, 7 Maret 2020, dikabarkan bahwa jumlah korban
meninggal dunia secara nasional di China mencapai 3.070 jiwa. Belum termasuk negara-
negara lain seperti Iran, Jepang, Korea Selatan, dan Italia.

Semua informasi tentang wabah ini begitu mudah diterima oleh masyarakat  di seluruh dunia
dalam bentuk tulisan, gambar, maupun audio visual. Dari yang memuat konten pemberitaan
yang netral-netral saja sampai dengan yang ekstrim seperti  video korban yang berjatuhan,
kekacauan di beberapa sudut kota, keributan pada sebuah antrian pasien di Rumah Sakit,
tenaga medis yang tampak kewalahan, serta sekelompok orang yang berusaha berebut bahan
makanan didalam super market.  Dan kita melihat efeknya yang begitu menggetarkan rasa
nyaman kita, menggentarkan ketenangan hati kita, bahkan di beberapa tempat
menghancurkan derajat manusia sebagai makhluk mulia.

Ketika wabah itu akhirnya masuk ke negeri kita, dengan diumumkan secara resmi oleh
Presiden Republik Indonesia, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata RI, seolah kita sedang
memulai sebuah perang besar menghadapi invansi kekuatan asing yang ganas dan brutal.
Sayang sungguh disayang respon sebagian masyarakat di beberapa kota besar yang panik
seolah tidak siap menghadapi perang melawan virus ini. 

Dalam tempo dua-tiga jam setelah pengumuman resmi, terjadi rush di di berbagai
supermarket, swalayan, apotik, untuk membeli secara besar-besaran bahan makanan, obat,
antiseptik dan masker. Lagi dan lagi pemberitaan ini dengan begitu mudah segera diterima
ditangan seluruh masyarakat Indonesia melalui jejaring media sosial, televisi, disusul dengan
obrolan-obrolan disudut warung kopi, kantor, pasar, dan berbagai tempat yang justru semakin
memprofokasi masyarakat untuk ikut-ikutan membeli berbagai barang tadi secara berlebihan.
Yang punya uanglah yang mampu membeli lebih, sementara yang tidak memilikinya hanya
mampu menonton saja.

Beruntung pemerintah segera membuat rilis informasi sebanyak-banyaknya tentang fakta


Virus Corona ini, demikian pula dengan korporasi-korporasi, para akademisi, para
profesional, tokoh masyarakat dan tokoh agama juga melakukan hal yang sama agar
kepanikan masyarakat tidak merajalela dan menimbulkan bencana baru yang akan
memperparah keadaan. 

Kekuatan media sosial sangat terasa untuk melawan serangan Virus "ganas" ini, dengan
berbagai informasi dan edukasi yang benar, menyajikan antara fakta dan hoax, antara
ketulusan dan komersialisasi, antara obyektifitas dengan tendensi. Dan akhirnya kita patut
merasa lega sebab  gejala panic buying mulai mereda, masyarakat mulai tenang dan mampu
berpikir rasional, dan bisa diarahkan untuk mempersiapkan diri secara pribadi maupun secara
kolektif untuk menghadapi virus ini.

Untuk di provinsi Lampung sendiri, berdasarkan data Bappeda Lampung, 399 kasus positif
Covid-19 baru berasal dari Kota Bandarlampung sebanyak 103 kasus, Kota Metro 18 kasus,
Kabupetan Pringsewu 60 kasus, Pesawaran 21 kasus.
Kemudian Lampung Timur 66 kasus, Lampung Barat 53 kasus, Mesuji 4 kasus, Tanggamus
25 kasus, Lampung Tengah 18 kasus, Tulangbawang Barat 21 kasus dan Pesisir Barat 10
kasus.

Sungguh banyak pelajaran berharga  dari kejadian seperempat tahun pertama, di 2020 ini.
Sesungguhnya  dari berbagai laporan negara-negara yang terkena virus ini, sebagaimana
dilansir dari kompas.com dan pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa dampak
kematian pada pasien yang terinfeksi secara global diseluruh dunia ini adalah 3,4% sungguh
jauh dibandingkan dengan dampak mematikan akibat diabetes melitus yaitu sebesar 63,50%
(Pusdatin.kemkes.go.id, 2018). Tetapi mengapa di Wuhan China, Jakarta, Depok, Lampung
dan berbagai kota lain kepanikan ini begitu kuat melanda? Seolah-olah serangan virus ini
akan memusnahkan seluruh umat manusia.

Rupanya terjadi "kerjasama" yang sangat bagus antara serangan Virus Covid-19 ini dengan
serangan "Virus Informasi" yang masuk ke pikiran kita, sebuah "sinergi virus" yang sangat
menakutkan bagi manusia. Faktanya virus ini menyerang fisik manusia, maka yang harus
dilakukan adalah membuat fisik kita sehat dengan cara hidup yang sehat, tetapi tidak bisa
dipungkiri bahwa fisik yang sehat harus dimulai dengan pikiran yang sehat, ini masalah
mental. 

Aksi rush  atau  panic buying di supermarket, merupakan kegagalan berpikir  sehat didalam
jiwa kemanusiaan kita. Pikiran yang sakit dipenuhi dengan kekuatiran, ketakutan, kecemasan,
setara dengan dendam, benci, dan amarah yang membabi-buta. Selanjutnya pikiran sakit ini
akan mendorong kita untuk mengamankan diri sendiri, menihilkan keberadaan manusia lain,
bahkan menjadikan orang lain sebagai ancaman yang layak dimusnahkan, persis dunia
binatang dengan hukum rimbanya: yang kuat dialah yang menang. 

Dan itu yang sempat kita saksikan terjadi bersamaan dengan serangan Virus Corona di
berbagai belahan dunia, bagaimana orang berkelahi berebut makanan di supermarket, saling
jambak, saling dorong, bahkan saling bunuh. Akhirnya daya hancur virus ini menjadi begitu
besar bukan karena keganasannya, tetapi karena pikiran manusia yang sudah dipenuhi dengan
kekuatiran, ketakutan, dan kecemasan.

Kalimat utama pada wacana diatas terdapat dalam paragraf 2


Jenis paragraf pada wacana diatas merupakan paragraf induktif

Pola pengembangan yang digunkan adalah pola kausalitas

Anda mungkin juga menyukai